Anda di halaman 1dari 17

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang

berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena,
obat obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju
target organ masing masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.

Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat
segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek
samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat
minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila
diberikan secara tunggal.

Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan yang
sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun
regional anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan
bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat
penting.

Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara langsung
ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena
berhasil ditemukan.

1. Teknik Anestesi
Teknik anestesia merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam
pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam
dan analgetik narkotik. induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai
pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.
2. Jenis Obat Anesthesi
Tiopenton, Diazepam , Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol. Berikut ini akan
dijelaskan lebih jauh mengenai obat obat anestesi intravena tersebut.

1. RENCANA ANESTESI
OBAT PREMEDIKASI
1. Midazolam, dosis 0,07 0,15 Mg/KgBB,IM
2. Morphine, dosis 0,05 0,2 Mg/KgBB,IM
3. Pethidine, dosis 0,5 1 Mg/KgBB, IM
4. Sulfat Atropin, dosis 0,01 0,02 Mg/KgBB, IM
5.
OBAT SEDATIF
1. Midazolam, dosis 0,1 0,4 Mg/KgBB,IV
2. Profopole, dosis 1 2,5 Mg/KgBB,IV
3. Ketamine, dosis 1 2 Mg/KgBB, IV
ANALGETIK
1. Morpine, dosis 0,1 1 Mg/KgBB, IV
2. Pethidine, dosis 2,5 5 Mg/KgBB, IV
3. Fentanyl, dosis 2 150 Mcg/KgBB, IV
4. Ketamine, dosis 0,25 0,5 Mg/kgBB, IV
PELUMPU OTOT
1. Atracurium, dosis 0,5 Mg/KgBB, IV
2. Vecuronium, dosis 0,12 Mg/KgBB, IV
3. Recuronium, dosis 0,6 1,2 Mg/KgBB, IV
a. MIDAZOLAM dosis 0,07 0,15 Mg/KgBB,IM
1. Farmakodinamik
Obat induksi tidur jangka pendek atau premedikasi, pemeliharaan anastesi, bekerja cepat dan
karena tranformasinya metaboliknya cepat dan karena kerjanya singkat, bekerja kuat
menimbulkan sedasi dan induksi tidur. Setelah pemberian IM<IV terjadi amnesia anterograde.
2. Dosis
a) Premedikasi
1) IM 2,5-20 mg (0,05-0,2 mg/kg)
2) Intranasal 0,2-0,3 mg/kg. gunakan larutan injektat potensi tinggi (5 mg/ml)
3) Rektal 15-20 mg (0,3-0,35 mg/kg).encerkan dalam 5 ml NS
b) Sedasi
1) IV 0,5-5 mg(0,25-0,1 mg/kg). titrasi lambat hingga efek yang diinginkan (contohnya,
awitan bicara tidak jelas). Pernafasan dan fungsi jantung harus dimonitor secara continue
c) Induksi
1) IV 50-350 g/kg
2) Infus 0,25-1,5 g/kg/menit
d) Antikolvulsan
1) IV/IM 2-5 mg (0,025-0,1 mg/kg) setiap 10 menit seperti yang diperlukan
3. Farmakologi
Mula kerja: IM:sedasi: sampai 15 menit; IV.: 1-5 menit. Puncak efek: IM: 0,5-1 jam. Durasi:
IM: sampai 6 jam; rata-rata 2 jam. Absorpsi oral cepat. Distribusi: Vd: 0,8-2,5 L/kg; meningkat
oleh adanya gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronik. Ikatan protein 95%. Metabolism:
secara ekstensif di hati melalui CYP3A4. Biovailabilitas rata-rata 45%. Waktu paruh eliminasi:
1-4 jam; diperpanjang oleh sitrosis, gagal jantung kongestif, obesitas dan ketuaan. Ekskresi lewat
urin sebagai metabolit yang terkonjugasi oleh glukuronat; feses 2-10%.
4. Penyimpanan
