Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
perinatal di seluruh dunia. Persalinan preterm menyebabkan mortalitas 70% perinatal
dan neonatal, dan morbiditas jangka panjang, yang meliputi retardasi mental, serebral
palsi, gangguan perkembangan, seizure disorder, kebutaan, hilangnya pendengaran,
dan gangguan non neurologis, seperti penyakit paru kronis dan neuropati. Oleh
karena itu persalinan preterm bukan hanya menjadi masalah obstetri yang paling
umum tapi dapat menjadi masalah obstetri yang paling serius.1
Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu, dimana terjadi kontraksi uterus yang teratur yang
berhubungan dengan penipisan dan dilatasi serviks. Terdapat definisi lain tentang
persalinan preterm, yaitu persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 dan 37
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Bayi yang lahir prematur memiliki
berat badan lahir rendah dan hubungan antara umur kehamilan dengan berat badan
lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intra uterin.2
Angka kejadian persalinan preterm umumnya bervariasi antara 6 15% pada
seluruh persalinan. Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000
kelahiran di seluruh dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12
-13%. di Afrika terdapat 4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa
sebesar 466 per 1000 kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelahiran atau 9,1%,
dan di Asia Tenggara 6.097 per 1000 kelahiran (11,1%) (Stacy et al, 2010). Di
Indonesia belum ada angka yang secara nasional menunjukkan kejadian persalinan
preterm, namun pernah dilaporkan angka kejadian persalinan preterm di rumah sakit
di Jakarta sebesar 13,3% dan di rumah sakit di bandung sekitar 9,9% pada tahun
2001.1
Di Amerika Serikat pada tahun 2005, 28.384 bayi meninggal pada tahun
pertama kehidupan mereka, kelahiran kurang bulan terkait dengan dua per tiga

1
kematian ini. Angka kelahiran kurang bulan pernah menjadi penyumbang terbesar
kematian bayi di Amerika Serikat. Berbagai jenis morbiditas terutama dikarenakan
sistem organ yang imatur secara signifikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum
usia kehamilan 37 minggu dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm.2
Keberhasilan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal yang
berhubungan dengan persalinan preterm memerlukan identifikasi faktor resiko.
Sehingga diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang faktor faktor resiko
psikososial, etiologi, dan mekanisme persalinan preterm.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid terakhir.
Partus prematurus atau persalinan prematur juga diartikan sebagai dimulainya
kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta
turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu
(kurang dari 259 hari) dari hari pertama haid terakhir. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal (POGI) di Semarang menetapkan bahwa persalinan preterm adalah
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 37 minggu.1

2.2 Epidemiologi
Kejadian persalinan preterm tidak merata disetiap wanita hamil. Dari suatu
penelitian didapatkan bahwa kejadian persalinan preterm pada wanita dengan kulit
hitam adalah 2 kali lebih banyak dibandingkan ras lain di Amerika Serikat. Penyebab
prematuritas adalah terkait multifaktorial. Persalinan preterm wanita kulit putih lebih
banyak berupa persalinan preterm spontan dengan selaput ketuban utuh, sedangkan
pada wanita kulit hitam umumnya didahului dengan ketuban pecah dini. Persalinan
preterm juga dapat dibagi menurut usia kehamilan, sekitar 5% persalinan preterm
terjadi pada usia kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi
pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia 32-33
minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia 34-36 minggu (near term).1
Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per 1000 kelahiran di seluruh
dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm adalah 12 -13%. di Afrika terdapat
4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran (11,9%) di Eropa sebesar 466 per 1000
kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000 kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara
6.097 per 1000 kelahiran (11,1%). Angka kejadian persalinan prematur di Indonesia
pada tahun 1983 adalah 18,5% dan pada tahun 1995 menurun menjadi 14,2%.

3
Menurut data terakhir pada tahun 2005 jumlah persalinan prematur di Indonesia
adalah 10%.3
Prematuritas dewasa ini merupakan faktor tersering terkait morbiditas dan
mortalitas bayi. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi bayi prematur,
gangguan respirasi menyebabkan kematian sebesar 44% pada bayi usia kurang dari 1
bulan. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram maka angka kematian naik menjadi
74%. Karena lunaknya tulang tengkorak serta immaturitas, bayi prematur lebih rentan
terhadap kompresi kepala. Perdarahan intrakranial lebih sering terjadi pada bayi
prematur dibandikan dengan bayi aterm.3 Setiap tahun sekitar 4 juta bayi meninggal
dalam 4 minggu pertama kehidupan (periode neonatal). Secara global diperkirakan
penyebab langsung kematian neonatal adalah prematuritas (28%), infeksi berat 26%,
dan asfiksia 28%. Persalinan preterm spontan paling sering terjadi pada ibu dengan
kulit putih, sedangkan ketuban pecah prematur adalah penyebab paling sering
terjadinya persalinan preterm pada ibu kulit hitam.2

2.3 Etiologi
2.3.1 Komplikasi medis dan obstetrik

Sebanyak 28% persalinan preterm kehamilan tunggal disebabkan oleh


beberapa hal (seperti pre eklampsia (50%), gawat janin (25%), akibat IUGR
(intrauterine growth restriction), solution plasenta atau kematian janin), dan
sebanyak 72% persalinan preterm dengan atau tanpa disertai ketuban pecah
dini.
2.3.2 Abortus imminens
Perdarahan pervaginam pada awal kehamilan seringkali berkaitan dengan
meningkatnya perubahan pada akhir kehamilan. Weiss dkk (2002) melaporkan
adanya kaitan antara perdarahan per vaginam pada kehamilan 6-13 minggu,
dengan kejadian meningkatnya persalinan sebelum kehamilan 24 minggu,
persalinan preterm dan solusio plasenta.

2.3.3 Gaya Hidup

4
Merokok, kenaikan BB selama kehamilan yang tidak memadai serta
penggunaan obat-obatan tertentu memiliki peranan penting dalam angka
kejadian persalinan dan outcome BBLR. Cassaenuva 2005 menyimpulkan
bahwa faktor maternal lain yang berkaitan dengan persalinan preterm adalah
kehamilan remaja atau usia tua, tubuh pendek, kemiskinan, defisiensi vit C,
dan faktor pekerjaan.
2.3.4 Faktor Genetik
Perkiraan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dengan persalinan
preterm adalah sifat persalinan yang berulang, menurun dalam keluarga dan
banyak pada ras tertentu.
2.3.5 Chorio Amnionitis
Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion yang disebabkan oleh berbagai
jenis mikroorganisme dapat menjelaskan peristiwa ketuban pecah dini atau
persalinan preterm. Diduga karena endotoksin sebagai produk dari bakteri
yang dapat merangsang monosit desidua untuk menghasilkan cytokine yang
selanjutnya dapat merangsang asam arachidonat dan produksi prostaglandin.
Prostaglandin E2 dan F2 bekerja dengan modus parakrin untuk merangsang
terjadinya kontraksi miometrium.
2.3.6 Vaginosis Bakterialis
Sebuah kondisi ketika flora normal vagina predominan-laktobasilus yang
menghasilkan hydrogen peroksida digantikan oleh bakteri anaerob,
gardnerella vaginalis, spesies mobiluncus, dan mycoplasma hominis.
2.3.7 Vaginitis Trikomonas
Pada wanita dengan trichomonas vaginalis mengalami peningkatan risiko
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah sebesar 30%, peningkatan 30%
risiko kelahiran preterm.2

2.4 Faktor Risiko


Meskipun patofisiologi persalinan preterm kurang dapat dipahami, namun
terdapat banyak faktor risiko yang diketahui berperan pada persalinan preterm, dan
pengetahuan terhadap adanya faktor risiko ini penting dalam menilai kemungkinan

5
terjadinya persalinan preterm. Namun sayangnya upaya untuk menilai faktor risiko
tersebut tidaklah mudah, karena lebih dari setengah dari persalinan preterm terjadi
pada wanita yang tidak memiliki faktor risiko yang jelas.3
Berikut beberapa faktor risiko terjadinya persalinan preterm:
Faktor risiko mayor
1. Kehamilan multipel
2. Polihidramnion
3. Anomali uterus
4. Dilatasi serviks > 2 cm pada kehamilan 32 minggu
5. Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester kedua
6. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
7. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop
electrosurgical excision procedure)
8. Penggunaan cocaine atau amphetamine
9. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
10. Operasi besar pada abdomen setelah trimester pertama.

Faktor risiko minor


1. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
2. Riwayat pielonefritis
3. Merokok lebih dari 10 batang perhari
4. Riwayat abortus satu kali pada trimester kedua
5. Riwayat abortus > 2 kali pada trimester pertama.

Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau
dua atau lebih faktor risiko minor atau keduanya.
Disamping faktor risiko di atas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan
adalah tingkat sosio-biologi (seperti usia ibu, jumlah anak, obesitas, status
sosioekonomi yang rendah, ras, stres lingkungan) dan komplikasi kehamilan lainnya
(seperti infeksi maternal, preeklamsia-eklamsia, plasenta previa, kehamilan yang
diperoleh melalui bantuan medikasi, terlambat atau tidak melakukan asuhan

6
antenatal). Merupakan langkah penting dalam pencegahan persalinan preterm adalah
bagaimana mengidentifikasi faktor risiko dan kemudian memberikan asuhan prenatal
serta penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan.

2.5 Patofisiologi
Patogenesis dari persalinan preterm masih belum dimengerti dengan benar.
Namun, infeksi tampaknya menjadi penyebab tersering dan paling penting dalam
persalinan preterm. Meskipun demikian, patogenesis infeksi hingga menyebabkan
persalinan preterm pun hingga kini belum jelas benar, namun diduga berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh, dan diawali oleh aktivasi fosfolipase A 2 yang
dihasilkan oleh banyak mikroorganisme. Fosfolipase A 2 akan memecah asam
arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat
untuk sintesis prostaglandin. Selain itu, endotoksin (lipopolisakarida) bakteri dalam
cairan amnion akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan
prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Berbagai sitokin, termasuk
interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumour necrosis factor (TNF) adalah
produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm. Sementara itu, platelet
activating factor (PAF) yang ditemukan dalam cairan amnion terlibat secara sinergik
pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan oleh paru dan ginjal janin.
Oleh karenanya, janin tampaknya memainkan suatu peran yang sinergik untuk inisiasi
kelahiran preterm yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Secara teleologis, hal ini
kemungkinan menguntungkan bagi janin yang ingin melepaskan dirinya dari
lingkungan yang terinfeksi.
Endotoksin mikroba dan proinflammantori sitokin akan merangsang produksi
prostaglandin, mediator inflammatory lainnya, serta matrix-degrading enzymes.
Prostaglandin akan merangsang kontraksi uterus, dan berperan dalam mengatur
metabolisme matriks ekstraselular yang terkait dengan pematangan serviks saat
dimulainya persalinan, sedangkan degradasi dari matriks ekstraselular pada membran
amnion akan menyebabkan ketuban pecah dini yang kemudian menyebabkan
persalinan preterm.

7
Endotoksin mikroba akan merangsang produksi progesteron melalui pemecahan
asam arakidonat, dan bersama sitokin akan meningkatkan ekspresi PGHS-2
(prostaglandin H synthase), dan menghambat aktivasi PGDH (15-OH prostaglandin
dehydrogenase). Meningkatnya PGHS-2 akan menstimulasi sintesis prostaglandin.
Sedangkan downregulation PGDH akan meningkatkan ratio prostaglandin (PG)
terhadap prostaglandin metabolite (PGM), yang akan meningkatkan aktivitas uterus,
pematangan serviks, dan rupturnya membran amnion.
Sumber infeksi yang telah dikaitkan dengan kelahiran prematur meliputi infeksi
intrauterin, infeksi saluran kelamin, infeksi sistemik ibu, bakteriuria asimptomatik,
dan periodontitis ibu. Mikroorganisme yang umum dilaporkan pada rongga amnion
adalah genital Mycoplasma spp, dan Ureaplasma urealyticum. Beberapa
mikroorganisme yang umum pada saluran genitalia bawah, seperti Streptococcus
agalactiae, jarang tampak pada rongga amnion sebelum selaput amnion pecah.
Rongga amnion biasanya steril dari bakteri, dan adanya bakteri yang jumlahnya
cukup signifikan pada membran amnion diduga melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Secara ascending dari vagina dan serviks
2. Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
3. Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasif
4. Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi.

Dari beberapa cara yang telah disebutkan di atas, cara yang paling umum ialah
penyebaran secara ascending dari vagina dan serviks. Hal ini dapat ditunjukkan oleh
suatu kondisi yang disebut vaginosis bakterialis, yang merupakan sebuah kondisi
ketika flora normal vagina predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen
peroksida digantikan oleh bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies
Mobilunkus, atau Mycoplasma hominis. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan
ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan infeksi amnion, terutama bila pada
pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,0.

8
Gambar 2.1 Jalur masuknya kuman penyebab infeksi

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk mencari faktor resiko. Faktor resiko ini penting
dan dalam kaitannya dengan terjadinya persalinan preterm. Berikut adalah beberapa
faktor resiko terjadinya persalinan preterm :1
1. Faktor resiko mayor :
a. Kehamilan multipel
b. Polihidramniom
c. Anomali uterus
d. Dilatasi serviks > 2cm pada usia kehamilan 32 minggu
e. Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester II
f. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
g. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop
electrosurgical excision procedure)
h. Penggunaan cocain dan amphetamine
i. Operasi besar pada abdomen .

2. Faktor resiko minor


a. Perdarahan pervaginam setelah 12 minggu

9
b. Riwayat pyelonefritis
c. Merokok
d. Riwayat abortus
Pasien tergolong resiko tinggi apabila ditemukan lebih dari satu faktor resiko
mayor atau dua atau lebih fator resiko minor, atau keduanya. Disamping faktor resiko
di atas faktor resiko lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat sosiobiologi (usia ibu,
jumlah anak, obesitas, status sosioekonomi yang rendah, ras, stress lingkungan) dan
komplikasi kehamilan lainnya (infeksi maternal, preeklampsia-eklampsia, plasenta
previa, kehamilan yang diperolh melalui bantuan medikasi, terlambat atau ridak
melakukan asuhan antenatal).1

Gambar 2. Mekanisme persalinan preterm pada kehamilan ganda

2.6.2 Gejala Klinis


Sering terjadi kesulitan dalam diagnosis ancaman persalinan preterm.
Differensiasi dini antara persalinan palsu dengan persalinan sebenarnya sulit
ditentukan sebelum adanya pendatarandan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri
sulit dibedakan karena adanya kontraksi braxtons hicks. Kontraksi ini digambarkan

10
sebagai kontraksi yang tidak teratur, tidak ritmis, tidak begitu sakit atau tidak sakit
sama sekali, namun dapat menimbulkan keraguan besar dalam diagnosis persalinan
preterm. Tidak jarang wanita yang melahirkan sebelum aterm memiliki kontraksi
yang mirip dengan braxtons hicks yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu
persalinan palsu. Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai ancaman persalinan
preterm :
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau 140 dan 259 hari.
b. Kontraksi uterus (his) yang teratur yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali dalam 10
menit.
c. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back pain).
d. Mengeluarkan lendir bercampur darah pervaginam.
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi
pembukaan sedikitnya 2 cm.
f. Selaput amnion sering kali telah pecah.
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika (Cunningham, 2012).
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American College of Obstreticians and Gynecologists, adalah sebagai berikut :
a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit dan
perubahan progresif pada serviks.
b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.
c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

2.6.3 Perubahan serviks


a. Dilatasi serviks
Dilatasi serviks asimtomatik setelah pertengahan masa kehamilan diduga
sebagai faktor resiko persalinan preterm.2
b. Panjang serviks

11
Serviks memegang peranan ganda pada kehamilan. Serviks mempertahankan
isi uterus terhadap pengaruh gravitasi dan tekanan intrauterin sampai persalinan, dan
serviks akan berdilatasi untuk memungkinkan isi uterus untuk melewatinya selama
proses persalinan.
Kompetensi serviks tergantung pada kesatuan antara anatomi dan komposisi
biokimia dari serviks. Salah satu indikator dini dari inkompetensia serviks adalah
terjadinya pemendekan dari serviks. Berdasarkan hasil penelitian dengan
ultrasounografi sebagai prediktor persalinan preterm menentukan bahwa panjang
serviks kurang dari 25 mm pada usia kehamilan 24-28 minggu dapat meningkatkan
resiko persalinan preterm.1
c. Inkompetensia Serviks
Inkompetensia serviks adalah diagnosis klinis yang ditandai dengan dilatasi
serviks berulang, tanpa rasa sakit, dan kejadian kelahiran spontan pada midtrimester
tanpa adanya pecah ketuban spontan, peradarahan, ataupun infeksi. Dilatasi serviks
ini dapat diiikuti prolaps dan menggembungnya membran janin ke dalam vagina, dan
akhirnya ekspulsi janin imatur. Penyebab inkompetensia serviks ini belum jelas,
namun terkait dengan riwayat trauma pada serviks seperti dilatasi , kuretase,
kauterisasi.1

2.6.4 Identifikasi Wanita yang Berisiko Mengalami Persalinan Preterm


Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak
awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien
yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap
persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan
pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada
kunjungan antenatal, padahal sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat
yang cukup besar dalam meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai
seviks pendek (< 1 cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks
matang/inkompetensi serviks, maka pasien tersebut mempunyai risiko terjadinya
persalinan preterm 3-4 kali.

12
Berikut beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi wanita
yang berisiko mengalami persalinan preterm:
2.6.4.1 Skoring risiko
Metode skoring risiko ini dirancang oleh Papiernik dan dimodifikasi oleh
Creasly dkk. Pada metode ini, diberikan skor 1 sampai 10 untuk berbagai macam
faktor risiko, antara lain sosioekonomi, riwayat obstetri, kebiasaan hidup, serta
penyulit kehamilan yang dihadapi saat ini. Wanita dengan skor 10 atau lebih dianggap
berisiko tinggi mengalami persalinan preterm. Meskipun Creasy dkk. serta Covington
dkk. melaporkan bahwa dengan metode skoring yang disertai program pencegahan
dengan penyuluhan, akan memberikan hasil yang baik. Pada prakteknya, penerapan
metode ini belum terbukti berguna. Dan karena metode ini sangat bergantung dengan
riwayat obstetri sebelumnya, maka metode ini tidak sesuai untuk nulipara. Oleh
karena itu, metode ini tidak menawarkan keuntungan lebih dari penilaian klinis
lainnya, dan tidak dapat direkomendasikan.1

2.6.4.2 Uji kontraksi uterus ambulatorik atau Home uterine activity monitoring
Metode ini didasarkan pada prinsip tokodinamometer, yang dicobakan pada
wanita yang berisiko mengalami persalinan preterm. Metode ini melibatkan
pencatatan telematika dari kontraksi rahim, dengan menggunakan alat sensor
kontraksi yang diikatkan disekitar abdomen, dan dihubungkan dengan sebuah
perekam elektronik kecil yang dipasang dipinggang, kemudian hasil aktivitas uterus
akan dihantarkan ke beberapa monitor senter. Dari hasil pemantauan tersebut, para
praktisi kesehatan akan memberikan saran serta dukungan setiap harinya terhadap
pasien tersebut melalui telepon.
Penelitian-penelitian terkini terus memperlihatkan bahwa pemantauan aktivitas
uterus di rumah tersebut tidak efektif dalam mencegah persalinan preterm, baik pada
wanita yang berisiko rendah atau wanita yang berisiko tinggi. Bahkan penggunaan
metode ini akan meningkatkan kunjungan diluar jadwal asuhan prenatal yang
dianjurkan serta menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap terapi obat
tokolisis profilaktik pada wanita hamil. Selain itu metode ini membutuhkan biaya

