PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sandang, papan, pangan dan tempat untuk berbagai kegiatan, maka kita harus
menjaga kelestariannya. Tanah bisa terwujud melalui proses sampai dengan berjuta-
juta tahun lamanya, untuk itu mengingatkan pada kita semua jangan sampai
menelantarkan tanah dan merusak keadaan tanah dengan berbagai tindakan yang
tidak tepat seperti penggundulan hutan dan lain sebagainya (Sutedjo dan
Kartasaputra, 1991 ), begitu juga hujan dengan intensitas yang cukup besar dan
ditunjang dengan kemiringan lereng yang cukup bisa berakibat pada peningkatan
Tanah adalah sebagai sumber daya yang banyak digunakan oleh manusia, maka
tanah yang mendapat perlakuan tidak tepat akan mengalami erosi, yang mana erosi
ditimbulkan sebagai akibat dari bekerjanya gaya- gaya yang berasal dari air hujan,
angin, dan sebagainya. Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Menurut
suripin (2001), erosi merupakan proses alamiah yang sulit untuk dihilangkan sama
sekali atau tingkat erosinya nol, khususnya untuk lahan-lahan yang diusahakan untuk
pertanian. Tindakan yang harus dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang
terjadi masih dibawah ambang batas maksimum (soil loss tolerance), yaitu dengan
2
cara melakukan pengolahan tanah dengan baik dan penambahan organik supaya erosi
limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, jenis penutup tanah baik oleh
vegetasi maupun lainnya (Rahim, 2000), faktor faktor tersebut diatas dapat
Erosi bisa terjadi apabila intensitas hujan yang turun lebih tinggi dibanding
kemampuan tanah untuk menyerap air hujan ( Wudianto 2000 ). Pada daerah tropika
basah seperti Indonesia, hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi, dengan
pukulan air hujan yang langsung jatuh ke permukaan tanah, agrergat yang berukuran
besar akan hancur menjadi partikel yang lebih kecil dan terlempar besama percikan
air, yang akan terangkut bersama aliran permukaan. Pada tanah yang berlereng, air
hujan yang turun akan lebih banyak berupa aliran permukaan, yang seterusnya air
akan mengalir dengan cepat dan menghancurkan serta membawa tanah bagian atas
(top soil) yang umumnya tanah subur (Brady, N, dan Buckman H, 1982).
Energi kinetik hujan merupakan faktor utama dalam erosi akibat air hujan,
suatu erosi dapat diukur dengan cara menghitung besarnya energi kinetik hujan.
Persamaan dari Wischmier dan Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung
3
besarnya energi kinetik hujan dan sebagai pembanding digunakan persamaan dari
Hudson (1985). Namun untuk menghitung energi kinetik dengan menggunakan kedua
persamaan tersebut sangatlah sulit, maka diperlukan pengukuran energi kinetik hujan
dengan menggunakan metode splash cups untuk mengetahui besarnya enetgi kinetik
B. Tujuan
bertujuan untuk :
1. Mengetahui besarnya energi kinetis hujan melalui pendekatan Splash cups dengan
media pasir.
3. Melihat hubungan antara energi kinetis hujan dengan jumlah curah hujan bulanan.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Erosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang
ditimbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan
(Poerbandono et al., 2006). Pada lingkungan DAS, laju erosi dikendalikan oleh
kecepatan aliran air dan sifat sedimen. Faktor eksternal yang menimbulkan erosi
adalah curah hujan dan aliran air pada lereng DAS. Curah hujan yang tinggi dan
lereng DAS yang miring merupakan faktor utama yang membangkitkan erosi.
penyebab erosi (Asdak, 1995). Sedangkan Arsyad (1989) memberikan batasan erosi
sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu
tempat ke tempat lain oleh suatu media alami (air atau angin). Sejalan dengan itu,
Baver (1972) menyatakan bahwa erosi oleh air adalah akibat dari daya dispersi
(pemecahan) dan daya transporasi (pengangkutan) oleh aliran air di atas permukaan
bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (Arsyad, 1989).
Faktor faktor yang mempengaruhi erosi tanah adalah hujan, tanah, kemiringan,
vegetasi dan manusia (Utomo, 1994). Hujan yang jatuh ke permukaan tanah memiliki
energi yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu energi potensial dan energi kinetik.
Energikinetik merupakan energi yang terjadi ketika hujan jatuh ke permukaan tanah
5
dengan kecepatan dan butir hujan tertentu sehingga dapat menghancurkan agregat
agregat tanah.
Peningkatan energi dalam penghancuran agregat tanah ini didukung oleh faktor
dibagi menjadi dua yaitu sudut lereng dan energi lereng. Sudut lereng adalah sudut
yang terbentuk terhadap bidang horizontal. Energi lereng adalah besarnya energi
menyatakan bahwa apabila tekuk lereng semakin besar maka koefisien aliran dan
daya angkut meningkat, kestabilan tanah dan kestabilan lereng menurun, erosi percik
meningkat dan perpindahan material tanah lebih besar. Kedua faktor tersebut
Menurut suripin (2001), erosi merupakan proses alamiah yang sulit untuk
dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol, khususnya untuk lahan-lahan yang
supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas maksimum (soil loss
tolerance), yaitu dengan cara melakukan pengolahan tanah dengan baik dan
penambahan organik serta pembuatan teras sering, supaya erosi yang terjadi tidak
penyebab erosi tanah yang penting. Dalam proses erosi, pelepasan butir tanah
pelepasan. Agen pelepasan tanah yang penting adalah tetesan butir hujan yang jatuh
6
di permukaan tanah. Tetesan air hujan akan memukul permukaan tanah,
mengakibatkan gumpalan tanah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan terlepas.
Butir-butir tanah yang terlepas tersebut sebagian akan terlempar ke udara (splash) dan
jatuh lagi di atas permukaan tanah, dan sebagian kecil akan mengisi pori-pori kapiler
Factor factor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi: hujan, angin, limpasan
permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, jenis penutup tanah baik oleh vegetasi
maupun lainnya (Rahim, 2000), factor factor tersebut diatas dapat digolongkan ke
dalam tiga kelompok yaitu kelompok energy, kepekaan tanah (erodibilitas) dan
Erosi bisa terjadi apabila intensitas hujan yang turun lebih tinggi dibanding
kemampuan tanah untuk menyerap air hujan ( Wudianto 2000 ). Pada daerah tropika
basah seperti Indonesia, hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi, dengan
pukulan air hujan yang langsung jatuh ke permukaan tanah, agrergat yang berukuran
besar akan hancur menjadi partikel yang lebih kecil dan terlempar besama percikan
air, yang akan terangkut bersama aliran permukaan. Pada tanah yang berlereng, air
hujan yang turun akan lebih banyak berupa aliran permukaan, yang seterusnya air
akan mengalir dengan cepat dan menghancurkan serta membawa tanah bagian atas
(top soil) yang umumnya tanah subur (Brady, N, dan Buckman H, 1982).
