Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Petani
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Anamnesis
dirasakan bersifat hilang timbul, disertai mual (+) dan muntah (+) lebih dari 5x. Pasien juga
mengeluh merasa sesak sejak 3 hari yang lalu. Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami
hal seperti ini. Pasien tidak bisa kentut dan BAB sejak 3 hari yang lalu. Riwayat BAK
normal.
Riwayat penyakit dahulu :
Satu tahun yang lalu, pasien pernah dirawat dan dioperasi pengangkatan usus buntu.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
1
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : T: 120/70
N: 100x/menit
R: 24x/menit
S: 36 C
2. Status generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung -/-,
Jantung :
Perkusi : Pekak
Paru-paru :
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat, massa (-)
2
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (+), striae (-), massa tumor (-), skar (+), darm
contour (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
02 Maret 2017
Ht 38 % 35 55%
3
Natrium 139,57 135 145 mmol/L
Terapi:
Tirah baring
NPO
Pasang NGT
Pasang Kateter
IVFD RL 20 tpm
4
Ondansetron inj amp IV/ 8 jam
Prognosa
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
RESUME
Anamnesis :
Telah diperiksa laki laki 54 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri seluruh
kuadran abdomen sejak 5 hari sebelum masuk RS. Mual (+), Muntah (+), tidak bisa flatus
dan defekasi sejak 3 hari yang lalu. Riwayat appendektomi 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisis :
KU/Kesadaran : Lemah/Compos Mentis
TD: 120/70mmHg RR: 24 x/menit
N: 100 x/menit S: 36oC
Abdomen: Distensi (+), skar (+), darm contour (-), BU (+) meningkat, metallic sound (-),
nyeri tekan seluruh kuadran abdomen (+), defans muscular (-), hipertimpani (+)
Pemeriksaan penunjang :
Lab : Leukosit meningkat (14,7 x 103 /l), Kalium menurun (3,25 mmol/L)
Rontgen : Ileus Obstruktif Parsial
DISKUSI
5
Pada anamnesis, didapatkan pasien laki laki berusia 54 tahun mengalami nyeri pada
seuluruh kuadran perut, sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan hilang
timbul disertai dengan keluhan mual, muntah, tidak bisa flatus dan defekasi sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Riwayat appendektomi 1 tahun yang lalu.
Berdasarkan referensi, salah satu penyebab terbanyak terjadinya obstruksi adalah
adhesi post operasi, diikuti keganasan, Crohns disease, dan hernia. Terdapat 4 tanda kardinal
gejala ileus obstruktif : 1.Nyeri abdomen, 2. Muntah, 3. Distensi, 4. Kegagalan BAB atau gas
(konstipasi). Pada kasus ini, pasien pernah menjalani operasi appendektomi 1 tahun yang
lalu, dan mengalami 4 tanda kardinal ileus obstruktif.
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan tanda vital dalam batas normal, pada abdomen
terdapat distensi, skar post operasi 1 tahun yang lalu, darm contour (-), BU meningkat,
metallic sound (-), nyeri tekan seluruh kuadran abdomen, defans muscular (-), hipertimpani
(+). Berdasarkan referensi, distensi abdomen, darm contour dan hipertimpani menandakan
adanya obstruksi. Pada kasus ini, ditemukan adanya distensi dan hipertimpani.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukosit sedikit meningkat (14,7 x
103 /l ), dan hasil Kalium sedikit menurun (3,25 mmol/L). Pemeriksaan foto polos abdomen
3 posisi menunjukkan adanya ileus obstruksi parsial.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, dan radiologi maka dapat
disimpulkan diagnosis pada pasien ini adalah ileus obstruktif.
Untuk penanganan maka pasien diberikan cairan isotonis ringer laktat 20 tetes/menit
yang bertujuan sebagai rumatan kebutuhan cairan. Pasien juga dipasang NGT (Nasogastric
Tube) yang bertujuan untuk dekompresi dan mengurangi distensi pada abdomen. Pasien
dipasang kateter dengan tujuan untuk memantau output. Pasien diberikan Cefuroxime 1
gram/12 jam dengan tujuan mengobati infeksi (leukositosis), dan sebagai profilaksis pre-
operatif bila perlu. Ketorolac 30 mg/8 jam diberikan sebagai analgesik, ondansetron 4 mg/8
jam untuk anti emesis, dan Ranitidine (H2 reseptor antagonis) 50 mg/12 jam diberikan
sebagai terapi untuk meredakan gejala nyeri ulu hati dengan menekan produksi asam
lambung.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding
usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus
yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut.1
Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus
gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat
kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi
mekanik.1
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk
pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan
usus halus.2
7
B. Epidemiologi
Obstruksi usus halus bisa disebabkan oleh proses patologis yang beragam.
Penyebab obstruksi usus halus di Negara berkembang disebabkan oleh hernia (30
40%), adhesi (30%), tuberculosis (10%), dan beberapa penyebab lainnya seperti
keganasan, crohns disease, volvulus dan infeksi parasite. Tren umum di Negara
berkembang saat ini adalah meningkatnya insiden obstruksi usus halus yang disebabkan
oleh adhesi karena insiden laparotomy yang meningkat. Operasi yang berkaitan dengan
obstruksi usus halus adalah appendektomi, pembedahan kolorektal, ginekologik, dll.3
C. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan
pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati
lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari
lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen
(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen
atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu
pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.2
8
Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal2
Benda Asing
- Iatrogenik - Atresia, stenosis,
- Tertelan Hernia dan webs
- Batu Empedu - Divertikulum
- Eksternal
- Cacing Meckel
- Internal
Intususepsi Massa Inflamasi
Pengaruh Cairan
- Anomali organ atau - Divertikulitis
- Intramural
Hematom
D. Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, gas dan cairan lambat laun akan terakumulasi di proksimal
lokasi obstruksi. Aktivitas usus halus akan meningkat sebagai kompensasi terjadinya
obstruksi sehingga menimbulkan kolik abdomen dan diare pada beberapa kasus. Gas
yang terakumulasi biasanya didapatkan dari udara yang tertelan, walaupun sebagian
juga berasal dari gas yang diproduksi oleh usus. Cairan yang terakumulasi didapatkan
dari konsumsi harian dan sekresi gastrointestinal (obstruksi menstimulasi sekresi air
dari epitel usus). Dengan terakumulasinya cairan dan gas, usus akan mengalami
distensi dan meningkatkan tekanan intramural dan intra luminal. Kemudian motilitas
9
dan kontraksi usus perlahan akan menurun. Pada obstruksi, flora normal pada usus
akan berubah dan berproliferasi. Koloni bakteri ini kemudian akan mengalami
translokasi ke kelenjar limfe regional, walaupun signifikasi proses ini belum
sepenuhnya dipahami. Jika tekanan intramural semakin tinggi, maka perfusi
mikrovaskular usus akan menurun sehingga bisa terjadi iskemi dan menyebabkan
nekrosis. Hal ini terjadi pada ileus obstruktif strangulata.4
Pada ileus obstruktif parsial, hanya sebagian lumen usus yang mengalami
oklusi, sehingga sebagian cairan dan gas masih bisa melewati lumen usus. Progresi
ileus tipe ini lebih lambat daripada ileus obstruksi total dan jarang terjadi strangulasi.
Tipe obstruksi usus yang lebih berbahaya adalah obstruksi closed-loop, yaitu obstruksi
terjadi pada segmen proksimal dan distal (contoh : volvulus). Pada kasus ini, gas dan
cairan yang terakumulasi pada segmen yang mengalami obstruksi terjebak, tidak bisa
keluar sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal yang sangat cepat,
dan akan mengalami strangulasi dalam waktu singkat.4
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok:5
a) Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b) Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c) Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua
(Ullah et al., 2009):
a. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
10
b. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
F. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :7
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi)
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi. Adanya
flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi parsial.
Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan
hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang
terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik
menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita
harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.4
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan sangat
terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi bila
obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.2
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat
telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat
obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi
letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat
malodorus.2
11
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada obstruksi
letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang terus menerus
dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.2
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun distensi
akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang muncul ialah
penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis banding dengan
keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien
menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda
awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa
obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu,
dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat
paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah
atau massa di rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia, dan
nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis
strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat
takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase,
lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat
bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan
strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversibel.4
G. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan
atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda
mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di
12
sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik.6
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi
pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour
(gambaran kontur usus) maupun darm steifung (gambaran gerakan usus),
biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik dan juga
pada ileus obstruksi yang berat.6
Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance muscular
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal. 6
Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang.
Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah
berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada
atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruktif strangulata. 6
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup
namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat
obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan
massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai
ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter
lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah
rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat
13
ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab
ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus. 6
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan
banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.
Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia,
hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.3
4. Pemeriksaan Radiologi3
Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk
mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran,
antara lain:8
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a. Distensi usus
b. step-ladder sign
c. String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
d. Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang
oedem.
e. Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.
14
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.
15
Gambar 2.2 Multipel air fluid level dan string of pearls sign3
16
Gambar 2.4 Step ledder sign3
Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium
merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman
untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun
perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya
peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. 3
17
Gambar 2.5 Intususepsi (coiled-spring appearance) 3
CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan
penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik
dari neoplasma dan Chron disease karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi
bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.3
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran.
Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis
(udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras
intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan
18
untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui
etiologi dari obstruksi. 3
Gambar 2.7 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon9
19
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT
biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi
obstruksi (100% vs 94%).3
MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. 3
USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik
radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat
membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan
USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan
spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%.3
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu: 3
a. Ileus paralitik
b. Appendisitis akut
c. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
20
d. Konstipasi
e. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
f. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
g. Pancreatitis akut
I. Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya
hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik
spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
bakteri pada ostruksi intestinal.10
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi
parsial.10
Terapi Operatif
21
J. Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan
elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan
peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
K. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat3
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton A.C., Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta :
EGC.
2. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H.
Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p.
1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
22
3. Ramnarine, M. (2017, 28 April). Obstruction, Small Bowel. from emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
4. Tavakkoli A., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2010. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (10 ed., p. 1146-53). McGraw-Hill Companies.
5. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L,
Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed.
New York: Churchill Livingstone. p.306-9
6. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
7. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation,
etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007
21;13(3):432-437.
8. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
9. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved
June 6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
10. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed.,
pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
23