Anemia Dalam Kehamilan
Anemia Dalam Kehamilan
Oleh :
MEYLISA
C111 12 156
Pembimbing:
dr. Ratna Nancy
Supervisor:
Dr. dr. Fatmawaty Madya, Sp.OG
Nama : Meylisa
NIM : C 111 12 156
Judul Referat : Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Supervisor Pembimbing
Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
2
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT
Nama : Meylisa
Hari / tanggal :
Tempat :
Konsulen / Pembimbing :
dr Ratna Nancy
Nilai :
Supervisor Pembimbing
Mengetahui,
Koordinator Pendidikan Mahasiswa
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
3
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT
Nama : Meylisa
Hari/Tanggal :
Tempat :
Supervisor Pembimbing
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
4
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT iv
DAFTAR ISI v
PENDAHULUAN 1
DEFINISI 2
EPIDEMIOLOGI 2
ETIOLOGI 3
GEJALA KLINIS 9
KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN
5
ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM KEHAMILAN
I. Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian
ibu langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan
penyebab tidak langsung adalah anemia 51%.Anemia merupakan defisiensi nutrisi
yang paling banyak di dunia. Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan
yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan,
kebutuhan akan zat-zat gizi semakin meningkat dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah dan sumsum tulang. (1,2)
WHO memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di negara
maju sebesar 18% dan di negara berkembang sebesar 35 - 75%. Sekitar 75%
anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensi
tersebut bersifat multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk atau
kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi
kebutuhan yang meningkat, asupan nutrisi yang tidak cukup, absorbsi yang tidak
adekuat dan bertambahnya zat gizi yang hilang. Faktor nutrisi utama yang
mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12.(,4,5,6)
Anemia secara praktis didefinisikan yaitu sebagai keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Ht) atau hitung eritrosit darah kurang dari
normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis
kelamin : balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g %, laki-
laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g % dan ibu menyusui 12 g %. Umumnya
konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada perempuan yang tidak hamil
dan kurang dari 10 g/dL selama kehamilan atau masa nifas.The Centers for
Disease Control mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari
11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dL pada
trimester kedua. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat berdampak pada
masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia merupakan
penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu
kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai
akibat komplikasi kehamilan. Selain itu ibu hamil yang menderita anemia juga
berisiko jika perdarahan pada saat melahirkan. Disamping pengaruhnya kepada
1
kematian dan perdarahan, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi
pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian perinatal. (1,3)
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan
untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk
janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Karena itu, cadangan zat besi
yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg. Perubahan diet dengan
konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan suplemen zat besi
dianjurkan pada ibu hamil. Anemia ini mengakibatkan berkurangya produksi
heme. Jadi, pengobatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi
sel darah merah.(7,8,9,10)
II. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin kurang dari
normal, yang berbeda di tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis,
definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10.
(1,9)
III. Epidemiologi
Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
2
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi
zat besi. Angka anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu
63,5%. Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam
timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan
lebih tinggi di negara berkembang, dibandingkan dengan negara maju.(2,5)
95% dari anemia dalam kehamilan merupakan anemia defiesiensi besi.
Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi semakin meningkat.
Ini menunjukkan kebutuhan zat besi maternal yang meningkat pada kehamilan.
Kematian maternal meningkat karena terjadinya pendarahan post partum yang
banyak pada wanita hamil yang sebelumnya sudah menderita anemia.(11,12)
IV. ETIOLOGI
Sistem reproduksi
Menorrhagia
Perdarahan
Oesophagitis
Oesophegeal varices
Hiatus hernia
Ulkus peptikum
Inflammatory bowel disease
Hemoroid
Carcinoma : gaster, colorectal
Angiodisplasia
Hereditary haemorrhagic telangiectasia (jarang)
Aspirin
Antikoagulan
Malabsorpsi
Coeliac disease
Gastritis atrofi
Fisiologis
Kehamilan
Growth spurts( terutama pada bayi prematur)
Diet
Vegetarian
Usia tua
Pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan
3
mendapat eritropoietin.
Penyebab anemia defisiensi besi yang paling sering adalah infeksi cacing tambang
Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata 4 sampai 5 gram, lebih kurang 65
persennya dijumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persennya dalam bentuk
mioglobin, 1 persen dalam bentuk macam-macam senyawa heme yang
meningkatkan oksidasi intraselular, 0,1 persen bergabung dengan protein
transferin dalam plasma darah, dan 15 sampai 30 persen terutama disimpan dalam
sistem retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin.(14)
Besi diabsorpsi dari semua bagian usus halus, sebagian besar melalui
mekanisme berikut. Hati mensekresi apotransferin dalam jumlah sedang ke dalam
empedu yang mengalir melalui duktus empedu ke dalam duodenum. Dalam usus
4
halus, apotransferin berikatan dengan besi bebas dan dengan beberapa senyawa
besi seperti hemoglobin dan mioglobin dari makanan yang merupakan dua sumber
besi paling penting dalam diet. Kombinasi ini disebut transferin. Kombinasi ini
kemudian tertarik dan berikatan dengan reseptor pada membran sel epitel usus.
Kemudian, dengan cara pinositosis, molekul transferin diabsorbsi ke dalam sel
epitel dan kemudian dilepaskan pada sisi darah dari sel ini dalam bentuk
transferin plasma. (14)
Setelah diserap dari usus, besi diangkut melalui mukosa sel ke dalam darah
kemudian akan dibawa oleh protein transferin untuk menyusun sel darah merah di
bone marrow. Ketika besi diabsorpsi dari usus halus, besi segera bergabung dalam
plasma darah dengan beta globulin, yakni apotransferin, untuk membentuk
transferin yang selanjutnya diangkut dalam plasma. Besi ini berkaitan secara
longgar dengan molekul globulin dan akibatnya dapat dilepaskan ke setiap sel
jaringan pada setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah disimpan
dalam seluruh sel tubuh, Tempat utama di hepatosit hati dan sedikit di sel
retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma sel, besi ini terutama
bergabung dengan suatu protein yakni apoferitin untuk membentuk feritin.
Apoferitin mempunyai berat molekul kira-kira 460.000 dan berbagai jumlah besi
dapat bergabung dalam bentuk kelompok radikal besi dengan molekul besar ini
5
oleh karena itu feritin mungkin hanya mengandung sedikit besi atau bahkan
banyak sekali. Besi yang disimpan sebagai feritin ini disebut besi cadangan. (14)
Gambaran unik dari molekul tranferin adalah bahwa molekul ini berikatan
secara kuat dengan reseptor pada membran sel eritroblas dalam sumsum tulang.
Selanjutnya bersama dengan besi yang terikat, transferin masuk ke dalam
eritroblas dengan cara endositosis. Di sini transferin mengirimkan besi secara
langsung ke mitokondria yaitu tempat dimana heme disintesis. Pada orang-orang
yang dalam darahnya tidak terdapat transferin dalam jumlah yang cukup maka
kegagalan pengangkutan besi menuju eritroblas dapat menyebabkan anemia
hipokrom yang berat yakni adanya penurunan jumlah sel darah merah yang
mengandung lebih sedikit hemoglobin dari normal. (14)
Bila sel darah merah telah melampaui masa hidupnya dan hancur maka
hemoglobin yang dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sel-sel dari sistem
makrofag-monosit. Di sini terjadi pelepasan besi bebas, dan kemudian terutama
disimpan di tempat penyimpanan feritin atau digunakan lagi untuk membentuk
hemoglobin baru. (14)
Sekitar 1 mg besi setiap hari dilepaskan dari tubuh melalui urine, faeces,
dan keringat. Menstruasi menambahkan kehilangan besi sebesar 20 mg setiap
bulan dan kehamilan meningkatkan kebutuhan akan besi (500-1000 mg) yang
berkontribusi pada tingginya insidens defisiensi besi pada perempuan usia
reproduksi. (14)
6
Fungsi Kebutuha
n
Meningkatkan jumlah sel darah 450 mg
merah
Fetus dan plasenta 360 mg
Persalinan 190 mg
Laktasi 1 mg/ hari
Prevalensi defisiensi besi, bagaimanapun, secara logis jauh lebih besar dari
anemia, menunjukkan bahwa sebagian besar wanita memasuki kehamilan dengan
asupan zat besi yang tidak memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan zat
besi yang diperlukan untuk ekspansi massa sel darah merah pada ibu serta untuk
perkembangan janin dan plasenta. Sekitar 1000 mg zat besi yang diperlukan
7
selama kehamilan, 500 mg digunakan untuk mendukung perluasan massa
hemoglobin ibu dan 300 mg untuk perkembangan janin dan plasenta. (13)
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan,
ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata, kebutuhan besi harian adalah
antara 6 dan 7 mg dibandingkan dengan 1 mg / hari dalam kondisi fisiologis
normal. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan meningkat
hingga 10 mg / hari. Meskipun penyerapan zat besi yang meningkat secara
substansial selama kehamilan dan cukup pada pemenuhan zat besi wanita yang
sehat, itu gagal untuk memenuhi kebutuhan pemakaian zat besi wanita hamil.
Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi rendah,
suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh
lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal dapat menyebabkan
kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi selama kehamilan.
(2)
8
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding
capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia mikrositik
hipokrom, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). (15)
Selama periode setelah melahirkan 0,5-1 mg besi perhari dibutuhkan untuk
laktasi, dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien
hamil dengan mudah bisa mengalami kekurangan besi, dimana janin bisa
mengakumulasi besi bahkan dari ibu yang kekurangan besi. Kebutuhan besi yang
meningkat tersebut tidak terpenuhi oleh kebiasaan diet normal, walaupun ada
penyerapan besi yang meningkat selama kehamilan yaitu 1,3-2,6 mg perhari.
Setiap wanita hamil membutuhkan sampai 2 tahun makan normal untuk mengisi
kembali cadangan besi yang telah hilang selama hamil.(15)
9
anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu
dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti
anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika,
gastritis, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat anemia yang
diderita.(1,4,7,8)
11
Dalam praktiknya, serum ferritin merupakan pemeriksaaan yang paling penting.
Supplementasi zat besi sebaiknya tidak diberikan selama 24-48 jam sebelum
pemeriksaan.(1,4,10)
VIII. TERAPI
Terapi zat besi oral terbukti efektif dalam memperbaiki anemia defisiensi
besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun terbatas pada banyak
pasien karena dosis bergantung pada efek samping, kurangnya kepatuhan dan
penyerapan zat besi yang tidak cukup di duodenum. Juga harus dicatat bahwa
meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status hematologi dan
besi dengan suplementasi besi oral, data pada peningkatan berat lahir dan
berkurangnya kelahiran prematur masih kurang.(2,3)
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan nonanemik (Hb
<11g/dl dan ferritin > 20 g/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir
rendah.(5)
Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: (16)
Dosis pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya
yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut
selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu
pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. (16)
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb <
11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (16)
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti mual, nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang
air besar, pusing bau logam. Selain itu setelah mengkonsumsi tablet tersebut, tinja
akan berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek
12
samping tablet zat besi ini tergantung pada dosis zat besi dalam pil, bukan pada
bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan
efek samping semakin besar. Tablet zat besi yang diminum dalam keadaan perut
terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan tetapi hal ini dapat
menurunkan tingkat penyerapannya.(16)
Terapi parenteral hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi dengan
terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular
dapat disuntikkan dekstran besi Imferon atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat
dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan. Akhir-akhir ini Imferon
banyak pula diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsur
zat besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan.(5,12)
Walaupun zat besi intravena dan dengan infus kadang-kadang
menimbulkan efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat, maka cara ini
dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi
darah. Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang
diberikan walaupun hemoglobinnya kurang dari 6gr/dL apabila tidak terjadi
perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera
harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak
lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil
seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan
ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi
dan asam folat).(5,13)
13
tablet) kali sehari gastrointestinal sehingga
memerlukan
dosis yang lebih
tinggi
Ferrous 65 mg 200 mg sekali Kadar besi Harga mahal
fumarate elemental besi atau dua kali yang tinggi
(per 200 mg sehari sehingga
tablet) memerlukan
dosis yang
sedikit
Tabel 5. Kandungan Besi pada beberapa preparat besi (17)
14
Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu
infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
Sistem saraf Pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil
(<1%)
Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
Gastrointestinal : nausea, muntah, rasa metalik, perubahan warna pada urin
(1-10%)
Respiratori : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
Tabel 6. Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita
hamil beserta efek sampingnya(9)
IX. Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh yang kurang baik bagi ibu,
baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya.
Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematurus
c) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mola hidatidosa
15
f) Mudah terjadi infeksi
g) Hiperemesis gravidarum
h) Perdarahan sebelum persalinan
i) Ketuban pecah dini
X. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu
dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak
atau komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia
defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
16
cadangan zat besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai
anemia infantum.(5,11)
XI. KESIMPULAN
Anemia adalah konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada wanita
yang tidak hamil dan kurang dari 10 g/dL pada wanita hamil dan nifas. (10)
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam
kehamilan adalah seperti yang berikut :
3. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga ;
4. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua. (4,10,11)
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga
setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi
tidak menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan besinya kurang, yang baru
beberapa bulan kemudian tampak sebagai anemia infantum. (11)
17
DAFTAR PUSTAKA
18
9) Weiner C.P, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy.
In : Reece E.A, Hobbins J.C, Gant N.F, eds. Clinical obstetrics, the fetus
& mother. 3rd edition. Massachusetts : Blackwell Publishing, 2007; 849-51
10) Cunningham F.G, Hauth J.C, Bloom S.L, Leveno K.J et al. Hematological
disorders. In : William obstetrics. 22nd edition. New York : Mc-Graw Hill
Medical Publishing Division, 2005; 1143, 1145, 1148
11) Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In Gabbe S.G,
Niebyl J.R, Simpson J.L et al, eds. Obstetrics normal and problem
pregnancies. 5th edition. Tennessee : Mosby Elsevier, 2007; 1050, 1052
12) Pitkin J, Peattie A.B, Magowan B.A. Anemia in pregnancy. In : Obstetrics
and gynaecology, an illustrated colour text. 1st edition. London : Churchill
Livingstone, 2003; 32-3
13) Fairley H.D. Diseases in pregnancy. In : Lecture notes obstetrics and
gynaecology. 2nd edition. Oxford : Blackwell Publishing, 2004; 140-2
14) Guyton A.C. et Hall J.E. Textbook of Medical Physiology. 11 th edition.
Philadelphia : Elsevier Inc, 2006; 425-6
15) Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. 2012. [cited on Januari 2016].
Available from: URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/5/Chapter%20I.pdf
16) Anonim. 2011. Suplementasi Zat Besi. [cited on Januari 2016]. Available
onhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34941/4/Chapter
%20II.pdf
17) Traub J. Can Iron Alone Sharpen Iron? Managing Iron Deficiency in the
Bariatric Surgery Patient. [cited on Januari 2016]. Available on
http://bariatrictimes.com/can-iron-alone-sharpen-iron-managing-iron-
deficiency-in-the-bariatric-surgery-patient/
19