Pada konsentrasi akhir 0,5 mg/ml stabil sampai 24 jam bila diencerkan dengan larutan NaCl
fisiologis atau larutan dekstrosa 5%. Larutan 1 mg/ml dalam NaCl fisiologis stabil sampai 10
hari. Dapat juga dicampur dengan larutan Ringer Laktat. Campuran larutan yang disimpan
singkat tidak perlu diproteksi terhadap cahay . suhu kamar (15-30C). lindungi dari cahaya.
5. Kontra Indikasi
Hipersensitif pada midazolam atau komponen lain dalam formula, termasuk benzilalkohol
(sensitivitas silang dengan benzodiazepine lain); bentuk sediaan parental tidak boleh digunakan
untuk intratekal atau epiderual; glaucoma sudut sempit, penggunaan bersamaan dengan inhibitor
kuat CYP3A4 (amprenavir, atazanavir, ritonavir); kehamilan.
6. Efek Samping
a) Kardiovaskuler : Takikardi, vasovagal, hipotensi
b) Pulmoner : Bronkospasme, laringospasme, apneu, hipoventilasi
c) SSP : Euforia, delirium bangkitan, agitasi, hiperaktivitas, gerakan tonik-
klonik
d) GI : Saliva, muntah, rasa asam
e) Dermatologic : Ruam, pruritis, hangat atau dingin pada tempat suntikan
7. Interaksi Makanan
Etanol: hindari etanol, karena dapat memperkuat penghambat SSP. Makanan: Jus grapefruit
dapatmeningkatkan konsentrasi midazolam di serum; hindari pemberian bersamaan. Herbal:
hindari penggunaan bersamaan dengan St.Johns wort karena dapat menurunkan konsentrasi
8. Interaksi Obat
Efek Sitokrom P450: substrat CYP2B6 (minor), 3A4 (major); Penghambat CYP2C8 (lemah),
2C9 (lemah), 3A4 (lemah). Peningkatan efek/toksisitas: penghambat CYP3A4 dapat
meningkatkan efek/tingkat midazolam; misalnya antijamur azol, klaritromisin, diklofenak,
doksisiklin, eritromisin, imatinib isoniazid, nefazodon, nikarpidin, propofol, protease inhibitor,
kunidin, telitromisin, dan verapamil. Dosis midazolam harus diturunkan 30% padausia <65
tahun, 50% pada usia >65 tahun bila diberikan bersama narkotik, dan penghambat SSP lainnya.
Penurunan efek: Peninduksi CYP3A4 dapat menurunkan efek/tingkat midazolam; misalnya
aminoglutetimid, karbamazepin, nafsilin, nevirapin, fenobarbital, fenitoin, dan rifamisin.
9. Pengaruh Kehamilan
Faktor risiko D. Midazolam dapat melewati plasenta; tidak direkomendasikan penggunaan
pada kehamilan.
10. Peringatan
a) Mengurangi dosis padamanula, pasien hipovolemik, beresiko tinggi dan penggunaan bersama
sedative atau narkotik lain
b) Pasien dengan COPD biasanya peka terhadap efek depresi pernafasan
c) Penggunaannya merupakan kontraindikasi pada glaucoma sudut-sempit atau terbuka akut
kecuali pasien mendapatkan terapi yang sesuai
d) Hipotensi dan depresi pernafasan yang tidak diharapkan dapat terjadi jika diberikan bersama
opioid; pertimbangkan dosisyang lebih kecil
e) Depresi dan henti pernafasan dapat terjadi jika digunakan untuk sedasi, jika digunakan untuk
sedasi jangan berikan sebagai suatu bolus. Terapi kelabihan dosis dengan tindakan suportif
dan flumazenil (IV lambat 0,2-1 mg)
11. Mekanisme Aksi
Berikatan dengan reseptor stereospesifik benzodiazepin pada neuron postsinaps GABA di
beberapa tempat di SSP, termasuk di sistem limbic, dan reticular formation. Meningkatkan efek
hambatan oleh GABA pada perangsangan neuron akibat dari meningkatnya permeabilitis neuron
terhadap ion Chlorida.
b. Sulfa Atropin
Merupakan Obat golongan anti kolinergik dimana kerjanya memblok Acetilcholin
1) Penggunaan
a) Pengobatan dari bradikardi sinus /CPR
b) Premedikasi (vagolisis)
c) Reversal dari blockade neuromuskuler (blockade efek muskarinik anticolinergik)
d) Terapi tambahan pada pengobatan bronkhospasme dan tukak lambung.

2) Dosis
a) Pengobatan dari bradikardi sinus /CPR
Dewasa : IV/IM/SC : 0,5-1,0 Mg ulang setiap 3-5 menit sesuai indikasi,
dosis maksimum 40 g / kg
Anak-anak : IV/IM/SC : 10-20 g/kg (dosis minimum : 0,1 mg)

b) Premedikasi (vagolisis)
Dewasa : IV/IM : 0,4-1,0 mg
PO : 0,4-0,6 Mg setiap 4-6 jam
Anak-anak : IV : 10-20 g/kg (dosis minimum 0,1 mg)
PO : 30 g /kg setiap 4-6 jam. LArutan suntik potensi tinggi (0,3 mg/ml)
dapat dilarutkan dlam 3-5 ml sari apel atau minum soda berkarbonat atau bersendawa.
c) Reversal dari blockade neuromuskuler
IV : 0,015 mg/kg dengan antikolinesterase neostigmine IV 0,5-1 mg/kg)
d) Bronkodilasi ; inhalasi
Dewasa : 0,025 mg/kg setiap 4-6 jam
Anak-anak : 0,05 mg/kg setiap 4-6 jam
Dosis maksimal 2,5 mg encerkan hingga 2-3 ml dengan normal saline dan berikan
melalui nebulisator udara bertekanan.
3) Farmakologi
Atropin secara kompetisi mengantagonisir aksi asetikoline pada reseptor muskarinik.
Menurunkan sekresi saliva, bronkus dan lambung dan merelaksasi otot polos bronkus, tonus dan
motilitas gastrointestinal berkurang, tekanan sfinfter esophagus bagian bawah berkurang, dan
tekanan intraokuler meningkat (karena dilatasi pupil). Dalam dosis digunakan untuk premedikasi.
Peningkatan IOP ini secara klinis tidak bermakna. Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh
dengan mencegah sekresi keringat.
Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV neningkatkan nadi. Penurunan sementara dari
nadi dosis yang kecil (0,5 mg pada orang dewasa) disebabkan oleh efek agonis kolinergik
muskarinik perifer yang lemah. Atropin merupakan suatu amin tersier dank arena itu melintasi sawar
darah otak pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian mendepresi medulla dan pusat otak
yang lebih tinggi.

4) Farmakokinetik
Awitan aksi IV : 45-60 detik
Intratekal : 10-20 detik
IM : 5-40 detik
PO : 30 menit 2 jam
Inhalasi : 3- 5 menit
Efek Puncak IV : 2 menit
Inhalasi : 1-2 jam
Lama Aksi IV/IM : blockade vagal 1-2 jam efek antisialog 4 jam
Inhalasi : blockade vagal 3-6 jam
5) Interaksi / Intoxixitas
Efek antikolinergik aditif dengan antihistamin, fenotiasin, antidepresi trisklik, prokainamid,
kuinidin, inhibitor MAO, benzodiazepine, antipsikotik, peningkatan tekanan intraokuler ditingkatkan
oleh nitrat, nitrit, obat-obatan alkalinasi, disopiramid, kortikosteroid, haloperidol, mempotensiasi
simpato-mimetik, mengaragonisir antikolineterase dan metoclopramide ; dapat menimbulkan
sindrom antikolinergik sentral ( halusinasi, delirium, koma).

