SKRIPSI
Oleh
DOUGLAS WIDODO SILABAN
NIM. 112.040.022
SKRIPSI
Oleh
DOUGLAS WIDODO S
NIM. 112.040.022
Tanggal : ...........................
Pembimbing I Pembimbing II
I
RINGKASAN
III
KATA PENGANTAR
1. Bapak Agus Effendi sebagai Deputy Project Manager Senakin Mine Project,
PT. Thiess Contractors Indonesia.
2. Bapak Mudzakir, sebagai Engineering Superintendent Senakin Mine Project,
PT. Thiess Contractors Indonesia.
3. Bapak Deddy D., sebagai Pembimbing Lapangan
4. Bapak Komang Alit , sebagai Pembimbing Lapangan II
5. Prof. Dr. Didiet Welly Udjianto, Msc selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
6. Dr.Ir. S.Koesnaryo MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
7. Ir. Anton Sudiyanto, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
8. Ir. Bagus Wiyono, MT sebagai Pembimbing I
9. Ir. Winda, MT sebagai Pembimbing II
10. Kedua orang tua yang banyak memberikan dorongan, bimbingan dan doa.
vi
11. Dosen dan rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, khususnya tambang 2004
terima kasih atas dukungan dan sarannya.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perusahaan dan pemerhati
pertambangan.
Yogyakarta, Penulis,
(Douglas W.S)
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........ vi
DAFTAR ISI . viii
DAFTAR GAMBAR ..... xii
DAFTAR TABEL ..... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.. xv
I PENDAHULUAN..... 1
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Identifikasi Masalah.. 1
1.3 Pembatasan Masalah .... 1
1.4 Tujuan Penelitian ..... 2
1.5 Metode Penelitian .................................................................... 2
1.6 Manfaat Penelitian.................................................................... 3
II TINJAUAN UMUM........................................................................ 4
2.1.Lokasi Operasi Penambangan dan Kesampaian Daerah ............ 4
2.2. Keadaan Iklim dan Masyarakat ................................................ 5
2.3. Kondisi Geologi ........................................................................ 6
2.4. Cadangan dan Kualitas Batubara di Daerah Senakin ............... 8
2.5. Kegiatan Penambangan....................... ............... . ................... 10
III LANDASAN TEORI..................................................................... 17
3.1. Getaran Tanah (Ground Vibration)......................................... 17
3.1.1. Pengertian Getaran Tanah (Ground Vibration).......... 17
3.1.2. Gelombang Seismik..................................................... 18
3.1.3. Persamaaan Gelombang............................................... 19
3.2. Peralatan Yang Digunakan...................................................... 20
3.2.1. Compact Texcel Monitor.............................................. 20
3.3. Mekanisme Pecahnya Batuan.................................................. 21
3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Usaha
viii
Perancangan Peledakan............................................................ 23
3.4.1. Faktor Yang Tidak Dapat Dikendalikan...................... 23
3.4.1.1. Karakteristik Massa Batuan.......................... 23
3.4.2. Peubah Yang Dapat Dikendalikan............................... 26
3.4.2.1. Geometri Pemboran...................................... 26
3.4.2.2. Geometri Peledakan...................................... 35
3.4.2.3. Pola Peledakan.............................................. 37
3.4.2.4. Waktu Tunda (Delay Time).......................... 38
3.4.2.5. Sifat Bahan Peledak...................................... 40
3.5. Pengaruh Peledakan Terhadap Media...................................... 43
3.5.1. Daerah Hancuran (Crushed Zone)............................... 43
3.5.2. Daerah Retakan (Fractured Zone)............................... 43
3.6. Kontrol Getaran....................................................................... 43
3.8. Teori-Teori Vibrasi.................................................................. 44
3.8.1. Teori George Bertha (1990)........................................ 44
3.8.2. Teori Persamaan Regresi Linier.................................... 48
3.8.3. Kriteria Standar Getaran Di Indonesia.......................... 49
3.8.4. Kriteria Australia Standar............................................. 49
IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 51
4.1. Lokasi Penelitian....................................................................... 51
4.2. Geometri Peledakan................................................................. 51
4.3. Karakteristik Bahan Peledak..................................................... 54
4.4. Hasil Pengukuran Aktual.......................................................... 54
4.5. Prediksi Getaran Tanah............................................................ 55
4.5.1 Menggunakan Persamaan Regresi Linier Berganda........ 55
4.5.2 Menggunakan Persamaan Bertha..................................... 55
V PEMBAHASAN.................................................................................. 56
5.1. Pengukuran Dengan Pendekatan Peak Particle Velocity..... 56
5.1.1 Perhitungan Regresi Linier Berganda.............................. 56
5.1.2 Penyimpangan PPV Teori Terhadap Aktual.................... 57
5.2. Prediksi Getaran Akibat Peledakan........................................... 57
5.3. Penentuan Jarak Aman Berdasarkan KEPMEN....................... 58
ix
5.4. Zona Aman Berdasarkan KEPMEN No.49 Tahun 1996.......... 59
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 62
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xi
5.1. Hubungan Antara Jarak Dan Muatan Terbesar Dengan PPV.............. 58
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Membandingkan nilai peak particle velocity antara teori Persamaan Regresi
Linier Berganda dengan George Bertha (1990).
3. Menentukan jarak aman dari ground vibration.
4. Menentukan kriteria standar yang di gunakan.
1. Studi Literatur :
Tujuan dilakukannya studi literatur adalah mencari data-data sekunder yang
akan dibutuhkan dalam pengolahan data. Data-data sekunder tersebut adalah :
2. Penelitian Lapangan
Penelitian di lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang
diperlukan guna kepentingan penelitian seperti :
- Data geometri Peledakan di uur dengan menggunakan alat meteran.
- Data getaran diukur dengan menggunakan alat Compact Texcel Monitor.
-Data total isian bahan peledak per hole dan total isian untuk seluruh lubang
ledak dalam satu atau lebih pattern.
2
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang di peroleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai bahan masukan
kepada perusahaan dalam hal pelaksanaan peledakan yang aman.
