Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Bank Umum

Bank adalah badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan

(financial intermediaries), dan memiliki fungsi sebagai penyalur dana dari pihak yang

kelebihan pada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan (Lukman

Dendawijaya, 2003).

Bank merupakan lembaga keuangan yang tugas utamanya menghimpun dana

masyarakat dan menyalurkan kembali pada masyarakat serta memberikan jasa lainnya

(Kasmir, 2003). Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, Perbankan adalah

segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta

cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam seluruh kegiatan yang

dilakukan oleh bank, bank harus mengacu pada peraturan Bank Indonesia seperti yang sudah

tertera. Menurut pasal 1 pada UU No. 10 Tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang

menyimpan dana dari masyarakat melalui bentuk simpanan dan menyalurkannya untuk

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup orang banyak.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia pasal 5 No. 10 th 1998, bank umum

adalah bank yang melakukan kegiatannya secara konvensional dan atau sesuai dengan prinsip

syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam pembayaran. Bank umum usahanya

adalah mengumpulkan dana berupa simpanan dalam bentuk giro, deposito, memberikan

kredit jangka pendek serta rekening Koran.


Menurut Lukman Dendawijaya (2003, 53) sumber dana bank umum dibagi menjadi 3

yaitu:

1. Dana sendiri (Dana Pihak Pertama)

Dana sendiri adalah dana yang berasal dari pemegang saham dan pemilik bank. Dana

itu dapat berupa:

a. Modal yang disetor

b. Cadangan-cadangan

c. Laba ditahan

2. Dana Pinjaman (Dana Pihak kedua)

Dana yang berasal dari pihak lain yang berupa sebagai berikut:

a. Pinjaman bank lain (interbank call money)

b. Pinjaman bank atau Lembaga Keuangan diLuar Negeri

c. Pinjaman Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)

d. Pinjaman Bank Indonesia

3. Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga)

Dana masyarakat adalah dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun

badan usaha yang didapat bank dengan menggunakan instrument simpanan yang

dimiliki bank. Dana masyarakat dapat berupa:

a. Giro (Demand deposito)

b. Deposito ( Time Deposits)

c. Tabungan (Savings)
2.1.2 Kredit

Menurut UU No. 10 th 1998, kredit yang dimaksudkan adalan penyediaan uang atau

tagihan yang dapat disamakan dengan itu, didasarkan oleh persetujuan atau kesepakatan

saling meminjam antara bank dan pihak lain. Dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu dengan adanya bunga.

2.1.2.1 Fungsi dan Tujuan Kredit

Pasal 3 UU No.10 Tahun 1998 menyatakan bahwa fungsi utama dari perbankan yang

ada di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, sedangkan

pasal 4 UU. No 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa perbankan di Indonesia turut serta dalam

pembangunan nasional dalam rangka pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas

nasional kearah kesejahteraan untuk rakyat banyak.

Tujuan kredit menurut Hasibuan (2005:58) adalah:

a. Menjadikan motivator dalam kegiatan perdagangan dan perekonomian

b. Memperlancar arus barang serta arus uang

c. Memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat

d. Meningkatkan hubungan internasional

e. Meningkatkan daya guna sebuah barang

f. Meningkatkan kegairahan masyarakat untuk berusaha

g. Memperbesar modal kerja perusahaan

h. Meningkatkan income per capital (ICP) masyarakat

i. Merubah pola pikir masyarakat agar lebih ekonomis

j. Meningkatkan produktifitas dana yang ada

Agar mempermudah dalam memenuhi fungsi dan tujuan kredit bagi bank, maka Siamat

(2004:166) membedakan menurut penyaluran kreditnya yaitu:

a. Kredit Komersil (commercial load)


b. Kredit Konsumtif (consumer load)

c. Kredit Produktif

2.1.2.2 Jenis-jenis Kredit

Menurut Hasibuan (2005:88) kredit dapat dibedakan berdasarkan sudut pendekatan, yaitu:

a) Berdasarkan Tujuan

a. Kredit konsumtif

b. Kredit modal kerja

c. Kredit investasi

b) Berdasarkan Jangka Waktu

a. Kredit jangka pendek

b. Kredit jangka menengah

c. Kredit jangka panjang

c) Berdasarkan Macamnya

a. Kredit askep

b. Kredit penjual

c. Kredit pembeli

d) Berdasarkan sektor perekonomian

a. Kredit pertanian

b. Kredit perindustrian

c. Kredit pertambangan

d. Kredit ekspor impor

e. Kredit koperasi
e) Berdasarkan Jaminan

a. Kredit angunan orang

b. Kredit angunan efek

c. Kredit angunan barang dan dokumen

2.1.4.4 Unsur- unsur Kredit

Kredit yang diberikan adalah berdasarkan kepercayaan, maka pemberian kredit adalah

pemberian kepercayaan. Pada hal ini berarti debitur yakin bahwa kreditur akan mampu

mengembalikan pinjaman kredit sesuai dengan batas waktu dan persyaratan yang telah

disepakati. Berdasrkan hal tersebut,maka Veithzal dan Andri Audia (2007:5)

mengelompokkan unsur-unsur kredit sebagai berikut:

1. Adanya debitur dan kreditur.

2. Adanya kepercayaan pemberian kredit terhadap penerima kredit yang didasarkan atas

credit rating penerima kredit.

3. Adanya unsur waktu.

4. Adanya persetujuan berupa kesepakatan antara pihak bank dan pihak lainnya.

5. Adanya penyerahan barang,jasa, atau uang dari pemberi kredit ke penerima kredit .

6. Adanya unsur bunga disertai kompensasi kepada pemberi kredit.

7. Adanya unsur risiko baik dari pihak pemberi maupun pihak yang menerima.

2.1.4.5 Analisis Kredit

Analisa kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui suatu kelayakan dari sebuah

permasalahan kredit. Dari analisis kredit dapat diketahui apakah nasabah tersebut memiliki

usaha yang layak (feasible), apakah hasil usaha dapat dengan mudah dipasarkan

(marketable), apakah usaha tersebut menguntungkan (profitable), apakah usaha tersebut

dapat memenuhi persyaratan bank (bankable), apakah usaha tersebut dapat melunasi

pinjaman dengan tepat waktu. Pembentukan analisis kredit ini berdasarkan dengan pasal 2
UU. No 10 th 1998 tentang perbankan yang akan melakukan usahanya harus berdasarkan

asas ekonomi dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Namun pelaksanaan analisis kreditnya

beracuan pada Uu No. 10 Tahun 1998 pada pasal 1 ayat 11, pasal 8, dan pasal 29 ayat 3.

Menurut Rachmat Firdaus (2004), dalam pemberian kredit sangat diperlukan adanya

perhitungan yang dalam dan meliputi beberapa aspek, prinsip, asas atau persyaratan tertentu

meskipun nyatanya tidak semudah itu diterapkan oleh bank. Ada 3 konsep tentang prinsip

dalam pemberian kredit secara sehat, yaitu:

1) Prinsip 5C

1. Character

Character adalah sikap dan watak nasabah dikehidupan pribadi maupun di lingkungan

usaha. Tujuan penilaian karakter adalah untuk mengetahui bagiamana iktikad nasabah

dalam memenuhi kewajibannya.

2. Capital

Capital adalah jumlah modal sendiri yang dimiliki nasabah. Semakin tinggi modal

sendiri suatu perusahaan maka semakin tinggi pula kemampuaannya dalam memenuhi

kewajiban.

3. Capacity

Capacity adalah kemampuan nasabah dalam menjalankan usaha untuk memperoleh

laba. Tujuannya adalah agar dapat mengetahui sejauhmana nasabah dapat memenuhi

kewajibannya dengan laba yang bisa dia dapatkan.

4. Collateral

Collateral adalah barang jaminan yang diberikan nasabah pada pihak bank sebagai

angunan atas kreditnya. Tujuannya untuk mengetahui sejauhmana risiko kewajiban

finansial nasabah kepada bank.

5. Condition of Economic
Condition of economic yaitu kondisi ekonomi, politik, sosial, budaya yang bisa

mempengaruhi perekonomian pada suatu saat dan dapat mempengaruhi jalannya

usaha nasabah.

2) Prinsip 5 P

1. Party (golongan)

2. Purpose (tujuan)

3. Payment (Pembiayaan)

4. Profitability (Kemampuan mendapatkan keuntungan)

5. Protection (Perlindungan)

3) Prinsip 3 R

1. Return (hasil yang dicapai)

2. Repayment (Pembayaran kembali)

3. Risk Bearing Ability (Kemampuan menanggung risiko)

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit

2.1.3.1 Tingkat Suku Bunga

Menurut Lipsey (1995), suku bunga adalah hatga yang seharusnya dibayar bagi

peminjam uang selama periode waktu tertentu dan dapat dinyatakan dalam

presentase. Sedangkan pendapat Boediono (1998) bunga adalah harga dari dana yang

dapat disalurkan atau diberikan dalam bentuk pinjaman, dan penawaran pinjaman

dapat dibentuk oleh pihak penyimpan yaitu mereka yang mempunyai pendapatan

lebih besar daripada kebutuhannya pada suatu periode tertentu, permintaan pinjaman

dibentuk oleh sekelompok investor.

Kasmir (2004) mengatakan bahwa bunga adalah balas jasa yang diberikan

oleh bank didasarkan oleh prinsip konvensional pada nasabah yang membeli atau

menjual produknya. . Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar
kepada nasabah (yang memiliki simpanan) atau harga yang harus dibayar oleh

nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).

Dalam perbankan ada 2 macam bunga (Kasmir, 2002) :

a) Bunga simpanan

Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai tanda balas jasa atau

rangsangan bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh

jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

b) Bunga Pinjaman

Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau

harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Setiap

masyarakat yang melakukan interaksi dengan bank, baik itu interaksi dalam

bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan

dikenakan dengan yang namanya bunga. Bagi masyarakat yang menanamkan

dananya kepada bank, baik itu simpanan tabungan, deposito, dan giro akan

dikenai suku 46 bunga simpanan (dalam bentuk %). Suku bunga ini

merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya

pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka masyarakat akan

semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan

mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin

rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam menabung akan

berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan

mereka peroleh di masa yang akan datang dari bunga adalah kecil.

Berbeda halnya dengan suku bunga simpanan. Suku bunga ini dikenakan pada

masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku bunga kredit ini sangat bergantung

dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit,
minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan

dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan

masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya di masa

yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit

(pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar,

khususnya kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan semakin rendahnya

suku bunga kredit, khususnya kredit untuk UMKM, maka akan memicu pertumbuhan, dan

perkembangan jumlah UMKM, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran. Sebab

UMKM selama ini dikenal sebagai penopang jumlah tenaga kerja di Indonesia yang semakin

melimpah, dan agar tidak menganggur. Untuk menentukan tingkat bunga, kreditur

memperhitungkan dana yang harus dikeluarkan berupa bunga tabungan atau deposito serta

faktor kemungkinan bahwa debitur tidak membayar kembali kreditnya tepat waktu sesuai

perjanjian atau bahkan tidak membayar sama sekali. Selain itu, kreditur mempertimbangkan

biaya-biaya yang harus diperhitungkan berupa kerugian akibat penurunan nilai yang terjadi

selama uang dipinjamkan. Jadi, tingkat bunga yang berlaku adalah tingkat bunga yang

disepakati oleh debitur dan kreditur yang merupakan penjumlahan dari unsur tingkat bunga

dana, premi risiko dan penurunan nilai uang. Jadi dapat disimpulkan bahwa bunga adalah

harga dari dana yang dapat disalurkan oleh perbankan dalam bentuk pinjaman dengan

mempertimbangkan harga pokok perolehan dana (cost of money), risiko kegagalan kredit

dan risiko perubahan nilai uang.

2.1.3.1.1. Penentuan Bunga Kredit

Bunga pinjaman komersial didasarkan oleh aspek dan faktor pembentukan komponen

tingkat suku bunga pinjaman, ada faktor Cross Sailing terhadap berbagai macam produk

perbankan untuk menghasilkan Fee Based Income yang berupa komisi dan provisi yang
akhirnya hal itu akan menjadi subsidier tingkat penentu suku bunga (Rudy Tri Santoso,

1996). Unsur penentu bunga kredit berupa:

a) Tingkat suku bunga sumber dana (Cost Of Fund)

b) Net Margin

c) Overhead Cost

d) Risk Allowance terhadap kredit macet.

2.1.3.2 Capital Adequacy Ratio (CAR)

Modal adalah hal yang paling pokok dari sebuah bank, modal dianggap sebagai

penyangga segala kegiatan bank dan juga diharapkan bisa menjadi penyangga kemungkinan

terjadinya kerugian. Dengan adanya modal, bank diharapkan bisa mendapat kepercayaan dari

masyarakat, jadi bank bisa menghimpun dana dari masyarakat untuk keperluan operasional

selanjutnya (Sinungan, 2000).

Bank wajib memiliki dan menyediakan modal minimum 8% dari aktiva tertimbang

yang dinyatakan dengan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), menurut Per. Bank Indonesia

No. 3/21/PBI/2001. Perhitungan CAR dalam hal ini memiliki arti bahwa tiap penanaman

bentuk kredit yang mengandung risiko maka harus disediakan jumlah modal yang dapat

disesuaikan dengan presentase tertentu sesuai dengan jumlah penanamannya tersebut

(Budiawan, 2008). Dengan rasio ini kita juga dapat memastikan bahwa apabila bank

mengalami kerugian, maka ketersediaan modal yang dimiliki bank dapat mengcover hal itu

dengan baik.
Sejak tahun 1998-2007 CAR bank yang ada di Indonesia diklasifikasikan menjadi 3

yaitu:

a) Bank sehat masuk dalam klasifikasi A, dengan CAR diatas 8%.

b) Bank take over (BTO) masuk dalam BPPN (Badan Penyehatan Perbankan

Negara) dalam klasifikasi B, dengan CAR -25% sampai dengan < 8%.

c) Bank Beku Operasi (BBO) dalam klasifikasi C, dengan CAR kurang dari -

25%.

Secara sistematis, CAR dapat dirumuskan menjadi:

CAR = Modal Bank/ Aktifitas Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)

Menurut Lukman Dendawijaya (2000), ATMR merupakan penjumlahan dari aktiva

yang tercantum dalam neraca dan aktiva yang bersifat administratif. Hasil perhitungan rasio

tersebut akhirnya akan dibadingkan dengan penyertaan modal minimum yang ditentukan oleh

Bank Internasional Statement, yaitu sebesar 8%. Bank memiliki dua cara dalam mengelola

permodalannya: sebagai risk averse yaitu memilih cara aman dengan menyalurkan lewat SBI

atau sebagai risk taker yaitu menggunakan modalnya untuk sesuatu yang lebih memiliki

risiko. Penurunan angka CAR bukan merupakan suatu masalah jika bank masih bisa

memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank International Statement (BIS), yaitu sebesar

8%(Nawa Thalo, 2005).

2.1.3.3 Non Performing Loan (NPL)

Kelancaran dalam pembayaran merupakan hal yang sangat penting bagi bank, karena

bank sebagai lembaga intermediasi yang gunanya untuk menyalurkan kredit dari dan ke

masyarakat. Kelancaran pembayaran oleh debitur juga merupakan keharusan agar kegiatan

operasional bank berjalan dengan baik. Jika terjadi penunggakan pembayaran, maka bank
akan mengalami kesusahan karena tidak mendapatkan kembali modal yang telah

dikeluarkannya dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap bank.

Menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR th 1998,

kriteria kredit telah digolongkan menjadi lima yaitu lancer, dalam perhatian khusus, kurang

lancer, diragukan dan macet. Non Performing Loan (NPL) merupakan hasil dari kredit

bermasalah dalam bentuk presentase. NPL juga berarti sebagai pinjaman yang mengalami

kesulitan pelunasan akibat banyak faktor seperti faktor yang disengaja oleh debitur atau

faktur yang tidak disengaja yang berasal dari luar (Meydianawathi, 2006).

Rasio Non Performing Loan (NPL) sebagai berikut:

NPL = Kredit Bermasalah/ Total kredit yang diberikan x 100%

Kredit bermasalah yang dimaksudkan diatas adalah kredit yang masuk dalam

golongan kurang lancar, diragukan dan macet.

2.1.3.4 Loan Deposit Ratio (LDR)

Loan Deposit Ratio adalah rasio yang menunjukkan presentase dari hasil perbandingan

seluruh jumlah kredit yang diterima bank dan dana yang diperoleh bank. Lembaga keuangan

dinyatakan liquid apabila bia memenuhi seluruh kewajiban hutang, dapat memenuhi seluruh

permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi adanya penangguhan (Irmayanto, 2011). LDR

menilai kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang telah dilakukan

oleh deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas yang

dimilikinya.

LDR digunakan sebagai indikator penilai likuiditas suatu bank dengan membagi jumlah

kredit dengan jumlah dana (Amalia dan Herdiningtyas, 2005). LDR juga menunjukkan

kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana untuk debiturnya dengan modal yang
dimiliki sendiri oleh bank maupun dana yang sumbernya berasal dari masyarakat. Presentase

LDR yang ditentukan oleh Bank Indonesia adalah maksimum 110% (Achmad dan Kusno,

2003). Tujuan perhitungan LDR adalah untuk mengetahui sejauh mana kondisi bank dalam

menjalankan kegiatan operasional dan kegiatan usahanya (Agus Sawir, 2011). LDR juga

dijadikan indikator dalam mengukur tingkat kerawanan suatu bank.

Besarnya Loan Deposit Ratio (LDR) dinyatakan dalam rumus sebagai

berikut :

LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan / DPK + Modal Inti + KLBI x 100%

Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar

bank). Dana pihak ketiga giro, tabungan dan deposito (tidak termasuk antar bank)

2.2 Penelitian Terdahulu

Baas dan Schrooten (2009) melakukan penelitian dengan tema Relationship Bank and

SMEs mendapatkan hasil penelitian bahwa keterbatasan informasi yang diberikan dari SME

berpengaruh terhadap tingginya suku bunga pinjaman.

Sri Mintarti dan Zaki Baridwan (1995) melakukan penelitian dengan tema Pengaruh

Informasi Akuntansi Terhadap Keputusan Kredit yang Daimbil Oleh Bank dan Hubungannya

dengan Pengambilan Kredit Pinjaman Debitur mendapatkan hasil bahwa Informasi akuntansi

besar pengaruhnya hanya 17% terhadap keputusan kredit.

Arum Puspitasari (2014) melakukan penelitian dengan tema Penyusunan Dan

Penyajian Laporan Keuangan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa

Akuntabilitas Publik (Studi Kasus pada Perusahaan Rokok Trubus Alami)mendapatkan hasil

bahwa Dari semua siklus akuntansi (transaksi sampai dengan neraca saldo setelah

penutupan), Perusahaan Rokok Trubus Alami hanya menerapkan sebagian, yaitu dari

transaksi hingga pembuatan neraca dan laporan laba rugi.


Rizki Rudiantoro dan SylviaVeronica (2012) dengan judul Kualitas Laporan

Keuangan dan Prospek Implementasi SAK ETAP yang menggunakan metode analisis regresi

berganda. Dengan hasil yang didapatkan adalah kualitas laporan UMKM masih sangat rendah

sehingga tidak mempengaruhi jumlah kredit yang diterima UMKM.

Yusvendy Hardinata (2014) dengan judul Analisis Keputusan Pemberian Kredit

Modal Kerja Terhadap Usaha Kecil dan Menengah (Studi Kasus Pada Bank BRI KCP Sukun

Malang) dengan metode penelitian analisis regresi logistic (logistic regression).

Menghasilkan penelitian bahwa faktor seperti nilai agunan, umur usaha, omset usaha, dan

jumlah tanggungan keluarga bersama-sama menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan

pemberian kredit oleh Bank BRI KCP Sukun. Nilai agunan dan omset usaha berpengaruh

cukup signifikan bagi pemberian kredit, serta memiliki prioritas tinggi. Sedangkan umur

usaha dan jumlah tanggungan tidak menjadi prioritas utama dalam keputusan pemberian

kredit.

Rosita Ayu Saraswati (2012) dengan judul Peranan Analisis Laporan Keuangan,

Penilaian Prinsip 5C Calon Debitur dan Pengawasan Kredit Terhadap Efektivitas Pemberian

Kredit pada PD BPR Bank Pasar Kabupaten Temanggung. Menghasilkan penelitian yaitu

peningnya posisi keuangan bagi perbankan yang menyetujui permohonan kredit, prosedur

penlaian laporan keuangan, penilaian prinsip 5C calon debitur yang dilakukan bank,

keefektifan pengawasan kredit, dan mencegah dan meminimalisir terjadinya kredit macet.

Hasil penelitian ini adalah proses analisis laporan keuangan, prosedur penilaian laporan

keuangan calon debitur, prinsip penilaian 5C pada debitur dinilai sudah cukup efektif. Hal ini

terbukti bahwa hampir 100% kredit yang diberikan sudah merupakan kredit yang efektif.

Wawan Setiawan (2006) dengan judul Analisis Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap

Usaha Debitur Mikro pada PT Bank Jabar Banten. Metode yang digunakan Wawan Setiawan
(2006) adalah dengan wawancara dan penyebaran kuisioner pada nasabah PT Bank Jabar,

hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah ternyata terdapat korelasi antara

pemberian kredit di PT Bank Jabar Banten dengan debitur usaha mikro. Yaitu adanya

peningkatan dalam kinerja keuangan melalui rasio profit margin, return on asset dan return

on equity.

Suroso (2013) dengan jurnalnya yang berjudul Pengaruh Informasi Akuntansi

Terhadap Pengambilan Keputusan Kredit Pada PT Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol.

Metode yang digunakan adalah metod regresi, dengan sampel 40 orang nasabah yang

kreditnya telah disetujui oleh Bank Mandiri. Suroso (2013) menggunakan 12 variabel dalam

penelitiannya, yaitu 7 variabel informasi akuntansi dan 5 variabel bukan informasi akuntansi.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa informasi akuntansi tidak semua berpengaruh

terhadap pengambilan keputusan kredit, sedangkan informasi yang bukan akuntansi tetapi

mempengaruhi keputusan pemberian kredit bank adalah jaminan dan pengalaman pimpinan

calon debitur.

2.3 Pengembangan Model Penelitian

2.3.1 Pengaruh Suku Bunga terhadap Penyaluran Kredit UMKM

Bunga bank adalah balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan sebuah prinsip

yaitu prinsip konvensional kepada nasabah (Kasmir, 2002). Kenaikan suku bunga akan

diikuti oleh kenaikan suku bunga pinjaman, jadi suku bunga pinjaman bisa jadi lebih tinggi

dan nantinya akan membuat bank memperoleh laba dari kegiatan itu (Sri Susilo, 2000).

Kenaikan suku bunga sangat bermanfaat karena bisa menarik minat masyarakat untuk

mengajukan kredit pada bank, merupakan kabar baik juga untuk para pemegang deposito.

Apabila suku bunga kredit meningkat maka permintaan kredit akan menurun, demikian pula
sebaliknya apabila suku bunga kredit menurun maka permintaan kredit akan meningkat

(Reed and Grill, 1995).