6) Pedoman / peringatan
(a) Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan takiaritmia, gagal jantung kongestif (CHF),
iskemia miokard akut atau infark, demam, refluk esophagus, infeksi.
(b) Kontraindikasi pada pasien dengan glukoma sudut sempit uropati obstriktif, penyakit
obstruktif trakus.
(c) Jika tidak tersediaakses intra vens selama resusitasi kardiopulmoner, obat dapat diencerkan
1:1 dalam normal saline steril dan disuntikkan via suatu tube andotrakea kecepatan lama
absorbs dan efek farmakologik dari pemberian obat intra trakeal dengan rute IV.
(d) Dapat berakumulasi dan menimbulkan efek samping sistemik dengan dosis majemuk melalui
inhalsi khususnya pada manusia.
(e) Obat keracunan dengan sedasi (benzodizepin) dan pemberianfisotigmin (prostigmin,
neostigmine)
(f) Bayi dan anak kecil dan pasien manula lebih rentan terhadap efak system atropine,contohnya
nadi yang cepat dan teratur, demam, eksitas agitasi.
7) Reaksi samping Utama
CVS : Takikhardi (dosis tinggi), Bradikardi (dosis rendah) Palpitasi
Pulmonal : Depresi nafas
SSP : Kebingungan, halusinasi, kegugupan
GV : Keraguan urinarius, retensi
GI : refluk gastroesofagus
Mata : Medriasis, penglihatan kabur, peningkatan intraokuler
Dermatologik : Urtikaria
Lain-lain : Keringat berkurang, reaksi alegi

c. PETHIDIN (DOSIS 2,5 5 Mg/KgBB,IV)


Pethidine adalah merupakan golongan obat analgesic opioid dan kenal juga sebagai
meperidine. Secara kimia adalah etil-1 metil-4 karboksilat
1) Penggunaan
a) Premedikasi
b) Analgesia
c) Pencegahan dan pengobatan menggigil pasca bedah
2) Dosis
a) Analgesia PO/IM/SC : 5-150 mg (1-3 mg/kg)
IV : 25-100 mg (0,5-2 mg/kg)
b) Epidural Bolus : 50-100 mg (1-2 mg/kg) diencerkan dlam 10 ml ( bebas
pengawet) NS atau anestesi local
c) Infus : 10-20 mg/jam (0,2-0,4 mg/kg/jam)
d) Analgesia terkontrol pasien, IV : Bolus 5-30 mg (0,1-0,6 mg/kg)
Infus 5-40 mg/jam (0,1-0,8 mg /kg/jam)
Inteval lockout 5-15 menit
e) Epidural ; Bolus 5-30 mg (0,1-0,6 mg/kg/jam)
f) Infus 5-10 mg/jam (0,1-0,2 mg/kg/jam)
Interval louckout 5-15 menit.
3) Farmakologi
Opioid sintetik ini mempunyai kekuatan kira-kira sepersepuluh mopin, meperidin lebih
efektif pada nyeri neuropatik. Meperidin mempunyai efek vagolitik dan anti fasmodik ringan
Dapat menimbulkan hipotensi ortostatik pada dosis terapeutik. Normoperidn, metabolit aktifnya
merupakan stimulant otak terutama diekskresikan dalam urin. Pada pemberian yang lama dapat
terjadi akumulasi 73 hari. Memperidin menurunkan aliran darah ke otak, kecepatan metabolic
otak dan tekanan intrakanial. Meperidin melintasi sawar placenta maksimum dan menimbulkan
depresi pada neonates.
Transfer placenta maksimum dan depresi neonates terjadi 2-3 jam setelah pemberian parental.
Pemberian meperidine spinal dan epidural menimbulakan substansia gelatinosa. Sekali sudah
diaktifasi, reseptor opioid menghambat pelepasan substansi P dari serat C aferen nisiseptif.

4) Farmakokinetik (ilmu dari farmakologi yang mepelajari tentang perjalanan obat mulai sejak di
minum hingga keluar melalui organ eksresi di tubuh manusia)
Absorbsi meperidine setelah cara pemberian apapun berlangsung baik akan tetapi kecepatan
absorbs mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya
dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai bervariasi antar individu. Setelah pemberian
secara oral, sekitar 50% obat mengalami metabolisme lintas pertama dan kadar maksimal dalam
plasma tercapai dalam 1-2 jam. Setelah pemberian meperidine IV, kadarnya dalam plasma,
kemudia penurunannya berlangsung dengan lambat. Kurang lebih 60 % meperidine dalam
plasma terikat protein. Metabolisme meperidine mengalami hoidrolisis menjadi asam
meperedinat yang kemudian sebagian mengalami konyugasi. N-demelitasi menghasilkan
normeperidine, yang kemudian dihidrosis menjadi asam normeperidine dan seterusnya asam
dikoyugasi pula. Masa meperidine 3 jam. Pada penderita sirosis, biovailabilitas meningkat
sampai 80% dan masa paruh meperidine dan normeperidine memenjang. Meperidine bentuk
utuh sampai sedikit ditemukan dalamurine. Sebanyak 1/3 dari dosis meperidine ditemukan
dalamurine.
5) Efek Samping Kontraindikasi Dan Introksikasi
Efek samping meperidine dan derivate fenilpiperidine yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,
palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi. Pada penderita berobat jalan reaksi ini timbul lebih sering
dan lebih berat opstipasi dan retensi urine tidak begitu sering timbul pada morin tetapi efek
sedasinya sebanding morpin. Penderita yang mual muntah pada pemberian morfin mungkin tidak
mengalami hal tersebut bila morfin diganti dengan meperidine, hal yang sebaiknya juga terjadi.
Kontraindikasi penggunaan meperidine menyerupai kontraindikasi terhadap morfin dan opioi
lain. Pada penderita hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena terjadinya perubahan
pada disposis obat. Selain itu dosis meperidine perlu dikurangi bila diberikan bersama
antipsikosis, hipnotik sedasi dan obat-obat lain penekan SSP. Pada penderita yang sedang
mendapat MAO inhibitor pemberian meperidine dapat menyebabkan kegelisahan, gejala eksitasi
dan demam. Takar layak meperidine dapat mengakibatkan timbulnya tremor dan kovulsi bahkan
juga depresi nafas, koma dan kematian. Depresi nafas oleh meperidine dapat dilawan oleh
nalorfin atau nalokson. Pada pecandu meperidine yang telah kebal akan efek depresi, pemberian
meperidine dalam dosis besar dapat menimbulkan tremor, kedutan otot, midriasis, reflek
hieraktif dan konvulsi. Efek perangsang SSP tersebut disebabkan oleh akumulasi metabolic
aktifnya yaitu normeperidine pada penggunaan jangka panjang terutama pada gangguan fungsi
ginjal atau anemi bulan sabit.
6) Indikasi
Analgesia pada meperidine hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa
keadaan klinis, meperidine diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada
morpin. Misalnya untuk tindakan diagnostic seperti sistoskopi, pielografi, retrogad, gastroskopi,
dan pneumoensefalosgrafi. Pada bronscoskopi meeridine kurang cocok karena efek antitusifnya
jauh lebih lemah dari morfin.
Meperidine digunakan juga untuk menimulkan analgesia obstetric dan sebagai obat
preanastetik. Untuk menimbulkan analgesia obstetric dibandingkan dengan morpin, meperidine
kurang menyebabkan depresi napas pada janin, tetapi sebagai medikasi preanastetik masih
dipertanyakan perluanya suatu analgesic opioid pada penderita yang tidak menderita nyeri.

d. MORPHINE , dosis 0,1 1 Mg /kgBB

1. Farmakodinamik
Efek samping morfin pada susunan saraf pusat dan usus ditimbulkan karena morfin bekerja
sebagai antagonis pada reseptor dan .
2. Susunan Saraf Pusat

Narkosis( SEBUA KEADAN MABUK SERING KALI DI SEBABKAN OLEH OBAT ATAU AGENT LAIN)
Efek morfine terhadap SSP berupa analgesic dan narcosis. Analgesia morfine sudah timbul
sebelum penderita tidur dan sering kali terjadi analgesia tanpa disertai tidur. Morfin dosis kecil
menimbulkan euporia pada penderita yang sedang menderita nyeri , seduh dan gelisah.
Sebaliknya pada dosis yang sama pada orang normal sering menimbulkan disforia berupa
perasaan khawatir atau takut disertai muntah mual. Morfine menimbulkan pula rasa ngantuk,
tidak dapat berkonsentrasi, sukar berpikir, apatis aktifitas motoric berkurang dan letergi,
ektermitas terasa berat badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering depresi napas dan
miosis. Rasa nyeri berkurang, rasa lapar hilang dan timbul yang tidak selalu disertai mual. Dalam
lingkungan yang tenang orang yang diberikan dosis terapi 15-20 mg morfine akan tertidur cepat
dan banyak disertai mimpi, napas dalam dan miosis.
Analgesia
Efek analgesia morfine sangat selektif disertai oleh hilangnya fungsi sensorik lain yaitu rasa
laba, rasa getar ( vibrasi ), penglihatan dan pendengaran, bahkan persepsi nyeri pun tidak selalu
hilang walaupun setelah pemberian morfine dosis terapi. Yang terjadi adlah sesuatu perubahan
reaksi terhadap stimulus nyeri, penderita sering mengatakan bahwa nyeri masih ada tetapi ia
tidak menderita lagi. Pengaruh morfine terhadap modalitas nyeri yang tidak tajam (dull pain )
dan berkesinambungan lebih nyata dibandingkan dengan pengaruh morfine terhadap nyeri
intermiten. Dengan dosis terapi morfine dapat merendahkan nyeri kolik renal atau kolik empedu.
Nyeri mendadak yang menyertai tabes dorsalis ( tabletic crise ) tidak dapat dihilangkan dengan
sempurna oleh morfine. Berbeda dengan salisilat, morfine dapat mengatasi nyeri yang berasal
dari integument, Otot dan sendi.
Efek enalgesik morfine timbul berdasarkan 3 mekanisme :
1) Morfine meninggalkan ambang rasa nyeri
2) Morfine dapat mempengaruhi emosi
3) Morfine memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
3. Eksitasi (perpindahan)
Morfine sering menimbulkan mual muntah, sedangkan delirium lebih jarang timbul.
4. Miosis (pembelahan)
Morfine bekerja pada reseptor u dan k menyebabkan miosis. Miosis ditimbulkan oleh
perangsangan pada segmen otonom ini saraf okumuler. Miosis ini dapat dilawan oleh atropine
skopolamin. Pada intoksikasi morfine pin point pupils merupakan gejala yang khas. Dilatasi
berlebihan hanya timbul pada stadium akhir intoksikasi morfine. Morfine dalam dosis terapi
mempertinggi daya akomodasi dan menurunkan tekanan intraokuler, baik pada orang normal
maupun pada penderita glaucoma.
Depresi Napas
Morfine menimbulkan depresi nafas secara primer dan berkesinambungan berdasarkan efek
langsung pada pusat nafas batang otak. Pada dosis kecil morfine sudah menimbulkan depresi
nafas tanpa menyebabkan tidur dan kehilangan kesadaran. Pada depresi nafas terjadi penurunan
frekuensi nafas, volume semenit dan tidal excenge, akibatnya PCO2 dalam darah dan udara
elveolar meningkat dan kadar O2 dalam darah menurun. Morfine berguna untuk menghambat
reflek batuk disertai depresi nafas misalnya noskapin.
Mual Muntah
Efek emetic morfine terjadi berdasarkan stimulant langsung pada anetik chemoroceptor
tringger zone di area posterma medulla oblongata, bukan oleh stimulan pusat emetic sendiri. Efek
emetik lain tidak efektif setelah pemberian morfine. Derifet fenotiazin, yang merupakan boker
dopamine kuat mengatasi mual muntah akibat morfine. Dengan dosis 15 kg morfine sub kutan
pada penderita yang berbaring, jarang terjadi mual dan muntah.
5. Saluran Cerna
Pada penelitian telah membuktikan bahwa morfine berefek langsung pada cerna, bukan
melalui efeknya pada SSP.
Lambung : Lambung menghambat sekresi HCL, tetapi efek ini lemah. Selanjutnya morfine
menyebabkan pergerakan lambung berkurang, tonus bagian antrum meninggi dan motalitasnya
berkurang sedangkan sfingter pylorus berkonsentrasi. Akibatnya pergerakan isi lambung ke
duodenum. Pada manusia peninggian tonus otot pols lambung oleh morfine sedikit diperkecil
oleh atropine.
Usus halus : morfine mengurangi sekresi empedu dan pancreas, dan memperlambat pencernaan
makan di usus halus. Pada manusia, morfine mengurangikontrasi propulsive, meninggikan tonus
dan spasme periodic
usus halus. Efek morfine ini lebih jelas terlihat pada duodenum. Penerusan isi usus menjadi lebih
padat. Tonus valvula ileosekalis juga meninggi. Atroin dosis besar tidak lengkap melawan efek
morfine ini.
Usus besar : morfine mengurangi atau menghilangkan gerakan propulsi usus besar, meninggikan
tonus otot dan menyebabkan spasme usus besar, akibatnya penerusan isi kolon menjadi lebih
lambat dan tinja menjadi lebih keras. Daya persepsi kortek dipengaruhi morfine sehingga
penderita tidak merasakan kebutuhan untuk defikasi, walaupun tidak lengkap efek morfinepada
kolon dapat diantagonis oleh atropine.
6. Sistem Kardivaskuler
Pemberian morfine dosis terapi tidak mempengaruhi tekanan darah, frekuensi maupun irama
denyut jantung. Perubahan yang terjadi pada dosis toksis, tekanan darah turun akibat hipoksida
pada stadium akhir intoksikasi morfine. Hal ini terbukti dengan dilakukannya nafas buatan atau
dengan memberikan oksigen, tekanan darah naik meskipun depresi medulla oblongata masih
berlangsung.
Morfine menurunkan kemampuan sistem kardiovaskuler untuk bereaksi terhadap sikap. Penderita
mungkin menderita hipotensi ortastik dan dapat jatuh pingsan, terutama akibat vasodilatasi
perifer yang terjadi berdasarkan efek langsung terhadap pembuluh darah kecil. Morfine
melepaskan histamine yang merupakan faktor penting dalam timbulnya hipotensi.
7. Farmakokinetik
Morfine tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorbsi melalui kulit luka. Morfine
juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara pemberian ini absorbs morfine kecil sekali.
Morfine dapat diabsorbsi usus, tetapi efek analgesiknya setelah pemberian oral jauh lebih rendah
daripada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parental dengan dosis yang sama. Mula
kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sama cepat, sedangkan setelah suntikan
subcutan, absorbsi berbagai alkaloid opioid berbeda-beda. Setelah pemberian dosis tunggal,
sebagian morfine mengalami konyugasi dengan asam glukuront di hepar, sebagian dikeluarkan
dalam bentuk bebas dan 18% tidak diketahui. Morfine dapat melintas sawar uri dan
mempengaruhi janin. Eskresi morfine terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfine bebas
ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfine yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu.
Sebagian yang sangat kecil dikeluarkan oleh paru-paru. Sebagian kodein mengalami N-
demilitasi. Urine mengandung bentuk bebas dan bentuk konyugasi dari kodein, norkodein dan
morfine.
8. Efek Samping(Indiosinkrasi dan alergi)
Morfine dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita berdasarkan idiosinkrasi
lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor, dan jarang-jarang delirium, lebih jarang lagi
konvulsi dan insomnia. Berdasarkan reaksi alergi dapat menimbulkan gejala seperti urtikaria.

