Anda di halaman 1dari 3

SURAT PENOLAKAN

Aliansi Mahasiswa Apoteker Farmasi Universitas Hasanuddin

Kami atas nama Aliansi Mahasiswa Apoteker Farmasi Universitas Hasanuddin menyatakan
keberatan dan oleh karena itu melayangkan SURAT PENOLAKAN atas pemberlakuan biaya Uji
Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) sebagaimana termaktub pada Surat Edaran Panitia Uji
Kompetensi Apoteker Indonesia No. SRT-001/PAN-UKAI/VII/2015 dan Hasil Pertemuan APTFI & IAI di
Bandung beberapa waktu lalu yang kami nilai sewenang-wenang penetapannya dengan rincian biaya
sebagai berikut:

1. Biaya penyelenggaraan Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia sebesar Rp. 600.000,-

2. Biaya Sertifikat Kompetensi sebesar Rp. 500.000,-

Adapun beberapa poin yang menjadi keberatan kami antara lain:

a. Penentuan besaran biaya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-


undangan yang berlaku. Sesuai dengan arahan UU No. 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan, pasal 21 ayat 7, disebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pelaksanaan uji kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan., dalam hal ini
yang berwenang adalah Kemeterian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia. Jika menelaah butir pasal ini pada Uji Kompetensi Profesi Dokter atau
Dokter Gigi, jelas bahwa aturan (Peraturan Menteri) yang dimaksud HARUS ADA
untuk mengatur tata cara pelaksanaan uji kompetensi (baca Peraturan Menteri
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Dokter Atau
Dokter Gigi) dan besaran biayanya yang diatur secara resmi dan tranparan dalam
peraturan tersendiri (baca Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia Nomor 338/M/Kp/VI/2015 Tentang Penetapan Satuan
Biaya Penyelenggaraan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Tahun
2015-2016). Pertanyaannya, aturan-aturan instrument penjabaran UU No. 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 21 ayat 7, untuk profesi Apoteker dimana?
Lantas, apa landasan penetapan besaran dan satuan biaya uji kompetensi Profesi
Apoteker? Layaknya jika menginginkan sebuah sistem berjalan efektif, maka
setidaknya aturan-aturan instrumen perlu dilengkapi.

b. Tata cara mendapatkan Sertifikat Kompetensi dalam pelaksanaan Ujian


Kompetensi Apoteker Indonesia yang tidak logis. Selayaknya sebuah tes, peserta
berhak secara langsungmendapatkan apresiasi dalam bentuk pengakuan atas
keberhasilannya melulusi tes tersebut. Lazimnya, peserta akan mendapatkan
sertifikat yang biayanya tentu telah terintegrasi dengan biaya pelaksanaan tesnya.
Penetapan biaya sertifikat yang tidak terintegrasi dengan biaya UKAI sesuai dengan
Surat Edaran Panitia Uji Kompetensi Apoteker Indonesia No. SRT-002/PAN-
UKAI/VII/2015 terkesan sangat pragmatis bahwa pihak yang berwenang dalam
menerbitkan Sertifikat Kompetensi memperdagangkan sertifikat.

c. Besaran biaya penyelenggaraan UKAI yang terkesan tidak etis. Penetapan tidak etis
di samping karena poin b di atas, juga karena tidak memperhatikan faktor ekonomi
mahasiswa yang menjadi peserta UKAI. Hal ini sangat mendasar karena: Pertama,
mahasiswa sudah dibebankan biaya yang besar selama kuliahnya, baik sejak dari
jenjang Strata Satu sampai pendidikan profesinya. Dengan penambahan biaya UKAI
yang justru tidak memperhatikan faktor ekonomi mahasiswa justru akan menambah
beban lagi karena mahasiswa tersebut justru akan diperhadapkan lagi dengan biaya
tambahan di akhir masa pendidikannya sesuai dengan kebijakan perguruan tinggi di
mana mereka menempuh pendidikan profesinya. Kedua, mahasiswa yang sedang
menyelesaikan pendidikan profesinya sejatinya adalah fresh graduate, di mana kita
semua pahami bahwa hampir sebagian besar belum mempunyai kemandirian dalam
hal finansial dan masih bergantung pada pembiayaan orang tua (keluarganya).

d. Tidak adanya tranparansi sehubungan penyelenggaraan UKAI, baik dari segi


sosialisasi tata cara pelaksanaan sampai pada rincian satuan biaya pelaksanaan
dan akuntabilitas pemanfaatan biayanya. Sampai saat ini, ketika kami melayangkan
surat penolakan ini, belum ada kami dapatkan rincian satuan biaya pelaksanaan
UKAI yang dapat diakses.

Olehnya itu, atas dasar pertimbangan di atas, kami MENOLAK pembebanan biaya Ujian
Kompetensi Apoteker Indonesia dengan rekomendasi sebagai berikut:
1. Meminta klarifikasi dan peninjauan kembali atas penetapan biaya UKAI.
2. Mendorong pihak Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang
pendidikan untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri sehubungan dengan amanah UU
Nomor 36 Tahun 2014 untuk profesi Apoteker.
3. Meminta untuk menunda penyelenggaraan UKAI sampai segala hal yang menjadi keberatan
kami mendapat tanggapan positif.
4. Meminta kepada Ikatan Apoteker Indonesia, Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia, dan
Komite Farmasi Nasional agar dalam menetapkan kebijakan/kesepakatan harus tetap
berpedoman pada peraturan per-UU yang berlaku dengan tetap mempertimbangkan aspek
etisnya.
5. Meminta kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Pengurus Daerah Ikatan
Apoteker Indonesia Sulawesi Selatan dan Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia Kota
Makassar untuk memberikan perhatian dan keseriusan dalam memperhatikan segala bentuk
aspirasi dari berbagai pihak yang bertujuan untuk memajukan profesi Apoteker Indonesia.
Demikian surat penolakan ini kami buat dan jika rekomendasi-rekomendasi yang termaktub
dalam surat ini tidak ditanggapi secara positif, maka kami akan lebih mengintesifkan advokasi ke
seluruh stakeholder terkait secara masif. Terima kasih.

Makassar, 11 Agustus 2015

An. Aliansi Mahasiswa Apoteker Farmasi Universitas Hasanuddin

Zulfikar Syamsi, S.Si. Habiburrahim Burhanudin, S.Si.


Koordinator Aliansi Mahasiswa Apoteker FF UH

Anda mungkin juga menyukai