3
BAB II
TINJAUAN UMUM
Untuk sampai ke lokasi penambangan dapat ditempuh dengan jalan darat dari
ibukota propinsi Kalimantan Selatan yaitu Banjarmasin ke Kotabaru selama 8 jam
melewati lokasi penambangan daerah Satui. Setelah sampai ke Kabupaten Kotabaru
dilanjutkan dengan perjalanan menggunakan Speed Boat sampai ke lokasi Tambang
Senakin yang memerlukan waktu 1 jam. Dapat juga ditempuh dengan jalur udara
dengan menggunakan pesawat terbang dari Kota Balikpapan selama 45 menit ke
Kotabaru dan dilanjutkan dengan menggunakan Speed Boat sampai ke lokasi dengan
menempuh waktu 1 jam. (lihat gambar 2.1)
4
Sedangkan dampak positif yang dirasakan masyarakat yaitu mudahnya
masyarakat dalam memasarkan hasil bumi dikarenakan akses jalan yang mudah,
yang secara tidak langsung tersedia akibat kegiatan penambangan. Dampak positif
lainnya adalah meningkatnya pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan
kerja baru, terutama dalam bidang perdagangan, bengkel dan rumah makan, sehingga
peredaran uang di masyarakat meningkat.
Tabel 2.1
Curah Hujan Di Senakin Mine Project
2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-
Bulan (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) rata
5
Gambar 2.1
Lokasi Tambang Senakin
6
Pulau Laut. Morfologi pedataran elevasi 20m 50m terdapat di kawasan daratan
pesisir <10 km dari garis pantai.
2.3.2.Stratigrafi
Formasi Berai terdiri atas lapisan tebal batugamping, masif, berwarna abu-abu
terang, terdapat moluska dan koral. Sebaran Formasi Berai ini menerus ke arah
selatan pada Anak Cekungan Asam-Asam di Kalimantan Selatan.
Pada Kala yang lebih muda diendapkan secara tidak selaras Formasi Dahor
berumur Plio-Plistosen. Formasi Dahor terdiri atas batu pasir dan sedikit batuan
sedimen klastik berbutir halus, serta lapisan lignit. Formasi Dahor ditindih oleh
sedimen kuarter berupa sedimen klastik hasil rombakan batuan sebelumnya.
7
Gambar 2.2
Peta Geologi Regional
Struktur geologi yang terdapat di wilayah Kabupaten Kotabaru terdiri dari sesar
naik, sesar geser, sesar normal dan lipatan. Sesar naik umumnya mempunyai arah
dari Utara - Selatan hingga Barat daya Timur laut. Arah sesar bervariasi dari Timur
laut Barat daya hingga Barat laut Tenggara.Deposit Sangsang dan Sepapah yang
ditambang berada pada bagian Barat sayap antiklin sedangkan deposit Senakin
Timur berada di sayap sebelah Barat. Sudut kemiringan dari slope bervariasi antara 5
sampai 15 derajat. Untuk tujuan penambangan dan perdagangan seam batubara
Senakin dibagi menurut kandungan sulphur setiap level yang berbeda di dalam seam.
Kemiringan (dip) dari layer sedimen rata-rata N150E. Struktur geologi berupa sesar
normal minor ditemukan di Pit manggis .
8
Tabel 2.2
Jumlah Cadangan Mineable Batubara
Di Senakin Mine Project
Tabel 2.3
Kualitas Batubara Di Senakin MINE PROJECT
Komponen Nilai
9
Total sulphur (adb) 1,00 %
1. Penyiapan Lahan
10
semak-semak dan mendorong pepohonan pada permukaan yang relatif datar,
sedangkan Excavator mempunyai fungsi yang sama, hanya saja biasanya dipakai
pada permukaan yang lebih curam. Untuk penebangan pohon, diameter pohon yang
bisa didorong oleh alat mekanis maksimal 300 mm.
Cara penebangan pohon oleh alat mekanis (Bulldozer/Excavator) yaitu
dengan mendorong pohon ke arah condongnya pohon (arah kemiringan pohon).
Proses pendorongannya dilakukan dengan cara menuruni lereng dari bagian atas
sampai ke bagian bawah lereng. Setelah pohon tumbang, semak-semak dibersihkan
dan diratakan, kemudian lubang bekas pohon yang ditumbangkan diisi kembali dan
diratakan seperti permukaan tanah semula.
11
penutup paling atas. Lapisan tanah pucuk digunakan sebagai lapisan tanah penutup
yang paling atas saat kegiatan reklamasi dan saat penutupan ulang lubang bekas
galian batubara.
Gambar 2.3
Pengupasan Topsoil
Lapisan topsoil pada Tambang Senakin dikupas dengan bantuan bulldozer dan
dimuat oleh Hydraulic Excavator ke dalam Dump truck. Excavator yang digunakan
adalah Hitachi tipe EX 1900 (Shovel) dan excavator Liebherr tipe R 994-200.
Topsoil yang sudah dikupas kemudian dimuat ke dalam Dump truck oleh excavator.
Setelah dimuat kemudian diangkut ke tempat penimbunan lapisan tanah penutup
(Topsoil Stock). Topsoil Stock berfungsi sebagai penampung semua tanah penutup
yang sudah dikupas, sehingga apabila diperlukan kembali akan mudah untuk didapat.
Selain ke tempat penimbunan, lapisan tanah penutup juga ada yang langsung disebar
ke lokasi reklamasi.
3.Pembongkaran Lapisan Tanah Penutup
Setelah topsoil dikupas, tahapan selanjutnya adalah pengupasan dan
pembongkaran lapisan tanah penutup (Overburden). Lapisan tanah penutup dibagi
menjadi 2 yaitu lapisan tanah penutup yang lunak dan lapisan tanah penutup yang
keras. Lapisan tanah penutup yang terdapat setelah lapisan tanah penutup atas adalah
lapisan tanah penutup yang lunak. Lapisan tanah penutup yang lunak(topsoil) mudah
dikupas sehingga tidak memerlukan aktivitas peledakan.
Lapisan tanah penutup selanjutnya adalah lapisan tanah penutup yang keras.
Lapisan tanah penutup yang keras adalah lapisan tanah penutup yang paling dekat
12
dengan lapisan batubara. Kegiatan pembongkaran lapisan tanah penutup yang keras
dilakukan dengan peledakan, setelah diledakkan lapisan tanah penutup yang keras
akan mudah untuk dimuat oleh alat mekanis.
Kegiatan peledakan pembongkaran lapisan tanah penutup pada Tambang
Senakin dilakukan oleh PT. ORICA sebagai subkontraktor Peledakan PT. Thiess
Contractors Indonesia. Sebelum kegiatan peledakan terlebih dahulu dilakukan
pemboran (drilling) lubang ledak. Untuk proses pembuatan lubang ledak dengan
Mesin bor dilakukan oleh PT. Thiess Contractors Indonesia dengan menggunakan
mesin bor Ingersoll Rand tipe DM50E berjumlah 2 unit dengan kapasitas pemboran
58 m/jam. Untuk lubang ledak kedalamannya rata-rata 16 meter per lubang dengan
total kedalaman lubang bor 400 m/hari dan 2800 m/minggu dan jumlah bahan
peledak yang digunakan 487.5 kg/m per lubang ledak dengan tingkat getaran tanah
tertinggi 5,61mm/s pada jarak 1540m . Setelah lubang ledak dibuat, kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan pengisian (Charging)
bahan peledak pada lubang ledak. Untuk proses pengisian lubang ledak sampai
peledakan dilakukan dilaksanakan oleh PT. ORICA.
Gambar 2.4
Peledakan Overburden
Alat mekanis yang digunakan untuk menggali dan memuat lapisan tanah
penutup pada Tambang Senakin yaitu Excavator Hitachi tipe EX-3600 dan
Excavator Liebherr dan 9350 (Backhoe). Untuk proses pengangkutannya
13
menggunakan dump truck Caterpillar tipe 785C dengan kapasitas maksimal 150 ton,
dump truck Caterpillar tipe 777D dengan kapasitas maksimal 110 ton. Semua dump
truck yang digunakan merupakan tipe Rear Dump Truck (RDT.
Gambar 2.5
Loading Point Batubara
Sedangkan untuk alat angkut dari loading point batubara menuju ROM stock
digunakan Dump Truck Caterpillar tipe 773E (Cambuna) dengan kapasitas muatan
maksimal 60 ton. Pengapalan batubara (barging) hasil penambangan dari tambang
14
batubara Senakin dilakukan di Port Sembilang dan Air Tawar II dengan
menggunakan barged dengan kapasitas antara 3000 ton sampai 8000 ton dan
operasionalnya menjadi tanggung jawab PT. Arutmin Indonesia sebagai owner dan
selanjutnya di bawa ke North Pulau Laut Coal Terminal di Kotabaru dan siap di
ekspor.
4. Kegiatan Reklamasi
Pohon yang ditanam pada kegiatan reklamasi Tambang Senakin oleh PT.
Thiess Contractors Indonesia dibagi 2 macam yaitu tanaman cepat tumbuh (fast
growing) dan tanaman multi guna (Multi Purpose). Jenis pohon yang tergolong
15
tanaman cepat tumbuh yang dipakai dalam proses revegetasi adalah Akasia (Acacia
Mangium), Sengon Laut (Paraserianthes Falcataria), Sungkai (Peronema
Canescens) dan Gmelina (Gmelina Arborea). Sedangkan tanaman yang tergolong
tanaman multi guna yang ditanam adalah Karet, Kecapi, Rambutan, Durian, Nangka,
Cempedak, dan lain-lain. Untuk pemeliharaan tanaman aktivitas yang dilakukan
antara lain; pemupukan tanaman pada umur 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12
bulan dan 18 bulan, pembersihan tanaman pengganggu/ pesaing, penyiangan
dilakukan sampai tanaman umur 6 bulan, pemangkasan cabang/ranting yang tidak
perlu, inspeksi tanaman bila diperlukan.
16
BAB III
LANDASAN TEORI
Getaran Tanah (Ground Vibration) adalah gerakan bumi yang terjadi akibat
perambatan gelombang seismik di bawah tanah. Kegiatan peledakan selalu
menghasilkan gelombang sismik. Tujuan peledakan umumnya untuk memecahkan
batuan. Kegiatan ini membutuhkan sejumlah energi yang cukup sehingga melebihi
atau melampaui kekuatan batuan atau melampaui batas elastis batuan.Apabila hal
tersebut terjadi maka batuan akan menjadi pecah.Proses pemecahan batuan akan
terus berlangsung ,sampai energi yang di hasilkan bahan peledak makin lama makin
berkurang,dan menjadi lebih kecil dari kekuatan batuan.Sehingga proses pemecahan
batuan terhenti,dan energi yang tersisa akan menjalar melalui batuan,karena masih
dalam batas elastisitasnya.Hal ini akan menghasilkan gelombang seismik.
17
3. Gelombang permukaan (surface wave) adalah gelombang yang merambat
diatas permukaan batuan tetapi tidak menembus batuan.
Ketiga jenis gelombang getar tersebut dapat dikelompokkan dalam
gelombang badan dan gelombang permukaan.
Gelombang badan merambat melalui tubuh dari batuan atau tanah. Salah satu
jenis gelombang badan adalah P-Waves yang menyebabkan tekanan/pemuaian pada
arah perambatan gelombang.
18
Gambar 3.1
Lintasan Gelombang Langsung,Bias dan Pantul
19
Gambar 3.2
Compact Texcel Monitor
Prinsip kerja geophone adalah mengubah masukan yang berupa getaran tanah
menjadi gaya pegas/sinyal listrik (tergantung jenis geophone yang di pakai) sehingga
di peroleh keluaran berupa angka.
Simpangan
Tanggapan Alat
Getaran
Frekuensi
Gambar 3.3
Getaran Berada Di Luar Jangkauan (Salah)
Simpangan
Tanggapan Alat
Getaran
Frekuensi
Gambar 3.4
Getaran Berada Di Dalam Jangkauan (Benar)
20
3.3. Mekanisme Pecahnya Batuan
21
pembajian. Apabila massa di depan lubang tembak gagal mempertahankan
posisinya dan bergerak ke depan, maka tegangan tekan tinggi yang berada
dalam batuan akan dilepaskan seperti spiral kawat yang ditekan kemudian
dilepaskan. Akibat pelepasan tegangan tekan ini akan menimbulkan tegangan
tarik yang besar di dalam massa batuan. Tegangan tarik inilah yang
melengkapi proses pemecahan batuan yang sudah dimulai pada tahap II.
Rekahan yang terjadi dalam proses pemecahan tahap II merupakan bidang-
bidang lemah yang membantu fragmentasi utama pada proses peledakan.
Umumnya batuan akan pecah secara alamiah mengikuti bidang-bidang yang
lemah, seperti kekar dan bidang perlapisan.
Secara singkat, proses pecahnya batuan saat peledakan pada dasarnya
mengalami beberapa tahap, yaitu dimulai dengan membesarnya lubang ledak
yang disebabkan oleh tekanan ledakan dari bahan peledak. Pada tahap
selanjutnya, energi ledakan akan menuju bidang bebas terdekat sambil
melakukan tekanan terhadap batuan di sekitarnya. Pada tahap terakhir, energi
ledakan tersebut dipantulkan kembali oleh bidang bebas dan menekan
permukaan batuan dengan tekanan yang melebihi kuat tarik dari batuan
tersebut sehingga batuan menjadi pecah (Gambar 3.5).