Erosi tanah dapat terjadi secara alamiah dan non - alamiah. Secara alamiah,
erosi dapat terjadi secara alamiah pada tanah dengan melalui tahapan penghancuran,
pengangkutan dan pengendapan. Erosi non alamiah dapat diakibatkan adanya faktor
7
dari manusia. Utomo (1994) menyatakan bahwa erosi terjadi dengan 3 proses yaitu
tanah dengan energi tertentu akan menghancurkan agregat tanah. Agregat tanah yang
hancur akan menutup pori pori tanah yang akan mengurangi kemampuan tanah
dalam menyerap air hujan (infiltrasi). Dengan adanya peningkatan intensitas hujan
maka akan meningkatkan aliran permukaan sehingga daya angkut akan partikel
partikel tanah yang telah terlepas tersebut semakin banyak dan akan menyebabkan
Intensitas hujan yang tinggi akan memiliki energi yang besar dalam menghancurkan
agregat tanah. Kecepatan aliran akan meningkat sejalan dengan semakin besarnya
nilai dari kemiringan lereng dan daya angkut partikel partikel tanah yang telah
hancur akan semakin tinggi sehingga proses erosi semakin besar yang dinyatakan
Menurut Hardiyatmo (2006), jenis erosi dengan sumber berupa air hujan dapat
Jenis erosi ini merupakan hasil dari percikan atau benturan air hujan secara
langsung pada partikel tanah dalam keadaan basah. Curah hujan yang jatuh ke
energi tumbukan yang berbeda. Energi tumbukan ini bergantung dari kecepatan
jatuhnya tetesan air, diameter butiran tetesan hujan dan intensitas hujan.
8
b. Erosi lembar (heet erosion)
Terjadi karTerjadi karena terlepasnya tanah dari lereng dengan tebal lapisan
yang tipis. Erosi ini tidak dapat terlihat oleh mata karena perubahan permukaan
tanah yang terjadi hanya dalam bentuk yang kecil. Jenis erosi dapat terlihat
dengan jelas pada saat laju erosi semakin bertambah dengan tidak ditemukannya
Tipe erosi ini terjadi karena adanya pengikisan tanah oleh aliran air yang
membentuk parit atau saluran kecil, parit tersebut mengalami konsentrasi aliran
air hujan yang akan mengikis tanah. Alur alur tersebut akan mengalami
pendangkalan pada permukaan tanah dengan arah yang memanjang dari atas ke
bawah. Suatu erosi dikelompokkan menjadi erosi alur apabila memiliki lebar
Jenis erosi ini merupakan keberlanjutan dari erosi alur. Erosi parit ini terjadi
apabila alur alur mengalami pendangkalan yang semakin lebar dan dalam
Erosi sungai dapat terjadi karena adanya permukaan tanggul sungai yang
9
Proses erosi yang terjadi di alam tidak hanya terjadi karena adanya faktor dari
hujan dan kepekaan tanah melainkan juga dipengaruhi oleh vegetasi, kemiringan dan
manusia sehingga menurut Utomo (1994), erosi dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut:
E = f (i,r,v,t,m)
1. Iklim
tropis seperti Indonesia adalah hujan. Hujan yang jatuh pada permukaan tanah
karena adanya daya penghancuran dan daya urai dari air hujan tersebut. Agregat
tanah yang telah hancur tesebut akan menutup pori pori tanah sehingga jumlah
air yang terinfiltrasi lebih sedikit. Sehingga akan meningkatkan aliran permukaan
(run off). Aliran ini akan mengikis dan mengangkut partikel partikel tanah yang
telah hancur. Apabila aliran ini sudah tidak memiliki energi untuk mengikis maka
aliran ini akan membawa partikel tanah yang telah hancur ke daerah yang lebih
lebih tinggi.
2. Topografi
panjang lereng dan bentuk lereng (Utomo, 1994). Semakin curam kemiringan
10
mengangkut butir butir tanah (Morgan, 1996). Arsyad (1989), menjelaskan
bahwa faktor lain dari topografi yang dapat berpengaruh terhadap erosi adalah
partikel tanah. Keseragaman lereng berpengaruh pada tingkat erosi yang terjadi.
3. Vegetasi
padat pertanaman maka semakin besar hujan yang terintersepsi sehingga erosi
akan menurun. Selain itu, sistem perakaran dapat mengurangi erosi yaitu
sistem perakaran yang luas dan padat dapat mengurangi erosi (Utomo, 1994).