Jadi, suku bunga kredit dianggap akan mempunya pengaruh pada penyaluran kredit

UMKM:

H1 = Tingkat suku bunga kredit berpengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM.

2.3.2 Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Penyaluran Kredit UMKM

Capital Adequacy Ratio (CAR) addalah rasio yang menunjukkan kemampuan

permodalan bank dalam menyediakan dana bagi keperluan pengembangan usaha serta

kemampuan bank dalam menanggulangirisiko yamg diakibatkan oleh kegiatan operasional

bank (Ali, 2004). Semakin besarnya CAR yang dimiliki oleh bank maka akan menunjukkan

bahwa sumber daya finansial yang dimiliki bank semakin besar pula. Apabila bank memiliki

CAR diatas 20%, maka bank akan memiliki pertumbuhan kredit 20% - 25 % dalam setahun (Wibowo,

2009). Sudarto (2004) dan Budiawan (2008) berpendapat bahwa CAR memiliki pengaruh terhadap

penyaluran kredit bank.

Jadi, Capital Adequacy Ratio (CAR) dianggap akan mempunya pengaruh pada

penyaluran kredit UMKM:

H2 = Capital Adequacy Ratio (CAR) mempunyai pengaruh terhadap penyaluran kredit

UMKM.

2.3.3 Pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap Penyaluran Kredit UMKM

Non Performing Loan (NPL) adalah rasio yang digunakan bank dalam mengukur

kemampuan untuk megcover risiko kegagalan dalam pengembalian kredit oleh debitur

(Darmawan, 2004). NPL mencerminkan risiko kredit, apabila NPL semakin besar maka
risiko kredit yang ditanggung bank juga semakin besar (Ali, 2004). Default risk atau risiko

kredit adalah risiko yang dihadapi bank apabila terjadi tidak terbayarkan kredit oleh debitur.

Risiko kredit atau default risk yang nornmal adalah sekitar 3% - 5% dari total seluruh jumlah

kreditnya. NPL menjadi penyebab perbankan dalam penyaluran kredit, NPL yang besar

sering menyulitkan bank dlam menyalurkan kreditnya (Sentausa, 2009). Harmanta dan

Ekananda (2005) dan Budiawan (2008) beranggapan bahwa NPL berpengaruh terhadap

penyaluran kredit.

Jadi, Non Performing Loan (NPL) dianggap akan mempunyai pengaruh pada

penyaluran kredit UMKM:

H3 = Non Performing Loan (NPL) mempunyai pengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM

2.3.4 Pengaruh Loan Deposit Ratio (LDR) terhadap Penyaluran Kredit UMKM

Loan Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang

diberikan dengan dana yang diberikan bank, LDR berhubungan dengan likuiditas

(Dendawijaya, 2000).

Apabila bank memiliki LDR yang tinggi, maka bank memiliki risiko pinjaman tidak

tertagih yang cukup tinggi dan mampu membuat bank mengalami kerugian (Susilo, 2000).

Maka dari itu Bank Indonesia telah menetapkan standar LDR yaitu 85% - 93%.

Jadi Loan Deposit Ratio (LDR) dianggap mempunyai pengaruh terhadap penyaluran

kredit UMKM.

H4 = Loan Deposit Ratio (LDR) mempunyai pengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM
2.4 Hipotesis dan Model Analisis

H1 = Tingkat suku bunga kredit berpengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM

H2 = Capital Adequacy Ratio (CAR) mempunyai pengaruh terhadap penyaluran kredit

UMKM.

H3 = Non Performing Loan (NPL) mempunyai pengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM

H4 = Loan Deposit Ratio (LDR) mempunyai pengaruh terhadap penyaluran kredit UMKM

2.5 Kerangka Berpikir

Tingkat suku bunga (X1)

Capital Adequacy Ratio Penyaluran kredit pada


(CAR) (X2) UMKM (Y)

Non Performing Loan (NPL)


(X3)

Loan Deposit Ratio (LDR)


(X4)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : Data diolah

Anda mungkin juga menyukai