Gambar 3.5
Proses Pecahnya Batuan
22
3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Usaha Perancangan
Peledakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan peledakan dapat dikelompokkan
dalam dua kategori, yaitu peubah yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable
variable) dan peubah yang dapat dikendalikan.
3.4.1. Faktor yang Tidak Dapat Dikendalikan
3.4.1.1. Karakteristik Masa Batuan
Dalam kegiatan pemboran dan peledakan, karakteristik massa batuan yang
perlu diperhatikan yaitu kekerasan/kekuatan batuan, elastisitas dan plastisitas batuan,
abrasivitas batuan dan kecepatan perambatan gelombang pada batuan.
a) Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan semakin sukar batuan
tersebut untuk dihancurkan (Tabel 3.1), demikian juga dengan batuan yang
memiliki kerapatan tinggi. Sehingga semakin berat massa suatu batuan, bahan
peledak yang dibutuhkan untuk membongkar atau menghancurkan batuan
tersebut akan lebih banyak.
Tabel 3.1
Moh's Hardness dan Compressive Strength
Hardness Moh's MPa (MN/m2)
Soft 23 10 30
23
b) Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk
atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut
dihilangkan. Secara umum batuan memiliki sifat elastis fragile yaitu batuan
dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang melewati batas
elastisitasnya. Sedangkan plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang
mengizinkan deformasi permanen setelah regangan dikembalikan ke kondisi
awal, dimana batuan tersebut belum hancur.
c) Abrasifitas batuan merupakan suatu parameter batuan yang mempengaruhi
keausan (umur) dari mata bor yag digunakan untuk melakukan pemboran pada
batuan tersebut.
d) Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda. Secara teoritis
semakin tinggi kecepatan rambat gelombang pada suatu batuan, maka
diperlukan bahan peledak yang memiliki energi yang tinggi pula agar dapat
menghancurkan batuan tersebut.
Gambar 3.6
Peubah Terkendali dan Tidak Terkendali dalam Rancangan Peledakan
24
3.4.2. Peubah yang Dapat Dikendalikan
Adalah faktor-aktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia
dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang
diharapkan. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :
a). Geometri, meliputi diameter lubang ledak, panjang isian, burden, spasi, stemming
dan lain-lain
b). Bahan peledak, meliputi tipe bahan peledak, kekuatan, energi, sistim penyalaan
dan lain-lain
c) Waktu, meliputi waktu tunda dan urutan penyalaan
a) Diameter pemboran
Diameter lubang ledak merupakan parameter yang penting dalam
merancang suatu peledakan karena akan mempengaruhi geometri peledakan.
Pemilihan ukuran lubang ledak secara tepat pada suatu rancangan peledakan akan
memberikan dua bagian penilaian. Bagian pertama yaitu mempertimbangkan
efek dari ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, suara ledakan, batu terbang
dan getaran tanah, sedangkan bagian kedua adalah mempertimbangkan faktor
ekonominya.
Bila diameter lubang ledak terlalu kecil, maka faktor energi yang dihasilkan
akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan yang akan
diledakkan, sedangkan bila diameter lubang ledak terlalu besar akan
mengakibatkan besarnya fragmentasi batuan dan akan menimbulkan efek
peledakan yang maksimal terhadap lingkungan.
Ukuran diameter lubang ledak yang akan dipilih akan tergantung pada:
1. Volume massa batuan yang akan dibongkar (volume produksi)
2. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
3. Tingkat fragmentasi yang diinginkan
4. Alat muat yang digunakan
25
Diameter lubang ledak juga mempengaruhi panjang stemming. Untuk
menghindari getaran maupun batuan terbang (flyrock), apabila lubang ledak
berdiameter besar maka stemming harus panjang sedangkan jika lubang ledak
berdiameter kecil maka stemming menjadi pendek .
b) Kemiringan lubang ledak
Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak dan
lubang ledak miring (Gambar 3.7). Pada rancangan peledakan yang menerapkan
lubang ledak tegak, gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih
sempit sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai
jenjang bagian bawah. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan pada lantai
jenjang (toe remnant). Sedangkan pada peledakan dengan lubang ledak miring
akan membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah
proses pecahnya batuan dan kehilangan gelombang tekan pada lantai jenjang
menjadi lebih kecil.
Keuntungan dan kerugian dari penggunaan kedua sistem tersebut adalah
sebagai berikut:
Untuk lubang ledak tegak.
Keuntungannya adalah :
- Pemboran dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat
- Untuk tinggi jenjang yang sama, kedalaman lubang ledak tegak akan lebih
pendek jika dibanding dengan lubang ledak miring
- Lemparan batuan lebih sedikit
Kerugiannya adalah :
- Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang (remnant toe) besar
- Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang (backbreak) dan
getaran tanah (ground vibration) lebih besar
- Fragmentasi kurang bagus terutama pada daerah stemming
- Penghancuran disepanjang lubang tidak merata
Untuk lubang ledak miring
Keuntungannya adalah :
- Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih baik
26
- Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relatif lebih rata
- Mengurangi terjadinya pecah berlebihan pada batas baris lubang ledak bagian
belakang (back break)
- Powder factor lebih rendah, karena gelombang kejut yang dipantulkan untuk
menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisisen
- Produktifitas alat muat tinggi karena tumpukan hasil peledakan (muckpile)
lebih rendah dan seragam
- Mengurangi terjadinya longsoran
Kerugiannya adalah :
- Kesulitan dalam penempatan sudut kemiringan yang sama antar lubang
ledak serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang
ledak, sehingga membutuhkan pengawasan yang ketat
- Mengalami kesulitan dalam pengisian bahan peledak
- Pada pemboran lubang ledak dalam, sudut deviasi yang dibentuk akan
semakin besar
- Biaya operasi besar
Gambar 3.7
Lubang Ledak Tegak dan Lubang Ledak Miring
27
c) Pola Pemboran
Pada umumnya ada dua macam pola pemboran lubang ledak, yaitu pola
pemboran sejajar (paralel) dan pola pemboran selang-seling (staggered).
Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang bor yang
sejajar pada setiap kolomnya, sedangkan pola pemboran selang-seling adalah
pola dengan penempatan lubang bor secara berselang-seling pada setiap
kolomnya.
Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah diterapkan
dilapangan, tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam.
Sedangkan pola pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya di lapangan
namun fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam, hal ini disebabkan
karena distribusi energi peledakan yang dihasilkan lebih optimal bekerja dalam
batuan.
Gambar 3.8
Pola Pemboran
28
Gambar 3.9
Pengaruh Energi Peledakan pada Pola Pemboran
Gambar 3.10
Geometri Peledakan
29
a) Burden
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas
terdekat dan merupakan arah pemindahan batuan (displacement) akan terjadi.
Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi ledakan dapat
secara maksimal bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas, dan
dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik
batuan sehingga akan terjadi penghancuran batuan. Dengan demikian pecahnya
batuan yang terjadi dapat sesuai dengan fragmentasi batuan yang direncanakan
dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batu terbang (flyrocks),
bongkah dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang.
Pada Gambar 3.11 memperlihatkan lubang tembak jauh dari free face,
sehingga peledakan hanya menghancurkan bagian disekitar lubang tembak saja.
Semakin dekat lubang tembak dengan free face, maka retakan yang terjadi
semakin banyak sehingga dapat memecahkan batuan sekaligus mendorongnya
membentuk tumpukan yang akan memudahkan proses pemuatan hasil peledakan
, tetapi apabila lubang tembak terlalu dekat dengan free face , batuan akan sangat
terpecahkan, terlempar dan akan menyebabkan flyrocks, tersebar luas sehiggga
akan menyulitkan proses sesudahnya.
Gambar 3.11
Pengaruh Burden Terhadap Hasil Peledakan
30
Tabel 3.2
Koreksi Posisi Lapisan Batuan dan Struktur Geologi
Rock Deposition Kd
Bedding steeply dipping into cut 1,18
Bedding steeply dipping into face 0,95
Other cases of deposition 1,00
Geologic Structure Ks
Heavily cracked, frequent weak joint, weakly cemented 1,30
layers
Thin well-cemented layers with tight joints 1,10
Massive intact rock 0,95
keterangan :
B1 = Burden awal (m)
B2 = Burden terkoreksi (m)
Kd = Faktor koreksi berdasarkan struktur geologi batuan
Ks = Faktor koreksi berdasarkan orientasi perlapisan
Kr = Faktor koreksi berdasarkan jumlah baris peledakan, yaitu Kr = 1 jika
terdapat satu atau 2 baris dan Kr = 0,9 jika terdapat 3 baris atau lebih.
b) Spasi
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di dalam
satu baris (row). Perbandingan jarak spasi dengan burden (S/B) pada pola
peledakan dan penyebaran energinya. Apabila spasi terlalu besar, akan
31
menyebabkan banyak bongkah atau bahkan batuan hanya mengalami keretakan
dan menimbulkan tonjolan diantara dua lubang ledak setelah diledakkan, karena
energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari
lubang lainnya tetapi bila jarak spasi terlalu keci,akan menyebabkan batuan
hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat dan
menimbulkaan efek ledakan berupa noise (kebisingan) dan flyrocks.
Untuk memperoleh jarak spasi maka digunakan rumusan sebagai berikut:
1). Instantneous initation single row blastholes
A. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)
L < 4B, S = ( L + 2B) / 3
B. Untuk tinggi jenjang besar (high benches)
L = 4B, S = 2B
2). Delayed initation single row blastholes
A. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)
L < 4B, S = ( L+ 7B ) / 8
B. Untuk tinggi jenjang besar (high benches)
L = 4B, S = 1,4B
c) Stemming
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang
letaknya di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi
keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat
menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga
berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (flyrocks) dan ledakan
tekanan udara (airblast) saat peledakan.
Dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi ukuran fragmen
batuan hasil peledakan, dimana stemming yang terlalu panjang dapat
mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk
menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu
pendek dapat mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan
menjadi lebih kecil.
Untuk penentuan tinggi stemming digunakan rumusan seperti yang tertera
berikut ini :
32
T = 0,7 x B
keterangan :
T = Stemming (m)
d) Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang bor di bawah lantai
jenjang yang dibuat dengan maksud agar batuan dapat terbongkar sebatas lantai
jenjangnya.
Jika panjang subdrilling terlalu kecil maka batuan pada batas lantai jenjang
tidak lengkap terbongkar sehingga akan menyisakan tonjolan pada lantai
jenjangnya. Sebaliknya bila panjang subdrilling terlalu besar akan menghasilkan
ground vibration dan secara langsung akan menambah biaya pemboran dan
peledakan.
Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh lantai jenjang
yang rata maka digunakan rumusan sebagai berikut :
J = 0,3 x B
keterangan :
J = Subdrilling (m)
H =L+J
keterangan:
H = Kedalaman lubang ledak (m)
L = Tinggi jenjang (m)
33
PC = H T
keterangan :
PC = Panjang kolom isian (meter)
H = Kedalaman lubang ledak (meter)
T = Stemming (meter)
L
Sf =
B
keterangan :
Sf = Stiffness Ratio
L = Tnggi jenjang, (m)
B = burden, (m)
34
Tabel 3.3
Stiffness Ratio dan Pengaruhnya
Stiffnes
Frag. Airblast Flyrock Vibrasi Keterangan
s Ratio
Potensi terjadinya
Berpoten Berpoten Berpoten backbreak dan toe.
1 Jelek
si si si Harus dihindari dan
dirancang ulang
Sebaiknya dirancang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang ulang
Terkontrol dan
3 Baik Baik Baik Baik fragmentasi
memuaskan
Tidak menguntungkan
Sempur Sempurn Sempurn Sempurn
4 lagi bila Stiffness
na a a a
Ratio lebih dari 4
35
Gambar 3.12
Pola Peledekan Echelon
36
serta untuk menyediakan ruang atau bidang bebas baru bagi baris lubang ledak
berikutnya.
Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan dalam baris
depan akan menghalangi pergeseran dari baris berikutnya, sehingga kemungkinan
material pada baris kedua akan tersembur ke arah vertikal membentuk tumpukan.
Akibatnya tumpukan material hasil peledakan (muckpile) menjadi sangat tinggi dan
akan menyulitkan kegiatan pemuatan.
Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan
terlempar jauh ke depan serta kemungkinan besar akan terjadi flyrock. Hal ini
disebabkan karena tidak ada dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan
lemparan batuan di depannya.
Waktu tunda yang diterapkan dapat berupa surface delay (waktu tunda pada
satu baris dan waktu tunda antar baris) dan in-hole dalay.
a. Waktu tunda pada satu baris (intra-row delay)
Dalam pelaksanaannya hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat fragmentasi,
pemindahan (displacement), mengurangi overbreak dan tingkat getaran yang
diinginkan. Intra-row-delay untuk memperoleh hasil peledakan yang optimum
biasanya antara 2 sampai 5 ms/m spasi.
b. Waktu tunda antar baris (inter-row delay)
Penerapan waktu tunda ini sama penting dengan intra-row-delay dalam usaha
mengontrol hasil peledakan secara keseluruhan. Rancangan peledakan yang
menerapkan banyak baris menggunakan waktu tunda antar baris karena burden
pada tiap lubang ledak membutuhkan waktu untuk bergerak sesudah detonasi
untuk membuat bidang bebas baru (Gambar 3.15A), sedangkan penerapan waktu
tunda yang tidak cukup akan mengurangi unjuk kerja peledakan (blast
performance), flyrock dan overbreak (Gambar 3.15B).
c. Waktu tunda dalam lubang ledak (In-hole delay)
Penerapan in-hole delay yang tepat dapat meminimalkan terjadinya cut off
selama peledakan dan mengijinkan pemakaian inter-row delay yang panjang
yang akhirnya akan diperoleh unjuk kerja peledakan yang optimal. Pemakaian in-
hole delay yang optimal adalah tiga sampai lima kali waktu tunda dipermukaan
yang terlama.
37
Penentuan waktu tunda yang dibutuhkan untuk pergerakan batuan hasil
peledakan dapat digunakan rumusan sebagai berikut:
T =kxB
keterangan :
T = waktu tunda antar baris (ms)
k = konstanta waktu antar baris, antara 6,5 ms/m 11,5 ms/m burden
Gambar 3.13
Pengaruh Waktu Tunda
38
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi.
Karakteristik bahan peledak yang sangat mempengaruhi operasi peledakan pada
tambang terbuka adalah kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan, bobot isi, tekanan
detonasi, sifat gas beracun dan ketahanan bahan peledak terhadap air.
1) Kekuatan
Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan
adalah ballistic mortar test.
2) Kecepatan detonasi
Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui bahan
peledak yang dinyatakan dalam m/dtk atau feet per detik. Kecepatan detonasi
suatu bahan peledak tergantung dari beberapa faktor, yaitu bobot isi bahan
peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel dari
bahan penyusunnya dan bahan-bahan yang terdapat dalam bahan peledak.
Kecepatan detonasi dapat dinyatakan dalam kondisi terkurung dan kondisi tidak
terkurung. Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan detonasi
dimana gelombang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang
ledak atau ruang terkurung lainnnya, sedangkan kecepatan detonasi tidak
terkurung adalah suatu kecepatan yang menunjukan kecepatan detonasi bahan
peledak apabila bahan peledak diledakkan dalam keadaan terbuka atau tidak
terkurung.
Untuk peledakan pada batuan keras dipakai bahan peledak yang mempunyai
kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan yang lunak dipakai bahan
peledak dengan kecepatan detonasi rendah.
3) Kepekaan (sensitivity)
Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai bereaksi
menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom isian. Penyerapan air dan
39
terlapisinya kristal-kristal oleh zat lilin cenderung mengurangi kepekaan,
sedangkan peningkatan temperatur dapat menyebabkan kepekaan. Jika diameter
bahan peledak cukup besar maka perambatan reaksinya akan lebih mudah karena
permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat pengurungan cenderung
memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian dan menghindari
penyebaran tenaga reaksi.
5) Tekanan detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam kolom
isian bahan peledak yang dinyatakan dalam kilobar (kb). Tekanan detonasi bahan
peledak komersial antara 5 150 kb
Tekanan akibat ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian
tersebar ke segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh:
Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD)
Tingkat/derajat pengurungan
Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan
40
Keterangan :
P = Tekanan detonasi (kilobar)
SGe = Berat jenis bahan peledak
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak (ft/detik)
1 kilobar = 14.504 psi
1 ft = 0,3048 meter
41
peledak. Biasanya untuk batuan sedimen daerah retakan dapat mencapai 40 kali
diameter lubang tembak.
42
tegangan yang bekerja. Ground vibration dapat diprediksi dengan menggunakan
teori yang dikemukakan oleh George Berta (1990)
Gambar 3.14
Diagram gelombang getaran dan parameternya
a = perpindahan (m)
ac = akselerasi (m/ s2)
T = Periode (s)
F = 1/T frekuensi (s-1)
V = 2 a f = velocity kecepatan getaran (m/s)
43
tipe kelompok batuan. Dari beberapa faktor tersebut kemudian dibuat rumusan
perhitungan yaitu sebagai berikut:
Q 1 x2 x3 xx106
V= ...............................................................(3.4)
R 5KfxLogRxxrxC
Keterangan :
V
A=
(2 fs )
ac = (2 fs V )
Keterangan:
A = Amplitudo (mm)
V = Kecepatan Getaran Tanah (mm/s)
fs = Frekwensi (Hz)
a = Percepatan (mm/s2)
( c r ) 2
1 = 1
(c + r ) 2
44
Keterangan :
1 = Faktor impedansi
Ic = Impedansi bahan peledak (kg m-2 s-1)
Ic = e ( kg/m3) x VOD (m/s)
Keterangan :
2 = Faktor coupling
f = Diameter lubang ledak (inchi)
c = Diameter isian bahan peledak (inchi)
e = 2,72
Dari persamaan diatas, maka secara otomatis 2 akan mendekati harga 1 jika c
mendekati harga f dan 2 akan turun dengan besarnya coupling ratio. Pemanfaatan
45
fenomena tekanan dinamik sebagai fungsi dari coupling ratio dalam teknologi
peledakan dikenal dengan istilah decoupling yaitu dengan meningkatkan copling
ratio, atau dengan kata lain menggunakan cartridge dengan diameter yang lebih
kecil dari diameter lubang ledak.
4) Kelompok batuan
Dari tiap-tiap tipe batuan dibagi dalam 3 kelompok berdasarkan karakteristik
atau sifat-sifat kekerasan dari batuan tersebut seperti tercantum pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Tipe Kelompok Batuan
Type of Ground Kf
Dari tipe kelompok batuan diatas dapat ditentukan besarnya frekuensi getaran
yang dihasilkan oleh kegiatan peledakan. Frekwensi disini adalah untuk menentukan
besarnya perambatan gelombang pada batuan, yaitu dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
Keterangan :
f = Frekwensi (Hz)
Kf = Faktor pengaruh karakteristik dari tanah
R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju (m)
46
Gambar 3.15
Jarak titik ledak ke sensor yang di tuju
Y = a + a X + a X + ...... + a X .....................................................(3.5)
0 1 1 2 2 k k
Keterangan:
Y = Variabel tak bebas ( dependent variabel ).
Xi = Variabel bebas ( independent variabel ).
a0 = Penduga bagi a0 intersep (titik potong)
a1,a2,ak = Penduga bagi ai
47
k = 1,2....n Koefisien Determinasi ( r2) ( nilainya antara 0 dan 1)
Untuk menyatakan proporsi keragaman total nilai-nilai peubah Y yang dapat
di jelaskan oleh nilai-nilai peubah X melalui hubungan linier. Contoh r = 0,6 artinya
0,36 atau 36 % diantara keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan
liniernya dengan nilai-nilai X. Atau besarnya sumbangan X terhadap naik turunnya
Y adalah 36 % sedangkan 64 % disebabkan oleh faktor lain.
Adalah ukuran hubungan linier antara dua variabel / peubah acak X dan Y
untuk mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis linier.
Tabel 3.5
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
48
Gambar 3.16
Grafik Baku Tingkat Getaran Berdasarkan Dampak Kerusakan
Keterangan :
49
Tabel 3.7
Baku Tingkat Getaran Untuk Kenyaman Dan Kesehatan
Tabel 3.8
Australia Standar Vibration
Tipe Banguan Peak Particle Of
Velocity
Perumahan 10 mm/s
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
a. Burden (B)
Burden yang diterapkan pada batuan keras (basalt) adalah 7 meter dan
pada batuan lunak adalah 9 meter
b. Spasi (S)
Spasi yang diterapkan pada batuan basalt adalah 8 m,dan pada batuan
lunak adalah 11 meter.
c. Stemming (T)
Stemming yang digunakan pada operasi peledakan bervariasi, tergantung
pada kedalaman lubang(hole depth), yaitu sebagai berikut :
51
Hole Depth (m) Stemming (m)
36 3
79 4
10 14 4
15 17 4,5
18 20 5
>21 5,5
d. Subdrilling (J)
Subdrilling yang digunakan pada kegiatan peledakan adalah 0,5 dan 1
meter.
52
Gambar 4.1
Pola Peledakan Echelon
53
i. Waku Tunda
Satuan waktu tunda yang digunakan adalah millisecond (ms), Conectadet
digunakan untuk surface delay menggunakan waktu tunda 25ms, 42ms,
65ms, 17ms, 100ms,dan in hole delay 400ms.
j. Pemakaian Bahan Peledak
Bahan peledak yang dipakai adalah Fortis Coal dengan perbandingan
Amonium Nitrat dan Emulsi adalah 30 % AN dengan 70 % Amulsion.
Dan untuk pencampurannya dilakukan pada kendaraan Mobile Mixing
Unit BM169 dan BM123.
k. Loading Density
Loading Density yang digunakan tergantung dari jenis batuan, untuk
batuan keras digunakan loading density 41 kg/m, sedangkan untuk batuan
lemah digunakan loading density 38 kg/m.
l. Powder Factor (Pf)
Rata-rata besarnya powder factor setiap peledakan adalah 0,51 kg/m3.
4.3 Karakteristik Bahan Peledak
Bahan peledak yang digunakan adalah Fortis Coal dengan campuran 30% AN
dan 70% Emulsion (Lihat Tabel 4.1).
Tabel 4.1
Jumlah Bahan Peledak Yang Digunakan
54
4.4 Hasil Pengukuran Actual
Hasil pengukuran vibrasi actual dilakukan oleh Orica Mining Services di
mulai dari tanggal 17 Juli 2008 sampai dengan 26 Januari 2009. Data peledakan yang
digunakan berasal dari 26 kali kegiatan peledakan dibatuan Basalt. Data yang didapat
dari alat Compact Texcel Monitoring kemudian diload ke software Easy Link
,kemudian akan keluar hasil pengukuran vibrasi.
Berdasarkan lokasi penelitian dapat ditentukan persamaan peak particle
velocity actual maksimum 5,61 mm/s dan jarak pusat ledakan ke blasting monitoring
tidak lebih dari 1540 meter (dapat dilihat di Lampiran B).
55
BAB V
PEMBAHASAN
Adapun yang akan dibahas dalam bab ini adalah penentuan nilai batas
maksimal yang diijinkan oleh masing-masing teori vibrasi (persamaan regresi ,dan
bertha). Kemudian dimasukkan dalam kriteria standar Australia Standar 2187-1993
dan KEPMEN lingkungan hidup No. 49 tahun 1996.
56
5.1.2 Penyimpangan rata-rata error Peak Particle Velocity Teori Terhadap
Aktual
Dari Perhitungan nilai peak particle velocity teori (Bertha dan Regresi Linier
Berganda) maka didapatkan nilai penyimpangan rata-rata peak particle velocity
terhadap actual seperti terlihat pada Tabel 5.1
Tabel 5.1
Selisih Penyimpangan Nilai Peak Particle Velocity Teori Berta dan Regresi Linier
Berganda Terhadap Actual
Penyimpangan Peak Particle
PPV Actual Velocity(mm/s)
mm/s Regresi Linier Bertha
2,501923077 2,580302 3,7663085
Penyimpangan 0.078378923 1.264385423
Dari ketiga teori diatas didapatkan nilai penyimpangan rata-rata peak particle
velocity terkecil dari actual yaitu dengan menggunakan teori persamaan regresi linier
berganda (dapat dilihat di lampiran A) dengan nilai penyimpangan rata-rata
0,078378923 mm/s dari actual . Karena memberikan simpangan terkecil. maka teori
persamaan linier berganda yang digunakan untuk penentuan jarak aman manusia dari
lokasi peledakan.
Dari gambar 5.1 dapat dilihat bahwa semakin dekat jarak dengan lokasi
peledakan maka akan menghasilkan peak particle velocity yang tinggi begitu juga
sebaliknya semakin jauh jarak dengan lokasi peledakan maka akan menghasilkan
peak particle velocity yang rendah.
57
6
4
PPV(mm/s)
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Jarak(Meter)
Gambar 5.1
Hubungan Antara Jarak dan Muatan Terbesar Dengan PPV
58
5.4 Zona Aman Dari Getaran Tanah Berdasarkan Dampak Kerusakan
Menurut KEPMEN Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996
Diketahui jenis batuan yang paling banyak yaitu, Batuan Basalt, dan terdapat
bidang-bidang diskontinuitasnya. Penelitian yang dilakukan pada pit manggis ,
sehingga berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup zona yang paling aman
berdasarkan dampak kerusakan dengan muatan terbesar yang digunakan 1672,8 kg
adalah kategori A yaitu pada jarak lebih besar dari 1100 meter dari lokasi peledakan,
sedangkan zona yang masuk kategori B ( tidak aman ) yaitu pada jarak lebih kecil
dari 1100 meter dari zona peledakan yang dilakukan dalam proses penambangan (
lihat gambar 5.2 ) sehingga kampung manggis masuk zona aman kategori A.
5.4.1 Zona Aman Untuk Kenyaman Dan Kesehatan Manusia Menurut
Kriteria KEPMEN Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996
Sedangkan untuk kenyaman dan kesehatan manusia dengan muatan terbesar
yang digunakan 1672,8kg , yang masuk kategori A ( mengganggu) terdapat pada
jarak lebih dari 2100 meter dari lokasi peledakan. Sedangkan yang termasuk kategori
B ( tidak nyaman) yaitu pada jarak lebih kecil dari 2100 meter dari lokasi peledakan
,kampung manggis termasuk dalam kategori B.
5.4.2 Penentuan Jarak Aman Berdasarkan Australia Standar Vibration Limit
AS 2817-1993
Berdasarkan kriteria Australia Standar Vibration Limit AS 2817-1993( Lihat
tabel 3.6), di dapatkan respon manusia(perumahan penduduk) terhadap getaran pada
total bahan peledak tebesar yaitu 1672,8 kg dan jarak 7500-3500 meter adalah 3,016-
4,55 mm/s dengan durasi getaran 4,096 sekon respon manusia terhadap getaran
masih dalam kondisi aman. Jarak 3400-1000 meter pada peak particle velocity 4,59-
5,51mm/s dengan durasi getaran 4,096 sekon respon manusia terhadap getaran masih
dalam kondisi aman Dari penjelasan tersebut maka sesuai dengan kriteria Australia
Standar AS 2817-1993 maka pada jarak 7500-1000 dinyatakan sebagai jarak aman.
5.5 Perbandingan Kriteria Kepmen Lingkungan Hidup Dengan Australia
Standar
Dari hasil analisis yang mengacu terhadap kedua kriteria diatas maka kriteria
KepMen Lingkungan Hidup merupakan kriteria yang paling ketat dan tepat untuk
digunakan di wilayah sekitar zona peledakan PT Thiess Contractor. Hal ini dapat
59
dilihat dari minimal tingkat getaran yang di ijinkan oleh kriteria Australia Standar
adalah 10 mm/s dan KepMen Lingkungan Hidup minimal 2 mm/s.
Gambar 5.2
Zona Aman Berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup
60
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya dapat diambil beberapa
kesimpulan yaitu :
6.2. Saran
61
62
DAFTAR PUSTAKA
4. Hustrulid, W. (1999). Blasting Principles For Open Pit Mining. Colorado School
of Mines, Golden, Golden, Colorado, USA
17-Jul-08 Pit Manggis B 17-18 1290 35.92 1360 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.133539 3.14 2750 5400 0.005207 5.21
19-Jul-08 Pit Manggis B 14-15 1344.8 36.67 1540 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.187521 3.14 2750 5400 0.004655 4.66
21-Jul-08 Pit Manggis B 15-16 516.6 22.73 1500 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.176091 3.14 2750 5400 0.002968 2.97
24-Jul-08 Pit Manggis B 14 1493.1 38.64 1200 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.079181 3.14 2750 5400 0.006405 6.41
1-Aug-08 Pit Manggis B 14 656 25.61 1480 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.170262 3.14 2750 5400 0.003393 3.39
6-Aug-08 Pit Manggis B14 844.6 29.06 1430 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.155336 3.14 2750 5400 0.003993 3.99
12-Sep-08 Pit manggis B11 258.3 16.07 1300 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.113943 3.14 2750 5400 0.002445 2.45
13-Sep-08 Pit Manggis B12 422.8 20.56 1200 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.079181 3.14 2750 5400 0.003408 3.41
22-Sep-08 Pit Manggis B12 295.2 17.18 1400 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.146128 3.14 2750 5400 0.002415 2.42
19-Oct-08 Pit Manggis B13 512 22.63 1400 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.146128 3.14 2750 5400 0.003181 3.18
27-Oct-08 Pit Manggis B13 933.8 30.56 1420 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.152288 3.14 2750 5400 0.004231 4.23
30-Oct-08 Pit Manggis B14 225.5 15.02 1200 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.079181 3.14 2750 5400 0.002489 2.49
4-Nov-08 Pit Manggis B13 688.8 26.24 1260 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.100371 3.14 2750 5400 0.004129 4.13
16-Nov-08 Pit Manggis B12 754.4 27.47 1240 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.093422 3.14 2750 5400 0.004396 4.40
21-Nov-08 Pit Manggis B14 1049.6 32.40 1350 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.130334 3.14 2750 5400 0.004734 4.73
24-Nov-08 Pit Manggis B13 151.7 12.32 1250 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.09691 3.14 2750 5400 0.001954 1.95
17-Dec-08 Pit Manggis B12 1353 36.78 1520 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.181844 3.14 2750 5400 0.004735 4.74
18-Dec-08 Pit Manggis B10 1574.4 39.68 1490 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.173186 3.14 2750 5400 0.005218 5.22
22-Dec-08 Pit Manggis B10 246 15.68 7500 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.875061 3.14 2750 5400 0.000371 0.37
25-Dec-08 Pit Manggis B13 481.75 21.95 7500 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.875061 3.14 2750 5400 0.000519 0.52
8-Jan-09 Pit Manggis B14 1168.5 34.18 6800 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.832509 3.14 2750 5400 0.000896 0.90
9-Jan-09 Pit Manggis B16 1476 38.42 5800 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.763428 3.14 2750 5400 0.001192 1.19
16-Jan-09 Pit Manggis B11 1672.8 40.90 1400 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.146128 3.14 2750 5400 0.005749 5.75
17-Jan-09 Pit Manggis B17 1033.2 32.14 1400 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.146128 3.14 2750 5400 0.004518 4.52
19-Jan-09 Pit Manggis B18 369 19.21 1500 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.176091 3.14 2750 5400 0.002508 2.51
26-Jan-09 Pit Manggis B12 1623.6 40.29 1370 0.914321 1 0.4 2.33 1000000 0.03 3.136721 3.14 2750 5400 0.005796 5.80
LAMPIRAN D
Pengukuran Getaran Tanah Dengan Persamaan Regresi Linier Berganda
LAMPIRAN E
PETA LOKASI PENELITIAN
f = (Kf log R)-1