e. PROFOPOL
Obat induksi sedasi sadar, menimbulkan induksi yang cepat serta distribusi dan eliminasi
yang cepat pula. Mendepresi myocard langsung, mengakibatkan apne dan hipertensi. Tidak
mempunyai efek analgetik, memiliki efek anti emetic intrinsic. Dapat menekan korteks adrenal dan
menurunkan kadar kartisol plasma. Mengurangi aliran darah ke otak, tekanan perpusi otak, dapat
terjadi pelepasan histamin dan reaksi alergi kemugkinan sekali berupa anafilaksis. Kurangi dosis
untuk manula dan penggunaan bersama narkotik dan hipnotik sedatif.
1. Farmakologi
Tidak bersifat histamine release/reaction anaphylactoid (cheremophor El diganti dengan minyak
soyabean), pada injeksi perivascular injection: tidak terjadi nekrosis jaringan, pada injeksi intra
arteri tidak terjadi nekrosis jaringan. Mekanisme kerja: diduga menghasilkan efek sedative
hipnotik interaksi dengan gamma-amino bucryc acid (GABA), neurotranmilter inhibitor pada
sistem saraf pusat.
2. Dosis
- Sediaan 10 mg/cc cairan putih seperti susu.siapkan dalam spuit 20cc.
- Dosis anak > 8 thn : 2,5 mg/ KgBB (IV)
- Dewasa : 2 2,5 mg/ KgBB (IV)
- Orang tua : 1,25 2 mg/ KgBB (IV)
3. Kontra Indikasi
Pada pasien yang mengalami alergi terhadap telur atau minyak kedelai.
4. Ekskresi
Dimetaboliser dihati.
Efek Samping
Pernapasan : depresi pernapasan, ane, cegukan, Bronco Spasme, Laringaspasme. Cardio
Vaskuler : Hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.
Susunan saraf pusat : Sakit kepala, pusing, europia, kebingungan, gerakan klonik/mioklonik,
apestotonus, kejang
Gastrointestinal : Mual, muntah ringan, kram abdomen.
Lain-lain : Demam. Ilusi seksual, nyeri pada tempat suntikan.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien
dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak
soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau
sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan
emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg)
a) Mekanisme kerja.
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).
b) Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol
diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek
karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan
sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml
mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik
ataupun relaksasi otot.
c) Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan
efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan
kesadaran berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular
Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali
disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan
d) Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang
steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah
kontaminasi dari bakteri.

e) Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul
akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan
menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan
pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena
yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi
menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati
hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

A. Tiopenton(thiopental).
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium
Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum
barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat
(30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10
menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak
atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
2.1.1 Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan
pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu
jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak
yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis,
barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan
transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme
spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan
reseptor (postsinap).
2.1.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi
anestesi umum pada orang dewasa dan anak anak. Perkecualian pada tiopental rektal atau
sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak anak. Sedangkan phenobarbital atau
sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.
Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan
diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan
mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi
penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke
dalam jaringan lemak.

Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan pada
anak anak terjadi 6 ml/kg/menit.
2.1.3 Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada
dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.
Pada Sistem kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung,
penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini
disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi
pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia
bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih
normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat
terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat
vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi
langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal. bahkan dapat sampai
menyebakan terjadinya asidosis respiratorik.
2.1.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari
tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
2.1.5 Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini
kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan
terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien
dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase,
dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan
menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

B. Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip
dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini
disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering
menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama
perang Vietnam.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi ,
hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah , pandangan kabur
dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi
gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
2.2.1 Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla
spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat
menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.
2.2.2 Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat
kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus.
Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah,
menelan, tremor dan kejang. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-
8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah
intrakranial.
Efek pada mata
Menimbulkan lakrimasi, (NISTAGMUS gerakan mata INOLUNTER ,RITMIS, bolak balik
horizontal maupun pertikal atau berputar) dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan
tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular.
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan
darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi
bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma.

2.2.3 Dosis dan pemberian


Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah
sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara
I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis
sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian secara intermitten
diulang setiap 10 15 menitdengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.
2.2.4 Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuscular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10
Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan
kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah
15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang
masih aktif.
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
2.2.5 Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat
menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi,
pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat
meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan
diplopia.
2.2.6 Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas,
maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit
sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat,
misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat,
misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit
sistemik yang sensitif terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis,
Diabetes militus , PJK dll.

2.3 Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium didapat dari
ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium berasal dari bahasa yunani yang
berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil,
alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general
anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam
operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.
2.3.1 Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain.
Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi,
opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya
dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat
pelepasan presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin)
dari neuron nosiseptif.
2.3.2 Dosis
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan
morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.
2.3.3 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level
plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif
menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-
anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin
memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga
Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi
bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir
berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada
aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif,
remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.

2.3.4 Farmakodinamik
Efek pada sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus
otot pembuluh darah 3.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan
aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin
karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan
jumlah volume tidal yang menurun .11 PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga
kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi
pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks
batuk pada dosis tertentu.
Efek pada Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat
2.4 Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium),
Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan
kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls
atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan
bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia
dalam larutan dengan PH 3,5.
2.4.1 Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb
Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg
Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
2.4.2 Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 8 menit
setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam.
Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri.
Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin
akan tampak lambat pada pasien tua.
2.4.3 Farmakodinamik
Dalam sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek
analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.

Efek Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak
mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang
besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.
Sistem Respiratori
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat
terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Efek terhadap saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga
sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.

Anda mungkin juga menyukai