Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Epidemiologi Vasospasme
Vasospasme angiografi terjadi pada 50 90% pasien dengan ruptur aneurisma. 2/3 pasien
ruptur aneurisma akan mengalami vasospasme sedang pada sedikitnya satu arteri cerebral,
dimana setengahnya akan menjadi simptomatik oleh karena iskemik, dan infark cerebi akan
terjadi pada dari pasien tersebut. Infark cerebri secara signifikan berhubungan dengan
peningkatan umur pasien, status neurologis yang jelek saat masuk, riwayat hipertensi dan
diabetes melitus, aneurisma yang berukuran besar, demam, dan adanya diagnosis vasospasme
simtomatik. Dengan managemen rutin SAB secara moderen, resiko kematian dan kecacatan
oleh karena vasospasme menurun hingga kurang dari 10%, namun hal ini masih tetap
merupakan penyebab utama jeleknya outcome ruptur aneurisma yang masih dapat dicegah.
Prediktor Vasospasme
Volume darah SAB yang persisten merupakan faktor resiko vasospasme yang utama setelah
SAB. Skala grading oleh Fisher tentang volume dan distribusi bekuan darah pada CT scan
saat masuk sebagai faktor resiko terjadinya vasospasme telah dimodifikasi, dan ditemukan
memiliki nilai prediksi yang lebih besar untuk terjadinya iskemik lanjut dan prognosis.
Modifikasi Skala Fisher :
0 : Tidak terdapat SAB atau perdarahan intraventrikular (IVH) ( resiko sangat rendah)
1 : Terdapat lapisan tipis SAB lokal maupun difus, tidak ada IVH ( resiko rendah)
2 : Terdapat lapisan tipis SAB lokal maupun difus, ada IVH ( resiko sedang)
3 : Terdapat lapisan tebal SAB lokal maupun difus, tidak ada IVH ( resiko tinggi)
4 : Terdapat lapisan tebal SAB lokal maupun difus, ada IVH ( resiko sangat tinggi)
Selain hal diatas, clearance clot yang lambat juga merupakan prediktor yang independen
untuk terjadinya vasospasme. Namun hal ini sulit untuk diukur dalam prakteknya.
1
Faktor resiko lainnya adalah : status neurologis yang jelek /penurunan kesadaran saat masuk,
perokok, riwayat hipertensi, dan penggunaan cocain.
Patogenesis
Gambaran Klinis
Kita perlu waspada terhadap komplikasi iskemik paling sedikit 2 minggu setelah SAB.
Pemeriksaan yang teratur dan teliti merupakan cara paling sederhana dan efektif dalam
mendeteksi iskemia dini pada pasien yang sadar dan dapat diperiksa. Pemeriksa harus
berkonsentrasi pada temuan minimal seperti hilangnya attensi, perubahan verbal, atau
gerakan pronator extremitas atas, walaupun hanya sedikit. Vasospasme simptomatik biasanya
memiliki onset bertahap, kadang ditandai dengan peningkatan nyeri kepala, agitasi, atau
penurunan kesadaran. Sebagian kecil pasien mengalami penurunan yang tiba tiba. Tanda
vasospasme simtomatik sesuai dengan area yang mengalami iskemik.
Perburukan neurologis lambat pada SAB oleh karena aneurisma dapat disebabkan oleh
beberapa sebab : bertambahnya edem sekitar hematoma, kontusi, atau infark; perdarahan
ulang; hidrosefalus; sepsis; hiponatremia; hipoksia; dan hipertensi.
Diagnosis
2
vasospasme dapat diyakini tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kegagalan respon, seperti pada
pasien koma, membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
Berbagai pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis vasospasme :
- Kecepatan aliran darah pembuluh darah besar : transcranial doppler
- Cerebral Blood Flow dan perfusi : perfusion CT Scanning, SPECT, xenon enhanced
CT, thermal diffusion flowmetry
- Deteksi iskemia cerebri : DWI, microdialysis, Jugular venous oxygen saturation
- Imaging vascular : Catether based angiography, CT angiography
Pencegahan Vasospasme
A. Management cairan dan terapi medical
Pasien cenderung mengalami konstriksi cairan pada fase akut SAB, dan hipovolemia harus
dihindari dengan hati hati. Tidak diketahui dengan pasti apakah pemberian cairan hingga
hipervolemia dapat memberi manfaat pencegahan vasospasme atau iskemik. Pasien harus
mendapat intake cairan minimal 3 liter/ hari, dengan cairan isotonik. Beberapa penelitian
mengatakan tambahan infus koloid dapat memberi manfaat. Beberapa pasien mengalami
natriuresis berlebihan hingga dapat terjadi hiponatremia, gangguan elektrolit ini
meningkatkan resiko vasospasme. Telah dilaporkan bahwa fludrocortisone 0,3mg/day dapat
mencegah komplikasi ini.
Anemia merupakan salah satu marker morbiditas pada pasien SAB. Nilai hemoglobin dan
hematokrit yang optimal untuk pasien SAB tidak diketahui dengan pasti, namun secara
umum yang diterima adalah > 9 gr/dl. Tekanan darah sistemik harus dipertahankan dalam
nilai normal hingga sedikit hipertensi, dengan syarat aneurisma telah direpair. CPP
merupakan parameter yang lebih penting, dimana nilai ini harus dipertahankan 70 mmHg
atau lebih pada pasien dengan grade yang lebih jelek.
Nimodipine diberikan secara oral, 60 mg tiap 4 jam, selama 3 minggu, merupakan terapi
standar untuk pasien dengan SAB aneurisma oleh karena terapi ini secara signifikan
memberikan manfaat yang baik untuk outcome. Nimodipine dapat mencegah peningkatan
calcium intraselular dengan memblok channel calcium, namun mekanisme kerjanya pada
pasien SAB tidak diketahui. Obat ini dapat menyebabkan depresi tekanan darah, dimana
dosis dapat diturunkan, dan jika memungkinkan, diberikan lebih sering (ex. 30 mg tiap 2
jam).
Peningkatan cerebral blood flow (CBF) melalui colateral disekeliling arteri yang mengalami
vasospasme dengan meningkatkan volume dan tekanan darah sistemik. Dilatasi arteri secara
farmakologis ataupun dilatasi dengan ballon, dapat menghilangkan vasospasme.
3
sehingga meningkatkan oksigen yang sampai ke jaringan, namun hematokrit harus di atas 30
dan konsentrasi Hb harus dipertahankan di atas 9 gr/dl. Pemberian cairan intravaskular lebih
lanjut menjadi tidak berguna bila CVP telah mencapai 8 10 mmhg atau tekanan kapiler
pulmonal antara 14 16 mmhg.
Terapi hipertensi lebih efektif dalam meningkatkan oksigenasi cerebral dibandingkan terapi
hipervolemia yang agresif pada pasien dengan SAB, selain itu juga dengan komplikasi yang
lebih sedikit. Dengan syarat aneurisma telah direpair, vasospasme simtomatik dapat diterapi
dengan memberikan dobutamin atau dopamin, yang dalam dosis rendah moderate memiliki
efek utama -agonist, efek inotropik. Bila tidak terjadi respon peningkatan tekanan darah
segera ( hingga dopamin 10-15g/kgBB/menit), angonist yang lebih murni seperti
norepinephrine ( titrasi hingga dosis maksimum 20 g/kgBB/menit) dan phenilephrine (
titrasi hingga dosis maksimum 180 g/kgBB/menit) dapat diberikan. Dibeberapa center,
vasopresor diberikan sebelum inotropik. Tekanan darah sistolik 200 mmHg, atau CPP > 80
mmhg kadang diperlukan, namun bila tanda iskemik menetap pada tekanan sistolik > 220
mmhg atau CPP > 120 mmhg, dapat dikatakan terapi hipertensi telah gagal.
Perlu diketahui bahwa terapi hipertensi dan hipervolemia tidak meningkatkan resiko
hemorrhage pada aneurisma yang belum ruptur dalam masa akut.
Resiko yang signifikan adalah gagal jantung dan infark jantung, edem pulmonal, komplikasi
yang berhubungan dengan pemasangan kateter CVP dan PAC, dan kemungkinan edema
cerebri dan peningkatan tekanan intrakranial. Resiko menjadi lebih besar pada pasien
pasien tua dan dengan penyakit cardiopulmonal yang telah ada sebelumnya.
Gambar 1. Angiografi cerebral, injeksi arteri karostis interna kiri ( Kiri ) pre
op; ( Kanan ) 7 hari setelah post op. Terlihat penyempitan bagian puncak
arteri carotis, cerebri media, dan cerebri anterior. ICA = internal carotid
artery, MCA = middle cerebral artery, ACA = anterior cerebral artery.
4
Daftar Pustaka
1. Klimo P., Schmidt RH. Computed tomography grading schemes used to predict cerebral
vasospasm after aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a historical review. Neurosurg Focus
21 (3):E5, 2006
2. Findlay JM. Cerebral Vasospasm. In : Youmans Neurological Surgery. Sixth edition. Editor:
Winn HR.. Saunders, Philadelphia, 2011. p.3791 - 99.
3. Dorsch N. A clinical Review of Cerebral Vasospasm and Delayed Ischemia Following
Aneurysm Rupture. In Early Brain Injury or Cerebal Vasospasm. Volume 1. Editor : Feng H,
Mao Y, Zhang JH. Springer-verlag, New York, 2011. p.5-6.