Epidemiologi kesehatan haji adalah kegiatan analisis terhadap penyakit atau masalah-
masalah kesehatan jemaah haji dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah - masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan haji.
Kesehatan haji dan umrah merupakan Kesehatan Matra yang dilakukan terhadap
jemaah haji dan umrah serta pihak petugas yang terkait, mulai dari perjalanan pergi, selama
di Arab Saudi, pulang dari Arab Saudi sampai dengan 2 (dua) minggu setelah tiba kembali ke
tanah air.
1.1 Dasar Hukum Pengamanan Kesehatan Haji
Dasar hukum pengamanan kesehatan jamaah haji, diantaranya adalah
1. Sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia No : 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, pada BAB IV tugas dan tanggung jawab pasal 6 yang menyatakan :
Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan.
2
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No : 62 tahun 1995 tentang pelaksanaan
pemeriksaan penyelenggaraan urusan haji bab IV pasal 12 yang menyebutkan
pelayanan dan pemeriksaan kesehatan haji dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
3. Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No.2 tahun 1992 tentang
penyelenggaraan urusan haji pada pasal 8 menyebutkan setiap warga negara yang
akan menunaikan ibadah haji, harus memenuhi persyaratan yaitu sehat jasmani dan
rohani. Pasal 9 menyatakan calon jemaah haji harus memenuhi syarat kesehatan yang
ditentukan dan calon haji yang mengidap penyakit karantina atau penyakit menular
menurut undang-undang yang berlaku ditunda keberangkatannya.
4. Pelaksanaan kegiatan Pengamanan Kesehatan Jemaah Haji adalah berdasarkan surat
keputusan Menteri Kesehatan RI No.1117/Menkes/ SK/XII/1992 bahwa pengamanan
kesehatan haji Indonesia terdiri dari kegiatan kegiatan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan kesehatan
Rangkaian pemeriksaan kesehatan seluruh jemaah haji pada saat kedatangan di
Embarkasi adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan dokumen kesehatan ( Buku Kesehatan Jemaah Haji dan Surat
Keterangan Imunisasi Meningitis / ICV ).
Pemeriksaan kesehatan jemaah haji yang terdiri dari :
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang ( Kadar Gula Darah, EKG, Planotest bagi CJH
Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur).
b. Pembinaan kesehatan
Pembinaan kesehatan merupakan sarana mencapai kondisi kesehatan optimal
hingga menjelang keberangkatan. Bimbingan dan penyuluhan dapat dengan cara-
cara promotif dengan menekankan pendekatan manajemen risiko serta
kemandirian jemaah haji. Ruang lingkup kegiatan meliputi peningkatan
pemahaman perjalanan ibadah haji sebagai kondisi matra yang berpengaruh
kepada kesehatan, manajemen berhaji sehat dan mandiri, persiapan kesehatan
(fisik dan psikis). Penyuluhan kesehatan juga dapat dilakukan pada saat jemaah
yang sakit datang meminta pelayanan kesehatan.
c. Pelayanan Medis
3
Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian pelayanan kesehatan yang bersifat
kontinum dengan melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan terhadap jemaah haji.
d. Pengamatan Penyakit
Surveilans epidemiologi kesehatan haji adalah kegiatan analisis secara sistimatis
dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan jemaah haji
dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit
atau masalah - masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan haji.
e. Penyehatan Lingkungan dan Sanitasi Makanan
Merupakan kegiatan pemeriksaan sanitasi makanan, penyehatan lingkungan
asrama agar jemaah haji dan petugas bebes dari ancaman terjadinya Kejadian
Luar Biasa (KLB) keracunan dan penyakit menular, atau timbulnya gangguan
kesehatan lainnya.
