Oleh :
Nizam Permana Adi
NRP 3114207811
Dosen Pengajar :
Dr. Ir. Eko Budi Santoso, MSc. Lie. Rer. Reg.
Upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, merupakan tantangan yang
menjadi salah satu tugas pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Perwujudannya berarti adanya
tatanan yang akan menunjang upaya untuk mewujudkan Banyuwangi lebih baik di masa
mendatang. Untuk mempermudah pembangunan maka sesuai dengan karakteristik
wilayahnya, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Kabupaten
Banyuwangi dibagimenjadi 4 (empat) Wilayah Pengembangan yaitu Wilayah Pengembangan
Utara, Wilayah Pengembangan Tengah Barat, Wilayah Pengembangan Tengah Timur,
Wilayah Pengembangan Selatan. Pada Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara dengan
fungsi yaitu untuk kawasan pertanian, kawasan perkebunan, kawasan perikanan, kawasan
peternakan, kawasan industri, kawasan pelabuhan, kawasan lindung, dan kawasan wisata
adalah merupakan wilayah pengembangan dengan fungsi kawasan yang lebih banyak dari
pada 3 wilayah pengembangan banyuwangi lainnya (Tengah Barat, Tengah Timur, Selatan).
Pusat pengembangan Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara berada di Kota
Banyuwangi dengan wilayah belakangnya meliputi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri,
Licin dan Glagah. Oleh karena itu untuk mendukung pertumbuhan kawasan yang disebutkan
sebelumnya, dibutuhkan infrastruktur yang baik sehingga menjamin pembangunan dapat
mencapai standar kualitas lokal minimum.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada makalah ini adalah Identifikasi
kebutuhan infrastruktur di Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara.
BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH
Pada Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara terdapat 3 kawasan strategis yaitu area
pengembangan Agrowisata, Area Pengembangan Industri Terpadu, dan area pengembangan
pelabuhan. Area pengembangan Agrowisata terletak di pariwisata Gunung Ijen, Area
Pengembangan Industri Terpadu berada di Kecamatan Wongsorejo, dan area Pelabuhan di
Ketapang di Kecamatan Kalipuro.
Gambar 2.5Tata Guna Lahan di WP Banyuwangi Utara
Dari table diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan Banyuwangi sebagai titik pusat
pengembangan Wilayah Banyuwangi Utara tidak memiliki daerah kawasan perdesaan.
Berbeda dengan kecamatan Wongsorejo dan Licin yang justru hampir seluruh daerahnya
merupakan kawasan perdesaan.Di satu sisi pengembangannya memiliki karakteristik
kawasan perkotaan, di sisi lain kawasan perdesaan. Kedua kawasan tersebut mempunyai
fungsi yang berbeda. Kawasan perdesaan sendiri secara umum dicirikan oleh wilayah yang
mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sedangkan kawasan perkotaan adalah
kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Dengan demikian untuk menjamin hubungan desa-kota yang dinamis (urban-rural linkages),
kota dan desa harus berperan di dalam menjalankan fungsinya masing-masing, agar dapat
terjadi aliran timbal balik yang seimbang antara desa dan kota, yakni terjadinya aliran
manusia (tenaga kerja, pedagang), aliran barang (pertanian, agro industri, kerajinan, barang
kebutuhan), aliran kapital (investasi, tabungan), dan aliran informasi (siaran radio, TV, surat
kabar, telekomunikasi).
Untuk tetap menjamin hubungan desa-kota yang dinamis, maka salah satu usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan penataan struktur kawasan pedesaan yang dikembangkan dengan
sistem Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) antar desa. PPL diarahkan dapat terkait dengan
pusat-pusat desa disekitarnya dan dapat memberikan efek menetes secara mikro bagi
kawasan desa disekitarnya. Pusat pelayanan pedesaan akan menginduk pada pusat-pusat Ibu
Kota kecamatan, sedangkan Ibu Kota Kecamatan menginduk pada PKL (Pusta Kegiatan
Lingkungan)/PKLp (Pusat Kegiatan Lingkungan promosi), sedangkan PKL/PKLp akan
menginduk ke PKW (Pusat Kegiatan Wilayah).
Pola penataan struktur ruang pedesaan seperti tersebut di atas juga merupakan upaya untuk
mempercepat efek pertumbuhan dari pusat-pusat Kegiatan Lingkungan/promosi. Pola
penataan system pusat pelayanan dapat dilihat dalam gambar berikut.
