Anda di halaman 1dari 13

Journal Reading

CYTOLOGICAL DETECTION OF SPERMATOZOA :


COMPARISON OF THREE STAINING METHODS

Presentan :
Halim Muhammad Satria 1110313058
Rahmi Fadhila 1210312002
Clarissa Fiolli R 1210312003
Ruslan Kamil 1210312014
Cici Irawanti Putri 1210312083
Annisa Azkiya 1310311119
Aida Juniati Syafni 1310311124
Indah Noprimasari Yudi 1310311126
Viola Annisa 1310311131
Khoirunnisa 1310311133
Avino Maulana Fikri 1310311135
Sri Shinta Agustin 1310311145

Preseptor :
Dr. dr. Rika Susanti, Sp.F

BAGIAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan Shalawat


beserta salam untuk Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah Journal Reading dengan judul Cytological Detection of
Spermatozoa : Comparison of Three Staining Methods. Makalah ini diajukan untuk
melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Di dalam makalah ini
dipaparkan informasi mengenai isi jurnal dan telaah kritis dari jurnal tersebut.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada preseptor Dr.
dr. Rika Susanti, Sp.F yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah
ini. Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada Ibu.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk
menyempurnakan makalah ini.

Padang, 15 Juni 2017

Penulis
PEMERIKSAAN SITOLOGI SPERMATOZOA : PERBANDINGAN TIGA
METODE PEWARNAAN

ABSTRACT : Pemeriksaan sperma bisa menjadi faktor penting dalam


mengonfirmasiseranganseksualpada kasus pemerkosaan. Penelitian ini
membandingkan 3 dari metode pewarnaan yang paling umum digunakan dalam
penelitan ilmiah: Christmast tree, hematoxylin-eosin, dan alkaline fuchsia. Populasi
yang diteliti terdiri dari 174 wanita yang setuju yang terlihat di Male Infertility Centre
di Toulouse, Perancis. Tanggal hubungan seksual terakhir diketahui secara akurat.
Pewarnaan alkaline-fuchsin tampaknyatidak efektif dalam mendeteksi spermatozoa
pada sampel vagina.Dibandingkan dengan hemotoxylin-eosin, pewarnaan Christmast
tree tampak menjadi test yang paling berguna pada 72 jam pertama. Dua faktor
eksternal yang berhubungan pada dengan berkurangnya deteksi pada spermatozoa :
berapa lama waktu sejak terjadinya hubungan terjadi dan volume sperma.

KEYWORDS : lmu forensik, sitologi, sperma, pemeriksaan spermatozoa

Pemerkosaan biasanya merupakan kejahatan tanpa saksi dan bukti dari semen
memegang peranan penting bersamaan dengan pernyataan korban(1). Pemeriksaan
medis memberikan kesempatan untuk mengumpulkan bukti fisik dan sampel biologis
untuk mengonfirmasi adanya sperma dan penyerangan(2-6). Swab seharusnya diambil
secara rutin karena semen dapat ditemukan pada saluran genital bahkan jika korban
mengalami trauma emosional sehingga penetrasi atau ejakulasi dari penyerang tidak
tersingkap selama pertanyaan (7).

Keberadaan spermatozoa merupakan patokan untuk mengonfirmasi terjadinya


hubungan seksual. Bukti biologis ini diterima oleh tim forensik medis, sitologi adalah
baku emas meskipun metode lain juga digunakan (1,5,8-14), dan oleh para ahli hukum
(15).

Hematoxylin-eosin merupan pewarnaan sitologi yang paling sering dideskrisikan


pada kepustakaan ilmiah (2,3,5,6,16,17). Beberapa tim telah menggunakan pewarnaan
Christmas tree (nuclear fast red dan pikroindigokarmin) pada forensik sehari-hari
(7,18-20). Hooft menggunakan alkaline fuschia (10-14). Pewarnaan Papanicolaou juga
telah di teliti (21,22) tetapi hasil yang didapatkan oleh Randall (22) secara sukarela
menunjukkan bahwa hanya 25% usapan dari wanita yang melakukan hubungan seksual
dalam 24 jam sebelumnya menunjukkan adanya spermatozoa, sehingga mengeluarkan
teknik ini rutinitas forensik.