13
yang cukup besar dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, metode ini tidak
direkomendasikan pada praktek klinis rutin.4

2.6.3 Estriol saliva


Beberapa peneliti telah melaporkan adanya kaitan antara peningkatan
konsentrasi estriol saliva ibu dengan kelahiran preterm Hal ini dapat dijelaskan
melalui penelitian mengenai fisiologi proses persalinan, yang menunjukan peranan
aksis hipotalamo-pitutari-adrenal (HPA) janin sehingga menyebabkan peningkatan
produksi estriol dari plasenta pada saat dimulainya persalinan. Diperkirakan pada
kehamilan manusia, aktivasi prematur dari aksis HPA pada persalinan preterm akan
meningkatkan kadar estriol pada serum dan saliva ibu, dan ini dapat menjadi
perediktor dimulainya persalinan preterm.4 Telah dilaporkan bahwa peningkatan
estriol akan dimulai sejak 3 minggu sebelum dimulainya persalinan pada wanita yang
mengalami persalinan preterm atau aterm. Tingkat estriol saliva ibu menggambarkan
tingkat estriol dalam serum ibu, dan estriol saliva digunakan untuk menilai risiko
persalinan preterm dengan atau tanpa gejala.1
Dua penelitian prospektif menunjukan bahwa estriol saliva lebih efektif dalam
memprediksi persalinan preterm dibandingkan metode skoring risiko. Namun, tes ini
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sangat buruk, dan memiliki tingkat
positif palsu yang sangat tinggi, yang dapat meningkatkan biaya perawatan kehamilan
karena intervensi yang tidak perlu.4 Tingkat estriol saliva dapat diukur secara akurat
dengan menggunakan radioimmunoassay. Heine dkk. menunjukan bahwa tingkat
estriol saliva positif satu ( 2,1 ng/ml) dapat memprediksikan suatu peningkatan
risiko persalinan preterm 3-4 kali lipat pada wanita dengan resiko rendah maupun
tinggi. Jika dua kali secara berturut-turut hasil tes positif, ini menunjukan peningkatan
akurasi prediksi yang signifikan, tetapi masih memiliki sedikit penurunan sensitivitas.
Tes estriol saliva menunjukan beberapa keunggulan yaitu merupakan tindakan yang
tidak invasif, sampel saliva yang mudah didapatkan, dan dapat memberikan hasil
positif beberapa minggu sebelum dimulainya persalinan. 1 Namun, adanya variasi
diurnal dari tingkat estriol saliva ibu, serta pemberian betametason untuk produksi

14
surfaktan yang dapat menekan tingkat estriol saliva ibu, dapat mempersulit
interpretasi hasil.4 Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai intervensi dan
pengobatan yang potensial pada wanita dengan peningkatan kadar estriol saliva yang
tinggi, sebelum penggunaannya direkomendasikan secara luas pada populasi
obtetrik.1

2.6.4 Skrining bacterial vaginosis (BV)


Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan persalinan preterm spontan,
ketuban pecah dini, infeksi korion dan amnion, serta infeksi cairan amnion. Platz-
Christense dkk. (1993) telah memberikan beberapa bukti bahwa vaginosis bakterialis
dapat mencetuskan persalinan preterm dengan suatu mekanisme yang serupa dengan
jalur jaringan sitokin yang diusulkan untuk bakteri cairan amnion. Banyak penelitian
klinis secara konsisten menemukan bahwa wanita dengan vaginosis bakterialis pada
kehamilannya, memiliki risiko mengalami persalinan preterm yang meningkat 2 kali
lipat.1 Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakan jika memenuhi 3 dari 4 kriteria
berikut ini:
1. pH vagina > 4,5
2. adanya clue cells (sel epitel vagina yang terlapis tebal oleh basil) pada
pewarnaan gram
3. adanya duh vagina homogen
4. bau amin bila sekresi vagina dicampur dengan kalium hidroksida.
Bukti terkini tidak mendukung skrining dan terapi pada semua wanita hamil
yang ditujukan untuk vaginosis bakterialis. Untuk wanita risiko tinggi dengan riwayat
persalinan preterm sebelumnya, skrining dan terapi vaginosis bakterialis dapat
mencegah persalinan preterm pada sebagian dari wanita. Namun, meta-analisis
terbaru menunjukan banyak perbedaan diantara 6 penelitian mengenai hal ini,
sehingga membatasi penarikan kesimpulan yang pasti. 1 Telah banyak hasil yang tidak
meyakinkan dan tidak memberikan manfaat dari skrining vaginosis bakterialis yang
bertujuan untuk memprediksi persalinan preterm, terutama pada kelompok risiko
rendah.4

15
2.6.4.5 Skrining fibronektin janin atau fetal fibronectin (fFN)
Fibronektin adalah suatu glikoprotein yang diproduksi dalam 20 bentuk
molekul yang berbeda oleh berbagai jenis sel, termasuk hepatosit, sel ganas,
fibroblast, sel endotel, dan amnion janin. Glikoprotein ini terdapat dalam konsentrasi
tinggi di darah ibu dan di cairan amnion, serta dianggap memainkan peranan pada
adhesi antarsel dalam kaitannya terhadap implantasi serta dalam mempertahankan
adhesi plasenta ke desidua.12 Fibronektin janin diukur dengan menggunakan enzyme
linked immunosorbent assay.12 Normalnya, fibronektin janin terdeteksi pada sekret
serviks sampai usia kehamilan 16-20 minggu. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih,
kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih dianggap sebagai hasil positif dan
mengindikasikan risiko persalinan preterm.
Lockwood dkk. (1991) yang melaporkan bahwa penemuan fibronektin janin
pada sekret servikovagina sebelum selaput amnion pecah dapat menjadi suatu
pertanda adanya ancaman persalinan preterm. Berdasarkan teori, peningkatan kadar
fibronektin janin pada vagina, serviks dan cairan amnion memberikan indikasi adanya
gangguan pada hubungan antara korion dan desidua.
Fibronektin janin dapat dideteksi di dalam sekret servikovagina pada kehamilan
normal aterm dengan selaput amnion utuh, dan tampaknya memperlihatkan
remodeling stroma serviks sebelum persalinan. Cox dkk. (1996) menemukan bahwa
dilatasi serviks lebih bermakna untuk mendeteksi fibronektin daripada untuk
meramalkan kelahiran preterm. Namun demikan, banyak penelitian telah menunjukan
adanya peningkatan risiko persalinan preterm, jika fFN positif pada sekret serviks
setelah usia kehamilan 24 minggu, dan sebaliknya terdapat penurunan risiko jika
didapatkan fFN negatif.4
Spesifisitas dari tes fibronektin janin untuk memprediksi persalinan preterm
dalam 1 dan 2 minggu kemudian ialah 89%, sedangkan untuk memprediksi
persalinan preterm dalam 3 minggu kemudian ialah 92%. Sensitivitas dari tes ini,
dalam memprediksi dimulainya persalinan preterm dalam 1 minggu dan 3 minggu
kemudian, masing-masing ialah 71% dan 59%.4

