Anda di halaman 1dari 6

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kemangi (Ocimum sanctum L)

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi Tanaman Kemangi (Ocimum sanctum L) menurut Bendre and


Kumar, 2010 :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Sub class : Gamopetalae
Order : Lamiales
Family : Labiatae
Genus : Ocimum
Species : Ocimum sanctum Linn

2.1.2 Morfologi

Morfologi tanaman kemangi merupakan tumbuhan perdu yang bercabang

banyak dan memiliki tinggi 0,3-1,5 meter. Daun kemangi memiliki ciri-ciri yaitu

merupakan daun tunggal, berbentuk bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul,

pertulangan menyirip, panjang 14-16 mm, lebar 3-6 mm, memiliki tangkai daun yang

panjang (sekitar 1 cm), dan bewarna hijau (Heyne, 1987). Bunga : susunan majemuk

berkarang atau tandan, terminal, dan panjangnya 2,5-14 cm, bunga muncul di ujung

batang, mempunyai daun berbentuk elip, bagian atas bunga berbulu pendek dan kasar,

sedangkan bagian bawahnya berbulu pendek diantara tulang-tulangnya atau tidak

berbulu. Kelopak: lima, berlekatan berbentuk bibir, satu membentuk bibir atas, bentuk

bulat telur 2-3,5 mm, satu bibir bawah membentuk empat gigi, sisi luar berambut
5

kelenjar, ungu atau hijau. Mahkota: berbibir tiga bibir atas dua bibir bawah, panjang

tabung 1,5-2 mm, cuping mahkota 3-5 mm (Sudarsono dkk., 2002).

Gambar daun kemangi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Kemangi (Ocimum sanctum Linn)


(Sumber : Singh et al., 2012)
2.1.3 Habitat

Tanaman kemangi memiliki lebih dari 30 spesies dan berasal dari negara Asia,

Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan tetapi pusat keragaman aslinya berasal

dari Afrika (Paton, 1992). Tanaman kemangi dapat tumbuh di daerah tropis maupun

subtropis (Deschamps and Simon, 2006). Tanaman kemangi banyak dibudidayakan di

Indonesia, Malaysia, dan Thailand sebagai sayuran (Siemonsma and Piluek, 1994

dalam Kurniawati dan Vilera, 2011)

2.1.4 Kandungan kimia dan kegunaan daun kemangi

Daun kemangi yang memiliki bau khas dan berwarna hijau ini memiliki kadar

air sebesar 89.65%. Daun kemangi mengandung alkaloid 3,9mg/100g, flavonoid


6

1,10mg/100g, tannin 0,42mg/100g dan saponin 0,24mg/100g (Shafqatullah et al.,

2013). Daun kemangi mengandung minyak atsiri. Komponen minyak atsiri O.

sanctum Linn terdiri dari aromadendrene oxide, benzaldehyde, borneol, bornyl

acetate, camphor, caryophyllene oxide, cis--terpineol, cubenol, cardinene, d-

limonene, eicosane, eucalyptol, eugenol, farnesene, farnesol, furaldehyde,

germacrene, heptanol, humulene, limonene, n-butylbenzoate, ocimene, oleic acid,

sabinene, selinene, phytol, veridifloro, -camphene, -myrcene, -pinene, -pinene,

-thujene, -guaiene, -gurjunene, methyl chavicol dan linalool (Kadian and Parle,

2012). Kandungan minyak atsiri di dalam daun kemangi yang diduga sebagai

antifungi adalah methyl chavicol dan linalool yang bereaksi dengan membran sel dan

pengurangan yang signifikan pada jumlah ergosterol, sedangkan eugenol merupakan

senyawa golongan fenol yang juga mempunyai efek sebagai antiseptik (Kadian and

Parle, 2012).

