Anda di halaman 1dari 41

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang ditandai

dengan gejala demam, batuk, sesak nafas dan adanya ronki basah halus serta

gambaran infiltrat pada foto polos dada. Pneumonia pada anak merupakan salah

satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan kematian terbesar

pada anak terutama di negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun

2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia diseluruh dunia sekitar

19% atau berkisar 1,6 2,2 juta.1

Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme yaitu virus

dan bakteri. Sebagian kecil disebabkan oleh hidrokarbon dan masuknya makanan,

minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi).2

Pneumonia sangat rentan terhadap bayi di bawah 2 bulan, berjenis

kelamin laki-laki dan kurang gizi. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko

kematian akibat pneumonia adalah kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat

pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan kesehatan masih kurang, kepadatan

tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan adanya penyakit kronis pada

bayi. Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumonia antara lain adalah efusi

pleura, empiema, abses paru, pneumothoraks, gagal napas, dan sepsis.3,4

Sepsis neonatal adalah sindrom klinis dari kelainan sistemik yang

disebabkan adanya bakteremia yang terjadi pada umur 28 hari pertama kehidupan.

Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah

dan jaringan.5,6,7

1
Sepsis terjadi kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab

dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi

pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg. Dalam laporan

WHO yang dikutip Child Health Research Project Spesial Report: Reducing

perinatal and neonatal mortality (1999), dikemukakan bahwa 42% kematian

neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan,

tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. 5,8,9

Sepsis juga merupakan penyebab utama pasien dirawat di ruang rawat

Neonatologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada penelitian Kohort prospektif,

dari 1.625 neonatus yang datang/lahir di RSCM sejak 1 Februari-30 Juni 2007,

didapatkan 138 paseien sepsis, dan pada 65,9% di antaranya di dapatkan

kolestasis. Pasien dengan sepsis dan kolestasis memerlukan perawatan lebih lama

dan mengalami risiko kematian 2,25 kali lebih tinggi dibandingkan pasien sepsis

tanpa kolestasis.10

Kolestasis terkait sepsis merupakan suatu bentuk kolestasis hepatoselular

yang terjadi karena disfungsi transpor asam empedu. Kolestasis adalah kegagalan

aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Dari segi klinis

didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti

bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh.10,11

Berikut dilaporkan sebuah laporan kasus Pneumonia dengan suspek sepsis

dan kolestasis yang dirawat di Bagian Bayi RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal

31 Oktober s/d 12 November 2008.

2
LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Identitas penderita :

Nama penderita : By. R

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat & tanggal lahir : Banjarmasin, 29 0ktober 2008

Umur : 2 hari

Identitas Orang tua/wali

AYAH : Nama : Tn. Y

Pendidikan : Aliyah

Pekerjaan : Pekerja bangunan

Alamat : Jl. Kelayan A RT 14 No. 280 Banjarmasin

IBU : Nama : Ny. R

Pendidikan : Aliyah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Kelayan A RT 14 No. 280 Banjarmasin

ANAMNESIS

Aloanamnesis dengan : ibu pasien

Tanggal/jam : 31 oktober 2008 / 21.10 wita

1. Keluhan Utama : Sesak

2. Riwayat penyakit sekarang :

Bayi mengalami sesak 1 hari, terlihat hidung bayi kembang kempis saat

bernafas, nafas tidak berbunyi, tidak ada bibir berwarna biru. Bayi masih

3
kuat saat istirahat, menangis atau menyusu. Bayi panas 1 hari SMRS

perlahan-lahan naik dan tidak ada diberi obat penurun panas. BAB cair

tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarganya yang menderita batuk lama atau batuk berdarah.

Paman anak menderita asma.

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan:

Ketuban pecah dini 14 jam

5. Riwayat antenatal :

Selama hamil ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan, ibu tidak

pernah sakit selama hamil.

6. Riwayat Natal :

Spontan/tidak spontan : Spontan

Nilai APGAR : Lahir langsung menangis, gerak aktif,

warna kulit kemerahan.

Berat badan lahir : 3300 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Lingkar kepala : Ibu lupa

Penolong : Bidan dan Residen Obsgyn

Tempat : RSUD Ulin Banjarmasin

7. Riwayat Neonatal : Bayi langsung menangis dan tidak ada riwayat

kelainan pada bibir dan badan.

8. Riwayat Perkembangan

4
Tiarap : -

Merangkak : -

Duduk : -

Berdiri : -

Berjalan : -

Saat ini : Bayi terlentang, menangis kuat, dapat bergerak

aktif, dan menyusu kuat.

9. Riwayat Imunisasi :

Nama Dasar Ulangan


(umur dalam hari/bulan) (umur dalam bulan)
BCG -
Polio 1 hr - - -
Hepatitis B - - -
DPT - - -
Campak -

10. Makanan

- sejak lahir sampai usia 2 hari anak minum susu SGM 3 (3 x 25 cc)

11. Riwayat Keluarga

By. R
(2 hari)

5
Susunan keluarga :

No Nama Umur L/P Keterangan


1 Tn. Y 36 tahun L Sehat
2 Ny. R 33 tahun P Sehat
3 By. R 2 hari L Sakit

12. Riwayat Sosial Lingkungan

Anak tinggal dengan orang tua dan 2 orang saudaranya, di rumah yang

terbuat dari kayu dengan 2 kamar tidur, ventilasi cukup, jendela banyak.