Tujuan dari studi ini adalah untuk menentukan pewarnaan sitologi terbaik untuk
rutinitas forensik dalam mendeteksi spermatozoa dengan membandingkan tiga
pewarnaan yang sering digunakan : hematoxylin-eosin, Christmas tree dan alkaline
fuschia.

Material dan Metode

Sitologi

Penelitian ini menggunakan 174 sampel serviksovaginal dari wanita yang


mengunjungi Pusat Infertilitas Pria di Rumah Sakit Universitas Toulouse, Prancis,
untuk in vitro atau postcoital tes dari bulan November 1997 sampai Juli 1998. Usia
rata-rata pria adalah 32 tahun (kisaran 23-48 ) dan wanita 30 tahun (kisaran 21-40).
Tanggal hubungan seksual terakhir untuk setiap pasien dan waktu pengambilan
sampel dicatat untuk mengevaluasi interval antara ejakulasi dan pengambilan swab.

Tiga slide disiapkan untuk masing-masing swab. Slide tersebut dibiarkan kering
di udara, kemudian difiksasi dengan alkohol dan eter, dan diwarnai dengan
hematoxylin-eosin, nuclear fast red dan picroindigocarmine (pewarnaan Christmas
tree), atau alkaline fuchsia. Semua slide dilihat secara mikroskopis dengan
pembesaran 40X pada 100 lapangan pandang dan jumlah rata-rata spermatozoa
dihitung per lapangan pandang.

Selain swab, karakteristik sperma (volume spermatozoa) dari pasangan dicatat


selama kunjungan rawat jalan sebelumnya dan ginekolog mengamati karakteristik
sekresi cervicovaginal (dilatasi serviks, kuantitas dan kualitas lendir) setelah
pemeriksaan spekulum pelvis, menggunakan sistem klasifikasi three grade.

Analisis Statistik

Slide yang disiapkan dengan tiga warna sitologi dibaca langsung oleh penulis.
Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan SAS dan ambang batas 5%
dianggap signifikan. Hitungan dibandingkan dengan uji chi-square. Rata-rata
dibandingkan dengan menggunakan uji-t untuk sampel yang sesuai. Model logit
dihasilkan untuk menganalisis hasil dari ketiga zat warna tersebut sesuai dengan
waktu sejak hubungan intim dan faktor laki-laki dan perempuan.

HASIL

Hematoxylin-eosin mendeteksi spermatozoa pada 34,7%, Chrismast tree pada 35,1%


dan alkalin fuschin pada 28,4% sampel (Gambar 1). Secara statistik alkalin fuschin dan
pewarnaan lainnya berbeda, namun hematoxylin-eosin dan chrismast tree tidak terlalu
berbeda. Analisis statistik dapat menyingkirkan alkaline fuschin sebagai metode yang
dapat dipercaya dan hasil yang ditunjukkan pada gambar 2 bahwa alkaline fuschin
tidak dapat menjadi pemeriksaan baku ema: ketika dua pewarnaan lain menunjukkan
hasil negatif, alkaline fuschin juga tidak dapat mendeteksi spermatozoa.

Hal yang penting adalah mendeteksi jumlah spermatozoatiap lapangan pandang


berdasarkan jarak sejak berhubungan seksual. Pewarnaan Chrismas tree (8,3)
memberikan hasil yang signifikan dibandingkan hematoxylin-eosin (4,6 dengan t=2,33
p=0,023) dan alkaline-fuschin (4,2 dengan t=2,47 p=0,017) (gambar 3). Pewarnaan
Chrismas tree jelas lebih mudah untuk dibaca dan dapat digambarkan pada hasil.

Jumlah spermatozoa yang terdeteksi tersebut dianalisa pada 3 interval waktu yang
berbeda sejak berhubungan seksual (Gambar 4). Pada hasil didapatkan : i. Tidak ada
soermatozoa yang dideteksi setelah 72 jam dengan pewarnaan apapun, ii. selama 72
pertama, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua tes yang paling efisien
tersebut: 15,1 spermatozoa perlapangan pandang mikroskopik untuk
hematoxylin-eosin dan 14,1 untuk chrismast tree (t= 0,23 p=0,636) pada 12 jam
pertama; 9,1 untuk chrismast tree dibandingkan dengan 2,6 untuk hematoxylin-eosin
(t=1,49 p=0,234) antara 12 jam sampai 72 jam.

Faktor yang secara teori dapat mempengaruhi deteksi spermatozoa pada swab yang
diambil maksimal tiga hari setelah berhubungan seksual pada peneltian ini didapatkan:
dua faktor dari pria (volume sperma dan jumlah sperma), tiga faktor wanita (dilatasi
servik, kuantitas dan kualitas mukus), dan jarak waktu berhubungan seksual. Tidak ada
wanita yang membersihkan kelamin setelah berhubungan seksual. Periode tiga hari
diambil karena pada penelitian ini tidak ada spermatozoayang dideteksi setelah tiga
hari. Pewarnaan chrismast tree dipilih karena memberikan hasil yang lebih baik dari
dua pewarnaan lain.
Faktor-faktor ini dihitung dengan menggunakan regresi logistik bertingkat, hanya
terdapat 2 faktor yang berhubungan dengan penurunan deteksi spermatozoa. Pertama,
peningkatan lama jarak setelah berhubungan seksual, yang kedua volume sperma
(semakin banyak volume, semakin banyak spermayang terdeteksi; rata-rata 42,7
juta/mL, berkisar antara 0,9-214)sehingga memungkinkan untuk mengklasifikasikan
99,1% dari swab yang diteliti (p<5%).
DISKUSI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memandu dokter forensik dalam memilih
metode sitologi terbaik untuk mendeteksi spermatozoa. Sejauh ini, belum ada
perbandingan sebelumnya dari sensitivitas pewarnaan sitologi pada deteksi
spermatozoa maupun evaluasi keefektifannya menurut waktu setelah berhubungan.
Davies (3) menemukan bahwa sampel vagina dari sukarelawan memperlihatkan
adanya spermatozoa 30 jam setelah melakukan hubungan seksual. Jumlah hasil yang
negatif (tidak adanya spermatozoa) adalah 1% antara 24 dan 36 jam, 16% antara 36 dan
48 jam, 33% antara 48 dan 72 jam, dan 50% antara 72 dan 96 jam (3). Spermatozoa
mungkin ada sampai 144 jam setelah melakukan hubungan seksual (5). Willott (5)
mendeteksi tidak adanya spermatozoa dalam jumlah besar pada swab vagina dalam
waktu 24 jam setelah hubungan seksual pada korban pemerkosaan, waktu terlama
setelah melakukan hubungan intim yaitu tiga hari.
Pewarna Christmas tree setara dengan hematoxylin-eosin sedangkan alkalin
fuchsintampaknya tidak efektif dalam mendeteksi spermatozoa. Perbandingan terdekat
Christmas tree dan hematoxylin-eosin menuntun kita untuk menyimpulkan bahwa
pewarnaan-pewarnaan ini memiliki nilai serupa dalam mendeteksi spermatozoa,
apapun jeda antar hubungan intim dan pemeriksaan kesehatan. Christmas
treemempunyai keuntungan mendeteksi lebih banyak spermatozoa pada setiap slide
yang dipelajari dan mungkin yang paling mudah dibaca, membuat kondisi kerja
menjadi lebih baik bagi teknisinya.
Studi berbagai faktor yang mempengaruhi deteksi spermatozoa menunjukkan
bahwa waktu sejak hubungan intim sangat penting. Lama waktu antara hubungan intim
dan pengumpulan swab, hubungan faktor wanita dan degradasi biologis sel laki-laki di
vagina memiliki peranan. Volume sperma pada individu dapat bervariasi tergantung
pada frekuensi hubungan intim dan faktor lainnya. Jumlah spermatozoa bukan faktor
kontribusi, tapi perlu dicatat bahwa tidak ada satupun dari relawan yang memiliki
azoospermia.
KESIMPULAN

