Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada mata yang tidak memerlukan kaca mata terdapat 2 sistem yang
membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0 dioptri. Kornea atau selaput
bening mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan
20% atau 10 dioptri. Bila kekuatan pembiasan ini berubah, maka sinar akan
difokuskan lebih di depan selaput jala (seperti rabun jauh, miopia), dan dapat
dikoreksi dengan menggunakan kacamata negatif atau sinar difokuskan di
belakang selaput jala seperti pada rabun dekat (hipermetropia), yang dapat
dikoreksi dengan menggunakan lensa positif. Bila pembiasan sinar tidak pada satu
titik atau pada astigmat dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder (Ilyas,
2006).
Refraksi adalah titik fokus jauh dasar (tanpa bantuan alat) yang bervariasi
di antara mata individu normal, tergantung bentuk bola mata dan korneanya. Mata
emetrop secara alami memiliki fokus yang optimal untuk penglihatan jauh. Mata
ametrop (yakni, mata miopia, hipermetropia, atau astigmatisma) memerlukan
lensa koreksi agar terfokus dengan baik untuk melihat jauh. Gangguan optik ini
disebut kelainan refraksi. Refraksi adalah prosedur untuk menentukan dan
mengukur setiap kelainan optik (Vanghan & Asbury, 2012).
Pada keadaan tidak terfokusnya sinar pada selaput jala, hal yang dapat
dilakukan adalah memperlemah pembiasan sinar seperti miopia (rabun jauh)
dengan mengunakan lensa negatif untuk memindahkan fokus sinar ke belakang
atau selaput jala. Bila sinar dibiaskan di belakang selaput jala seperti pada
hipermetropia (rabun dekat) maka diperlukan lensa positif untuk menggeser sinar
ke depan sehingga penglihatan semakin jelas. Lensa positif ataupun lensa negatif
dapat digunakan dalam bentuk kaca mata ataupun lensa kontak. Penggeseran
bayangan sinar dapat pula dilakukan dengan tindakan bedah yang dinamakan
bedah refraktif (Ilyas, 2006).
Daya refraksi mata ditentukan oleh daya refraksi media yang bening dan
panjang sumbu mata. Media yang bening adalah kornea, bilik mata depan, lensa,
dan badan kaca. Panjang sumbu mata normal kira-kira 24 mm. Jika panjang
sumbu mata bertambah l mm (menjadi 25 mm), maka terjadi miopia -3 dioptri.
Daya refraksi mata emetropia adalah 65 dioptri, 42 dioptri oleh kornea dan 23
dioptri oleh lensa, sehingga cairan mata dan badan kaca tidak memiliki daya
refraksi (Fritz Hollwich, 1993).
Emetropia Astigmat
Hipermetropia Miopia
Gambar 1 Pembiasan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan
refraksi (Gerhard K. Lang, 2000) dan (A K Khurana, 2007).
Sinar dari obyek dekat ialah divergen dan difokuskan ke retina oleh proses
akomodasi. Otot-otot siliar berkontraksi, memungkinkan bentuk lensa lebih
cembung yang memiliki kemampuan konvergensi lebih besar. Semakin tua lensa
makan akan semakin bertambah kaku dan walaupun otot-otot siliar berkontraksi,
lensa tidak bertambah cembung. Hal ini mulai terjadi pada usia 40 tahun ke atas,
dimana pekerjaan jarak dekat berangur-angsur sukar dikerjakan (presbiopia).
Obyek mesti diposisikan lebih jauh untuk mengurangi kebutuhan daya akomodasi.
Dalam keadaan seperti ini, detil-detil halus tidak lagi dapat terlihat (A R
Elkington, 1996).
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya
bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di
retinanya, saat mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, yaitu Pungtum Proksimum, yang
merupakan titik terdekat yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh seseorang.
Titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau
foveola saat mata istirahat. Pada emetropia pungtum remotum terletak di depan
mata, sedangkan pada mata hipermetropia titik semu berada di belakang mata
(Ilyas, 2013).
2.1.1. Miopia
Miopia atau rabun jauh adalah suatu keadaan mata yang mempunyai
kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang
dibiaskan di depan retina (Perdami, 2014). Bila bayangan benda yang terletak
jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut
mengalami miopia, atau rabun jauh (Vanghan & Asbury, 2012).
Pada mata miopia, sinar sejajar yang masuk ke dalam mata difokuskan di
dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat ke obyek yang
jauh, maka sinar divergen yang akan mencapai retina sehingga bayangan menjadi
kabur. Hal ini disebabkan daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu
panjang (Fritz Hollwich, 1993).
Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar
yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum
remotum) terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar (Ilyas, 2006).
Miopia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu myopia axial, miopia
kurvatura, miopia indeks refraksi dan perubahan posisi lensa (Perdami, 2014).
- Nocturnal Myopia
- Pseudomyopia
- Degenerative myopia
- Induced myopia
age) Myo
pia
- Late adult-onset myopia (>40 years of
(Ame
age)
rican
Optometric Association, 2006)
Gejala miopia terpenting yang timbul ialah buram saat melihat jauh, sakit
kepala dan cenderung menjadi juling saat melihat jauh. Pasien akan lebih jelas
melihat dalam posisi yang lebih dekat. Penatalaksanaan pasien dengan miopia
adalah dengan memberikan koreksi sferis negative terkecil yang memberikan
ketajaman pengelihatan maksimal (Perdami, 2014).
2.1.2. Hipermetropia
2.1.3. Astigmatisme
Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis
yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut sebagai
astigmatisme with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea
pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek
dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan
astigmat lazim ini diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat
untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi (Ilyas, 2013).
Sesuai konvensi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh yaitu
20 kaki (6 meter), atau dekat yaitu 14 inci. Untuk keperluan diagnostik, ketajaman
penglihatan yang diukur pada jarak jauh merupakan standar pembanding dan
selalu diuji terpisah pada masing-masing mata. Ketajaman penglihatan diberi skor
dengan dua angka (misalnya 20/40). Angka pertama adalah jarak uji (dalam
kaki) antara kartu dan pasien, dan angka kedua adalah jarak barisan huruf
terkecil yang dapat dibaca oleh mata pasien. Penglihatan 20/20 adalah normal;
penglihatan 20/60 berarti huruf yang cukup besar untuk dibaca dari jarak 60 kaki
oleh mata-normal baru bisa dibaca oleh mata pasien dari jarak 20 kaki.
Kartu yang berisi angka-angka dapat digunakan pada pasien yang tidak
terbiasa dengan abjad Inggris. Kartu E- buta huruf dipakai untuk menguji anak-
anak kecil atau pasien dengan hambatan bahasa. Gambar E secara acak dirotasi
dengan empat orientasi yang berbeda. Untuk setiap sasaran, pasien diminta
menunjuk arah yang sesuai dengan arah ketiga batang gambar E. Kebanyakan
anak dapat diuji dengan cara ini sejak usia 3,5 tahun.
Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
Melihat kartu Snellen melalui sebuah plakat dengan banyak lubang kecil
mencegah sebagian besar berkas tak terfokus yang memasuki mata. Hanya
sejumlah kecil berkas sejajar-sentral yang bisa mencapai retina sehingga
dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Dengan demikian, pasien dapat membaca
huruf pada satu atau dua baris dari barisan huruf yang bisa terbaca saat memakai
kacamata koreksi yang sesuai (Vanghan & Asbury, 2012).
Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan
1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila
penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).
kelainan
Miopia Lensa (-) Refraktif Aksial
Hipermetropia Lensa (+) Bias kuat Bola mata panjang
Bias lemah Bola mata pendek
Astigmat regular Kacamata silinder Kurvatur 2 meridian tegak lurus
Astigmat irregular Lensa kontak Kurvatur kornea iregular
Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca berisi cairan. Lensa ini
sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea dan rasa
tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari polimetil metakrilat,
merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil dan diterima secara
luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah
lensa kaku yang permeabel-udara, yang terbuat dari asetat butirat selulosa, silikon,
atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa kontak lunak, yang terbuat
dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan kenyamanan yang lebih
baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih besar (Vanghan & Asbury,
2012).
mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas
suatu optic: terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik), terbuat dari
bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa intraokular
adalah di dalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular
(Vanghan & Asbury, 2012).