Anda di halaman 1dari 4

RUMAH SAKIT ISLAM METRO

Jl. Jend. AH. Nasution No. 250 Yosodadi (0725) 41883 KP. 34112
KOTA METRO

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM METO
Nomor : 01/SK-DIR-RSIM/PPI/I/2016
Tentang
KEBIJAKAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN
DIRIKTUR RUMAH SAKIT ISLAM METRO
Direktur Rumah Sakit Islam Metro :
Menimbang : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit;
2. Bahwa dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien, maka
diperlukan adanya kebijakan tentang Sasaran Keselamatan Pasien di
RumahSakit Islam Metro;
3. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dipandang perlu
ditetapkan dalam suatu Surat Keputusan Direktur RS Islam Metro

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/
PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
4. SK Yayasan Dawah dan Pemelihaaan Masjid Taqwa (YDPMT) Metro
Nomer 043/IIb/YDPMT/X/2012 tentang pengangkatan dr.hi.Amelius
Ramli sebagai direktur Rumah Sakit Islam Metro.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERTAMA : Surat keputusan direktur rumah sakit islam metro tentang kebijakan sasaran
keselamatan pasien rumah sakit islam metro.
KEDUA : Kebijakan Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit Islam Metro dimaksud
dalam Diktum Pertama sebagai mana tercantum dalam Lampiran Keputusan
ini.
KETIGA : Kebijakajan Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit Islam Metro
dimaksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam memberikan
pelayanan diRumah Sakit Islam Metro.
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dan kesalahan dalam Surat Keputusan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya

Di tetapkankan di : Metro
Pada tanggal : 01 Januari 2016
Direktur Rs Islam Metro

(Dr.H.Amelius Ramli)
Lampiran
KeputusanDirektur RS. Islam Metro
Nomor :
Tanggal:

KEBIJAKAN
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
RS. ISLAM METRO

I. Identifikasi Pasien
1. Identifikasi menggunakan gelang pasien, identifikasi dengan menggunakan 2 (dua)
identitas: nama pasien (sesuai KTP), dan tanggal lahir.
2. Identifikasi pasien laki-laki memakai gelang warna biru, pasien perempuan memakai
gelang warna pink, sedangkan penanda merah sebagai identifikasi alergi, penanda
kuning sebagai identifikasi risiko jatuh tinggi, penanda ungu sebagai identifikasi
Donot Resucitate (DNR).
3. Khusus pasien melahirkan disamping memakai gelang pengenal pasien juga
menggunakan gelang khusus melahirkan (sepasang untuk ibu dan bayi) sesuai jenis
kelamin bayi yang dilahirkan.
4. Identifikasi pasien pada gelang identitas pasien harus di cetak, tulisan tangan hanya
boleh bila printer sedang rusak/tidak ada fasilitas untuk itu dan harus segera diganti
bila printer berfungsi kembali.
5. Identifikasi pasien dilakukan dengan cara verbal (menanyakan/mengkonfirmasi
(nama pasien dan tanggal lahir) dan secara visual (melihat gelang identitas pasien).
6. Semua pasien harus di identifikasi secara benar sebelum dilakukan pemberian obat,
tranfusi/produk darah, pengobatan, prosedur /tindakan, diambil sample darah, urin
atau cairan tubuhlainnya.
7. Pasien rawat jalan tidak harus memakai gelang identitas pasien.
8. Bila dalam satu ruang terdapat pasien dengan nama sama, pada cover luar folder
rekam medic dan semua formulir permintaan penunjang. Harus diberi tanda HATI
HATI PASIEN DENGAN NAMA SAMA.

II. Peningkatan Komunikasi Yang Efektif


1. Komunikasi petugas kesehatan menggunakan mekanisme Tul Ba Kon (Tulis,
Bacakan kembali, Konfirmasi) dan SBAR (Situation, Background, Assessment,
Recommendation).
2. Perintah lisan dan yang melalui telephone ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
4. Penerima perintah menulis lengkap perintahnya, membaca ulang dan melakukan
konfirmasi.
5. Tulisan disebut lengkap bila terdiri dari jam/tanggal, isi perintah, nama penerima
perintah dan tandatangan, nama pemberi perintah dan tandatangan (pada kesempatan
berikutnya).
6. Baca ulang dengan jelas, bila perintah mengandung nama obat LASA/ High Alert,
makan obat LASA/ High Alert harus dieja satu persatu hurufnya.
7. Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat Look Alike Sound Alike, Look Alike,
dan Sound Alike, serta daftar obat High Alert.
8. Dalam kondisi emergency diperbolehkan bila proses pembacaan kembali tidak
mungkin dilakukan seperti di Instalasi Gawat Darurat dan Kamar Operasi.

III. Penanganan Obat High Alert


1. Obat high alert disimpan terpisah, akses terbatas, diberi label yang jelas.
2. Instruksi lisan obat high alert hanya boleh dalam keadaan emergensi,atau nama obat
harus dieja perhuruf.
3. Sebelum memberikan obat high alert setelah 7 (benar) benar (benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar waktu pemberian,benar cara pemberian), lanjutkan dengan
double check.
4. Setiap depo, pelayanan farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar obat
high alert dan buku panduan penanganan obat high alert.
5. Jenis obat yang dimasukkan dalam kategori obat high alert ditetapkan oleh Rumah
Sakit.
6. Cairan elektrolit konsentrat diberi label secara jelas dan hanya boleh ada di Farmasi,
HCU dan IGD.
7. Obat-obat high alert dilakukan monitoring dan evaluasi secara periodik.

IV. TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR, TEPAT PASIEN OPERASI


1. Penandaan lokasi operasi dilakukan oleh operator diruang persiapan operasi dengan
tanda lingkaran (O) dengan menggunakan spidol permanent yang tidak mudah luntur
terkena air/ alkohol/ betadine, dalam proses penandaan lokasi operasi agar
melibatkan pasien.
2. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur
(jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang) kecuali pada Kasus
organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar), Kasus intervensi seperti
kateter jantung, Kasus yang melibatkan gigi, Prosedur yang melibatkan bayi
prematur di mana penandaan akan menyebabkan tato permanen.
3. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat
sampai saat akan disayat.
4. Dokter Anestesi dibantu petugas anestesi bertanggung jawab melakukan verifikasi di
ruang persiapan operasi, pemeriksaan ulang pasien untuk menilai assesmen pra
induksi, memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan, dicatat dalam rekam
medis anesthesia dan dalam bentuk checklist (sign in).
5. Sebelum dilakukan insisi, perawat sirkuler bertanggung jawab pelaksanaan time
out dan dokter operator bertanggung jawab dalam pelaksanaan sign out.
6. Dokter operator harus mendokumentasikan semua tindakan bedah dan kejadian-
kejadian yang terjadi selama pembedahan.

V. CuciTangan (Hand Hygiene)


1. Petugas melakukan kebersihan tangan sesuai 5 (lima) momen dari WHO yaitu
sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan pasien , sebelum melakukan
tindakan invasif dan aseptik, setelah kontak dengan cairan tubuh, dan setelah kontak
dengan lingkungan pasien dan 6 (enam) tahap tehnik melakukan kebersihan tangan.
2. Tehnik mencuci tangan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan menggunakan air mengalir
(handwash) dan antiseptic berbasis alkohol (handrub).
3. Implementasi cuci tangan (hand hygiene) ini dilakukan secara efektif dengan
monitoring dan evaluasi secara periodik.
VI. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
1. Pasien rawat inap wajib dilakukan assesmen awal pasien risiko jatuh dan assesmen
ulang pada pasien bila ada perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Assesmen awal pasien risiko jatuh pada pasien anak menggunakan skala Humpty
Dumty dan pada pasien dewasa menggunakan skala Morse. Serta pada pasien usia
lanjut atau Geriatri menggunakan skala Kim Delbaere, dkk
3. Pasien risiko jatuh dilakukan pencegahan dan pengamanan untuk mengurangi cedera
serta dilakukan monitoring dan evaluasi secara periodik.

Direktur
RS. ISLAM METRO

Dr. H.Amelius Ramli

Anda mungkin juga menyukai