Mengacu pada sistem perkotaan di Jawa Timur, maka kota-kota di Kab. Banyuwangi
termasuk dalam kategori PKW dan PKL dengan memperhatikan jumlah penduduk yang akan
berkembang serta melihat hierarki tersebut di atas, maka kota kota di WP Banyuwangi Utara
ini diklasifikasikan sebagai berikut :
Kota Menengah : Kota Banyuwangi
Kota Desa Besar : Glagah, Giri, Kalipuro, Wongsorejo
Kota Desa Kecil B : Kota Licin
Kelengkapan sarana dan prasarana suatu kota secara tidak langsung akan mencerminkan
tingkat kekotaan suatu wilayah. Berdasarkan kondisi tersebut, sistem pusat kegiatan
perkotaan kota-kota di WP Banyuwangi Utara sebagai berikut ;
Kota Banyuwangi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Kota Wongsorejo , Kalipuro sebagai Pusat Kegiatan Promosi (PKLp )
Kota Glagah, Wongsorejo, Giri, Tegalsari, Licin, dan Siliragung sebagai Pusat Pelayanan
Kawasan (PPK ).
BAB III
PEMBAHASAN
b. Jalan Lokal Primer, adalah jalan-jalan yang menghubungkan pusat kegiatan dengan jalan
kolektor
Rencana pengembangan jaringan jalan di yang melewati Banyuwangi Utara, antara lain :
Pengusahaan jalan tol dilaksanakan dengan maksud untuk mempercepat perwujudan jaringan
jalan bebas hambatan sebagai bagian jaringan jalan nasional. Rencana pengembangan jalan
tol berdasarkan RTRW Propinsi Jawa Timur menjadi alternatif pilihan lain karena upaya
peningkatan jalan arteri sudah melampaui batas maksimal. Rencana pengembangan jalan tol
meliputi Surabaya-Pasuruan-Probolinggo-Situbondo-Banyuwangi.
3.1.2 Angkutan umum
Tersedianya sarana angkutan umum yang mewadahi dan menjangkau seluruh wilayah
merupakan bagian dari sistem transportasi. Data jaringan angkutan umum yang tersedia
memperlihatkan bahwa belum seluruh wilayah Kab. Banyuwangi terjangkau pelayanan
angkutan umum yang tersedia. Pada Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara saja hanya
sekitar 30% kawasan yang tercakup oleh sarana angkutan umum.Kawasan Industri yang akan
direncanakan di Kecamatan Wongsorejo seluas 600 Ha ini juga menjadi prioritas
pengembangan jalur angkutan umum terutama untuk mengangkut tenaga kerja yang berada di
luar kawasan industri. Baik dari Kabupaten Situbondo maupun dari pusat Kota Banyuwangi.
1. Proyek pembangunan waduk Bajulmati seluas 115 ha diharapkan mampu menampung air
10 juta m3. Waduk direncanakan akan mengairi sawah seluas 1.800 ha. Selain untuk
keperluan irigasi, waduk Bajulmati juga menjadi sumber air baku untuk air minum dan
industri dengan kapasitas 180 liter/detik. Pada tanggal 01 Desember 2015 lalu telah
dilaksanakan pengisian awal waduk, yang diperkirakan akan siap dimanfaatkan sekitar 4-
5 bulan kedepan apabila cuaca normal.
2. Terdapat beberapa sungai yang membentang dari puncak gunung dan perbukitan yang
ada hingga ke laut yang memungkinkan untuk direkayasa dan dikendalikan serta
dikembangkan sebagai embung atau waduk.
3. Memiliki potensi aquifer yang cukup baik. Sehingga potensi untuk memanfaatkan irigasi
air tanah sangat dimungkinkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan air untuk petani dan
dalam pencetakan lahan pertanian/sawah baru.
Sebagai upaya mengatasi permasalahan kekurangan pasokan air untuk irigasi, maka
direncanakan di WP Banyuwangi Utara untuk membangun 3 buah penampungan air dan 1
buah peningkatan di Kecamatan Kalipuro, yaitu rehabilitasi embung Sumber Trowongan,
Pembangunan Embung Kalipuro I, Pembangunan Embung Kalipuro II, Pembangunan
Sumber Mengarang. Penampungan air tersebut adalah Embung Lider, Waduk Bajulmati,
Embung Kedawang, dan Waduk Singolatri. Dengan adanya keempat penampung air ini
diharapkan pasokan air untuk kepentingan irigasi pada musim kemarau di Kab. Banyuwangi
dapat terpenuhi.
1. Peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah
pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik.
2. Penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang
masyarakatnya belum terlayani.
3. Untuk meningkat dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan
pelayanan diseluruh wilayah, maka dapat diasumsikan bahwa setiap kepala keluarga
(KK) akan memperoleh layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang
belum terlayani.
4. Mendorong pembangunan pembangkit listrik mikro hidro seperti yang telah dilakukan di
perkebunan yang dikelola oleh PTPN XII dan Waduk Bajul Mati.
Dalam peningkatan pelayanan jaringan listrik perlu diperhatikan adanya ketentuan
pembangunan jaringan listrik, dimana dalam pengembangan jaringan listrik. khususnya untuk
pengembangan jaringan SUTT dan SUTET diperlukan areal konservasi pada sekitar jaringan
yaitu sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan bagi masyarakat.Untuk jaringan SUTUT (Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi)
arahan pengembangannya mengikuti jaringan jalan Arteri Primer Jawa-Bali yang melewati
Wongsorejo dan melintasi selat Bali melalui Ketapang. Selain menyesuaikan dengan kondisi
yang sudah ada, faktor akan dikembangkannya Kecamatan Wongsorejo sebagai wilayah
industri juga menjadi pertimbangan adanya arahan pengembangan SUTUT.
1. Perlu adanya koordinasi dengan wilayah sekitar kawasan rencana untuk pembuatan sistem
drainase yang terpadu untuk menghindari timbulnya genangan air atau banjir di daerah hilir.
2. Menetapkan garis sempadan yang jelas untuk setiap sungai dan waduk/dam:
Sungai besar sekitar 50 100 meter di kiri dan kanan berupa jalur hijau.
Sungai kecil sekitar 5 15 meter di kiri dan kanan berupa jalur hijau.
Sungai yang terdapat di kawasan sendiri dengan sempadan 5 10 meter berupa jalur hijau
atau jalan inspeksi.
3. Pembuatan jaringan drainase baru di setiap jaringan jalan, di samping tetap
mempertahankan sungai-sungai yang ada sebagai saluran primer dan sekunder.
4. Penigkatan dan penambahan fasilitas Sistem drainase yang ada terdiri dari :
Luasan TPS bervariasi tergantung lokasi setempat, rata-rata luasan antara (1x2)m2, (2x2)m2,
(3x3)m2, (3x4)m2. TPS biasanya berada pada lokasi-lokasi dekat perumahan danpasar,
mengingat penghasil sampah terbesar berasal dari rumah tangga dan kawasan perdagangan
seperti di pasar. Sedangkan untuk depo di Kab. Banyuwangi, total terdapat 11 depo yang
tersebar di beberapa kecamatan. Rata-rata depo memiliki luas (10x10)m2.
Keberadaa depo sampah dimungkinkan untuk ditambah jika terjadi perkembangan volume
sampah sebagai akibat penambahan aktifitas pembangunan di Kab. Banyuwangi, agar tidak
terjadi penumpukkan sampah yang dapat mengganggu kualitas lingkungan. Bak amrol
merupakan kendaraan untuk mengangkut sampai yang berbentuk kontainer. Hingga tahun
2013.
3.6 Rencana Pola Ruang
3.6.1 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
Penetapan kawasan lindung di Kab. Banyuwangi pada dasarnya merupakan penetapan fungsi
kawasan agar wilayah yang seharusnya dilindungi dan memiliki fungsi perlindungan dapat
dipertahankan, untuk mempertahankan ekosistem sebagai kawasan perlindungan sekitarnya.
Pada WP Banyuwangi Utara, rencana perlindungan kawasan lindung ini banyak
diprioritaskan di Kecamatan Wongsorejo berdasarkan RTRW Kab. Banyuwangi adalah :
1. Kawasan suaka alam laut sekitar pantai Pulau Tabuan Di Desa Bangsring Kecamatan
Wongsorejo.
2. Rencana pengembangan kawasan hutan bakau.
3. Kawasan hutan lindung.
4. Kawasan sempadan pantai, sungai, mata air dan sekitar waduk.
5. Kawasan rawan bencana letusan gunung api di Desa Singowangi dan Desa Wongsorejo.
6. Kawasan rawan bencana banjir rob di Desa Alasrejo, Bajulmati, Bimorejo, Sidodadi,
Sidowangi, Sumberanyar, Sumberkencono
7. Kawasan rawan bencana kekeringan di Desa Wongsorejo, Watukebo, Sumberkencono,
Sidodadi, Bimorejo, Bajulmati, Alasrejo, Alasbuluh
Kawasan hutan produksi tetap yang direncanakan di Kab. Banyuwangi seluas 70740,4 ha,
dan terletak di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Licin, Glagah, Songgon, Sempu,
Glenmore, Kalibaru, Tegaldlimo, Purwoharjo, Siliragung, Pesanggaran dan Bangorejo.
Terjadi penambahan luasan kawasan hutan produksi tetap berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan RI No. SK.826/Menhut-II/2013 yang menjelaskan perubahan fungsi pokok hutan
lindung yang berada di Kecamatan Pesanggaran menjadi kawasan hutan produksi tetap.
Selain itu, dengan masih bisa dikembangkannya potensi air bawah tanah untuk kegiatan
irigasi, pencetakan sawah baru di Kab. Banyuwangi, masih dapat dilakukan. Apabila hal ini
dapat terwujud maka di Kab. Banyuwangi diperkirakan tidak akan ada tegalan lagi tetapi
berubah total menjadi sawah. Berdasarkan kondisi tersebut, maka luas lahan pertanian lahan
basah yang direncanakan di Kab. Banyuwangi seluas 84.757,39 ha.
2. Sentra industri kecil dikembangkan di setiap kecamatan disesuaikan dengan potensi yang
dimiliki. Pola pengembangannya mengikuti kecenderungan yang ada yakni menyatu dengan
permukiman tenaga kerja dari penduduk lokal dan dikerjakan di tiap rumah. Sentra industri
kecil diarahkan pengembangannya dengan pengendalian terhadap pengembangan
pemanfaatan lahannya serta dikelola limbahnya pada tempat yang sudah berkembang.
- Kecamatan Kalipuro terdapat industri kecil batu bata, kerajinan bambu, kerajinan olahan
kelapa, makanan ringan dan kerajinan kayu.
- Kecamatan Glagah terdapat industri kecil batu bata, kerajinan tempurung kelapa,
keranjinan kayu dan Monte
b. Kawasan permukiman yang timbul karena pertumbuhan dan perkembangan kota, seperti
Kecamatan Kota Banyuwangi, Kalipuro, Genteng, Kabat, Rogojampi.
c. Kawasan permukiman yang timbul karena pengembangan Jalan Toll yang melintasi
Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Banyuwangi.
d. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan kawasan industri di Bangsring
Wongsorejo.
e. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan bandar udara Blimbingsari dan
Fishery Park Bomo di Kecamatan Rogojampi.
f. Kawasan permukiman yang timbul karena pembangunan jalur lintas selatan yang
melewati Kecamatan Rogojampi, Srono, Muncar, Tegaldlimo, Purwoharjo, Bangorejo,
Siliragung, Pesanggaran, Glenmore dan Kalibaru.
g. Kawasan permukiman yang timbul karena pengembangan lahan peruntukan industri di
Kecamatan Muncar.
Gambar 3.2 Lokasi Pemukiman kota dan Pemukiman Desa WP Banyuwangi Utara
Dapat dilihat dari peta pemukiman diatas bahwa pada Wilayah Pengembangan Banyuwangi
Utara lokasi pemukiman kota (area warna coklat) sebagian besar terdapat di Kecamatan
Kalipuro dan Kecamatan Banyuwangi sebagai pusat pengembangan kota. Sedangkan
Kecamatan Glagah dan Kecamatan Giri memiliki pemukiman kota sebagai dampak akan
pertumbuhan pada Kecamatan Banyuwangi sedangkan Kecamatan Wongsorejo dan
Kecamatan Licin serta Glagah hanya memiliki area pemukiman kota yang sangat kecil
wilayahnya . Sisanya adalah pemukiman desa (area warna kuning) yang paling banyak
terdapat di Kecamatan Wongsorejo dan Licin
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang kondisi di
Wilayah Pengembangan Banyuwangi Utara yaitu :
4.2 SARAN
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi diharapkan segera merampungkan pembangunan
kawasan industri terpadu di Kecamatan Wongsorejo dan disebagian Kecamatan Kalipuro.
Agar disparitas wilayah pengembangan Banyuwangi Selatan dan Utara tidak begitu jauh
dikarenakan lahan dibagian selatan sangat subur dan sangat mudah dikembangkan sektor
pertanian. Sedangkan sebaliknya sektor pertanian berjalan sangat lamban di Wilayah
Pengembangan Banyuwangi Utara karena sangat tandus. Harapan jangka panjangnya adalah
dengan adanya kawasan industri ini dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebar untuk
meningkatkan kesejahteraan dimana angka kemiskinan tertinggi di Kabupaten Banyuwangi
adalah di Wilayah Banyuwangi Utara pada Kecamatan Kalipuro dan Kecamatan Wongsorejo.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda, Rencana Detail Tata Ruang Kota Wongsorejo, 2014, Kabupaten Banyuwangi
Bappeda, Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menegah Bidang Infrastruktur (RPIJM), 2013,
Banyuwangi