4. Tanah
Sifat sifat tanah yang berpengaruh pada erosi adalah tekstur, struktur,
bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan tanah
(1996) menyatakan bahwa erodibilitas adalah daya tahan terhadap pengurai dan
pengangkutan oleh tenaga erosi. Apabila nilai erodibilitas semakin besar maka
11
tanah tersebut semakin mudah tererosi. Utomo (1994) berpendapat bahwa
kepekaan suatu tanah terhadap erosi atau nilai erodibililtas suatu tanah ditentukan
oleh ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar dan kemampuan tanah untuk
menyerap air.
5. Manusia
Manusia memiliki peran dalam mempercepat dan menekan laju erosi. Laju
penebangan hutan, cara bercocok tanam yang salah. Selain mempercepat laju
erosi, manusia juga dapat menekan laju erosi yaitu dengan mengkonversi lahan
seperti reboisasi.
12
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang diperlukan dalam praktikum ini meliputi pasir lolos saringan 0,5
mm, aquades. Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi splash cups,
C. Prosedur Kerja
1. Lokasi pemasangan Splash cups dicari yang mempunyai berbagai vegetasi dan
2. Splash cups berdiameter 0,25-0,50 yang telah dicuci diisi dengan pasir sampai
3. Keringkan splash cups yang berisi pasir ke dalam dapur pengering sehingga
13
4. Dinginkan splash cups ke dalam ekikator sampai dingin (kurang lebih 15-30
menit)
5. Splash cups yang telah terisi pasir ditimbang untuk mengetahui bobot awalnya.
7. Splash cups diamati setiap 24 jam, besarnya curah hujan dicatat dan splash cups
berisi pasir disangrai terlebih dahulu sampai kering kemudian ditimbang kembali.
14
A. Hasil
15
192.80 28.40 141.7708 -75.9408 20098.95 5767.01
-184.09 73.48 -235.119 -30.8608 55280.94 952.38
45.45 101.91 -5.57917 -2.43083 31.12 5.90
95.18 -13.80 44.15083 -118.141 1949.29 13957.29
26.13 7.95 -24.8992 -96.3908 619.97 9291.18
37.5 31.43 -13.5292 -72.9108 183.03 5315.98
28.40 34.67 -22.6292 -69.6708 512.08 4854.02
35.73 152.86 -15.2992 48.5192 234.06 2354.11
66.28 197.72 15.25083 93.3792 232.58 8719.67
73.86 201.89 22.83083 97.5492 521.24 9515.84
88.25 217.26 37.22083 112.919 1385.39 12750.70
106.86 218.32 55.83083 113.979 3117.08 12991.21
612.35 1252.09 0 0 84165.73 86475.29
X 51.02917 104.3408 0 0 7013.81 7206.27
Cat : nT : Jumlah Data Tanpa Naungan
nN : Jumlah Data Naungan
16
22 45.45 484 2065.703 999.9
22 95.18 484 9059.232 2093.96
0 26.13 0 682.7769 0
0 37.5 0 1406.25 0
0 28.40 0 806.56 0
0 35.73 0 1276.633 0
37 66.28 1369 4393.038 2452.36
37 73.86 1369 5455.3 2732.82
37 88.25 1369 7788.063 3265.25
37 106.86 1369 11419.06 3953.82
236 612.35 7412 115413.6 15689.73
Cat : X : Curah Hujan
Y : Energi Kinetik
B. Pembahasan
Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan
proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan lahan akibat erosi
itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan, yaitu: 1) erosi percikan (splash erosion), 2)
erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill erosion), 4) erosi parit (gully erosion),
5) erosi tanah longsor (land slide), 6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion)
(Rahim, 1995).
Erosi percikan adalah erosi yang disebabkan oleh adanya air hujan yang
partikel-partikel tanah, oleh sebab itu erosi percikan terjadi pada awal hujan. Erosi
percikan terjadi secara maksimum kira-kira 2-3 menit setelah hujan turun karena pada
saat itu tanah dalam keadaan basah, sehingga mudah dipercikan. Setelah 2-3 menit
17
tanah dari masa tanah akibat erosi percikan sangat bergantung pada jenis tanah yang
tererosi. Intensitas erosi percikan meningkat dengan adanya air genangan, tetapi
setelah terjadi genangan dengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, erosi
percikan minimum. Erosi percikan akan berhenti apabila tetesan air hujan sudah tidak
mampu lagi untuk menembus ketebalan lapisan air (Muhammad, 2006). Menurut
Hardiyatmo (2006), jenis erosi dengan sumber berupa air hujan dapat dikelompokkan
menjadi 5 macam yaitu erosi percik (splash erosion), erosi lembar, erosi parit, erosi
alur, dan erosi sungai. Erosi percik adalah jenis erosi yang merupakan hasil dari
percikan atau benturan air hujan secara langsung pada partikel tanah dalam keadaan
basah. Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah memiliki diameter yang berbeda
beda sehingga memiliki energi tumbukan yang berbeda. Energi tumbukan ini
bergantung dari kecepatan jatuhnya tetesan air, diameter butiran tetesan hujan dan
intensitas hujan.
metode splash cups. Langkah yang dilakukan yaitu pertama mengisi splash cups
sebanyak 2 buah dengan pasir kering mutlak, ditimbang berat awalnya dan diberi
tanda dengan kertas label mana yang untuk naungan dan mana yang tanpa naungan.
Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Kemudian memilih lokasi untuk
meletakkan splash cups tersebut di dua lokasi yang terdapat naungan dan yang tanpa
naungan. Splash cups diletakkan di titik lokasi yang telah dipilih dan dibiarkan
selama 24 jam supaya terkena hujan. Setelah 24 jam, pasir dalam splash cups
kemudian dikeringkan di atas pembakar api bunsen hingga kering mutlak. Setelah itu,
18
splash cups berisi pasir tersebut ditimbang kembali dan dicatat berat akhirnya.
Untuk wilayah di bawah vegetasi atau daerah yang belum ada alat pencatat
hujan tipe otomatis, Ellinson (1944) telah mengembangkan suatu cara dengan Splash
Keterangan:
S : jumlah percikan tanah (spalash erotion) dan splash cup dalam gram selama
Selanjutnya oleh mihara (1961) dan free (1960) dibuat hubungan antara erosi
yang diisi media pasir ternyata besarnya energi kinetic hujan yang dihitung
mempunyai korelasi 0.93 dengan besarnya energi kinetic yang dikemukakan oleh
19
Untuk mengetahui besarnya energi kinetik hujan pada lapangan atau energi
kinetik pada vegetasi dilakukan praktikum pengukuran energi kinetik dengan metode
splash cup. Metode splash cup ialah metode dengan menggunakan cup yang berisi
tanah berpasir yang diletakkan di tempat lapang atau tempat terbuka dan di bawah
naungan atau berbagai vegetasi. Dengan demikian dapat dilihat perbedaan energi
kinetic pada lahan terbuka dengan lahan yang dinaungi tajuk tanaman, metode ini
dapat dilihat hasilnya setelah terjadi hujan di lahan tersebut. Perhitungan energi
kinetic dilakukan dengan menimbang bobot kering tanah yang berada di splash cup,
butir air yang jatuh di bawah tegakan hutan menghasilkan dampak erosi percikan
(splash erosion) yang lebih besar dibandingkan butir air hujan yang jatuh bebas di
bahan bakar kayu atau untuk keperluan lainya, serta pembakaran / kebakaran hutan
berpengaruh sangat besar pada fungsi hutan sebagai pengendali banjir (Edi Suharto.
2007).
Berdasarkan literatur bahwa antara vegetasi, erosi dan energi kinetik sangat
berkaitan. Vegetasi yang ada pada suatu lahan sangat mempengaruhi energi kinetik
yang dihasilkan oleh hujan. Pada praktikum ini vegetasinnya ialah vegetasi pohon, di
mana terdapat perbedaan antara energi kinetik di bawah vegetasi dengan energi
kinetik di lapang. Hal ini membuktikan bahwa energi kinetik vegetasi di bawah
pohon lebih besar dari pada energi tanpa naungan. Adanya tanaman yang selalu
20
tumbuh di atas tanah akan selalu menutupi permukaan tanah dari daya perusak butir
hujan. Di samping itu tanaman yang ada di lapangan dapat meninggalkan residu,
yang merupakan sumber bahan organik. Besarnya proporsi curah hujan yang
diintersepsi oleh tanaman yang telah dilepaskan kembali sebagai tetesan gravitasi
yang besar dimana lebih erosive. Namun tetesan butir hujan yang jatuh pada
ketinggian kurang dari 30 cm di atas permukaan tanah memiliki erosivitas yang dapat
kecilnya kecepatan jatuh dan ukuran butir hujan. Penutupan ruang diameter antara 1-
3 mm oleh bahan tanaman (misalnya rumput, daun-daun dan serasah) terutama efektif
hujan dan kecepatan jatuh hujan. Sehingga dapat di ketahui seberapa besar energi
yang didapat dari energi kinetiknya. Semakin tinggi curah hujan maka ukuran butir
yang jatuh akan semakin besar sehingga kecepatan jatuh akan semakin tinggi.
dispersi tanah, serta jumlah kecepatan aliran permukaan yang nantinya akan menjadi
kerusakan erosi (Arsyad, 1989). Kemampuan air hujan sebagi penyebab terjadinya
erosi berasal dari laju dan tetesan air hujan, kedua faktor tersebut sangat
mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan (Asdak, 1995). Erosi permukaan
dapat mudah terjadi jika pengolalaan tanah tidak mimikirkan baik atau buruknya
21
dampak dari pemanfaatan lahan. Selain itu penebangan pohon semakin banyak,
joule/dm2; energi kinetis untuk naungan ulangan 2 dengan curah hujan 0 mm sebesar
152.86 joule/dm2, dan energi kinetik pada ulangan ke 3 dengan curah hujan 55 mm
yaitu 218.32 joule/dm2. Sedangkan hasil energi kinetis untuk tanpa naungan ulangan
1 dengan curah hujan 22 mm sebesar 95.18 joule/dm2; energi kinetis untuk tanpa
naungan ulangan 2 dengan curah hujan o mm sebesar 35.73; dan besarnya energi
sehingga diperoleh 9 data. Setelah dilakukan sharing data kemudian dilakukan uji t
kinetik air hujan terbaik. Berdasarkan hasil uji t yang didapatkan meunjukan t hitung
(0,75) < t tabel (2,074) yang menunjukan tidak ada perbedaan antara energi kinetik
Hal tersebut berbeda dengan Styczen dan Morgan (1995) yang menyatakan
hujan yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya.
Oleh karena itu, vegetasi mempengaruhi volume air yang mauk ke sungai dan danau,
ke dalam tanah dan cadangan air bawah tanah. Bagian vegetasi yang ada di atas
permukaan tanah seperti daun dan batang menyerap energi perusak hujan sehingga
22
mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam
tanah terdiri dari sistem perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik tanah.
Sehingga energi kinetik air hujan yang dapat menyebabkan erosi di bawah vegetasi
meningkatkan laju erosi permukaan. Mengingat energi kinetik tetesan hujan dari
pohon setinggi lebih dari 7 meter justru lebih besar dibandingkan tetesan hujan yang
jatuh bebas di luar hutan. Dalam kondisi ini, tetesan air tajuk (crown-drip)
memperoleh kembali energi kinetiknya sebesar 90% dari enerji kinetik semula,
disamping itu butir-butir air yang tertahan di daun akan saling terkumpul membentuk
butiran air (leaf-drip) yang lebih besar, sebingga secara total justru
cupmenunjukkan bahwa butir-butir air yang jatuh di bawah tegakan hutan (yang
tidak tertutup serasah dan tumbuhan bawah) menghasilkan dampak erosi percikan
(splash erosion) yang lebih besar dibandingkan butir air hujan yang jatuh bebas di
luar hutan.
