Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
c. Memperlambat pemburukan ( progression) fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
a.Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG
sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak
banyak bermanfaat.
Terapi farmakologis
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi,
disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dan mengurangi hipertensi
intraglomelurus dan hipertrofi glomelurus. Beberapa studi membuktikan bahwa,
pengendalian tekanan darah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan
asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomelurus dan hipertropi glomelurus.
Disamping itu sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan proteinuria. Saat ini
diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya pemburukan
fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan
fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim converting angiotensin (
Angiotensin coverting enzym/ ACE inhibitor), melalui beberapa studi terbukti dapat
memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme
kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
Osteodistrofi renal
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi.
Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol (1.25(OH)2D3). Penatalaksanaan
hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan
tujuan menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna. Dialisis yanng dilakukan pada pasien
dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.
Mengatasi Hiperfosfatemia
a. Pembatasan asupan fosfat. Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada
pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah protein, dan
rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk
hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan
asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari terjadinya
malnutrisi.
b. Pemberian pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam
kalsium, aluminium hidroksida, garam magnesium. Garam-garam ini diberikan secara
oral, untuk menghambat absorbsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium
yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate
c. Pemberian bahan kalsium mimetik (calcium mimetic agent). Akhir-akhir ini
dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar
paratirid, dengan nama sevelamer hidrochlorida Obat ini disebut juga calcium
mimetic agent, dan dilaporkan mempunyai efekivitas yang sangat baik serta efek
samping yang minimal.
Source :
Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Tanto, C., Hustrini NM., 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius.