FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU
2014 PENGELOLAAN LIMBAH DI LABORATORIUM RADIOLOGI RUMAH SAKIT
Definisi limbah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni sisa suatu kegiatan. Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5-0,6 kg pertempat tidur rumah sakit per hari. Sampah dan limbah rumah sakit adalah sampah dan limbah yang dihasilkan oleh aktivitas rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks, karena secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi menjadi dua (1): 1. Limbah non klinis Limbah non klinis yakni limbah berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan, sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya. 2. Limbah klinis Limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya, limbah klinis dapat dikelompokan sebagai berikut : a. Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yangmemiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun. b. Limbah infeksius, yakni limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular, diantaranya limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. c. Limbah jaringan tubuh, yakni limbah yang meliputi organ, anggota badan, darah, cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan/otopsi. d. Limbah sitotoksit, yakni bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksit selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksit. e. Limbah farmasi, yakni limbah yang berasal dari obat-obat kadaluarsa, obat- obat yang terbuang karena tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau masyarakat, obat- obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan. f. Limbah kimia, yakni limbah yang dihasilakan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. g. Limbah radioaktif, yakni bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir. Limbah radioaktif terbagi atas empat jenis berdasarkan bentuk dan sumbernya. Jenis limbah radioaktif yaitu (2): 1. Limbah Radioaktif Cair Pada fasilitas produksi radioisotop, limbah radioaktif cair dihasilkan dari proses pelindihan atau pendinginan material, dalam jumlah kecil akan mengandung pengotor yang bersifat radioaktif sehingga bersifat aktif. Di bidang kesehatan, limbah radioaktif cair antara lain hasil ekskresi pasien yang mendapat terapi atau diagnostik kedokteran nuklir. Zat radioaktif yang 125 digunakan pada umumnya berumur paro pendek (100 < hari), misalnya I, 131 I, 99mTc, 32P, dll sehingga cepat mencapai kondisi stabil. Fasilitas penelitian di bidang kesehatan juga memberikan kontribusi limbah radioaktif cair melalui hasil ekskresi binatang percobaan. Dengan umur paro sangat pendek, maka penanganan limbah radioaktif tersebut dilakukan dengan menampung sementara sebelum dilepas ke badan air. Limbah radioaktif cair untuk jenis organik kebanyakan diproduksi oleh fasilitas penelitian, yang dapat terdiri dari: minyak pompa vakum, pelumas, dan larutan sintilasi. Zat radioaktif yang 14 125 35 terkandung pada umumnya 3H dan sebagian kecil C, I dan S. Dalam pengelolaan limbah cair tersebut harus diperhitungkan pula aktivitas konsentrasi zat radioaktif yang digunakan, terutama jika zat radioaktif yang digunakan untuk tujuan penandaan umumnya mempunyai konsentrasi aktivitas sangat tinggi sehingga harus dipisahkan dengan zat radioaktif yang mempunyai konsentrasi aktivitas rendah. 2. Limbah Radioaktif Padat Kebanyakan limbah radioaktif padat yang dihasilkan dari fasilitas kesehatan dan laboratorium penelitian mempunyai sifat dapat terbakar, misalnya: tissue, kertas, kain, karton, sarung tangan, pakaian pelindung, masker, bangkai binatang dan material biologi lain. Sedangkan limbah radioaktif tidak dapat bakar antara lain: barang pecah belah, serpihan logam, peralatan dekontaminasi dan limbah dari fasilitas yang mengalami dekomisioning. Untuk limbah padat radioaktif sebagai akibat kontaminasi dan limbah sumber radioaktif selanjutnya dikirimkan ke PTLR-BATAN sebagai badan yang berwenang melakukan pengolahan limbah radioaktif. Sumber radioaktif yang diimpor dari negara lain dapat dikirimkan kembali ke negara tersebut sesuai dengan perjanjian. 3. Limbah Radioaktif Gas Limbah radioaktif gas dapat dihasilkan pada aplikasi zat radioaktif terutama bidang kesehatan. Aplikasi khusus dibidang kesehatan menggunakan zat radioaktif berbentuk gas, misalnya 133Xe, 81mKr, 99mTc dan pemancar positron berumur paro pendek seperti 18F dan 11C untuk investigasi terhadap ventilasi paru-paru. Limbah radioaktif berupa hasil respirasi pasien dikendalikan dengan menempatkan pada tempat khusus untuk membatasi dispersi radioaktif ke lingkungan. Jenis zat radioaktif yang digunakan relatif tidak berbahaya karena berumur paro pendek sehingga mudah mencapai kondisi stabil 4. Sumber Radioaktif Bekas Sumber radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi memerlukan pengkondisian dan disposal yang sesuai. Sumber radioaktif bekas dibedakan menjadi: a. Sumber dengan umur paro 100 hari dengan aktivitas sangat tinggi. b. Sumber dengan aktivitas rendah, misalnya untuk tujuan kalibrasi. c. Sumber yang berpotensi memberikan bahaya kontaminasi dan kebocoran. d. Sumber dengan umur paro >100 hari yang memiliki aktivitas tinggi maupun rendah
Potensi bahaya yang berada di laboratorium radiologi yaitu sesuai dengan
tahapan pada proses kerja yaitu ada 2 potensi bahaya (3): 1. Potensi bahaya radiasi berupa sinar-X. Potensi bahaya sinar-X apabila pekerja di ruang pemeriksaan pada saat ekspos berlangsung. Pama pemeriksaan radiografi biasa pekerja tidak terkena potensi bahaya sinar-X karena pada saat ekspos pekerja berada di luar ruang pemeriksaan yaitu ruang kontrol dimana dinding ruang pemeriksaan sudah standar. Tetapi tetap ada kemungkinan pekerja akan berada di ruang pemeriksaan pada saat ekspos berlangsung misalnya apabila pengoperasian pesawat dental unit dan pengoperasian pesawat fluoroscopy. Pada saat pekerja harus berada di ruang pemeriksaan pada saat ekspos berlangsung harus menggunakan alat pelindung diri lengkap yaitu apron, sarung tangan Pb, pelindung tyroid. 2. Potensi bahaya bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan film. Potensi bahaya bahan kimia radiologi berada pada setiap tahap yaitu pada saat penyimpanan, pencampuran, penggunaan dan pengolahan limbah, tetapi apabila sudah dilakukan ssesuai prosedur maka potensi bahaya dapat dihindari. Potensi bahaya yang paling besar dimana pekerja kemungkinan kontak langsung dengan bahan kimia yaitu pada saat pencampuran dan penggunaan serta pengolahan sehingga harus menggunakan alat pelindung diri lengkap berupa masker dan sarung tangan. Pengolahan film untuk membuat gambaran nyata dilakukan setelah kaset dan film disinari dengan sinar-X. sebelum pengolahan film dilakukan perlu disiapkan larutan pencucian film berupa larutan developer dan fixer sehingga perlu pembuatan larutan developer dan fixer. Bahan developer dapat menimbulkan resiko iritasi terhadap kulit, mata, saluran pencernaan, saluran pernafasan selain itu khusus bahan Hydroquinone dapat menyebabkan tumor dan berpengaruh terhadap sistemr reproduksi. Sedangkan bahan fixer dapat menimbulkan resiko iritasi kulit, saluran pernafasan dan pencernaan serta iritasi dan rasa terbakar pada mata. Berdasarkan resiko yang ditimbulkan oleh bahan kimia radiologi tersebut maka perlu upaya-upaya pengendalian bahan kimia radiologi (3). Pengelolaan limbah radioaktif yang bertanggungjawab memerlukan implementasi dan pengukuran yang menghasilkan perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan, karena pengelolaan limbah radioaktif yang tak sesuai dapat menghasilkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia atau lingkungan baik sekarang maupun yang akan datang. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif adalah perlindungan kesehatan manusia, proteksi lingkungan, proteksi melewati batas negara, proteksi untuk generasi yang akan datang, beban bagi generasi yang akan datang, kerangka kerja legalitas nasional, kendali terhadap timbulnya limbah radioaktif, timbulnya limbah dan saling ketergantungan dalam pengelolaan, dan keselamatan fasilitas (4). Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia diatur oleh Undang-undang Ketenaganukliran, Undang-undang Lingkungan Hidup dan Undang-undang lainnya yang terkait serta berbagai produk hukum di bawahnya. Teknologi pengolahan limbah radioaktif yang diadopsi adalah teknologi yang telah mapan (proven) dan umum digunakan di negara-negara industri nuklir. Dalam pengelolaan limbah radioaktif sesuai ketentuan yang berlaku diterapkan program pemantauan lingkungan yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga keselamatan masyarakat dan lingkungan dari potensi dampak radiologik yang ditimbulkan selalu berada dalam batas keselamatan yang direkomendasikan secara nasional maupun internasional (5). Standart Operational Procedure (SOP) pengolahan limbah bahan kimia developer (3) : Pakai alat pelindung diri : sarung tangan, kaca mata, respirator mist, celemek.
Gunakan pH meter atau kertas
lakmus untuk mengetahui kadar keasaman bahan kimia
Jika tingkat kebasaan sangat
rendah cukup diencerkan dengan air sebanyak-banyaknya dan dibuang ditempat
Jika kadar kebasaan tinggi
sampai dengan tinggi sekali dilakukan penanganan sesuai dengan peraturan
Pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif saat ini dilakukan secara
terpadu di PTLR-BATAN meskipun dalam menjalankan tugasnya, Badan Pelaksana sebetulnya dapat menunjuk dan/atau bekerja sama dengan BUMN, swasta dan Koperasi. Sehingga sampai saat ini pihak pengolah atau penyimpan limbah radioaktif hanya PTLR-BATAN. Pihak pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif berkewajiban memeriksa kesesuaian limbah yang diserahkan oleh pengangkut dengan kualifikasi limbah sebagaimana tercantum dalam dokumen pengiriman limbah. Jenis pengolahan limbah radioaktif berbentuk padat yang telah dipraktekkan, yaitu (2): a. Kompaksi: Limbah padat yang akan dikompaksi harus memenuhi persyaratan: 1. Tidak mengandung limbah yang bersifat destruktif terhadap bungkusan limbah 2. Tidak mengandung limbah bersifat infektan 3. Tidak mengakibatkan tekanan pada kointainer yang menyebabkan pelepas gas atau kontaminan. 4. Tidak mengandung cairan untuk menghindari kebocoran pada bungkusan limbah 5. Tidak mengandung bubuk aktif yang dapat mengkontaminasi 6. Tidak mengandung bahan kimia reaktif b. Insenerasi: Limbah radioaktif padat yang diolah dengan insenerator harus memperhatikan hal-hal berikut: 1. Tidak menimbulkan tekanan yang dapat menyebabkan pelepasan tak terkendali 2. Tidak mengandung bahan beracun yang mudah menguap 3. Kadar air diatur untuk menghasilkan pembakaran sempurna 4. Dilakukan pengolahan lanjutan terhadap residu 5. Bahan yang bersifat lembab dikendalikan 6. Dilengkapi dengan pengendali debu c. Imobilisasi: Imobilisasi terhadap limbah padat bertujuan mencegah pergerakan/sebaran limbah padat ke lingkungan. Limbah padat yang diimobilisasi adalah konsentrat evaporasi, abu insenerator, limbah padat hasil pengkompaksian. Pengolahan limbah cair antara lain: presipitasi, evaporasi, ion exchange, insenerasi (limbah cair organik), pengolahan tersebut akan menghasilkan limbah cair sekunder yang harus dikendalikan. Pengolahan limbah radioaktif berbentuk gas dilakukan dengan cara pengkondisian sampai memenuhi persyaratan pelepasasan setempat sehingga gas tersebut dapat langsung dilepaskan ke atmosfer. Namun untuk gas yang mengandung partikulat radioaktif perlu dikendalikan dengan alat penyaring udara sebelum dilepaskan ke atmosfer. Penanganan yang dapat dilakukan terhadap sumber radioaktif bekas bergantung umur paro dari sumber radioaktif tersebut. Sumber radioaktif yang memiliki umur paro pendek cukup dengan menyimpan sampai aktivitasnya mencapai nilai yang sangat rendah sehingga dapat dianggap sebagai limbah non radioaktif. Untuk sumber radioaktif dengan umur paro panjang terdapat dua pilihan penanganan, yaitu dilakukan imobilisasi dalam drum logam atau tabung beton atau langsung disimpan pada tempat khusus untuk tujuan penyimpanan sementara atau penyimpanan akhir.
Pengelololaan limbah radioaktif terdiri dari rangkaian kegiatan yang
meliputi tahapan pengumpulan, pengelompokkan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau pembuangan limbah radioaktif. Pengelolaan limbah radioaktif dapat dilakukan dengan sistem sentralisasi atau desentralisasi, bergantung dengan kebijakan setiap negara. Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia menganut sistem sentralisasi dengan Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTLR-BATAN) sebagai pihak pengelola sesuai dengan amanat UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Dalam menjalankan tugasnya, PTLR-BATAN dapat bekerja sama atau mendelegasikan BUMN, Koperasi dan swasta yang ditunjuk oleh PTLR-BATAN (2).
Prosedur pengiriman limbah radioaktif ke PTLR-BATAN yang sudah
berlangsung hingga sekarang sebagai berikut (2) : 1. Penghasil limbah radioaktif mengajukan persetujuan pengiriman limbah radioaktif ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). 2. Setelah memperoleh persetujuan dari BAPETEN, penghasil limbah radioaktif mengirimkan surat permohonan pengelolaan limbah radioaktif ke PTLR- BATAN dengan melampirkan salinan persetujuan pengiriman dari BAPETEN tersebut. Di dalam permohonan dapat dirinci jenis pelayanan apa saja yang dikehendaki oleh penghasil limbah radioaktif (contohnya: dalam hal pengangkutan penghasil limbah radioaktif dapat saja mengangkut sendiri limbahnya ke PTLR-BATAN, atau menggunakan jasa ekspedisi, atau menggunakan kendaraan angkut limbah PTLR-BATAN). Penghasil limbah radioaktif akan mendapatkan jawaban dari PTLR-BATAN tentang biaya pengelolaan sesuai dengan PP No. 77 tahun 2005 tentang Tarif Pengelolaan Limbah Radioaktif. 3. Penghasil limbah radioaktif mengirimkan limbahnya ke PTLR-BATAN, dokumen yang harus ditandatangani ke dua belah pihak adalah berita acara serah terima limbah radioaktif. 4. Penghasil limbah radioaktif menyerahkan salinan berita acara serah terima limbah radioaktif ke BAPETEN. 5. PTLR-BATAN melaporkan kegiatan pengelolaan limbahnya secara berkala (tiap semester) kepada BAPETEN sesuai dengan izin operasi yang diberikan oleh BAPETEN.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suci RA. Kusumaningtyas. Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta (Kajian Implementasi Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2007
2. Alfiyan Muhammad, Akhmad Y.R. Strategi Pengelolaan Limbah Radioaktif di
Indonesia Ditinjau dari Konsep Cradle To Grave. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology) 2010: 13(2).
3. Dartini. Pengembangan Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan
Radiasi dan Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Jurusan Teknik Radiodiagnostik Poltekkes Semarang. Tesis. Universitas Diponegoro: 2007. 4. Setiawan, Budi. Penyiapan Tapak Penyimpanan Lestari Limbah Radioaktif di Pulau Jawa dan Sekitarnya. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN. 2009.
5. Isnaini, M. Antara Kebutuhan, Citra Pelayanan dan Biaya Digital Radiologi.