Kegunaan mengetahui energi kinetik hujan dan erosivitas hujan pada kehidupan
nyata yaitu dapat mengetahui besarnya potensi terjadinya bahaya erosi. Dengan
mengetahui besarnya energi kinetik hujan maka dapat diketahui potensi terjadinya
mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas maksimum
23
(soil loss tolerance), yaitu dengan cara melakukan pengolahan tanah dengan baik
dan penambahan organik serta pembuatan teras sering, supaya erosi yang terjadi tidak
Kegunaan dari mengetahui besarnya energi kinetik air hujan dalam kehidupan
nyata yaitu untuk memprediksi besarnya erosi. Prediksi erosi pada sebidang tanah
adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang
digunakan dalam suatu penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi
yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan
atau ditoleransikan (permissible atau tolerable erosion) sudah bisa ditetapkan, maka
yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga tanah dapat digunakan
secara produktif dan lestari. Tindakan konservasi tanah daan penggunaan lahan yang
diterapkan harus bisaa menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari laju erosi
yang masih dapat dibiarkan. Metode prediksi merupakan alat untuk menilai apakah
suatu program atau tindakaan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari
suatu bidang tanaah atau DAS. Prediksi erosi adalah alat bantu untuk mengetahui
besarnya erosi yang akaan terjadi pada suatu penggunaan lahan dengan pengelolaan
tertentu dan untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah padaa
suatu areal.
24
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Energi kinetis hujan melalui pendekatan splash cups dengan media pasir pada
tempat ternaungi yaitu -13.80; 152.86; dan 218.32 joule/dm2. Sedangkan energi
kinetis pada tempat terbuka yaitu 95.18; 35.73 dan 106.86 joule/dm2.
2. Energi kinetis air hujan di bawah naungan lebih kecil dibandingkan energi kinetik
air hujan di lingkungan terbuka. Tetapi setelah dilakukan uji t terhadap energi
kinetik air hujan menunjukan tidak ada perbedaan antara energi kinetik air hujaan
di bawah naungan dengan energi kinetik air hujan di tempat terbuka. Hal tersebut
menunjukan bahwa besarnya perbedaan energi kinetik yang terkumpul pada data
perbedaan.
3. Semakin besar jumlah curah hujan maka energi kinetis air hujan akan semakin
besar.
B. Saran
25
2. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam membaca hasil dari curah hujan yang
26
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan kedua. IPB Press, Darmaga
Bogor.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran air Sungai. Cetakan
Pertama. UGM Press, Bulaksumur, Yogyakarta.
Baver LD. 1972. Soil Physics. John Willey & Sons, Inc. New York. Pp 472.
Brady, N, dan Buckman H, 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Edi Suharto. 2007. Model empiris intersepsi tajuk dan curah hujan Efektif pada
tegakan sawit (elaeis guineensis jacq). Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu.Bengkulu 3: 365-370.
Ellinson, W.D. 1994. Studies of Rain drop Erosion, Agriculture Enginering, 25:131
139, 181-182
Hudson, N. 1985. Soil Conservation. Cornell University Press. Ithaca, New York.
Morgan R,P,C. 1985. Soil Erosion and Consevation, Longman Scientific &
Teknical, London.
27
Purwanto, E., 1999. Erosion, Sediment Delivery and Soil Conservation in an Upland
Agricultural Catchment in West Java, Indonesia. A hydrological approach in a
socio-economic context. PhD Thesis, Vnje UnIversiteit, Amsterdam.
Sutedjo, M dan Kartasapoetra, A,G, 1991, Teknologi Konsevasi Tanah dan Air,
PT, Bina Aksara, Jakarta.
Suripin, 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.
28
LAMPIRAN
29