Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama yaitu
berupa peningkatan kadar kolesterol total, LDL (low density lipoprotein) dan
trigliserida, serta penurunan kadar HDL (high density lipoprotein). Kondisi
dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan suatu penebalan dan pengerasan
dinding pembuluh darah arteri sebagai akibat dari timbunan lemak (plak) pada
lapisan dalam pembuluh darah yang dapat membatasi atau menghambat aliran
darah. Data di Indonesia berdasarkan Laporan Riskesdas Bidang Biomedis tahun
2007 menunjukkan bahwa prevalensi dislipidemia atas dasar konsentrasi kolesterol
total >200 mg/dL yaitu 39,8%. Beberapa propinsi di Indonesia seperti Nangroe
Aceh, Sumatra Barat, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau mempunyai prevalensi
dislipidemia 50% (1).

Terapi farmakologis untuk dislipidemia yaitu dengan menggunakan obat


antidislipidemia yang bertujuan untuk menurunkan jumlah kolesterol dan LDL (low
density lipoprotein) dalam darah dan meningkatkan HDL (high density lipoprotein).
Beberapa golongan obat yang termasuk di dalamnya antara lain golongan statin,
golongan fibrat, resin penukar anion, asam nikotinat dan inhibitor absorpsi
kolesterol usus. Statin adalah obat penurun lipid paling efektif untuk menurunkan
kolesterol LDL dan terbukti aman tanpa efek samping yang berarti (1). Obat
golongan statin bekerja dengan cara menghambat secara kompetitif koenzim 3-
hidroksi-3-metilglutaril (HMG CoA) reduktase, yakni enzim yang berperan pada

1
2

sintesis kolesterol di hati (2). Salah satu obat golongan statin yang sering digunakan
adalah Lovastatin
Sifat fisiko kimia lovastatin yaitu berupa serbuk kristal putih, nonhigroskopik,
bersifat sukar larut dan memiliki rasa agak pahit (3). Lovastatin termasuk ke dalam
kelompok Biopharmaceutics Classification System (BCS) Class II yaitu obat yang
memiliki daya serap (permeabilitas) yang tinggi tetapi laju disolusi rendah sehingga
perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kelarutan obat tersebut (4). Pada
formulasi ini lovastatin akan dibuat dalam bentuk sediaan kapsul dengan
menggunakan metode granulasi basah. Sediaan kapsul dipilih karena memiliki
beberapa keuntungan diantaranya bersifat praktis, dapat menutupi rasa lovastatin
yang pahit dan juga memungkinkan peningkatan kecepatan penetrasi air ke dalam
isi kapsul dengan penggunaan hidrofilik diluent dan wetting agent sehingga proses
disintegrasi menjadi lebih cepat (6) Metode granulasi basah dipilih karena dosis
lovastatin yang digunakan cukup kecil yaitu 20 mg, diharapkan dengan metode
granulasi basah diperoleh distribusi zat aktif yang baik sehingga dapat
meningkatkan homogenitas zat aktif pada sediaan. Selain itu keuntungan metode
granulasi basah juga dapat meningkatkan sifat alir serbuk sehingga akan didapatkan
bobot kapsul yang lebih seragam.
Untuk meningkatkan kelarutan zat aktif pada formulasi kapsul digunakan
bahan tambahan yaitu superdisintegran dan bahan pembasah/ wetting agent.
Crosspovidone dipilih sebagai super disintegran karena penggunaannya dalam
konsentrasi kecil cukup efektif dan tidak mengalami inkompatibilitas dengan bahan
tambahan lain selain itu crosspovidone diketahui memiliki kemampuan swelling
yang baik (6). Sodium lauryl sulfat digunakan sebagai wetting agent atau zat
pembasah yang dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu
mempercepat penetrasi cairan ke dalam granul (7). Pengikat yang digunakan dalam
formulasi ini yaitu PVP (polivinil pirolidon) karena PVP memiliki sifat yang inert,
larut air dan larut alkohol. Magnesium stearat digunakan sebagai lubrikan
sedangkan talkum digunakan sebagai glidan untuk memperbaiki sifat alir dan
3

mengurangi gesekan antarpartikulat. Pengisi yang digunakan pada kapsul dipilih


yang bersifat hidrofil dan non higroskopis yaitu laktosa monohidrat monohidrat
selain itu laktosa monohidrat monohidrat merupakan eksipien yang baik untuk
digunakan dalam formulasi yang mengandung zat aktif kecil karena mudah
melakukan pencampuran yang homogeny (8).
Salah satu syarat menyelesaikan studi Program Profesi Apoteker adalah dengan
memenuhi Tugas Terpadu, dengan harapan mahasiswa dapat meningkatkan
kemampuan dalam mengembangkan seluruh ilmu yang didapat untuk merancang
suatu formulasi sehingga dapat diimplementasikan dalam dunia kerja khususnya di
bidang industri farmasi. Di dalam mengerjakan tugas terpadu, ilmu-ilmu yang
didapatkan selama perkuliahan dipadukan dengan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) untuk merancang sediaan farmasi dengan menggunakan teknologi dan seni.
Berdasarkan latar belakang diatas, akan diuraikan mengenai pembuatan kapsul
Lovastatin dimulai dari rancangan formulasi, metode formulasi hingga pembuatan
kemasan.

B. Tujuan
1. Umum
Calon Apoteker dapat memahami dan mengaplikasikan aspek-aspek Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam industri farmasi yang didapatkan
saat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dengan melakukan perencanaan,
pembuatan, dan pengolahan dokumentasi suatu sediaan farmasi dengan studi
literatur.

2. Khusus
a. Calon Apoteker dapat membuat formulasi kapsul lovastatin dengan
tepat berdasarkan studi literatur sifat fisika kimia, farmakologi,
farmakodinamik, serta farmakokinetik dari Lovastatin.
b. Calon Apoteker mengetahui fasilitas, mesin dan peralatan yang
diperlukan dalam proses pengolahan, in process control, dan pengemasan
sediaan kapsul lovastatin.
4

c. Calon Apoteker memahami proses Quality Control (QC) untuk sediaan


kapsul lovastatin, meliputi pengujian bahan awal, bahan antara, produk
ruahan, dan produk jadi.
d. Calon Apoteker mengetahui dan memahami pentingnya tahap
dokumentasi dalam prosedur registrasi Badan POM (Badan Pengawas Obat
dan Makanan) maupun prosedur lainnya.

C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan tentang informasi teknologi
farmasi, farmakologi, kimia farmasi dan ilmu-ilmu yang terkait untuk
merancang sediaan kapsul Lovastatin.
2. Melatih mahasiswa untuk bekerja sama dalam suatu tim, berkomunikasi,
berinisiatif, percaya diri, berkreasi dalam berdiskusi dan mengemukakan
pendapat serta terampil dalam melakukan presentasi.

Anda mungkin juga menyukai