Kami atas nama Aliansi Mahasiswa Apoteker Farmasi Universitas Hasanuddin menyatakan
keberatan dan oleh karena itu melayangkan SURAT PENOLAKAN atas pemberlakuan biaya Uji
Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) sebagaimana termaktub pada Surat Edaran Panitia Uji
Kompetensi Apoteker Indonesia No. SRT-001/PAN-UKAI/VII/2015 dan Hasil Pertemuan APTFI & IAI di
Bandung beberapa waktu lalu yang kami nilai sewenang-wenang penetapannya dengan rincian biaya
sebagai berikut:
c. Besaran biaya penyelenggaraan UKAI yang terkesan tidak etis. Penetapan tidak etis
di samping karena poin b di atas, juga karena tidak memperhatikan faktor ekonomi
mahasiswa yang menjadi peserta UKAI. Hal ini sangat mendasar karena: Pertama,
mahasiswa sudah dibebankan biaya yang besar selama kuliahnya, baik sejak dari
jenjang Strata Satu sampai pendidikan profesinya. Dengan penambahan biaya UKAI
yang justru tidak memperhatikan faktor ekonomi mahasiswa justru akan menambah
beban lagi karena mahasiswa tersebut justru akan diperhadapkan lagi dengan biaya
tambahan di akhir masa pendidikannya sesuai dengan kebijakan perguruan tinggi di
mana mereka menempuh pendidikan profesinya. Kedua, mahasiswa yang sedang
menyelesaikan pendidikan profesinya sejatinya adalah fresh graduate, di mana kita
semua pahami bahwa hampir sebagian besar belum mempunyai kemandirian dalam
hal finansial dan masih bergantung pada pembiayaan orang tua (keluarganya).
Olehnya itu, atas dasar pertimbangan di atas, kami MENOLAK pembebanan biaya Ujian
Kompetensi Apoteker Indonesia dengan rekomendasi sebagai berikut:
1. Meminta klarifikasi dan peninjauan kembali atas penetapan biaya UKAI.
2. Mendorong pihak Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang
pendidikan untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri sehubungan dengan amanah UU
Nomor 36 Tahun 2014 untuk profesi Apoteker.
3. Meminta untuk menunda penyelenggaraan UKAI sampai segala hal yang menjadi keberatan
kami mendapat tanggapan positif.
4. Meminta kepada Ikatan Apoteker Indonesia, Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia, dan
Komite Farmasi Nasional agar dalam menetapkan kebijakan/kesepakatan harus tetap
berpedoman pada peraturan per-UU yang berlaku dengan tetap mempertimbangkan aspek
etisnya.
5. Meminta kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Pengurus Daerah Ikatan
Apoteker Indonesia Sulawesi Selatan dan Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia Kota
Makassar untuk memberikan perhatian dan keseriusan dalam memperhatikan segala bentuk
aspirasi dari berbagai pihak yang bertujuan untuk memajukan profesi Apoteker Indonesia.
Demikian surat penolakan ini kami buat dan jika rekomendasi-rekomendasi yang termaktub
dalam surat ini tidak ditanggapi secara positif, maka kami akan lebih mengintesifkan advokasi ke
seluruh stakeholder terkait secara masif. Terima kasih.