Dibandingkan dengan alkalin fuchsin, pewarnaan christmas tree dan


hematoxylin-eosin muncul menjadi baku emas metode sitologi untuk mendeteksi
spermatozoa. Level dari deteksi terlihat mirip, meskipun pewarnaan chrismast tree
keuntungannya lebih mudah dibaca. Faktor utama yang mempengaruhi deteksi
spermatozoa adalah interval antara ejakulasi dan pengumpulan swab. Dalam grup
volunteers in-vivo, tidak ada spermatozoa yang ditemukan dalam 3 hari. Faktor utama
kedua adalah volume sperma, kami mengharapkan pentingnya jumlah spermatozoa,
tapi dalam populasi kami yang tanpa azoospermia faktor ini tidak terlihat signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ricci LR, Hoffman SA. Prostatic acid phosphatase and sperm in thepostcoital
vagina. Ann Emerg Med 1982;11:5304.
2. Davies A, Wilson E. The persistence of seminal constituents in the humanvagina. J
Forensic Sci 1974;3:4555.
3. Davies A. Evaluation of results from tests performed on vaginal, analand oral
swabs received in casework. J Forensic Sci Soc 1977; 17:12733.
4. Haimovici F, Anderson DJ. Detection of semen in cervicovaginal secretions.J
Acquir Immune Defic Syndr Hum Retrovirol 1995 Mar; 8(3):2368.
5. Willott GM, Allard JE. Spermatozoa: their persistence after sexual
intercourse.Forensic Sci Int 1982;19:13554.
6. Willott GM, Allard JE. The detection of spermatozoa in the mouth. JForensic Sci
Soc 1986;26:1258.
7. Hook SM, Elliot DA, Harbison SA. Penetration and ejaculation; forensicaspect of
rape. N Z Med J 1992 Mar 11;105(929):879.
8. Collins KA, Rao PN, Hayworth R, Schnell S, Tap MP, Lantz PE, et
al.Identification of sperm and non-sperm male cells in cervicovaginalsmears using
fluorescence in situ hybridization: applications in allegedsexual assault cases. J
Forensic Med 1994 Nov; 39:134755.
9. Forensic Science Research and Training Center Laboratory Divisi on F.B.I.
Academy. Proceedings of a forensic science symposium on theanalysis of sexual
assault evidence, July 68, 1983. Washington, DC:U.S. Government Printing
Office, 1984.
10. Hooft P, Van de Voorde H. In vitro changes in human spermatozoa exposedto
gastric juice: laboratory findings as a support for forensic practice.Z Rechtsmed
1988;101:414.
11. Hooft P, Van de Voorde H. The zinc test as an alternative for acid phosphatasespot
tests in the primary identification of seminal traces. ForensicSci Int
1990;47:26975.
12. Hooft P, Van de Voorde H, Van Dijck P. A more sensitive modificationof the zinc
test for seminal traces suitable for stable test paper strips.Forensic Sci Int
1992;53:1313.
13. Hooft P, Van de Voorde H. Evaluation of the modified zinc test and theacid
phosphatase test as preliminary screening methods in sexual assaultcase material.
Forensic Sci Int 1992 Mar;53(2):13541.
14. Hooft P, Van de Voorde H. Interference of body products, food andproducts of
daily life with the modified zinc test and the acid phosphatasetest. Forensic Sci Int
1994 Mar;66(3):18796.
15. Merz B. DNA fingerprints come to court. JAMA 1988;259:21934.
16. Allard JE. The collection of data from findings in case of sexual assaultand the
significance of spermatozoa on vaginal, anal and oral swabs. SciJustice
1997;37(2):99108.
17. Keil W, Bachus J, Troger HD. Evaluation of MHS-5 in detecting seminalfluid in
vaginal swabs. Int J Legal Med 1996;108(4):18690.
18. Costa MJ, Tadros T, Tackett E, Naib Z. Vaginocervical cytologyin victims of
sexual assault. Diagnostic Cytopathology 1991;7(4):33740.
19. Oppitz E. Eine neue Farbemethode zum Nachweis der Spermien bei
Sittlichkeitsdelikten.Arch Kriminol 1969;144:1458
20. Roy R, Reynolds R. Ampli type PM and HLA DQ alpha typing frompap smear,
semen smear, and postcoital slides. J Forensic Sci 1995Mar;40(2):2669.
21. Enos WF, Beyer JC. The importance of examining skin and hair for semenin sexual
assault cases. J Forensic Sci 1981 26:6057.
22. Randall B, Riis RE. Penile glycogenated epithelial cells as an indicatorof recent
vaginal intercourse. Am J Clin Pathol 1985;84(4):5246.
CRITICAL APPRAISAL