16
Perlu diketahui, faktor-faktor lain seperti manipulasi serviks dan infeksi
peripartum dapat merangsang pelepasan fibronektin janin. Serupa dengan hal
tersebut, Jackson dkk. (1996) memperlihatkan bahwa sel amnion manusia in vitro
menghasilkan fibronektin janin bila dirangsang oleh produk-produk radang yang
dicurigai mengawali persalinan preterm akibat infeksi.

2.6.4.6 Pengukuran panjang serviks


Serviks memerankan peranan ganda pada kehamilan. Serviks mempertahankan
isi uterus terhadap pengaruh gravitasi dan tekanan intrauterine sampai persalinan, dan
serviks akan berdilatasi untuk memungkinkan bagian dari isi uterus untuk
melintasinya selama proses persalinan. Kompetensi serviks tergantung pada kesatuan
antara anatomi dan komposisi biokimia dari serviks. Salah satu indikator dini dari
inkompetensi serviks atau dimulainya persalinan ialah terjadinya pemendekan dari
serviks. Perhatian terhadap penilaian panjang serviks menggunakan ultrasonografi
sebagai prediktor persalinan preterm muncul setelah Iams dkk. (1996) menentukan
distribusi normal dari panjang serviks setelah umur kehamilan 22 minggu. Hal ini
kemudian diterima secara luas, bahwa panjang serviks kurang dari 25 mm pada usia
kehamilan 24-28 minggu dapat meningkatkan risiko persalinan preterm. Suatu
penelitian prospektif yang melibatkan 2.915 wanita yang dievaluasi menggunakan
ultrasonografi pada serviks secara serial menunjukan suatu risiko relatif terhadap
persalinan preterm ialah 9.57, 13.88, dan 24,94 untuk panjang seviks masing-masing
< 26 mm, < 22 mm, < 13 mm, pada usia kehamilan 28 minggu. Hasil dari beberapa
penelitian yang menggunakan penilaian panjang serviks sebagai prediktor persalinan
preterm tidak selalu dapat dipercaya.terdapat variasi yang luas pada nilai prediksinya.
Sebuah tinjauan terhadap 35 penelitian yang melibatkan penilaian panjang serviks
menunjukan variasi yang sangat luas dalam sensitivitas (68-100%) dan spesifisitas
(44-79%). Oleh karena itu hingga saat ini tidak ada bukti kuat yang mendukung
penggunaan penilaian panjang serviks dengan menggunakan USG pada usia
kehamilan 24-28 minggu dalam memprediksi persalinan preterm sebagai

17
pemeriksaan rutin. Namun, dapat dilakukan pada kehamilan dengan risiko tinggi atau
dalam kombinasi dengan test fFN.4

2.6.4.7 Kombinasi penilaian fFN dengan ultrasonografi serviks


Penilaian panjang serviks yang disertai dengan estimasi fFN sekret
vaginoserviks pada wanita yang berisiko tinggi mengalami persalinan preterm
mungkin bermanfaat. Suatu penelitian yang menilai risiko terulangnya persalinan
preterm spontan pada wanita yang memiliki riwayat persalinan preterm sebelumnya
melaporkan, risiko sebesar 65% jika panjang serviks kurang dari 25 mm dan fFN
positif. Namun, jika fFN negatif, risiko persalinan preterm hanya sebesar 25%.
Seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah, risiko terulangnya persalinan preterm
pada wanita dengan panjang serviks > 35 mm dan fFN negatif, hanya sebesar 7%.
Oleh karena itu, kombinasi penilaian panjang serviks dengan menggunakan USG, dan
estimasi fFN dapat membantu memprediksi terulangnya persalinan preterm pada
wanita risiko tinggi.4

Tabel 2.2 Kombinasi penilaian panjang serviks dan fibronektin janin dalam
memprediksi risiko terulangnya persalinan preterm4
Risiko terulangnya persalinan preterm
Panjang serviks
fFN positif fFN negatif
< 25 mm 65% 25%
25-35 mm 45% 14%
> 35 mm 25% 7%

2.7 Penatalaksanaan
Manajemen persalinan perterm meliputi :5
1. Tirah baring (bedrest)
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara statistik.5
2. Hidrasi dan sedasi

18
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi premature,
walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat digunakan
untuk mendapatkan efek sedasi.5
3. Pemberian tokolitik
Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda
persalinan. Berikut adalah alasan pemberian tokolitik pada persalinan preterm :6
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.
b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru
janin.
c. Memberi kesempatan trasnfer intrauterin pada afsilitas yang lebih lengkap.
d. Optimalisasi personel.
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis :
a. Nifedipin
Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg,
dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus sampai 48
jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit kepala
dan hipotensi.5 Antagonis kalsium merupakan relaksan otot polos yang menghambat
aktivitas uterus dengan mengurangi influks kalsium melalui kanal kalsium yang
bergantung pada 19 voltase. Terdapat beberapa kelas antagonis kalsium, namun
sebagian besar pengalaman klinis adalah dengan nifedipin.
Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial oral
ataupun sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya dicapai setelah 15-
90 menit setelah pemberian oral, dengan pemberian sublingual konsentrasi dalam
plasma dicapai setelah 5 menit pemberian.
b. Magnesium sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara parenteral.
Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung
dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila terjadi efek toksik, berikan kalsium
glukonas 1 gram secara IV perlahan-lahan.5

19
Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat terhadap
janin dan ibu. Namun, perubahan tulang yang terlihat melalui rontgen terlihat pada
neonatus dari pasien yang menerima infus magnesium sulfat jangka panjang (lebih
dari 1 minggu). Perubahan-perubahan ini termasuk abnormalitas tulang secara
radiografi seperti perubahan dari tulang panjang, penipisan tulang parietal, dan
mineralisasi tulang yang abnormal. Ketika magnesium sulfat digunakan dengan hati-
hati sebagai obat tokolitik, efek sampingnya terhadap ibu, janin dan neonatus
biasanya sedikit dan tidaklah serius atau merusak.
c. Atosiban
Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi obat
tokolitik di masa depan. Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap obat-obat
tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya efek samping
terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik baru pada golongan
obat ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai tokolitik di Eropa. Atosiban
menghasilkan efek tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan memblok reseptor
oksitosin. Dosis awal 6,75mg bolus dalam satu menit, diikuti 18mg/jam selama 3 jam
per infus, kemudian 6mg/jam selama 45 jam.5
d. Beta2-sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah
ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline. Contoh:
Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa 5%. Dimulai dengan
10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit sampai kontraksi uterus
hilang. Infus harus dilanjutkan 12 48 jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya
diberikan dosis pemeliharaan satu tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi
ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan.
Kontra indikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu, hipertensi atau
hipotensi, hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum. Efek samping yang dapat
terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka (flushing), mual, sakit kepala,
nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikemi, dan hipoglikemi.

20
Efek samping pada janin antara lain ft.tal takhikardia. Inpoglikemia, hipokalemi, ileus
dan hipotensi.
e. Progesteron
Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alpha-hi.drax-
ffirogesterone caproate menurunkan persalinan pretern berulang. Dosis 250 mg (1
mL) im tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau sampai persalinan. Pemberian
dimulai 16-21 minggu kehamilan.5
f. COX (Cyclo-oxygenase) -2 inhibitor
Indomethacin
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 rng per oral setiap 6 jam untuk 8 kali
pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari,dapat rnenimbulkan oligohidramnion
akibat penurunan renal blood flow janin. Indometasin direkomendasikan pada
kehamilan >32 minggu karena dapat mempercepat penutupan ductus arteriosus.5
4. Pemberian Steroid
Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS. kematian
neonatal dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 34
minggu, namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu.Kontra indikasi : infeksi
sistemik yang berat, (tuberkulosis dan korioamnionitis). Betametason merupakan obat
terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24
jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai dalam 1 - 7 hari pemberian, setelah 7 hari
efeknya masih meningkat. Apabila tidak terdapat betametason, dapat diberikan
deksametason dengan dosis 2 x 5 mg intramuskuler per hari selama 2 hari.5

5. Antibiotika
Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan karena
tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman persalinan
preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian klindamisin ( 2 x 300
mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg sehari selama 7 hari). atau

21
eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan bermanfaat bila diberikan pada
usia kehamilan minggu.5
6. Emergency cerclage
Di negara maju telah dilakukan emergency cerclage pada ibu hamil dengan
pembukaan dan pendataran serviks yang nyata tanpa kontraksi. Secara teknik hal ini
sulit dilakukan dan berisiko untuk terjadi pecah ketuban.5
7. Perencanaan Persalinan
Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan
mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu sebaiknya
ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care unit (NICU)..
Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko obstetrik lainnya dan
disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak dianjurkan forsep atau episiotomi
elektif.5

2.8 Komplikasi
Komplikasi pada ibu :
Pada ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyenbuhan luka episiotomi.1

Komplikasi pada bayi :


Tabel 4. Komplikasi persalinan preterm pada bayi
Masalah masalah utama jangka pendek dan jangka panjang pada berat badan bayi sangat
rendah
Organ atau Masalah jangka pendek Masalah jangka panjang

22
sistem
Paru paru Sindroma distress pernafasan, Displasia bronkopulmunore,
kebocoran udara, displasia penyakit jalan nafas reaktif, asma.
bronkopulmuner, pneumoprematuritas.
Gastrointestinal Hiperbilirubinemia, gangguan makan, Gagal tumbuh, sindroma short-
atau nutrisional necritizing enterocolitis bowel, kolestasis
Imunologi Infeksi nosokomial, infeksi perinatal, Infeksi respiratory syncitial virus,
imunodefisiensi. bronkiolitis.
Sistem saraf Perdarahan intraventrikularm Cerebral palsy, hidrosefalus, atrofi
pusat leukomalasia periventrikular, serebral, hambatan
hidrosefalus neurodevelopmental, gangguan
pendengaran
Oftalmologi Retinopati prematuritas Kebutaan, ablasio retina, miopia,
starbismus
Kardiovaskuler Hipotensi, paten ductus arteriosus, Hipertensi pulmonal, hipertensi saat
hipertensi pulmonal dewasa
Renal Ketidakseimbangan air dan elektrolit Hipertensi saat dewasa
Hematologi Anemia iatrogenik, memerlukan
transfusi berulang, anemia prematuritas
Endokrinologi Hipoglikemia, kadar tiroksin rendah Kelemahan regulasi glukosa,
sementara, defisiensi kortisol peningkatan resistensi insulin

2.9 Pencegahan
Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
beruhungan dengan persalinan preterm dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pencegahan primer
Ditujukan kepada semua wanita, sebelum dan selama kehamilan untuk
mencegah dan mengurangi resiko.
a. Pencegahan primer sebelum pembuahan dan selama kehamilan

23
- Memberikan pendidikan : kepada semua wanita usia reproduksi diberikan
pendidikan mengenai faktor faktor resiko persalinan preterm.
- Mengkonsumsi suplemen nutrisi
- Menghentikan konsumsi rokok
- Melakukan asuhna prenatal.
- Melakukan perawatan periodontal.1
b. Pencegahan sekunder
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada wanita yang
diketahui memiliki faktor resiko mengalami persalinan preterm. Bentuk pencegahan
sekunder antara lain, :
- Modifikasi aktivitas ibu (tirah baring, pembatasan aktifitas kerja, tidak
berhubungan seksual selama kehamilan).
- Pemberian sumplemen nutrisi
- Peningkatan perawatanbagi wanita yang beresiko
- Pemberian progesteron.1

BAB III

LAPORAN KASUS

A. STATUS IBU HAMIL


a. Anamnesa Pribadi
Nama : Lestari
Umur : 22 Tahun
Tanggal Masuk : 27 Juni 2017 @15.30
No. RM : 01.03.32.75
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Pasar 7 Martubung

24
b. Anamnesa Umum
Ny. L, 22 Tahun, G1P0A0, jawa, islam, IRT i/d Tn.M, 23 Tahun, jawa, islam,
SMK, Wiraswasta. Datang ke RSUPM dengan keluhan mules mules mau
melahirkan. Hal ini dialami sejak 3jam SMRS. Darah yang keluar berupa darah
segar kehitamanan, volume ganti doek 1x/hari. Riwayat nyeri perut tidak ada,
riwayat mules mules mau melahirkan tidak ada, Riwayat trauma, perut dikusuk,
minum obat atau jamu-jamuan tidak dijumpai. Keluar lendir bercampur darah
tidak dijumpai. Keluar air dari kemaluan tidak dijumpai. Riwayat berhubungan
seksual tidak dijumpai. BAK (+) Normal, BAB (+) Normal.
RPT : -
RPO : -

c. Riwayat Haid
HPHT : 18 11 2016
TTP : 25 08 2017
ANC : Bidan 3x
Menarche : Usia 12 Tahun
Lama Siklus : 4 5 hari
Siklus : teratur, 28 hari
Volume : 2 3x ganti doek/hari
Nyeri Menarche : Tidak ada

d. Riwayat Persalinan
1. Hamil ini

B. STATUS PRESENS
Sensorium : Compos Mentis Anemis : ( +/+)
TD : 110/ 70 mmHg Ikterus : ( - )
HR : 78 x/i Sianosis : ( - )
RR : 22 x/i Dyspnoe : ( - )
T : 36,7 0 C Oedema : ( - )

C. STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen : Membesar Asimetris
TFU : 26 cm (4 Jari Bpx)
Teregang : Kanan
Terbawah : Kepala
HIS :-
DJJ : 136 x/i
Gerak :(+)

25
D. STATUS GINEKOLOGIS

VT : Cervix axial, tertutup, eff 40-60%, H1,

ST : Lendir darah (+), air ketuban (-)

E. USG TAS

JT-PK-AH
FM , FHR (+),(+)
BPD 8,26 cm
FL 6,78 cm
AC 24,3 cm
PL 6.78cm
EFW 2100 gram
Plasenta previa grade II
Air ketuban kurang

F. LABORATORIUM
( 27 Juni 2017 )

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


WBC 13 [ 10^3 uL] 4,0 11,0
RBC 3,44 [10^6 uL] 4,00 5,40
HGB 6,8 [g/dL] 12 16
HCT 22,5 [%] 36,0 48,0
MCV 65,4 [fL] 80,0 97,0
MCH 19,8 [pg] 27,0 33,7
MCHC 30.2 [g/dL] 31,5 35,0
PLT 242 [ 10^3 uL] 150 400
RDW-CV 18,1 [%] 10,0 15,0
RDW-SD 41,1 [fL] 35 47
PDW 9,1 [fL] 10,0 18,0
MPV 9,1 [fL] 6,5 11,0
P-LCR 19,2 [%] 15,0 25,0
PCT 0,22 [%] 0,2 0,5
HbsAg Kualitatif Negatif - Negatif
HIV Kualitatif Negatif - Negatif
SGOT 17,00 U/L 0,00 40,00
SGPT 18,00 U/L 0,00 40,00
Alkaline Phospatase 170,00 U/L 30,00 142,00

26
Glukosa Adrandom 98,00 mg/dl <140,00
Natrium 136,00 mmol/L 136,00 155,00
Kalium 3,10 mmol/L 3,50 5,50
Chlorida 113,00 mmol/L 95,00 103,00

G. DIAGNOSA
Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (32-33) minggu + Presentasi Kepala +
Anak Hidup + Plasenta letak rendah + observasi inpartu + anemia

H. TERAPI
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Ceftriaxone 1gr/12jam
- Inj dexamethason 6mg/12jam
- Tab nifedipin 4x10mg

FOLLOW UP PASIEN SEBELUM PERSALINAN

Tanggal 27 Juni 2017


S Keluar darah dari kemaluan ( + )
O Sensorium : Compos Mentis Anemis : (+/+)
TD : 110 / 70 mmHg Ikterik : (-)
HR : 88 x /I Oedema : (-)
RR : 20 x / I Dyspnoe : (-)
T : 36,7 0 C Sianosis : (-)
SL: Abdomen : Membesar Asimetris
TFU : 26 cm (4 Jari Bpx)
Teregang : Kanan
Terbawah : Kepala
HIS : 3 x 40 / 10
DJJ : 138 x/i
Gerak : ( + )
A Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (32-33) minggu +
Presentasi Kepala + Anak Hidup + Plasenta letak rendah + observasi
inpartu + anemia
P - IVFD RL 20 gtt/I
- Inj Ceftriaxone 1gr/12jam
- Injeksi dexamethason 6mg/12jam

27
- Nifedipin 4 x 10 mg

Rencana Observasi vital sign, His, DJJ, dan kemajuan persalinan, transfusi PRC 2
bag

I. LAPORAN PERSALINAN (28 Juni 2017)

Ibu dibaringkan dimeja ginekologi dengan posisi litotomi, kosongkan


kandung kemih dengan pemasangan kateter. Dengan his yang adekuat, yang adekuat
tampak kepala bayi maju mundur. Dengan his yang adekuat selanjutnya, kepala
menetap dan lahir berturut-turut UUK,UUB, dahi, wajah, dagu, dan kepala.
Kemudian terjadi putar paksi luar. Dengan memegang biparietal, kepala ditarik
kebawah untuk melahirkan bahu anterior. Kemudian di tarik keatas untuk melahirkan
bahu posterior. Dengan sanggah susur, dilahirkan seluruh tubuh. Lahir bayi
perempuan dengan BB : 2070 gr, PB : 44 cm, A/S : 8/9, anus (+). Tali pusat di klem 2
tempat dan digunting diantaranya. Plasenta lahir dengan PTT, kesan lengkap.
Evaluasi jalan lahir untuk melihat laserasi. Dilakukan repair perineum (laserasi grade
I). Total pendarahan kala 3 dan 4 : 200 ml. Kondisi ibu post persalinan stabil.

Terapi :

- IVFD RL + Oxytocin 10-10-5-5 IU -> 20 gtt/i


- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Metronidazole 2 x 500 mg
- Asam mefenamat 3 x 500mg
- Vit B comp 2x1

Rencana :
-Pasang kateter ulang
-tranfusi PRC 1 bag
-Cek darah lengkap 6jam post transfusi

FOLLOW UP PASIEN SETELAH PSP

Tanggal 28 Juni 2017


S Post psp

28
O SP :
Sensorium : Compos Mentis
TD : 120 / 80 mmHg
HR : 82 x /i
RR : 20 x / i
T : 36,5 0 C

SL:
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari bpst, kontraksi kuat
P/V : ( - ), luchia rubra (+)
BAK : (+) normal
BAB: ( - )
A Post PSP a/i PBK+ Preterm Labour + NH0
P - Cefadroxil 2 x 500mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Vit B comp 2x1
Rencana - Cek DR 2 jam post PSP
- Awasi Vital sign, kontraksi, perdarahan
Tanggal 29 Juni 2017
S -
O SP :
Sensorium : Compos Mentis
TD : 110 / 70 mmHg
HR : 80 x /i
RR : 20 x / i
T : 36,8 0 C

SL:
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) Normal
TFU :1 jari bpst
P/V : (-) luchia rubra (+)
BAK : (+) Normal

29
BAB: ( - ) flatus (+ )
A Post PSP a/I PBK + Preterm Labour + NH 1
P - IVFD RL 20 gtt/I (aff)
- Cefadroxil 2 x 500mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Vit B comp 2x1
Rencana - PBJ
- Obat PBJ
cefadroxyl2x500 mg
asam mefenamat 3x500 mg
vit B comp 2x1

30
BAB IV

DISKUSI KASUS

Teori Kasus

Persalinan preterm didefinisikan Pada ibu L usia kehamilan 32 33


sebagai persalinan yang terjadi sebelum minggu.
usia kehamilan 37 minggu atau kurang
dari 259 hari sejak hari pertama haid
terakhir.

Diagnosis preterm labor Ny. L, 22 Tahun, G1P0A0, jawa, islam,


IRT i/d Tn.M, 23 Tahun, jawa, islam,
1 Anamnesis
SMK, Wiraswasta. Datang ke RSUPM
Anamnesis diperlukan untuk
dengan keluhan mules mules mau
mencari faktor resiko. Berikut adalah
melahirkan. Hal ini dialami sejak 3 jam
beberapa faktor resiko terjadinya
SMRS. Darah yang keluar berupa darah
persalinan preterm :
segar kehitamanan, volume ganti doek
1. Faktor resiko mayor :
1x/hari. Riwayat nyeri perut tidak ada,
a. Kehamilan multipel
riwayat mules mules mau melahirkan
b. Polihidramniom
tidak ada, Riwayat trauma, perut
c. Anomali uterus
dikusuk, minum obat atau jamu-jamuan
d. Riwayat persalinan preterm
tidak dijumpai. Keluar lendir
sebelumnya
bercampur darah tidak dijumpai. Keluar
e. Operasi besar pada abdomen .
air dari kemaluan tidak dijumpai.
2. Faktor resiko minor
Riwayat berhubungan seksual tidak
a. Perdarahan pervaginam setelah 12
dijumpai. BAK (+) Normal, BAB (+)
minggu

31
b. Riwayat pyelonefritis Normal.
c. Merokok RPT = -
Pasien tergolong resiko tinggi RPO = -
apabila ditemukan lebih dari satu faktor Status Presens
resiko mayor atau dua atau lebih fator
Sensorium : Compos Mentis
resiko minor, atau keduanya. Selain TD : 110/ 70 mmHg
dari factor resiko diatas ada factor lain HR : 78 x/i
RR : 22 x/i
yang harus diperhatikan yaitu factor T : 36,7 0 C
genetic, gaya hidup, vaginosis
Pemeriksaan Klinis :
bakterialis, vaginitis trichomonas. Anemis (+/+)
2. Gejala klinis
Status Obstetrik
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37
minggu atau 140 dan 259 hari. Abdomen : Membesar Asimetris
b. Kontraksi uterus (his) yang teratur TFU : 32 cm (4 Jari Bpx)
Teregang : Kanan
yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali Terbawah : Kepala
dalam 10 menit. HIS :-
DJJ : 136 x/i
c. Merasakan gejala seperti kaku di Gerak :(+)
perut, menyerupai rasa kaku seperti
menstruasi, rasa tekanan intrapelvik,
nyeri punggung bawah (low back STATUS GINEKOLOGIS
pain).
VT : Cervix axial, tertutup, eff 40-
d. Mengeluarkan lendir bercampur
60%, H1,
darah pervaginam.
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan ST : Lendir darah (+), air ketuban (-)
serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm.
f. Selaput amnion sering kali telah
pecah.
g. Presentasi janin rendah, sampai

32
mencapai spina ischiadika

BAB V
PERMASALAHAN

1. Sebagai dokter umum di level puskesmas, apabila menemukan kasus seperti


ini apa yang harus dilakukan?
2. Pencegahan apa yang sebaiknya dilakukan ibu agar tidak terjadi kasus ini
lagi?

33
KESIMPULAN

Ny L, 22 tahun, G1P0A0, Islam, Jawa, SMP, IRT i/d Tn M, 23 Tahun, Islam,


Jawa, SMK, Wiraswasta datang dengan dengan keluhan mules mules mau
melahirkan. Hal ini dialami sejak 3jam SMRS. Darah yang keluar berupa darah segar
kehitamanan, volume ganti doek 1x/hari. Status presens : sensorium compos mentis,
TD 110/70 mmHg, HR 78x/I, RR 20 x/I, T 36,3 C. Status Obstetrikus : (pemeriksaan
luar) abdomen membesar asimetris, TFU 32 cm, EBW 3100 - 3300 gr, terenggang
kanan, terbawah kepala, HIS (-), gerak (+), DJJ 136 x/i. laboratorium : HB 6,8 g/dl,
WBC 13.000/L, ALP 237 /L. Pemeriksaan lain : anemis (+/+). Pasien didiagnosis
dengan Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (32 33) minggu + plasenta letak
rendah + Presentasi Kepala + Anak Hidup + Inpartu + Anemia. Diberikan terapi
IVFD RL 20 gtt/I, Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Inj. Dexamethasone 6 mg/12 jam,
Nipedipine 4 x 10 mg dan direncanakan untuk PSP. Lahir bayi perempuan, 2070 gr,
PB 44 cm, Apgar Score 8/9, anus (+). Pasien dirawat di ruangan selama 2 hari dan
diperbolehkan pulang pada tanggal 29 juni 2017 dengan keadaan stabil.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Novalia, R. Persalian Preterm. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.


http:// 97539577/Persalinan-Preterm, 2010.
2. Cunningham et al. Obstetri Williams.Volume 2. Edisi 23. Jakarta : EGC, 2012.
3. Oxorn, Harry. Human Labor dan Birth.
1343405.Oxorn_Foote_Human_Labor_and_Birthhttp, 2010.
4. Cubinont, H. Prevention of PretermLabour: 2011 Update on Tocolysis.Saint-luc
University Hospital : Hindawi Publishing Corporation. Journal of Pregnancy,
2011.
5. P.O.G.I. Panduan Pengelolaan Persalianan Preterm Nasional. Bandung :
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2011.
http://kalogisma.com/kepustakaan/pengelolaan%20persalinan%20preterm.pdf
6. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2010.

35

Anda mungkin juga menyukai