Air untuk MCK (mandi, cuci, kakus) menggunakan air yang diambil dari

sumur bor, sedangkan untuk air minum menggunakan air sumur biasa.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang dan terlihat sesak

Kesadaran : Komposmentis GCS: 4-2-3

Pengukuran

Tanda vital : Nadi : 140 x/menit; kualitas regular, kuat angkat

Suhu : 38,1 C

Respirasi : 88 x/menit, dangkal dan teratur

Berat badan : 3300 gram

Panjang/tinggi badan : 50 cm

Lingkar Kepala : 33 cm

Kulit : Warna : kuning langsat

Sianosis : Tidak ada

Hemangiom : Tidak ada

6
Turgor : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup

Pucat : Tidak ada

Kepala : Bentuk : Mesosefali

UUB : Datar, terbuka

UUK : Datar, terbuka

Rambut : Warna : Hitam

Tebal/tipis : Tipis

Distribusi : Merata

Alopesia : Tidak ada

Mata : Palpebra : Tidak ada edem, tidak cekung

Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Tidak hiperemi, tidak anemis

Sklera : Tidak ikterik

Produksi air mata : Cukup

Pupil : Diameter : 3 mm / 3mm

Simetris : Isokor

Reflek cahaya : +/+

Kornea : Jernih

Telinga : Bentuk : Simetris

Sekret : Tidak ada

Serumen : Minimal

Nyeri : sulit dievaluasi Lokasi : -

7
Hidung : Bentuk : Normal

Pernafasan Cuping Hidung : (+)

Epistaksis : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Mulut : Bentuk : Normal

Bibir : Mukosa bibir basah

Gusi : Tidak mudah berdarah

Gigi-geligi : Tidak ada

Lidah : Bentuk : Normal

Pucat/tidak : Tidak pucat

Tremor/tidak : Tidak tremor

Kotor/tidak : Tidak kotor

Warna : Merah muda

Faring : Hiperemi : tidak hiperemi

Edem : Tidak ada

Membran/pseudomembran : Tidak ada

Tonsil : Warna : Merah muda

Pembesaran : Tidak ada

Abses/tidak : Tidak ada

Membran/pseudomembran : Tidak ada

Leher :

- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat

8
Tekanan : Tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Massa : Tidak ada

- Tortikolis : Tidak ada

Toraks :

Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : Simetris

Retraksi : (+/+) Lokasi : subkosta

Dispnea : Ada (+)

Pernafasan : abdominal

Palpasi : Fremitus fokal : Simetris

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronkovesikuler

Suara Tambahan : ronkhi (-/-), wheezing(-/-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Tidak teraba, Lokasi : -

Thrill + / - : Tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS II LPS Kanan - ICS IV LPS Kanan

Batas kiri : ICS V LPS Kiri - ICS IV LMK Kiri

Batas atas : ICS II LPS Kanan ICS II LPS Kiri

Auskultasi : Frekuensi : 140 x/menit, Irama : Reguler

9
Suara Dasar : S1 dan S2 Tunggal

Bising : Tidak ada, Derajat : -

Lokasi : -

Punctum max : -

Penyebaran : -

Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : Pot belly

Palpasi : Hati : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Massa : Tidak ada

Perkusi : Timpani/pekak : Timpani

Asites : Tidak ada

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas :

- Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edem dan tidak

ada parese, sianosis tidak ada, CRT < 2

detik

- Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edem dan tidak ada

parese, sianosis tidak ada

10
Neurologis :

Lengan Tungkai
Tanda Kiri Kanan Kiri
Kanan
Gerakan Normal normal normal Normal
Tonus Eutoni eutoni eutoni eutoni
Trofi Eutrofi eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus - - - -
Refleks BPR = + BPR = + KPR = + KPR = +
Fisiologis TPR TPR APR APR
Refleks Hoffman Hoffman Babinsky (+) Babinsky (+)
patologis (+), (+),
Tromner (+) Tromner (+)
Sensibilitas Normal normal normal normal
Tanda Laseq (-), Laseq (-),
- -
meningeal Kerniq (-) Kerniq (-)

Susunan Saraf : Sulit dievaluasi

Genitalia : Laki-laki dan tidak ada kelainan

Anus : Ada dan tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah tanggal 31 oktober 2008 :

Pemeriksaan hematologi

Hb : 14,9 g/dl

Leukosit : 13400 /Ul

Eritrosit : 5,11juta/mikroL

Trombosit : 258.000 /l

HCT : 47 vol %

RDW-CV : 165

Pemeriksaan MCV, MCH,MCHC

11
MCV : 91,9 fl

MCH : 29,2 pg

MCHC : 31,7%

Hitung jenis

Basofil :0

Eosinofil :0

Neutrofil : 63,8%

Neutrofil# : 8,6 ribu/mikroL

Limfosit% : 25,7%

MID : 10,5%

Limfosit# : 3,50 ribu/L

MID : 1,40 ribu/L

Monosit :0

Kimia

Gula darahsewaktu : 79 mg/dl

Hati

SGOT : 35 L

SGPT : 8 L

Imunoserologi

CRP kualitatif 6 mg/ml

Pemeriksaan darah tanggal 2 november 2008 :

Analisa Gas Darah

- Suhu : 37,1

12
- pH : 7,290*

- PCO2 : 27,0 mmHg

- PO2 :192 mmHg

- HCO3 : 12,7 meq/L

- O2 Saturasi : 99,0%

- BE : -12,3 mmol/L

- K+ :5,7 mmol/L

- Na+ :13,3 mmol/L

Pemeriksaan darah tanggal 10 november 2008 :

- Bilirubin total : 29,63 mg/Dl

- Bilirubin direk : 15,73 mg/dl

- Bilirubin indirek : 13,90 mg/dl

RESUME

Nama : By. R

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 2 hari

Berat badan : 3300 gram

Keluhan Utama : Sesak

Uraian : Bayi mengalami sesak 1 hari, terlihat pernafasan cuping

hidung saat bernafas, nafas tidak berbunyi, tidak ada bibir berwarna biru. Bayi

masih kuat saat istirahat, menangis atau menyusu. Bayi panas 1 hari SMRS

perlahan-lahan naik dan tidak ada diberi obat penurun panas. BAB cair tidak

ada.

13
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang dan terlihat sesak

Kesadaran : Komposmentis, GCS : 4 - 2 - 3

Denyut Nadi : 140 kali/menit, kualitas regular, kuat angkat

Pernafasan : 88 kali/menit, dangkal dan teratur

Suhu : 38,1 C

Kulit : Kelembaban cukup, turgor cepat kembali

Kepala : Mesosefali, UUB dan UUK datar

Mata : Tidak anemis, tidak ikterik, tidak cekung

Telinga : Simetris, sekret tidak ada

Hidung : Simetris, pernapasan cuping hidung (+)

Mulut : Mukosa bibir basah

Toraks/Paru : Simetris, sonor, suara nafas bronkovesikuler, retraksi

subkostalis (+/+)

Jantung : S1 dan S2 Tunggal, bising (-)

Abdomen : Supel, hati/limfa/massa tidak teraba, bising usus (+)

normal

Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-),sianosis (-), CRT < 2

detik

Susunan saraf : Sulit dievaluasi

Genitalia : Laki-laki dan tidak ada kelainan

Anus : Ada dan tidak ada kelainan

14
DIAGNOSA

Diagnosa Banding : Pneumonia, bronkiolitis

Diagnosa Kerja : Pneumonia

Status Gizi : Normal (menurut standar NCHS)

PENATALAKSANAAN

Rawat incubator (box jaga suhu 36,5-37,5C

Oksigen 1 liter/menit nasal

Kebutuhan cairan 80 cc/kgBB/hr

- Infus D10 + Ca Glukonas 80 cc/kgBB/hr = 12 tpm


280cc/hr
IV : Injeksi Ampicillin 175 mg/12 jam

Injeksi Gentamisin 17,5 mg/36 jam

Monitor: Keadaan umum, tanda vital, SaO2, CRT, tanda hipoglikemi, tanda

hipotermi

Program: Rawat tali pusat dan foto thorax anteroposterior

USULAN PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan darah Rutin (Hb, LED, Eritrosit, Leukosit, Hitung jenis

leukosit)

2. Foto thoraks Anteroposterior

PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

15
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

PENCEGAHAN

- Jaga sirkulasi udara/ventilasi ruangan baik

- Hindarkan bayi dari asap dan kontak dengan penderita batuk

- Jaga Higienis pribadi dan lingkungan

DISKUSI

Batasan Pneumonia

16
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan

jaringan interstitial. Pneumonia biasanya merupakan bagian dari sindrom sepsis

pada bayi baru lahir, dan pada bayi gejala yang timbul biasanya tidak spesifik.12

Etiologi Pneumonia

Berdasarkan penyebabnya, pneumonia secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi 3, yaitu:13

1. Aspirasi Pneumonia

Yaitu pneumonia yang terjadi bila ada cairan yang masuk ke paru-paru,

biasanya karena tersedak. Pada bayi baru lahir, hal ini terjadi apabila bayi tersedak

air ketuban ibu dan setelah bayi berusia beberapa hari, aspirasi juga bisa terjadi

bila air susu yang diisap bukan masuk ke saluran cerna, melainkan ke saluran

pernapasan.

2. Pneumonia karena infeksi virus, bakteri, atau jamur

Di Indonesia, pneumonia akibat infeksi biasanya disebabkan oleh virus

atau bakteri. Bakteri yang menyerang biasanya dari jenis Streptococcus

pneumoniae dan Haemophylus influenzae. Pneumonia yang disebabkan infeksi ini

biasanya mempunyai tenggang waktu 1-2 hari sebelum memperlihatkan gejala.

Hari pertama panas, diikuti batuk, kemudian sesak napas.

3. Pneumonia akibat faktor lingkungan

Dewasa ini polusi udara dapat menyebabkan sesak napas pada orang-orang

tertentu terutama mereka yang berbakat alergi. Biasanya ditandai dengan napas

yang berbunyi (ngorok). Bila dibiarkan tanpa diobati, keluhan sesak napas seperti

17
ini bisa berkembang menjadi bronkhitis. Bila kemudian juga tidak diobati tuntas,

maka sangat mungkin akan menjadi pneumonia.

Patogenesis Pneumonia

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru

karena adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan

antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme

dapat berkembangbiak dan menimbulkan pernyakit. Mikroorganisme dapat masuk

saluran napas dengan cara antara lain inokulasi langsung, hematogen, inhalasi

bahan aerosol, kolonisasi di permukaan mukosa.4

Bakteri masuk ke alveoli menyebabkan reaksi radang, sehingga timbullah

edema di seluruh alveoli, infiltrasi sel-sel PMN, dan diapedesis eritrosit. Sel-sel

PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli. Dengan bantuan leukosit yang lain

melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di

fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain:4

Zona luar: alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema.

Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel

darah merah.

Zona konsolidasi luar: daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan

jumlah PMN yang banyak.

Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang

mati, lekosit dan alveolar makrofag.

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada

beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.

18
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh

mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai

paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga

dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral.12

Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal

yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah

mengalami pneumonia. Pada anak tanpa faktor predisposisi partikel infeksius

dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis

yang normal.12

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme

pertahanan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran

napas bagian bawah. Bakteri ini merupakan organisme yang pada keadaan normal

berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu

orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Pneumonia bakterialis

dan virus dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber

terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah mencapai parenkim

paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan,

deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti

infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris

yang khas pada foto toraks.12

Tanda dan Gejala Pneumonia

19
Tanda-tanda pneumonia sangat bervariasi, tergantung golongan umur,

mikroorganisme penyebab, kekebalan tubuh dan berat ringannya penyakit. Pada

umumnya, diawali dengan panas, batuk, pilek, suara serak, nyeri tenggorokan.

Selanjutnya panas makin tinggi, batuk makin hebat, takipneu, retraksi dinding

dada, sesak napas dan sianosis. Pada bayi (usia di bawah 1 tahun) tanda-tanda

pnemonia tidak spesifik.2

Selain itu WHO telah menggunakan penghitungan frekuensi napas per

menit berdasarkan golongan umur sebagai salah satu pedoman untuk

memudahkan diagnosa pneumonia.2

Tabel 1. Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO)

Umur Anak Napas Normal Takipneu (Napas cepat)


0 - 2 Bulan 30-50 per menit sama atau > 60 x per menit
2-12 Bulan 25-40 per menit sama atau > 50 x per menit

Secara umum gejala dan tanda pneumonia dapat dikelompokkan

menjadi:12

1. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas

Manifestasi non spesifik misalnya demam, sakit kepala, gelisah, iritabel,

malaise, nafsu makan kurang, dan keluhan gastrointestinal

2. Gejala umum penyakit saluran pernafasan bawah

Gejala umum saluran pernafasan bawah ialah batuk, takipneu,

ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak nafas, air hunger, merintih, dan

sianosis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit

20
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Abdomen distensi karena dilatasi gaster

biasanya disebabkan oleh aerofagi atau karena ileus paralitik.

3. Tanda pneumonia

Tanda pneumonia ialah pekak saat perkusi, fremitus melemah, suara nafas

melemah dan ronkhi. Retraksi bersama dengan peningkatan frekuensi napas

merupakan tanda klinik pneumonia yang bermakna.

4. Tanda efusi pleura

Terjadinya efusi pleura menimbulkan gerakan dada tertinggal di daerah

efusi. Pada pemeriksaan fisik terdengar pekak perkusi, fremitus berkurang dan

suara napas melemah. Nyeri dada karena iritasi pleura mungkin hebat dan

mengganggu gerakan dada. Fiction rub dapat terdengar di daerah pleura yang

terkena. Bila efusi pleura bertambah maka sesak napas pun makin bertambah

tetapi nyeri pleura makin berkurang dan berubah jadi nyeri tumpul.

5. Gejala infeksi ekstrapulmoner

Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas.

Pemeriksaan perkusi dan auskultasi sering tidak ada kelainan. Bila ditemukan

pekak perkusi pada bayi kemungkinan besar telah terjadi efusi pleura dan bukan

hanya karena bercak konsolidasi pada parenkim paru.

Diagnosis Pneumonia

Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan diagnosis etiologik berdasarkan

pemeriksaan mikrobiologik. Oleh karena itu WHO mengembangkan pedoman

klinik diagnosis dan tatalaksana pneumonia pada anak dengan tujuan

21
menyederhanakan kriteria diagnosis menjadi sejumlah kecil tanda fisik yang

langsung dapat di deteksi, membuat suatu sistem klasifikasi penyakit dan

menentukan dasar pemakaian antibiotik. Pedoman ini meliputi penilaian demam,

status nutrisi, letargi, sianosis, frekuensi nafas, observasi dinding dada untuk

mendeteksi retraksi dan auskultasi untuk mendeteksi stridor dan wheezing

(mengi). Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas:12

1. Pneumonia sangat berat, (bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum ),

harus di rawat di RS dan pemberian antibiotik.

2. Pneumonia berat (bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum),

harus di rawat di RS dan pemberian antibiotik.

3. Pneumonia (bila tidak ada retraksi tetapi nafas cepat)

> 60/menit untuk bayi < 2 bulan

> 50/ menit pada anak 2 bulan 1 tahun

> 40/ menit pada anak 1 tahun 5 tahun

4. Bukan pneumonia (bila tidak ada nafas cepat, tidak perlu di rawat, tidak perlu

antibiotik namun dilakukan pemeriksaan lain dan pengobatan yang sesuai).

Pemeriksaan Penunjang

Gambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai

gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.

Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari

10.000/ul kadang dapat mencapai 30.000/ul.

Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan

dahak, biakan darah, dan serologi.

22
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis

respiratorik.

Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan diagnosis etiologik berdasarkan

pemeriksaan mikrobiologik. Pada kasus ini pasien By. R (umur 2 hari) datang

dengan keluhan sesak nafas. Satu hari sebelumnya bayi mengalami panas dan

hidung berair. Pada riwayat persalinan ibu didapatkan ketuban pecah dini 14 jam

sebelum bayi dilahirkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pernafasan cuping

hidung, nadi 140 x/menit, suhu 38,1C, frekuensi nafas 88 x/menit, dangkal dan

teratur, retraksi subkosta. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis,

limfositosis, neutrofilia, RDW-CV yang meningkat, dan CRP yang meningkat.

Pemeriksaan mikrobiologis tidak dilakukan.

Pada bayi (usia di bawah 1 tahun) tanda-tanda pnemonia tidak spesifik.

Bedasarkan kriteria WHO untuk memudahkan diagnosa pneumonia yang

menggunakan penghitungan frekuensi nafas per menit berdasarkan golongan

umur, untuk anak umur 0 2 bulan frekuensi nafas normal 30 50 kali x/menit.

Pada kasus ini frekuensi nafas 88 x/menit sehingga memenuhi kriteria takipneu.

Penatalaksanaan Pneumonia

Semua pasien harus dievaluasi terhadap hipoksia, dan oksigen harus

diberikan bila terindikasi. Pemberian antibiotik dilakukan secara empiris sesuai

dengan pola kuman tersering yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus

influenzae.12
Tabel 2. Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur.
12

23
Usia Obat Terapeutik
0-1 bulan Ampisilin + aminoglikosid atau ampisilin + sefotaksim
1-3 bulan Ampisilin + sefotaksim (pertimbangkan eritromisin atau
Klaritromisin bila dicurigai pneumonitis Chlamidya)
3 bulan- 5 tahun Cefuroksim, sefotaksim, atau seftriakson (pertimbangkan
untuk menambah makrolid bila dicurigai Mycoplasma
pneumoniae)
> 5 tahun Makrolid (pertimbangkan untuk menambah sefuroksim pada
pasien yang sakit berat)
Semua umur Tambahkan vankomisin bila dicurigai S.Pneumoniae yang
Resisten. Bila dicurigai infeksi Staphylococcus aureus,
pertimbangkan untuk menambah obat antistafilokokus)

Oksigen perlu diberikan pada anak dengan pneumonia karena paru-

parunya tidak mampu mentransfer oksigen dari udara ke aliran darah dalam

jumlah yang cukup, sehingga kadar oksigen dalam darah menurun ketingkat yang

berbahaya. Bayi-bayi pada umur 0-3 bulan sensitif terhadap hipoksemia, dan lebih

mudah mengalami pernafasan yang tidak teratur dan apnoe. Efek ini selanjutnya

akan menurunkan jumlah oksigen yang masuk dalam darah dan akan

memperburuk keadaan dan dapat mengakibatkan kematian. Komplikasi yang

dapat terjadi pada pneumonia antara lain efusi pleura, empiema, abses paru,

pneumothoraks, gagal napas dan sepsis. 4,12

Pada kasus ini pasien diberikan terapi:

Rawat incubator (jaga suhu bayi 36,5-37,5C)

Oksigen 1 liter/menit nasal

Kebutuhan cairan 80 cc/kgBB/hr

- Infus D10 + Ca Glukonas 80 cc/kgBB/hr = 12 tpm


280cc/hr
IV : Injeksi Ampicillin 175 mg/12 jam

Injeksi Gentamisin 17,5 mg/36 jam

24
Monitor: Keadaan umum, tanda vital, SaO2, CRT, tanda hipoglikemi, tanda

hipotermi

Program: Rawat tali pusat dan foto thorax anteroposterior

Sepsis Neonatal

Sepsis neonatal adalah sindrom klinis dari kelainan sistemik yang

disebabkan adanya bakteremia yang terjadi pada umur 28 hari pertama kehidupan.

Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah

dan jaringan. Tubuh mengadakan respon keradangan secara luas terhadap infeksi

yang terjadi secara berlebihan diluar kendali.5,6,7

Angka kejadian insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih

cukup tinggi (1,818/1000) dibanding dengan negara maju (1 5/1000 kelahiran).

Sepsis terjadi kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30%

kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi

baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg. Dalam laporan WHO yang

dikutip Child Health Research Project Spesial Report : Reducing perinatal and

neonatal mortality (1999), dikemukakan bahwa 42% kematian neonatus terjadi

karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus

neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal.5,8

Mortalitas sepsis di negara sedang berkembang seperti Indonesia masih

sangat tinggi yaitu 50-70%. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam

waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam

setelah lahir.8,9

25
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%

(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus, neiseria).

Infeksi bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus,

pneumokokus), infeksi jamur, infeksi virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever,

herpes viruses), protozoa (malaria falciparum). Hasil penelitian di FKUI/RSCM

Jakarta pada tahun 2002 ditemukan kuman pada sepsis awitan dini meliputi

Enterobacter sp, Acinetobacter sp, dan Coli sp. 5,14,15

Patogenesis sepsis

Fetus selama dalam kandungan terlindungi dari bakteri yang berasal dari

ibu karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan, fetus akan

mudah mendapat infeksi. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat

ketuban pecah dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah,

bakteri dari vagina akan menjalar keatas. Setelah kelahiran, infeksi berasal dari

kuman di lingkungan sekitarnya dimana invasi bakteri masuk melalui udara

pernapasan, saluran cerna atau melalui kulit yang terinfeksi.5

Istilah Systemic inflamatory response syndrome (SIRS) diberikan pada

pasien yang memperlihatkan gambaran klinis infeksi dengan respon sistemik

seperti takikardia, takipnea, hipertermi atau hipotermi. Kriteria SIRS harus

ditemukan adanya 2 gejala dari 4 keadaan berikut : hipotermi/hipertermi (<36C

atau >38,5C), takikardi/bradikardi, peningkatan frekuensi napas dan adanya

leukopeni/leukositosis. Kriteria minimal yang harus ditemukan ialah temperatur

yang abnormal atau hitung leukosit abnormal dengan ditambah satu kriteria

lainnya.5

26
Definisi SIRS menurut International Pediatric Sepsis Consensus

Conference 2005 adalah suatu proses peradangan yang non spesifik, yang terjadi

setelah trauma, infeksi, luka bakar, pankreatitis atau penyakit lain, dimana sepsis

sendiri merupakan SIRS yang dihubungkan dengan terjadinya infeksi/hasil adanya

infeksi.16

Pada stadium lebih lanjut akan terjadi perubahan fungsi berbagai organ

tubuh yang disebut Multi Organ Dysfuntion Syndrome (MODS) berupa gangguan

napas (apne, dispne), gangguan hepar (ikterik), gangguan neurologis (kejang,

spastis, paresis), gangguan gastrointestinal, dan gangguan hematologi

(leukositosis/leukopeni, trombopeni, neutropeni). Pada pasien SIRS juga

ditemukan perubahan fisiologis sistem imun baik humoral maupun seluler, yang

berupaya untuk mengimbangi atau melakukan reaksi eliminasi mikroba melalui

pembentukan berbagai komplemen dan antibodi. Salah satu proses yang terjadi

adalah terbentuknya sitokin. Sitokin yang terbentuk berfungsi sebagai regulator

reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma .5,16,17

Sebagian sitokin (Pro-inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-

a) dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya (anti-inflamatory

cytokine seperti IL-4, IL-10) bertindak meredam infeksi dan mempertahankan

homeostasis organ vital tubuh. Produksi sitokin proinflamasi seperti interleukin

(IL)-1 dan tumor necrosis factor (TNF) akan menimbulkan proses inflamasi dan

destruksi jaringan dimana pembentukan yang berlebihan akan menimbulkan syok

septik, disfungsi multi organ dan kematian. Perubahan keseimbangan akan terjadi

apabila terdapat dominasi salah satu sitokin. Dominasi dari sitokin proinflamasi

27
akan menimbulkan renjatan dan disfungsi organ, sebaliknya bila sitokin

antiinflamasi berlebihan akan terjadi supresi sistem imun. 14,17,18,19

Faktor Risiko Sepsis

Faktor risiko bervariasi tergantung dengan awitan sepsis yang didapatkan

bayi. Pada awitan dini, faktor risiko ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu: 5,15

Faktor risiko mayor yang terdiri dari:

- ketuban pecah lebih dari 24 jam dan ketuban berbau

- ibu demam saat inpartu suhu lebih dari 380C

- denyut jantung bayi yang menetap lebih dari 160 x/menit

- korioamnionitis

Faktor risiko minor yang terdiri dari:

- ketuban pecah > 12 jam

- ibu demam saat inpartu suhu > 37,5C

- nilai APGAR rendah (menit ke-1 < 5, menit ke-5 <7)

- Bayi berat lahir sangat rendah < 1500 gram,

- usia gestasi < 37 minggu,

- kehamilan ganda

- keputihan pada ibu yang tidak diobati, ibu dengan ISK atau tersangka ISK

yang tidak diobati.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan lekositosis dan hasil protein C reaktif

(CRP) sebesar 110 mg/dl.

Tempat asal kuman

Tempat asal kuman biasanya didapat dari: 20

28
1) Ibu

Ibu yang menderita infeksi bakteri sistemik harus diwaspadai sebagai

faktor yang dapat menyebabkan infeksi pada janin yang dikandungnya.

2) Vagina dan perineum

Kuman menuju cavum uteri pada saat ketuban pecah.

3) Lingkungan atau infeksi nasokomial:

a. Kurang bersih mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa

bayi.

b. Semua bayi, terutama yang kurang bulan yang mendapat tindakan:

1. resusitasi aktif dengan alat pulmonator

2. pemberian infus

Dasar diagnosis Sepsis

Dasar diagnosis sepsis neonatal antara lain:21

1. Keadaan umum: menurun (not doing well), malas minum (poor feeding),

hipotermi/hipertermi, edem, sklerema.

2. Sistem susunan saraf pusat: hipotoni, irritable, high pitch cry, kejang,

letargi, tremor, fontanela cembung

3. Sistem saluran pernapasan: pernapasan tidak teratur, napas cepat

(>60x/menit), apneu, dispneu, sianosis

4. Sistem kardiovaskuler: takikardi (>160x/menit), bradikardi (<100x/menit),

akral dingin, dan syok

5. Sistem saluran cerna: retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah,

kembung

29
6. Sistem hematologi: kuning, pucat, splenomegali, petekie, purpura,

perdarahan

Laboratorium

Hasil laboratorium pada sepsis neonatal biasanya didapatkan leukopeni <

5000/mm3 atau leukositosis > 25.000/mm, hitung neutropenia absolut < 1000/

mm3, rasio I/T neutrofil > 0,2, adanya granular toksik trombositopenia, dan pada

kultur darah serta cairan serebrospinal akan ditemukan bakteri.15

Kriteria diagnosis sepsis

Kriteria diagnosis sepsis dibagi kedalam tiga kelompok:21

1) Possible/suspect sepsis: terdapat 3 gejala klinis dari 6 kelompok diatas.

2) Probable sepsis: terdapat 3 gejala klinis dan adanya kelainan hasil

laboratorium

3) Proven sepsis: terdapat 3 gejala klinis dan kultur darah positif

Pada kasus ini, diagnosis suspek sepsis ditegakkan pada hari perawatan

ke-5 didasarkan dari adanya faktor resiko minor dari ibu yang mengalami KPD >

12 jam, pernafasan >60x/menit, dan adanya bradikardi (<100x/menit), dan bayi

tampak sakit berat.

Penatalaksanaan Sepsis

30
Antibiotik profilaksis yang diberikan yaitu prokain penisilin 50.000 UI i.m

1 kali sehari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari i.v dibagi 2 dosis. Ditambahkan

Aminoglikosid 7,5 mg/kgBB/hari i.v/i.m dibagi 2 dosis. Dilakukan pemantauan

klinis ketat, pemeriksaan darah lengkap dan CRP secara serial. Jika pada

evaluasi berikutnya gejala klinis membaik, pemeriksaan darah dan CRP normal

dan kultur darah negatif, maka antibiotik dihentikan pada hari ke-7.21

a. Neonatus dengan gejala klinis (possible sepsis):21

1. Diberikan kombinasi ampisilin 200 mg/kgBB/24 jam i.v (dibagi 2

dosis untuk umur < 7 hari, umur > 7 hari dibagi 3 dosis), dan

Aminoglikosid 7,5 mg/kg BB/hari i.m/i.v dibagi 2 dosis. Sebelum

antibiotik diberikan.dilakukan septic work up.

2. Apabila gejala klinis dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan

infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif

maka antibiotik dihentikan pada hari ke-7.

3. Apabila gejala klinis memburuk dan atau hasil laboratorium

menyokong infeksi, CRP tetap abnormal dan infeksi terbukti dengan hasil

kultur darah dan lainnya, maka diberikan Meropenem 30-40

mg/kgBB/hari i.v dan Amikasin 15 mg/kgBB/hari i.v. Pemberian antibiotik

diteruskan dan disesuaikan dengan tes kepekaannya. Lama pemberian

antibiotik adalah 10-14 hari.

Sepsis neonatal diberikan terapi suportif yang meliputi pengaturan suhu

tubuh (36,5-37,50C), oksigen, penanganan syok, koreksi asidosis metabolic,

31
terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah/komponen darah, terapi kejang,

pemberian nutrisi, injeksi vitamin K1, i.m 5 hari sekali.21

Definisi Kolestasis

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam

jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari

hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi

klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu

seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan

tubuh.11,22,23

Klasifikasi Kolestasis

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:11

1. Kolestasis ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat yang

merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya

pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu

intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,

infeksi virus CMV, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik.

Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan

minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu.11,24

2. Kolestasis intrahepatik

a. Saluran Empedu

32
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)

Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu

intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik

(foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran

intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Kelainan yang disebabkan oleh

infeksi CMV dapat mengenai kedua bagian saluran intrahepatik dan

ekstrahepatik.11

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan

pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam

empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa

asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Pada sepsis

terjadinya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang

dihasilkan pada sepsis.11

Patofisiologi Kolestasis

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu

mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,

elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu

merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan

bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari

asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya

33
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)

berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai

filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme

dan detoksifikasi intraseluler, dan mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam

empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin

tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin indirek yang larut dalam lemak

diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonjugasi

intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin

terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter

mrp2. Transpoter mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran

bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam

empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan

dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonjugasi juga

terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Proses yang terjadi di

hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan

gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu

dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.11,22

Manifestasi Klinis Kolestasis

Gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan

urine yang berwarna gelap. Pasien dengan kolestasis dapat menampakkan

manifestasi klinis dengan cara yang sangat beragam, bergantung pada proses

penyakit.11,25

34
1. Pada kebanyakan kasus, ikterus sklera terlihat sebelum tanda lainnya. Bahkan

mungkin muncul saat level bilirubin terkonjugasi dibawah 2mg/dL.

2. Pada level bilirubin terkonjugasi yang lebih tinggi, urine gelap mungkin

ditemukan.

3. Jaundice cutaneus tidak ditemukan sampai level bilirubin mencapai 5mg/dL

atau lebih tinggi.

4. Pada pasien dengan kolestasis, penampakan lain yang umum adalah pruritus

berat, sekunder karena peningkatan asam empedu..

5. Gejala gagal tumbuh dengan antropometrik yang terganggu, kurangnya TB,

dan penurunan BB karena malabsorbsi lemak dan bermasalah dengan

defisiensi vitamin larut lemak dan steatorrhea.

6. Malabsorbsi vitamin larut lemak dapat menyebabkan defisiensi vitamin..

Diagnosis Kolestasis

Diagnosis dini bertujuan untuk mengevaluasi bayi dengan kolestasis

intrahepatik dengan ekstrahepatik. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis dapat

diatasi dengan medikamentosa.11

Tabel 3. Gambaran Klinis yang Membantu Membedakan Kolestasis Intrahepatik

dan Ekstrahepatik.25,26

Kolestasis
Data Klinis
Ekstrahepatis Intrahepatis
Warna tinja
- Putih 79 % 26 %

35
- Kuning 21 % 74 %
Berat badan lahir > 3 kg < 3 kg
Umur saat tinja akolis 2 minggu 1 bulan
Gambaran klinis hepar
- Hepar normal 13 % 47 %
- Hepatomegali
Konsistensi normal 12 35
Padat 63 47
Keras 24 6
- Biopsi hepar
Fibrosis porta 94 % 47 %
Proliferasi duktal 86 % 30 %
Trombus empedu intraporta 63 % 1%

PEMERIKSAN PENUNJANG KOLESTASIS

Berbagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kolestasis, antara

lain:25,27

Kimia darah: Dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin, SGOT, SGPT,

GGT.28

Tabel 4. Data laboratorik awal pada bayi kolestasis.29

Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik


Bilirubin total (mg/dl) 10,2 4,5 12,1 9,6
Bilirubin direk (mg/dl) 6,2 2,6 8 6,8
SGOT (peningkatan dari N) <5x >10x
SGPT (peningkatan dari N) <5x >10x
GGT (peningkatan dari N) >5x <5x


Pemeriksaan tinja 3 porsi: dapat membedakan kolestasis ekstrahepatik

(selama beberapa hari ketiga porsi tinja tetap dempul) dan intrahepatik

(hasil berfluktuasi atau kuning terus menerus)



USG hepar: akurasi diagnostik USG 77% dan dapat ditingkatkan bila

pemeriksaan dilaksanakan dalam tiga fase yaitu puasa, saat minum dan

36
sesudah minum. Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan adanya

atresia bilier. Bila saat atau sesudah minum kandung empedu tidak

berkontraksi maka 90% atresia bilier dapat ditegakkan.



Sintigrafi hepar: Ini terutama untuk membedakan antara atresia bilier

dan hepatitis neonatal. Pada atresia bilier proses pengambilan isotop

normal, tetapi dalam waktu lebih 6 jam tidak ditemukan ekskresi ke

dalam usus

Pemeriksan histopatologis: Gambaran histopatologis kolestatis

hepatoseluler termasuk adanya empedu dalam hepatosit dan ruang

kanalikular. Tipikal kolestatis obstruktif adalah sumbatan duktus

empedu interlobular, ekspansi portal, dan proliferasi duktus empedu.



Duadenal Aspirasi Test

Pada kasus ini ikterik mulai tampak pada kulit pada saat umur bayi 3 hari

(hari perawatan kedua). Ikterik pada mata muncul pada saat umur bayi 4 hari (hari

perawatan ketiga). Diagnosis kolestasis ditegakkan dari adanya ikterik pada

neonatus yang terlihat pada kulit yang berwarna kuning, sclera baru akan terlihat

bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

nilai bilirubin total 29,63 mg/dl, bilirubin direk 15,73 mg/dl, dan bilirubin indirek

13,9 mg/dl.

Penatalaksanaan Kolestasis

A. Terapi medikamentosa yang bertujuan:25

- Kolestiramin 240 mg/kg/hari dibagi tiga dosis, peroral. Kolestiramin

memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.

37
- Asam ursodeoksikolat 3-10 mg/kg/ hari dibagi tiga dosis, peroral. Asam

ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat

yang hepatotoksik.

B. Terapi nutrisi25

a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglicerides

(MCT) untuk mengatasi malabsorbsi lemak.

b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak dengan

memberikan tambahan:

- Vitamin A 5000 10000 IU/hari

- Vitamin D3 (kalsitriol) 0,05 0,2 ug/kg/hari

- Vitamin E 25 IU/kg/hari

- Vitamin K1 (larut dalam air) 2,5 5 mg/hari

C. Terapi Kausatif

Operatif dilakukan terutama pada kolestasis ekstrahepatik (atresia

bilier) dengan melakukan tindakan pembedahan, berupa laparotomi dan

hepatoportoenterostomy (KASAI procedure). Indikasi dilakukan pembedahan

adalah:25

Ikterus makin proresif

Bilirubin total terutama bilirubin direk terus meningkat.

Tranplantasi hepar pada anak dapat dilakukan jika memang penting dan

telah terjadi komplikasi.25

Pada kasus ini, terapi untuk kolestasis diberikan:

38
Supalycin 1 X 0,3 cc. Tiap 5 ml sirup mengandung Vit-B1 1,8 mg, vit-B2

0,75 mg, vit-B6 0,3 mg, nikotinamida 5 mg, Ca-pantotenat 3 mg, vit-B12

3 mcg, vit-A palmitat 1800 UI, vit-D2 300 UI, Ca-hipofosfit 30 mg, Ca-

glukonas 250 mg, lisina-HCl 100 mg, vit-C 30 mg. Indikasi pemberian

supralycin adalah untuk pertumbuhan kesehatan anak, wanita hamil dan

menyusui, masa pertumbuhan.

Urdaheck (ursodeoxycholic acid) 3 x 35 mg. Indikasi pemberian urdaheck

adalah untuk hepatitis kolestasis, hepatitis kronik aktif, batu empedu

radioluscent dengan diameter tidak lebih dari 20 mm.

Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin

E, K, A 2 x 1.

Untuk mengatasi ikterik dilakukan fototerapi (terapi sinar). Fototerapi

dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum melalui dua mekanisme

dasar yaitu fotoisomerisasi dan oksidasi fotosensitif. Proses

fotoisomerisasi dan oksidasi fotosensitif akan meningkatkan kelarutan

bilirubin di dalam air. Kemudian bilirubin atau produk degradasinya akan

dieksresikan melalui empedu atau urin.

Tabel 5. Indikasi terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum30

Usia Bayi Cukup Bulan Sehat Dengan Faktor Risikoa


mg/dL mol/l mg/dL mol/l
Hari ke-1 Kuning terlihat pada bagian tubuh manapunb
Hari ke-2 15 260 13 220
Hari ke-3 18 310 16 270
Hari ke-4 20 340 17 290
dan
seterusnya

39
a
faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum
kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.
b
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat
pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai
ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus dengan diagnosis pneumonia

dengan suspek sepsis dan kolestasis pada seorang bayi laki-laki umur 3 hari

dengan berat badan 3300 gram yang dirawat diruang bayi RSUD Ulin

Banjarmasin. Pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas. Diagnosa awal

40
pneumonia ditegakkan berdasarkan alloanamnesa yang dilakukan pada ibu

kandung pasien dan dari hasil pemeriksaan fisik yang pernafasan cuping hidung,

nadi 140 x/menit, suhu 38,1C, frekuensi nafas 88 x/menit, dangkal dan teratur,

retraksi subkosta. Pada kasus ini, diagnosis suspek sepsis ditegakkan pada hari

perawatan ke-5 didasarkan dari adanya faktor resiko minor dari ibu yang

mengalami KPD >12 jam, bayi tampak sakit berat, pernafasan >60x/menit, dan

adanya bradikardi (<100x/menit). Diagnosis kolestasis ditegakkan dari adanya

ikterik pada neonatus yang terlihat pada kulit dan mata dan dari hasil

pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai bilirubin total 29,63 mg/dl, bilirubin

direk 15,73 mg/dl, dan bilirubin indirek 13,9 mg/dl.

41

Anda mungkin juga menyukai