2.2 Tinjauan Saprolegnia sp.

2.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi Saprolegnia sp. menurut Bruno and Woo (1999) sebagai berikut :

Kingdom : Protoctista
Divisi : Oomycota
Filum : Heterokonta
Kelas : Oomycetes
Ordo : Saprolegniales
Family : Saprolegniaceae
Genus : Saprolegnia
Spesies : Saprolegnia sp.
7

2.2.2 Morfologi dan Habitat

Jamur Saprolegnia sp. merupakan genus jamur yang termasuk dalam kelas

Oomycetes, multiseluller dan tidak mengandung klorofil. Ciri Saprolegnia sp. yaitu

koloni berwarna putih, zoospora primer tidak encyst sehingga dengan pengamatan

visual tidak terdapat bintik hitam pada ujung hifa. Pengamatan mikroskopis

menunjukkan bahwa Saprolegnia sp. memiliki hifa yang lebih besar dibanding

Aphanomyces yaitu berkisar 26 40 m. Ujung hifa membulat dengan sporulasi

tanpa membentuk kista di mulut sporangium dan zoospore langsung menyebar

(Nuryati, 2008). Selain itu hifa pada jamur Saprolegnia sp. tidak mempunyai sekat

pemisah (septa), tetapi bercabang banyak menjadi miselium, inilah yang menyerang

jaringan ikan. Makanan dari jamur Saprolegnia sp. adalah jaringan yang sudah mati.

Jamur Saprolegnia sp. juga memakan jaringan yang terbuka dan busuk yang

disebabkan oleh infeksi bakteri. Hal ini umumnya terjadi pada kepala, insang dan

sirip ikan (Gupta, 1981).

Jamur Saprolegnia sp. adalah jamur air tawar dan memerlukan air untuk

tumbuh dan bereproduksi. Saprolegnia sp. juga disebut juga dengan jamur "air

dingin" karena menyebar di air dingin. Sebagian besar ditemukan di air tawar, namun

jamur ini juga toleran dengan air payau sehingga ditemukan juga hidup di air payau.

(Durborow et al, 2003). Saprolegnia sp. mempunyai toleransi suhu yang cukup luas

yaitu antara 3o - 33o C (Pickering dan Willoughby, 1982).


8

2.2.3 Siklus Hidup

Saprolegnia sp. memiliki siklus hidup yang kompleks meliputi reproduksi

seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual yang meliputi produksi hifa nonsepta yang

membatasi untuk pembentukan sporangia. Sporangia kemudian melepaskan zoospora

utama dalam waktu singkat. Dalam beberapa menit, zoospore ini akan melakukan

encyst dan melepaskan zoospora sekunder. Proses ini diulang beberapa kali (Falk et

al, 2007).

Gambar 2. Siklus Hidup Saprolegnia sp.


(Sumber: Neish and Hughes, 1980)

Reproduksi seksual melibatkan produksi antheridium dan oogonium yang

bersatu untuk fertilisasi menghasilkan oospora. Saprolegnia sp. akan terus melakukan

encyst dan melepaskan spora-spora baru didalam proses yang disebut dengan

polyplanetism sampai bisa menemukan substrat yang cocok. Ketika substrat

ditemukan, maka hifa yang menutupi spora akan masuk kedalam substrat tersebut
9

sehingga fase reproduksi seksualnya dapat dimulai. Zoospora sekunder lebih motil

untuk jangka waktu lebih lama (Gupta, 1981). Menurut Bruno and Woo (1999)

zoospore sekunder adalah fase penting dalam siklus hidup Saprolegnia sp. yang

berperan sebagai spora infektif utama.

2.2.4 Gejala Klinis dan Patogenitas

Saprolegnia sp. merupakan parasit fakultatif yang bersifat oportunis dan

dianggap sebagai patogen sekunder (Whisler, 1996). Tanda-tanda klinis yaitu terdapat

koloni berupa benang-benang putih seperti kapas di sekitar permukaan kulit yang

terinfeksi dan di sekitar daerah infeksi terdapat lingkaran merah yang menunjukkan

terjadinya hemoragi (Nuryati, 2008)

Pada ikan, Saprolegnia sp. menyerang jaringan epidermis umumnya dimulai

pada kepala atau sirip dan dapat tersebar di seluruh permukaan tubuh. Lesi pada

awalnya kecil dan melingkar dan dapat menjadi ulseratif dengan penetrasi melalui

kulit dan masuk ke jaringan otot, kemudian ikan dapat hampir sepenuhnya ditutupi

oleh miselium yang disebakan oleh spora sekunder. Ikan menjadi semakin lemah dan

menyebabkan kematian dikarenakan ketidakmampuan ikan untuk mengatur

keseimbangan dalam osmoregulasi. Parasit protozoa sering ditemukan pada insang

dan kulit ikan yang luka (Durborow et al., 2003).

Anda mungkin juga menyukai