1. DESKRIPSI UMUM

a. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional.

b. Populasi target, populasi terjangkau dan sampel

Populasi target

Populasi target pada penelitian ini adalah wanita yang mengunjungi Pusat
Infertilitas Pria

Populasi terjangkau

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah wanita yang mengunjungi Pusat
Infertilitas Pria di Rumah Sakit Universitas Toulouse, Perancis dari bulan
November 1997 samapai Juli 1998

Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah 174 wanita yang mengunjungi Pusat
Infertilitas Pria di Rumah Sakit Universitas Toulouse, Perancis dari bulan
November 1997 sampai Juli 1998 yang diambil swab servikovaginal baik
in-vitro maupun tes poskoitus.

c. Cara pemilihan sampel

Pada penelitian ini, cara pemilihan sampel adalah consecutive sampling karena
semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria dimasukkan dalam penelitian.

d. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tiga metode pewarnaan sitologi
spermatozoa

e. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah jumlah spermatozoa tiap


lapangan pandang yang didapatkan dari swab vagina
f. Hasil utama penelitian

Hasil utama penelitian adalah pewarnaan Christmas tree dan hematoxylin-eosin


muncul menjadi baku emas untuk mendeteksi spermatozoa jika dibandingkan
dengan pewarnaan alkalin fuschin. Pewarnaan Christmas tree memiliki
keuntungan lebih daripada hematoxylin-eosin.

2. VALIDITAS INTERNA, HUBUNGAN NON KAUSAL

a. Hasil dipengaruhi bias

Pada penelitian ini, hasil tidak dipengaruhi oleh bias

b. Hasil dipengaruhi faktor peluang

Pada penelitian ini hasil tidak dipengaruhi oleh faktor peluang

c. Hasil dipengaruhi faktor perancu

Pada penelitian ini hasil tidak dipengaruhi oleh faktor perancu

3. VALIDITAS INTERNA, HUBUNGAN KAUSAL

a. Hubungan waktu

Tidak tampak adanya hubungan waktu pada penelitian ini karena penelitian ini
dilakukan dengan desain cross-sectional yaitu pengukuran variabel dilakukan
pada satu waktu tertentu. Tapi hubungan waktu ini dapat terlihat pada deteksi
sitologi spermatozoa dari swab servikovaginal dengan pewarnaan yang berbeda
mengakibatkan adanya perbedaan jumlah spermatozoa yang terdeteksi.

b.Asosiasi (kuat/tidak kuat)

Asosiasi pada penelitian kuat. Hal ini dibuktikan dengan nilai p yang kecil
(interval kepercayaan sempit) dan rasio yang menjauhi angka 1. Pewarnaan
Christmas tree (8,3) memberikan hasil yang signifikan dibandingkan
hematoxylin eosin (4,6 dengan t=2,33; p=0,023) dan alkalin fuschin (4,2 dengan
t = 2,47; p=0,017).
c. Hubungan dosis

Ada, dosis pada penelitian ini merupakan volume sperma yang dikeluarkan
dalam satu ejakulasi. Namun, pada penelitian ini volume sperma tidak termasuk
faktor yang signifikan karena populasi penelitian ini tanpa azoospermia.

d.Hasil konsistensi dalam penelitian

Pada penelitian ini, didapatkan hasil yang konsisten.

e. Hubungan bersifat spesifik

Hubungan pada penelitian ini bersifat spesifik.

f. Koherensi

Pada penelitian ini terdapat tidak tampak koherensi dengan kenyataan klinis yang
ada karena baru pertama kali dilakukan sehingga belum ada perbandingan
dengan teori sebelumnya..

g.Biologically Plausible

Pada penelitian ini tidak terdapat biologically plausible.

4. VALIDITAS EKSTERNA

a. Hasil dapat diterapkan pada subjek terpilih

Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada subjek terpilih.

b. Hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau

Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada populasi terjangkau.

c. Hasil dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas

Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai