Anda di halaman 1dari 29

Case Report Sesion

Premature Rupture of Membrane (PROM)

Oleh:
Aisyah
1210070100168

Pembimbing:
Dr.Dody Faisal,Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GYNECOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD SOLOK
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Premature Rupture of Membran (PROM) didefinisikan sebagai

pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan, yaitu pada usia kehamilan

aterm atau lebih dari 37 minggu, dimana dalam keadaan normal, selaput ketuban

pecah dalam proses persalinan (Valemhnska, 2009; Parry & Strauss, 1998).

PROM merupakan salah satu komplikasi sering pada kehamilan, yang dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal serta maternal (Parry &Strauss,

1998). Kejadian PROM berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran, dan

preterm terjadi 1% dari semua kehamilan, 70% kasus PROM terjadi pada

kehamilan cukup bulan dan PROM merupakan penyebab kelahiran premature

sebanyak 30% (Gofar, 2010; Miller, 2009).

Terjadinya ketuban yang pecah dalam proses persalinan secara umum

disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Pecahnya selaput

ketuban juga berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam

kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis membran janin.

Komplikasi yang disebabkan akibat PROM pada usia kehamilan, antara lain

infeksi maternal dan neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali

pusat, deformitasjanin, gagalnya persalinan normal, atau meningkatnya insiden

seksio sesaria (Saifuddin, 2008).

Penegakan diagnosis pecahnya selaput ketuban pada kehamilan adalah

dengan adanya cairan ketuban di vagina. Penentuan cairan ketuban dapat

dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) yang menunjukkan perubahan warna

1
menjadi warna biru. Selain itu, perlu ditentukan pula usia kehamilan dan ada atau

tidaknya tanda-tanda infeksi. Penanganan pada PROM tergantung pada

diagnosis yang ditegakkan, yang terdiri dari penanganan konservatif dan

penanganan aktif (Saifuddin, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM?

1.2.2 Bagaimana prognosis pada pasien ini?

1.2.3 Apakah alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien ini?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM.

1.3.2 Mengetahui prognosis pada pasien ini.

1.3.3 Mengetahui alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien ini.

1.4 Manfaat

Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman dokter muda mengenai PROM dalam hal pelaksanaan anamnesa,

pemeriksaan fisik dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan,

komplikasi serta monitoring pada pasien PROM.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban

2.1.1 Anatomi Ketuban

Selaput ketuban secara mikroskopis terdiri dari lima lapisan. Lapisan

terdalam yang dibasahi cairan ketuban dibentuk oleh satu lapisan epithelial

kuboidal yang melekat pada membran basalis yang melekat pada lapisan

kompak aselular yang terdiri dari interstitial kolagen. Di luar lapisan kompak ini

terdapat lapisan sel mesenkimal. Lapisan terluar dari ketuban adalah lapisan

zona spongiosa. Lapisan terluar ketuban berhubungan langsung dengan lapisan

chorion. Umbilical amnion melapisi tali pusat (Parry & Strauss, 1998).

2.1.2 Fisiologi cairan Ketuban

Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7

atau ke-8 perkembangan janin. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion,

berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal

mudigah. Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh

karena adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang

berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion

pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam

keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan

kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu,

cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri (Parry &

Strauss, 1998).

3
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embriogenesis, amnion

merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua

arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk

uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa

menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan

permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa

cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang

memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus

pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal (Parry &

Strauss, 1998).

Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki

peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu.

Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein, peptide, hormon,

karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan

amnion ditemukan memiliki fungsi sebagai biomarker potensial bagi

abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan,

sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor

pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan

usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam

pengembangan medikasi stemcell (Parry & Strauss, 1998)


2.2 PROM (Premature Rupture of Membran)

2.2.1 Definisi PROM

Ketuban pecah dini (Saifuddin, 2008) atau dikenal juga sebagai

premature rupture of membrans (PROM) adalah adanya rupture dari membran

fetus secara spontan sebelum onset dari persalinan pada kehamilan aterm. Bila

ruptur yang demikian terjadi sebelum kehamilan aterm (sebelum usia 37 minggu

gestasi), maka kondisi ini disebut sebagai preterm premature rupture of

membrans (PPROM). Hal ini berbeda dari keadaan normal dimana selaput

ketuban akan pecah dalam proses persalinan (Saifuddin, 2008). Dalam keadaan

normal, Selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.

2.2.2 Epidemiologi PROM

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan

hasil yang bervariasi. Insidensi PROM berkisar antara 8 10 % dari semua

kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian PROM yang dilaporkan,

bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang

kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan

atau PROM pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran

prematur (Parry & Strauss, 1998).

PROM merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan

kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian

perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan PROM pada kehamilan

kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan

kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Parry & Strauss, 1998).


2.2.3 Mekanisme Terjadinya PROM

Ketuban pecah pada persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah

tertentu pada selaput ketuban terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan

selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang

dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu

persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi

proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi

proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga

selaput ketuban akan mudah pecah. Melemahnya selaput ketuban ada

hubunganya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.

Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.

Ketuban pecah dini pada premature ataupun aterm disebabkan oleh

faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina, trauma pada

ibu, malposisi. Ketuban pecah dini premature sering terjadi pada polihidramnion,

inkompeten serviks, solusio plasenta.

2.2.4 Faktor Predisposisi PROM

Etiologi dari PROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998).

Mekanisme rupture dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan

melemahnya membran secara menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan

yang berulang.melambangkan titik awalpecahnya ketuban.

Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen

abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PROM.Faktor


lainnya adalah merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko

terjadinya PROM. Merokok memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi

serum ascorbic acid.Selain itu, Cadmium dalam tembakau telah terbukti

meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam, dalam trophoblast yang

dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga (Parry and Strauss, 1998).

Faktor resiko lainnya adalah infeksi.Sebenarnya, telah lama diperdebatkan

infeksi intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM.

Mekanisme pecah selaput ketuban dengan infeksi intrauterin sebagai faktor

resiko melibatkan beberapa mekanisme, yang mana setiap mekanisme

menginduksi degradasi dari matriks ekstraseluler (Parry and Strauss,1998)..

Overdistensi uterus akibat adanya polihidramnion atau kehamilan multifetus

menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan

resiko terjadinya PROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban

menyebabkan terjadinya up-regulation dari produksi beberapa faktor amnion,

termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8 (Parry and Strauss, 1998).

2.2.5 Diagnosis PROM

Ibu harus selalu diperingatkan selama periode antepartum untuk

mewaspadai keluarnya cairan dari vagina dan untuk segera melaporkan kejadian

ini. Hal ini penting, untuk kemudian ditegakkannya segera diagnosis pecah

ketuban karena 3 alasan. Pertama, bila bagi anter bawah janin (presentasi janin)

belum terfiksasi pada pelvis, kemungkinan prolaps dan kompresi dari tali pusat

sangat meningkat. Kedua, persalinan mungkin akan segera terjadi bila kehamilan

mendekati atau telah mencapai usia aterm. Ketiga, bila persalinan tertunda
setelah terjadinya pecah ketuban, resiko infeksi intrauterin semakin meningkat

seiring dengan peningkatan jarak waktu dengan persalinan (Parry & Strauss,

1998)

Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan

ketuban di vagina (Saifuddin, 2008). Juga pada pemeriksaan inspekulo,

didiagnosa dengan ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior

atau adanya cairan bening yang mengalir dari canalis servikalis. Meskipun

terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk mendeteksi

pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika diagnosis

tetap tidak dapat dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan pengukuran

pH dari cairan vagina. Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5

sampai 5,5, sedangkan cairan amnion biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5.

Penggunaan indikator nitrazine untuk mengidentifikasi pecahnya ketuban

merupakan metode yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes

diimpregnasi dengan pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan

cairan vagina diintepretasi dengan bagan warna standar (tes lakmus, perubahan

warna merah menjadi biru(Saifuddin, 2008). PH diatas 6,5 adalah konsisten

dengan ketuban pecah. Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya

darah, semen, atau bacterial vaginosis pada saat yang bersamaan, sedangkan

hasil negatif palsu dapat terjadi bila cairan yang ada terlalu sedikit (American

Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and Gynecologists,

2007). Penggunaan antiseptik alkalin juga dapat menaikkan pH vagina

(Saifuddin, 2008; Divisi Fetomaternal, 2008).

Tes lainnya meliputi pembentukan pola seperti bulu dari cairan vagina

yang mengarah pada adanya cairan amnion bukannya sekresi serviks. Cairan
amnion akan mengkristal dan membentuk pola seperti bulu akibat konsentrasi

relatif dari natrium klorida, protein dan karbohidrat. Deteksi alpha-fetoprotein

pada vagina juga telah digunakan untuk mengidentifikasi adanya cairan amnion

oleh Yamada dan koleganya (1998). Identifikasi juga dapat dilakukan sesudah

injeksi indigo carmine ke dalam kantong amnion melalui abdominal

amniosentesis (Varney, 2004). Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan

penggunaan ultrasound dimana adanya PROM dapat dikonfirmasikan dengan

adanya oligohidramnion (Saifuddin, 2008).

2.2.5 Penatalaksanaan

Konservatif (rawat di rumah sakit)

Berikan antibiotik (ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tidak

tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari)

Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat sampai air ketuban

tidak keluar lagi

Usia kehamilan 32- 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi

dan tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda

infeksi, dan kesejahterhan janin.

Lakukan terminasi pada usia kehamilan 37 minggu.

Usia 32- 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan

tokolitik, deksametason, dan lakukan induksi sesudah 24 jam.

Usia 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan induksi, nilai

tanda-tanda infeksi.

Pada usia 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu

kematangan paru janin. Betametason diberikan dengan dosis 12


mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg

setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

Aktif

Usia kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitsin, bila gagal

lakukan seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 25 g

50 g intravaginal intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada

tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan akhiri

persalinan.

Bila Pelvic Score <5, lakukan pematangan serviks, kemudian

induksi. Jika gagal lakukan seksio sesarea.

Bila pelvic score >5, induksi persalinan.

Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008,

tatalaksana Premature Rupture of the Membran:

- Induksi persalinan jika:

12 jam belum inpartu

Terdapat tanda infeksi intra uterin

Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan

Bila PS>5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip

PS<5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50 g/6 jam

sampai PS>5 dilanjutkan oksitosin drip.

- Berikan antibiotik Gentamycin 2x80 mg IV

Pada infeksi intra uterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam

bebas panas, obat tersebut antara lain:

Ampicillin 3x1gr

Gentamycin 2x80gr
Metronidazole 3x500mg.

Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm, baik dengan

atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Bila terdapat prolaps tali

pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila

mungkin dengan posisi sujud. Kalau perlu kepala janin didorong keatas dengan 2

jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain

hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi

saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotic seperti

penisilin prokain 1,2 juta IU IM tiap 12 jam dan ampisilin 1 g per oral diikuti 500

mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. (Saifuddin, 2008; Bruce

2010).

Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan

lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi

persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvic kurang dari 5

atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan skor pelvic lebih dari 5, seksio sesarea

bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvic kurang dari 5 (Saifuddin,

2008).

Induksi persalinan sendiri menggambarkan usaha menstimulasi kontraksi

sebelum onset persalinan spontan dengan ataupun tanpa adanya pecah

ketuban. Indikasi dari induksi persalinan adalah ketika keuntungan yang

didapatkan, baik oleh ibu maupun fetus, melebihi keuntungan yang didapatkan

bila kehamilan dilanjutkan. Indikasinya termasuk kondisi yang membutuhkan

penanganan segera seperti ketuban pecah dengan korioamnionitis atau

preeklamsia berat. Indikasi yang lebih sering adalah PROM, hipertensi

gestasional, status janin yang mengkhawatirkan, kehamilan posterm, dan


berbagai kondisi medis ibu seperti hipertensi kronis dan diabetes (American

College of Obstetricians and Gynecologists, 1999 dalam Cunningham et al.,

2010). Kontraindikasi dari induksi persalinan mirip dengan kontraindikasi dari

persalinan spontan. Faktor janin termasuk makrosomia, kehamilan kembar,

hidrosefalus berat, malpresentasi atau status janin yang mengkhawatirkan. Untuk

beberapa faktor kontraindikasi ibu berhubungan dengan tipe insisi uterin

sebelumnya, panggul sempit atau anatomi panggul yang berbeda, implatasi

plasenta abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes genital aktif atau kanker

serviks (Saifuddin, 2008)

2.2.6 Komplikasi PROM

Setelah ketuban pecah normalnya segera disusul dengan persalinan.

Pada kehamilan aterm 90% persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban

pecah (Saifuddi, 2008). Sedangkan berdasarkan Parry dan Strauss (1998)

setelah terjadinya PROM, 70% ibu akan memulai persalinan dalam 24 jam dan

95% dalam 72 jam. Dengan perkembangan klinis yang relatif cepat kearah

persalinan setelah terjadinya PROM, maka tujuan dari penanganan PROM

adalah meminimalkan resiko infeksi intrautein tanpa meningkatkan insidens

sectio cesarian. Karena, seperti telah dijelaskan sebelumnya, komplikasi yang

mungkin timbul dari PROM adalah infeksi maternal ataupun neonatal dan

hipoksia karena kompresi tali pusat (Saifuddin, 2008; Bruce, 2010),

meningkatnya insiden sectio cesarean, atau gagalnya persalinan normal. Risiko

infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini yaitu dapat terjadi

koriamnionitis dan pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis.

Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.


Korioamnionitis merupakan keadaan pada ibu di mana korion, amnion,

dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri, yang merupakan komplikasi paling

serius bagi ibu dan janin (Saifuddin, 2008). Terdapat berbagai macam organisme

yang dapat menyebabkan korioamnionitis. Rute dari infeksi termasuk

ascendinginfection dari traktus genetalia bagian bawah, penyebaran

hematogenous dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau tuba

fallopi, dan kontaminasi iatrogenik selama prosedur invasif. Dari semua ini,

ascendinginfection merupakan penyebab yang paling sering. Dimulai dengan

masuknya organisme yang menimbulkan infeksi awal pada korion dan desidua

disekitarnya pada area yang berada disekitar internal ostium. Hal ini dapat

berkembang pada keterlibatan ketuban pada seluruh ketebalannya

(korioamnionitis). Organisme kemudian dapat menyebar sepanjang permukaan

korioamnion dan menginfeksi cairan amnion. Juga dapat terjadi penyebaran lebih

lanjut pada plasenta dan tali pusat (funitis) (Jazayeri, 2010).

Infeksi pada janin dapat terjadi sebagai hasil penyebaran secara

hematogen, aspirasi, penelanan atau kontak langsung lainnya dengan cairan

amnion yang telah terinfeksi. Selain infeksi, dengan pecahnya ketuban terjadi

oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.

Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion,

yaitu semakin sedikit air ketuban, keadaan janin akan semakin gawat (Saifuddin,

2008).

2.2.7 Prognosis

Prognosis pasien pada kasus ini baik, oleh karena penatalaksanaan yang

diberikantelah sesuai dengan teori dan pedoman untuk penatalaksanaan kasus


PROM dan tidak didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun

bayi.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S S

Usia : 22 tahun

No.RM : 13 99 35

Alamat : Paninggahan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suami : Tn. R

Umur : 26 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Menikah : 1 kali

Lama menikah : 1 tahun

Tanggal MRS : 20-12-2016 pukul 11.30 WIB

3.2 Anamnesa

Seorang pasien perempuan 22 tahun datang ke PONEK RSUD Solok

pada tanggal 20 Desember 2016 jam 11.30 WIB, dengan keluhan keluar air-air

yang banyak dari kemaluan sejak 13 jam yang lalu yang membasahi tiga helai

kain sarung.

13
16

Keluhan Utama:

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 13 Jam yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan membasahi 3 helai kain sarung,

berwarna jernih dan tidak berbau sejak 13 jam yang lalu

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari ada

Keluar lendir campur darah dari kemaluan tidak ada

Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada

Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu

HPHT: 19 maret 2016 TP: 26 Desember 2016

Gerak anak dirasakan sejak kehamilan 5 bulan

Riwayat Hamil Muda: mual (+), muntah (-), perdarahan (-)

Riwayat Hamil Tua: mual(+), muntah(+), perdarahan (+)

Ante Natal Care : Kontrol kebidan 6 kali sejak kehamilan 1 bulan

Riwayat Menstruasi: Menarche 14 tahun, siklus teratur 1x28 hari setiap

bulan, lamanya 5-7 hari, 2-3 kali ganti duk perhari, nyeri haid (-)

Ini kehamilan pertama pasien

Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru,

ginjal, hipertensi, dan Diabetes Melitus

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular maupun

kejiwaan.

Riwayat Perkawinan, Kehamilan, dan persalinan:

Riwayat perkawinan 1 kali tahun

Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan: 1/0/0


17

1.Sekarang

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Imunisasi : TT 2x di bidan pada usia kehamilan 7 bulan

Riwayat Psikososial:

Pendidikan terakhir istri : SMA

Pendidikan terakhir suami : SMA

Pekerjan istri : Ibu Rumah Tangga

Pekerjaan Suami : Wiraswasta

Riwayat Kebiasaan:

Konsumsi alkohol selam hamil (-), merokok selama hamil (-), penggunaan

obat terlarang selama hamil (-).

3.3 Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis:

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Tinggi badan : 165 cm

Berat Badan sebelum hamil : 72 kg

Berat badan saat hamil : 76 kg

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36 C

Mata : Konjungtiva anemis (/),

Sklera icterus ( / )
18

Leher : Pembesaran kelenjar gatah bening ( / )

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas Jantung dalam batas normal

Auskultasi: BJ I dan BJ II Reguler, murmur (-). Gallop (-)

Paru

Inspeksi: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi: Fremitus taktil sama kiri dan kanan

Perkusi : Sonor ada kedua lapangan paru

Auskultasi: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen (Status Obstetrikus)

Genitalia (Status Obstetrikus)

Extremitas: Akral hangat (+/+), Edema (-/-), Reflex fisiologis (+/+), Reflex

Patologis (-/-)

B. STATUS OBSTETRIKUS

Muka :Chloasma gravidarum (+)

Mammae : Membesar, aerola dan papilla mammae hiperpigmentasi(+),

kolostrum (+)

Abdomen

Inspeksi: Perut tampak membuncit sesuai kehamilan aterm, Linea

mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+),sikatrik (-)

Palpasi:

o L1: Fundus uteri teraba 3 jari di bawah prosesus

Xypoideus. Teraba massa besar, lunak, noduler


19

o L2: teraba tahanan terbesar di sebelah kanan dan bagian-

bagin kecil di sebelah kiri.

o L3: Teraba massa bulat, keras, belum terfiksir

o L4: Konvergen

o Tinggi Fundus Uteri (TFU): 32 cm

o TBA: 2945 gr

o His (-)

o DJJ: 153 kali/menit

o Perkusi: Tympani

o Auskultasi :Bising Usus (+)

Genitalia :

Inspeksi: Vulva dan urethra tenang, PPV (-)

VT: tidak ada pembukaan, ketuban negatif, sisa jernih, teraba

kepala HI-HII

Inspekulo :

Vagina: tumor (-),

Portio: tidak ada pembukaan, fleksus (+),

Tes lakmus (+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang:

Laboratorium

tanggal 20 Desember 2016

Darah Rutin Nilai Satuan Nilai Rujukan Kesan


Hemoglobin 12,5 g/dL 11,5-16,5 Normal
Hematokrit 37,7 % 37,0 45,0 Normal
20

Leukosit 88900 /ul 4000-11.000 Normal


Trombosit 311 103/mm3 150 400 Normal

Hasil Laboratorium Faal Hemostasis tanggal 20 Desember 2016

PPT : 10,3 detik (Normal: 9,9-11,8 detik) = kesan: Dalam Batas Normal

APTT : 36,6 detik (Normal: 22,1-28,1 detik) = kesan: Meningkat

Hasil Laboratorium Serologi/Imunologi:

HbsAg : Negatif

OKE : NR

3.5 Diagnosis Kerja

G1P0A0H0 gravid aterm 39-40 minggu + PROM

Sikap:

o Kontrol Keadaan umum, Vital Sign, His, DJJ

o IVFD RL 20 tetes/menit

o Gastrul tab (PO)

o Injeksi Ceftriaxon 1 gr (Skin Test):Tidak Alergi

o Injeksi Ceftriaxon

o Inform consent

Rencana Tindakan:

Rencana Partus Pervaginam

Observasi
21
22

Laporan Tindakan Persalinan Kala II

tanggal 20 Desember 2016 jam 16.45 WIB

Diagnosis : G1P0A0H0 aterm 39-40 minggu dengan PROM

1. Ibu ingin mengejan

2. Dilakukan VT, pembukaan lengkap, presentasi kepala, UUK jam

16.30

3. Pasien ditidurkan dengan posisi litotomi

4. Bersamaan dengan his, ibu dipimpin mengejan, pada saat kepala

meregang vulva, dilakukan episiotomi mediolateral

5. Dengan tangan kanan menahan perineum dan tangan kiri

menjaga defleksi kepala dan dengan subocciput dibawah simfisis

sebagai hipomochlion, berturut-turut lahirlah UUB, dahi, mulut,

dagu dan akhirnya lahirlah seluruh kepala. Kepala mengadakan

putar paksi luar. Mulut dan hidung bayi dibersihkan.

6. Kepala dipegang secara biparietal, ditarik curam kebawah sampai

bahu depan lahir, kemudian dielevasikan ke atas sampai bahu

belakang lahir, lalu ditarik sesuai arah sumbu panggul, lahirlah

bayi perempuan , BB 3400 gram, PB 50 cm, hidup, AS 8/9, jam

16.45 WIB.

7. Tali pusat diklem di dua tempat (5cm dan 10cm diatas abd bayi),

dipotong ditengah-tengahnya,bayi dirawat.

8. Plasenta dilahirkan secara peregangan tali pusat terkendali.

9. Eksplorasi jalan lahir, SBR, servix, vagina didapatkan luka

episiotomi
23

10. Dilakukan penjahitan luka episiotomi

Kala III : Tanggal 20/12/2016 pukul 17.00 plasenta dilahirkan secara

spontan dengan peregangan tali pusat terkendali, berat

500 gram, diameter 20 cm, tebal 2 cm, kalsifikasi (-), infark

(-), panjang talipusat 50 cm

Kala IV : 2 jam post partum: 20/12/2016 pukul 17.00

TFU : 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, TD: 120/80

mmHg, N: 96x/menit, perdarahan 150 cc, Pindah ke Rawat

Nifas.

Follow Up

Pukul 16.45

Dilakukan Persalinan pervaginam

Lahir seorang bayi

Jenis Kelamin: Perempuan

BB: 3400 gram

PB: 50cm

A/S :8/9

Tali Pusat: Segar

Plasenta lahir lengkap, 1 buah

A/ P1A0H1 post partus maturus spontan a.i PROM 13 jam

P/ Observasi Kala IV

Jam Waktu TD Nadi Nafas Suhu TFU Kontraks PPV

Ke i uterus
24

1 17.15 110/70 100 20 36,5c 2 Jari Baik 20cc

WIB Dibawah

Umbiliku

s
17.30 110/70 98 20 36,5c 2 Jari Baik 20cc

WIB Dibawah

Umbiliku

s
17.45 120/80 100 20 36,5c 2 Jari Baik 30cc

WIB Dibawah

Umbiliku

s
18.00 120/80 100 20 36,5c 2 Jari Baik 30cc

WIB Dibawah

Umbiliku

s
2 18.30 130/80 98 17 36,5c 2 Jari Baik 50cc

WIB Dibawah

Umbiliku

s
19.00 120/80 96 18 36,5c 2 Jari Baik 50cc

WIB Dibawah

Umbiliku

19.30 WIB

Pasien di pindahkn ke ruangan nifas,

S: Nyeri luka bekas heacting (+), Demam (-), ASI (-/-), BAK (-),
25

O: KU: Sedang; Kesadaran: CMC; TD: 120/80mmH; Nadi:96x/menit;

Nafas:18x/menit; Suhu: 36,5c

Mata:Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Abdomen:

Inspeksi: Perut tampak sedikit membuncit

Palpasi: TFU 2 jari di bawah umbilikus, Nyeri Tekan (-), Nyeri

Lepas(-), kontraksi baik

Perkusi: Timpani

Auskultasi: BU (+)

Genitalia: v/u tenang, PPV (+)

A/ P1A0H1 post partus maturus spontan a.i PROM

P/ IVFD RL drip oxytosin:metergin= 1:1

21 Desember 2016

S : Demam (-),ASI (+/+),BAK (+), BAB (-)

O:

KU: Sedang,

Kesadaran: CMC

TD: 110/70mmHg Nadi:86x/menit Nafas:17x/menit

Suhu: 36,5c

Mata:Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Abdomen:

Inspeksi: Perut tampak sedikit membuncit

Palpasi: TFU 2 jari di bawah umbilikus, Nyeri Tekan (-),

Nyeri Lepas(-),
26

Perkusi: Timpani

Auskultasi: BU (+)

Genitalia: v/u tenang, PPV (+)

A/ P1A0H1 post partus maturus spontan a.i PROM

P/ Cefadroxyl 2x500mg (PO)

Asam Mefenamat 3x500mg (PO)

SF 1X300mg (PO)

Vit.C 3x50mg (PO)

Sikap: Boleh Pulang


BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis yang didapatkan ny.SS, 22 tahun datang ke PONEK

RSUD SOLOK dengan keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak

13 jam yang lalu, jernih dan tidak berbau. Dengan Frekuensi 3 kali ganti kain.

Cairan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang duduk dirumah dan tidak disertai

rasa mules.Tidak ada darah atau lendir yang keluar menyertai cairan.

Sebelumnya pasien tidak melakukan pekerjaan yang berat dan tidak terjatuh.

Penyebab PROM ini antara lain asam ascorbic, infeksi seperti riwayat demam

dan keputihan. Pasien mengaku Hari pertama haid terakhir 15 maret 2016.

Persalinan di taksirkan pada tanggal 26 Desember 2016. Ini merupakan

kehamilan pertama pasien. Hal ini di curigai sebagai Ketuban Pecah Dini.

Dimana selaput ketuban sudah pecah sebelum persalinan.

Untuk menegakkan diagnosis PROM, maka perlu dilakukan pemeriksaan pH

cairan vagina dengan menggunakan kertas lakmus yang kemudian

menghasilkan perubahan warna kertas lakmus merah menjadi biru.

Normalnys,pH vagina wanita hamil sekitar 4,5. Bila ada cairan ketuban maka pH

sekitar 7,1-7,3 yang menyebabkan perubahan warna kertas lakmus menjadi biru.

Pada kasus ini ketuban sudah merembes keluar ostium uteri eksternum sebelum

persalinan. Pasien merupakan nulipara dan pada pemeriksaan dalam belum ada

pembukaan. Diberikan gastrul tablet pukul 12.00 WIB sebelum persalinan.

Persalinan di lakukan persalinan pervaginam pada pukul 16.45 WIB.

22
31

DAFTAR PUSTAKA

Bruce, Elizabeth. 2010. Premature rupture of the Membrane.


http://www.compleatmother.com/prom.htm. Diakses 20 Desember 2016,
pukul 20.20

Divisi Fetomaternal. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Malang: Lab/SMF


Obstetri-Ginekologi FKUB/RSSA

Gofar, Abdul. 2010. Ketuban Pecah Dini.


http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/ketuban-pecah-dini.pdf.
Diakses 23 November 2013, pukul 20.20

Jazayeri, Alhazar. 2010. Premature Rupture of Membranes.


http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses
pada 20 Desember 2016, pukul 20.20

Medina, Hill. 2006. Preterm Prematre Rupture of Membranes: Diagnosis and


Management.American Family Physician. 20 Desember 2016, pukul
20.20

Miller, Jekel. 2009. Epidemiology of Spontaneous Premature Rupture of


Membranes: Factors in Preterm Births. The Yale Journal of Biology and
Medicine p241-251.http://emedicine.medscape.com/article. Diakses 20
Desember 2016, pukul 20.20

Parry, S. dan Strauss, J. F. 1998. Premature Rupture of the Fetal Membranes.


The New England Journal of Medicine. 338:663-
670.http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011.
Diakses 20 Desember 2016, pukul 20.20

Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta. 677-684

Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wikhjosastro, G. H.. 2014. Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohadrjo. Edisi ke-4.Pt. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohadrjo. Jakarta.

Varney, Kriebs, Gegor. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Velemhnska. 2009. Management of Pregnancy with Premature Rupture of


Membrane (PROM). Journal of Health Sciences Management and Public
Health. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011.
Diakses pada 20 Desember 2016, pukul 20.20

31

Anda mungkin juga menyukai