Prioritas sanitasi makanan adalah penyediaan makanan yang bersifat massal di
asrama embarkasi dan dalam perjalanan (Pesawat). Sedangkan prioritas
penyehatan lingkungan adalah pengendalian vektor penular penyakit, penyediaan
kamar tidur, air mandi dan air minum di asrama embarkasi. Penyehatan
lingkungan di asrama untuk memberantas serangga/pengendalian vektor
dilakukan pengasapan (fogging). Penyehatan lingkungan di pesawat juga
dilakukan dengan pemeriksaan fisik kebersihan lingkungan di dalam pesawat,
pemeriksaan dan pemantauan kehidupan vektor serangga
1.2 Petunjuk Perjalanan Ibadah Haji Jeddah Madinah
A. Persiapan Pemberangkatan
1. Persiapan Mental Spiritual
a. Niat semata ibadah karena Allah SWT.
b. Bertaubat dan mohon bimbingan dari Allah SWT.
c. Selesaikan masalah keluarga, pekerjaan, dll.
d. Silaturahmi dengab banyak pihak dan mohon doa restu.
2. Persiapan Material
a. Persiapkan bekal secukupnya, termasuk untuk yang ditinggalkan.
b. Dibolehkan melaksanakan walimatussafar.
4
c. Membawa persiapan ke tanah suci, seperti pakaian, dll.
B. Pemberangkatan
1. Di rumah sebelum berangkat dianjurkan shalat sunat safar dan berdoa untuk
keselamatan diri dan keluarga yang ditinggalkan.
2. Dalam perjalanan dari rumah Asrama Haji Embarkasi perbanyak dzikir dan doa.
3. Di Asrama Haji :
a. Menempati kasur dan istirahat.
b. Mengikuti pembinaan manasik.
c. Mendapat pelayanan kesehatan.
d. Menerima paspor haji dan gelang identitas yang harus selalu dipakai.
e. Menerima uang living cost dalam bentuk mata uang riyal.
4. Di pesawat :
a. Patuhi petunjuk yang disampaikan awak kabin atau petugas.
b. Duduk dengan tenang dan jangan hilir mudik kecuali ada keperluan.
c. Perbanyak dzikir, doa dan baca Al-Quran.
d. Perhatikan ceramah, pemutaran film manasik haji.
5. Gelombang I Jakarta Madinah
Gelombang II Jakarta Jeddah
C. Sesampainya di Bandara King Abdul Aziz Jeddah atau Amir Muhammad bin Abdul
Aziz Madinah
1. Turun dari pesawat dengan tertib, jangan lupa tas tentengan dan paspor.
2. Menunggu dan antri dengan sabar di loket untuk pemeriksaan imigrasi.
3. Mengecek koper dan menyerahkannya beserta barang bawaan kepada petugas
pengangkut barang untuk diangkut dengan gerobak dan dibawa ke bis (bagi
jemaah gelombang II).
4. Istirahat di tempat yang sudah disediakan, wudhu, shalat, dan niat ihram umrah
(bagi jemaah gelombang II).
5. Naik bis menuju Makkah bagi jamaah gelombang II.
6. Sampai di pondokan simpan barang, lalu siap-siap pergi ke masjidil haram untuk
melakukan thawaf fan sai umrah.
7. Di masjidil haram melakukan thawaf dan sai umrah uang ditutup dengan tahallul.
D. Di Makkah sebelum Wukuf
1. Jamaah menempati pondokan yang telah disediakan.
5
2. Perhatikan gedung yang ditempati, beserta lokasinya agar tidak tersesat. Tiap
gedung dipasang stiker bertuliskan jamaah haji Indonesia, nomor maktab dan
rumah.
3. Tiap jamaah mendapat gelang maktab yang bertuliskan alamat pondokan yang
harus selalu dipakai.
4. Mengikuti kegiatan bimbingan yang diatur petugas kloter.
5. Apabila pergi ke masjidil haram sebaiknya beregu agar tidak tersesat.
6. Jika tersesat kembalilah ke masjidil haram.
7. Keluar dari masjidil haram hindari waktu-waktu padat seperti bada shalat,
terutama bada shalat jumat.
8. Jika naik taksi usahakan laki-laki naik duluan, tapi kalau keluar perempuan
duluan.
9. Bagi yang melaksanakan haji tamattu ada kewajiban membayar Dam.
10. Sebelum wukuf survey dulu ke Arafah untuk melaksanakan wukuf pada tanggal 9
zulhijjah berangkat ke Arafah, Muzdalifah, Mina, dan ziarah ke gua Hiro dan
tempat bersejarah lain dipandu petugas kloter.
11. Tanggal 8 zulhijjah berangkat ke Arafah untuk melaksanakan wukuf pada tanggal
9 zulhijjah dan bagi yang berhaji tamattu hendaklah berihram haji dari pondokan.
12. Selama ihram hindari larangan ihram, perkataan/perbuatan kotor, fasik, berbantah-
bantahan.
13. Dalam perjalan ke Arafah hendaklah memperbanyak membaca talbiyah, dzikir
dan doa.
E. Di Arafah
1. Menempati kemah yang telah disediakan.
2. Sambil menunggu saat wukuf perbanyaklah istigfar, dzikir dan membaca Al-
Quran.
3. Kalau bisa punya target khatam Al-Quran di Makkah, Arafah dan Madinah
(Raudhah).
4. Ikutilah kegiatan wukuf (khutbah dan dzikir) yang dipimpin petugas kloter. Waktu
wukuf mulai waktu zuhur tanggal 9 zulhijjah sampai dengan terbit fajar tanggal 10
zulhijjah. Shalat zuhur dan ashar dijama taqdim dan qasar. Demikian juga
maghrib dan isya.
5. Selama di Arafah sebaiknya jamaah tetap berada di kemah. Jika ingin ke Jabal
Rahmah, sebaiknya waktu survey.
6
6. Setelah matahari terbenam sempurnalah pelaksanaan wukuf, selanjutnya bersiap
naik bis menuju Muzdalifah.
F. Di Muzdalifah
1. Perbanyak dzikir dan mengambil batu untuk banlang sebanyak 49 atau 70 butir.
2. Lewat tengah malam berangkat ke Mina.
G. Di Mina
1. Menempati kemah yang telah disediakan.
2. Pada hari pertama jamaah haji melontar Jamrah Aqabah sebanyak 7 kali,
kemudian menggunting rambut (tahallul awal) dan boleh ganti pakaian biasa tapi
belum boleh melakukan hubungan suami istri.
3. Pada tanggal 11 zulhijjah melontar 3 Jamrah (Ula, Wustha, Aqabah) masing-
masing 7 kali.
4. Pada saat melontar sebaiknya dipimpin ketua rombongan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi serta keamanan dan keselamatan.
5. Pada tanggal 12 zulhijjah melontar 3 Jamrah lagi. Bagi yang nafar awal
selanjutnya kembali ke Makkah sebelum terbenam matahari.
6. Bagi yang nafar tsani pada tanggal 13 zulhijjah melontar 3 Jamrah lagi.
H. Di Makkah setelah Wukuf
1. Setelah sampai di Makkah segera melakukan tawaf ifadah dan sai bagi yang
belum melakukan, dengan mempertimbangkan kepadatan jamaah.
2. Selama menunggu keberangkatan ke Madinag jamaah haji mengikuti bimbingan
petugas kloter.
3. Bagi yang akan meninggalkan Makkah diwajibkan tawaf wada (kecuali yang
udzur syari).
I. Di Madinag setelah Wukuf (Gelombang II)
1. Menempati pondokan yang telah disediakan untuk waktu 8 hari guna memberi
kesempatan melaksanakan shalat fardhu 40 waktu (Arbain) di Masjid Nabawi.
2. Sebelum keluar pondokan (hotel) perhatikan nomor rumah, kenali jalan dan
lingkungan sekitarnya, agar kembali tidak tersesat.
3. Usahaan ziarah ke makam Rasul dan dua sahabatnya. Juga ke makan Baqi.
4. Setelah hari ke-3, jamaah diajak ziarah ke Jabal uhud, Masjid Qiblatain Masjid
Quba secara gratis dipimpin petugas kloter.
5. Selesai melaksanakan shalat fardhu 40 waktu, jamaah haji pulang ke tanah air.
7
1.3 Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji
Pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan haji berfungsi sebagai alat prediksi
risiko kesakitan dan kematian, dilaksanakan dalam dua tahap meliputi pemeriksaan kesehatan
pertama di Puskesmas dan pemeriksaan kedua di Tingkat Kabupaten/Kota.
1.3.1 Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama adalah penilaian status kesehatan tahap
pertama seluruh jemaah haji sebagai persyaratan mengikuti perjalanan ibadah haji.
Dilaksanakan oleh Tim Pemeriksaan Kesehatan Pertama di Puskesmas yang ditunjuk yang
terdiri dari dokter yang diberi kewenangan sebagai pemeriksa kesehatan, dibantu perawat dan
analis laboratorium kesehatan. Puskesmas dan Tim Pemeriksa kesehatan Pertama ditetapkan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Prosedur pemeriksaan kesehatan tahap pertama bagi calon jemaah haji bertempat di
Puskesmas :
a. Pendaftaran Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji (CJH) di Puskesmas yang
ditunjuk sesuai dengan tempat tinggal/domisilinya.
b. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji (CJH) sesuai protokol standar profesi
kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai berikut :
i. Anamnesis
ii. Pemeriksaan Fisik
iii. Tes Fungsional
Untuk CJH lansia (Usia 60 tahun ), dilakukan Tes Fungsional Barthel Indeks
dimana untuk menilai kesanggupan melakukan aktifitas sehari-hari.Hasil penilaian
berupa ukuran kesanggupan: mandiri, perlu pendamping/pengawas, perlu
bantuan/ketergantungan.Adapun yang dinilai adalah fungsi perawatan diri,fungsi
kerumahtanggaan dalam melakukan aktifitas sehari hari dan fungsi perilaku.
iv. Pemeriksaan Penunjang
Untuk CJH berusia 40 tahun dilakukan pemeriksaan Radiologi, Darah Sewaktu
(GDS), Kolesterol dan EKG.Untuk CJH Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan
Usia Subur (PUS) dilakukan pemeriksaan tes kehamilan. Untuk CJH yang bertugas
sebagai pendamping dilakukan tes kebugaran.
Laboratorium Klinik
Radiologi
8
EKG
Tes Kebugaran dengan metode Tes Harvard
c. Hasil pemeriksaan dicatat dalam Catatan Medik dan disimpan di Puskesmas.
d. Cataan Medik dijadikan dasar pengisian Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH). BKJH
diisi setelah CJH mendapatkan bukti pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) atau terdaftar di SISKOHAT.
e. BKJH disimpan di Puskesmas sampai saat pemeriksaan tahap kedua untuk
selanjutnya diserahkan kepada Tim Pemeriksaan Kesehatan Kedua.
f. Calon jemaah haji diberikan pembinaan kesehatan lebih lanjut.
g. Untuk kepentingan pembinaan , pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan berulang
sesuai dengan kebutuhan.
h. Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas pelaksaan pemeriksaan kesehatan bagi
calon jemaah haji dan melaporkan hasil pemeriksaan calon jemaah haji ke Dinas
Kabupaten/Kota.
1.3.2 Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua adalah upaya penilaian status kesehatan rujukan
terhadap jemaah haji dengan faktor risiko kesehatan yang secara epidemiologi berisiko tinggi
mendapatkan penyakit dan kematian dalam perjalanan ibadah haji, yaitu jemaah haji risiko
tinggi (risti). Pemeriksaan Kesehatan Kedua dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua
di rumah sakit yang ditunjuk.Penetapan rumah sakit dan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Prosedur pemeriksaan kesehatan tahap kedua bagi calon jemaah haji di RS Tipe C :
i. Pendaftaran ulang Pemeriksaan Kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
j. Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji sesuai protokol standar profesi kedokteran
meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai berikut :
i. Anamnesis
ii. Pemeriksaan Fisik
iii. Tes Fungsional
iv. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Klinik
Radiologi
EKG
Imunisasi Meningitis Meningokokus
9
Tes Kebugaran dengan metode Tes Harvard
k. Hasil pemeriksaan Dokter Pemeriksa dan saran pembinaan dari Dokter Ahli/Spesialis
ditulis pada Catatan Medis yang dipakai sejak pemeriksaan kesehatan tahap pertama.
l. Hasil pemeriksaan pada catatan medis menjadi dasar pengisian BKJH dan penetapan
kelayakan.
m. BKJH disimpan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan diserahkan kepada masing
masing jemaah haji saat keberangkatan ke Embarkasi.
n. Calon jemaah haji diberikan pembinaan kesehatan untuk keperluan kelayakan
pemberangkatan.
o. Untuk kepentingan pembinaan ,pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan berulang sesuai
dengan kebutuhan oleh Dokter Ahli/Spesialis yang ditunjuk.
p. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab atas pelaksaan
pemeriksaan dan pembinaan kesehatan bagi calon jemaah haji.
1.3.3 Penetapan Kelayakan
Penetapan Kelayakan adalah upaya penentuan kelayakan jemaah haji untuk mengikuti
perjalanan ibadah haji dari segi kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil Pemeriksaan
Kesehatan Pertama dan Kedua melalui pertemuan yang dibuat khusus untuk keperluan
tersebut oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Pertama, Tim Pemeriksa Kesehatan Kedua, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dua minggu
sebelum operasional embarkasi haji dimulai.
Standar kelayakan kesehatan adalah rumusan kriteria jemaah haji untuk memenuhi
syarat kesehatan dalam mengikuti perjalanan ibadah haji secara mandiri tidak membahayakan
keselamatan diri sendiri dan orang lain. Penetapan memenuhi syarat atau tidak memenuhi
syarat kesehatan mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut :
q. Status Kesehatan dikategorikan menjadi 4 yaitu :
1. Mandiri adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan diri sendiri
mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa kepada tergantung bantuan alat/obat dan
orang lain.
2. Observasi adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan diri sendiri
mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat/obat.
3. Pengawasan adalah calon jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti
perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat/obat dan orang lain.
10
4. Tunda adalah calon jemaah haji yang kondisi kesehatannya tidak memenuhi
syarat untuk mengikuti perjalanan ibadah haji pada pemeriksaan tahap I dan
kedua.
r. Peraturan Kesehatan Internasional dan Ketentuan Keselamatan Penerbangan.
i. Peraturan Kesehatan Internasinal menyebutkan jenis jenis penyakit menular
tertentu sebagai alasan pelanggaran kepada seseorang untuk keluar masuk antar
negara.
ii. Ketentuan Keselamatan Penerbangan
i) Penyakit tertentu yang berisiko kematian dikarenakan ketinggian.
ii) Usia kehamilan kurang dari 12 minggu dan lebih dari 32 minggu.
iii) Imunisasi Meningitis Meningokokus, dengan jenis vaksin ACW135Y,
dibuktikan dengan Kartu ICV (international Certificate of Vaccination).
iv) Calon Jemaah Haji dinyatakan tidak memenuhi syarat apabila :
1. Status kesehatan termasuk kategori Tunda.
2. Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat di
Embarkasi.
3. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan penerbangan.
1.4 Masalah-Masalah yang Ditemukan Selama Perjalanan Haji
1. Masalah Cuaca
Menurut situs http://www.informasihaji.com yang disediakan Departemen
Agama, musim dingin di Arab Saudi diawali dengan angin bertiup kencang disertai
badai debu. Kelembaban udara di Arab Saudi sangat rendah. Dengan kata lain,
meskipun dingin, udaranya sangat kering. Karena udaranya kering sering kali jemaah
haji tidak merasa haus karena tubuhnya tidak berkeringat. Tubuh tidak berkeringat
karena air dari dalam tubuh kita langsung menguap diserap udara luar.
Penyakit yang sering muncul akibat udara dingin yang kering ini, antara lain
kulit bersisik disertai gatal, batuk dan pilek, penyakit saluran cerna, gangguan otot
dan tulang, mimisan, bibir pecah-pecah, dan dehidrasi. Kondisi ini juga memperberat
penyakit-penyakit yang sudah diderita pada jemaah risiko tinggi (risti) seperti jantung,
diabetes, asma, rematik, darah tinggi, dan lain-lain. Selama beribadah, jemaah haji
akan tinggal di Mekkah, Madinah, dan Jeddah. Dari ketiga kota itu, suhu udara di
Madinah adalah yang paling dingin, berkisar 13-33 derajat celcius. Mekkah dan
Jeddah suhunya masing-masing 22-35 derajat celcius dan 17-33 derajat celcius.
Pencegahan penyakit akibat suhu dingin tersebut diharapkan para jamaah haji :
11
1. Minum setiap jam
Meskipun tidak haus, disarankan minum air satu gelas (300 cc) setiap satu jam.
Ini untuk mencegah kekurangan cairan (dehidrasi). Total air minum yang harus
dikonsumsi lebih kurang 5-6 liter per hari.
2. Makan yang teratur
Agar tubuh tidak lemah, jemaah haji juga harus makan teratur. Ketika berada di
Mekkah, selama 21 hari, jemaah haji harus menanggung sendiri makanan yang
dibutuhkan. Adapun ketika berada di Madinah, selama tujuh hari, konsumsi
ditanggung pemerintah. Jemaah juga disarankan untuk mengonsumsi banyak
sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung air, seperti jeruk, apel,
pisang, melon, semangka, dan lain-lain. Namun, untuk buah anggur, banyak
jemaah yang mengeluh sakit radang tenggorokan setelah mengonsumsi buah ini.
3. Minum susu
Untuk menjaga ketahanan tubuh, minum susu dianjurkan setiap hari. Susu ini
banyak dijual di sepanjang jalan. Bermacam-macam susu dijual, mulai dari susu
sapi, susu kambing, hingga susu kuda.
4. Makan Makanan hangat
Jemaah haji juga disarankan untuk mengonsumsi makanan dan minuman dalam
keadaan masih hangat. Makanan atau minuman dingin dikhawatirkan tidak
terlindung dari kuman penyakit serta dapat mengganggu daya tahan tubuh.
Jangan lupa mengonsumsi air matang.
Menghindari tubuh dari terpaan udara penting dilakukan agar kulit tidak kering
dan bersisik serta cairan tubuh tidak diserap udara luar. Pemakaian pelembab kulit
dan pelembab bibir sangat disarankan.
5. Istirahat yang cukup
Karena kegiatan selama menunaikan ibadah haji cukup banyak, sebaiknya jemaah
haji tetap memerhatikan istirahat yang cukup. Tidur tidak boleh kurang dari 6-8
jam sehari serta selalu menggunakan selimut pada waktu tidur karena udara
dingin. Agar bisa menjalankan ibadah wajibnya selama tujuh hari, batasi
kegiatan-kegiatan yang tidak perlu atau tidak ada hubungannya dengan kegiatan
ibadah haji supaya tubuh tetap sehat.
6. Memakai pakaian yang sopan, rapi, dan tebal
12
Agar dapat meredam pengeluaran panas tubuh serta dapat melindungi tubuh dari
serangan cuaca dingin maka jemaah haji dianjurkan memakai pakaian yang
sopan, rapi, dan tebal.
7. Membawa obat-obatan
Membawa obat-obatan yang biasa dikonsumsi sangat disarankan meskipun di
tempat ibadah haji banyak tersedia apotek. Obat-obatan ini harus dikonsultasikan
dulu dengan dokter, terutama bagi jemaah risiko tinggi. Jemaah risiko tinggi juga
harus mematuhi diet dari dokter.
2. Pemondokan Jauh
Pemondokan adalah variabel kritis penyelenggaraan ibadah haji. Di samping
kondisi kelayakan huni rumah, jarak dari Masjidil Haram akan sangat memengaruhi
keoptimalan ibadah jamaah haji. Pemondokan menjadi masalah krusial untuk musim
haji tahun ini, terutama untuk pemondokan di Kota Makkah. Tahun ini lokasi
pemondokan mayoritas berada di radius lebih dari 1.400 meter dari Masjidil Haram.
Penyebab utamanya tahun ini penyewaan pemondokan kita amat terlambat, juga
penawaran harga kita yang terlalu rendah.
Jauhnya pemondokan dari masjidil Haram dan masjid Nabawi, pemondokan
yang tidak layak dihuni (kamar mandi rusak, fentilasi tidak ada, AC tidak ada, dll),
penempatan jamaah yang melebihi kapasitas, tidak sesuai penempatan seperti yang
dijanjikan di tanah air, dll. Hal yang amat menjengkelkan, dan amat tak sesuai dengan
biaya mahal yang dipungut.
Pemerintah menjelaskan pemondokan yang berada dalam radius 1.400 meter
dari Haram hanya mencapai 17,62 persen atau menampung 35.315 jamaah. Di luar
itu, lebih dari 150 ribu jamaah akan menempati pemondokan yang lebih jauh. Bahkan,
di dua titik pemondokan terpadat, Aziziah Janubiah dan Sauqiah, jaraknya 3-7,5
kilometer dari Haram. Untuk lokasi Aziziah Mahatta Bank, jamaah harus menempuh
jarak 7-8 km untuk mencapai Masjidil Haram. Ada pula pemondokan yang berjarak
sampai 12 km dari Haram.
Jamaah haji Indonesia tak hanya terdiri dari yang bugar fisik dan cukup
pengalaman serta pengetahuan dalam bepergian ke luar negeri. Banyak yang sudah
berusia lanjut, dengan kondisi fisik yang tak lagi prima. Jarak yang cukup jauh,
bahkan mungkin ada yang harus sejauh 10 km dari Masjidil Haram, di negeri asing,
dengan segala keawaman mereka, akan menjadi potensi masalah tersendiri. Bisa
dibayangkan bila pemondokannya berjarak 10 kilometer, lebih dari 1.500 km yang
13
harus ditempuh. Tentu ini amat melelahkan, dengan faktor iklim yang ekstrim pula.
Maka kesiapan tim kesehatan haji amat dibutuhkan. Kesigapan tim, juga obat-obatan
yang sesuai dan memadai, serta alat-alat kesehatan yang lengkap.
3. Transportasi
Salah satu hal kecil yang terabaikan tetapi dapat berakibat fatal adalah bus-bus
di terminal tidak mengibarkan bendera Merah Putih sebagai tanda yang akan dengan
mudah dikenali di tengah kepadatan jutaan manusia. Pernah seorang ibu menunggu
dua jam di pinggir terminal karena tidak tahu mana bus yang harus dinaikinya,
sementara dia memiliki keterbatasan pemahaman bahasa dalam berkomunikasi.
Kesulitan yang paling dirasakan jemaah haji Indonesia 1429 adalah angkutan antara
pondokan di Syauqiah ke Masjidil Haram, karena bus yang disediakan pemerintah
sulit diperoleh akhirnya jemaah harus mencari angkutan umum sendiri pulang pergi
agar bisa beribadah ke Masjidil Haram.
Juga pengalaman sebelumnya, bus ada tetapi tidak dapat digunakan karena
ditinggalkan begitu saja oleh para pengemudinya. Jamaah harus mengeluarkan biaya
ekstra untuk naik taksi. Untuk menempuh jarak tersebut jemaah naik angkot dengan
tarif cukup bervariasi.
4. Tenaga Kesehatan
Tim kesehatan harus mengutamakan kepentingan jamaah daripada
kepentingan masing-masing. Shalat di Masjidil Haram setiap waktu tentu sebuah
kebaikan yang amat didambakan setiap Muslim. Namun, keberadaan dokter yang
stand by tentu dalam hal ini lebih utama, sesuai tugas keberangkatannya. Dengan
mekanisme shift yang adil tentu ini dapat diatasi. Seandainya anggota tim kesehatan
berkeinginan menunaikan ibadah haji, disarankan mengambil manasik haji tamattu
agar dapat lebih optimal melayani kebutuhan jamaah.
5. Penerbangan
Jutaan jamah haji yang tiap tahun menggunakan jasa airline sejatinya
menyumbang signifikan bagi keberlangsungan maskapai penerbangan yang
digunakan secara rutin tersebut. Apresiasi yang diharapkan dari pihak jasa
penerbangan tentunya adalah ketepatan jadwal penerbangan. Keterlambatan yang
terjadi masih memprihatinkan. Tahun lalu masih terjadi delay hingga 30 jam. Kondisi
ini amat memperburuk kesehatan jamaah. Sebaiknya pihak airline lebih bertanggung
jawab dalam pelayanannya, dengan menyiapkan kondisi pesawat secara prima.
14
Jangan terulang lagi kerusakan yang harus menunggu datangnya spare part dari luar
negeri untuk perbaikannya.
6. Katering
Para jamaah dilarang oleh petugas maktab untuk membawa makanan dan
minuman. Petugas itu berjanji menyediakan katering selama di Arafah dan Mina.
Namun, kenyataannya katering tidak kunjung datang, sehingga banyak para jamaah
yang kelaparan. Tidak sedikit jamaah jatuh sakit, bahkan ada yang meninggal pada
peristiwa ini. Masalah catering haji sepanjang pelayanan haji tetap bermasalah
walaupun upaya-upaya perbaikan setiap tahunnya terus dilakukan.
Segeralah menyantap makanan yang disajikan pada waktu kita mendapat jatah, karena
makanan yang ada standarnya +/- 5 jam dan setelah itu makanan tersebut sudah rusak
atau tidak layak dikonsumsi. Hal ini kurang disadari oleh jamaah haji sendiri, dengan
alasan masih kenyang maka makanan yang dibagikan dan seharusnya dikonsumsi saat
itu namun dengan alasan tadi dikonsumsi diwaktu nanti.
Selalu berhati-hati terhadap makanan yang diberikan, jangan terlalu yakin
kalau makanan yang kita peroleh dari catering benar-benar layak dikonsumsi secara
kesehatan, karena terkadang memang makanan dari perusahaan catering tersebut
sudah rusak. Terkadang daging sudah mengeluarkan busa, sayuran sudah berubah
rasa, nah karena kita terlalu yakin bahwa makanan yang dibagikan sudah sesuai
dengan standar kontrol kesehatan yang telah ditetapkan maka tanpa ragu lagi kita
santap aja makanan tersebut. Sebaiknya makanan yang dicurigai tidak layak
dikonsumsi jangan dipaksakan untuk dimakan, karena hal ini bisa berakibat terhadap
gangguan kesehatan terutama diare. jika mendapati kondisi makanan yang rusak
segeralah laporkan ke petugas.
Hindari membeli makanan dipinggir jalan, sebaiknya belilah makanan di
restoran-restoran yang tersedia di dekat penginapan atau masjid karena kalau ditempat
resmi mereka selalu diawasi akan pengolahan dan penyajiannya, bahkan kalau pas ada
sidak (inspeksi mendadak) dan kedapatan restorannya ada yang tidak sesuai standar
kesehatan penyajian maka bisa terkena denda bahkan kurungan badan.
Catatan untuk hal ini adalah pada cita rasa makanan, dengan asumsi masalah
ketepatan waktu penyajian sudah diantisipasi betul. Tentu bukan mudah bagi jamaah
untuk menyantap makanan dengan cita rasa yang asing di lidah sehingga kerap
kebutuhan nutrisi mereka menjadi tidak terpenuhi. Maka jamaah yang jatuh sakit
menjadi bertambah. Dalam hal ini cita rasa masakan Indonesia perlu sungguh-
15
sungguh diperhatikan, dengan mendatangkan bumbu-bumbu masakan langsung dari
Tanah Air. Juga akan lebih membantu bila katering yang biasa melayani jamaah
umrah dilibatkan optimal karena tentu pengalaman pelayanan mereka akan sangat
membantu.
7. Keamanan dan Kenyamanan
Pencurian di pemondokan atau hotel sangat sering terjadi. Maka kepada
jamaah haji diingatkan agar selalu waspada dan berhati-hati, jangan pernah lalai dan
lengah semenit pun di sana. Simpanlah uang dan harta berharga dengan baik. Pastikan
pintu kamar pemondokan atau hotel terkunci dan kuncinya dibawa.
Tingginya angka kematian, baik karena kecelakaan jalan raya, thawaf, sai, lempar
jumrah dan sebagainya, harus menjadi pelajaran berharga. Faktor utama kecelakaan
saat di area berhaji adalah ketidaksabaran para jamaah. Diharapkan kepada para
jamaah, agar mematuhi peraturan lalu lintas dan aturan pelaksanaan haji oleh
pemerintah Arab Saudi, baik ketika thawaf, sai maupun lempar jumrah. Jangan
memaksakan diri untuk melempar jumrah bila kondisi penuh sesak. Jangan paksakan
diri thawaf berdekatan dengan kabah pada waktu berdesak-desakan. Thawaf
dibolehkan di lantai II atau lantai III. Begitu juga dengan sai. Keselamatan lebih
diutamakan daripada mengejar perbuatan afdhal.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3591
http://www.who.int/topics/epidemiology/en/
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12131/1/09E02032.pdf
17