Anda di halaman 1dari 4

Melly dan Adityo | Wanita Usia 48 Tahun dengan Pterigium Stadium 2

Wanita Usia 48 Tahun dengan Pterigium Stadium 2

Melly Anida, Adityo Wibowo


Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Pterigium merupakan pertumbuhan jaringan fibrovaskular patologis yang berasal dari penebalan dan lipatan konjungtiva
bulbi yang bersifat degeneratif dan invasif. Angka rekurensi pterigium yang terjadi setelah operasi di Indonesia adalah 35-
52%. Etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah
paparan ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Laporan kasus ini menjelaskan tentang
seorang wanita berusia 48 tahun yang mengeluhkan rasa mengganjal pada mata sebelah kiri. Penatalaksanaan yang
diberikan pada pasien adalah pemberian betametason tetes mata setiap 2 jam. Keluhan tidak mengganggu penglihatan
sehingga tidak dilakukan prosedur pembedahan. Prognosis pada pasien pada laparan ini adalah ad bonam. Tujuan laporan
kasus ini adalah untuk mengetahui uraian masalah klinis, mengidentifikasi faktor resiko yang menjadi penyebab, dan
memberikan penatalaksanaan terbaik untuk pterigium pasien.

Kata kunci: pterigium, tatalaksana

Woman Aged 48 Years Old with Pterigium Grade 2


Abstract
Pterygium is a growth of pathologic fibrovascular tissue that derived from thickening and folding of the degenerative and
invasive bulbous conjunctiva. The recurrence rate of post-operative pterygium in Indonesia is 35-52%. The etiology of
pterygium is still not known certainty. Some risk factors for pterygium include ultraviolet exposure, chronic micro trauma to
the eye, microbial or viral infection. This case report describes a 48-year-old woman who complained of a prop in the left
eye. Management that given to patient is betamethasone eye drops for every 2 hours. The complaint do not interfere with
vision so theres no need to perform a surgical procedure. Patients prognosis in this case is good. The purpose of this case
report is to find out the description of the clinical problem, identify underlying risk factors, and provide the best
management of patients pterygium.

Keywords: management, pterygium

Korespondensi: Melly Anida, S.Ked., alamat Bandar Lampung, HP 081273151315, email anidamelly@rocketmail.com

Pendahuluan
Pterigium merupakan penyakit yang tropis, penduduknya memiliki risiko tinggi
berpotensi menyebabkan kebutaan dan mengalami pterigium.3,4
mengganggu kosmetik, pada stadium lanjut Di daerah tropis seperti Indonesia,
memerlukan tindakan operasi untuk dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
perbaikan visus.1 Pterigium merupakan timbulnya pterigium 44 kali lebih tinggi
pertumbuhan jaringan fibrovaskular patologis dibandingkan daerah non-tropis dengan
yang berasal dari penebalan dan lipatan prevalensi untuk orang dewasa >40 tahun
konjungtiva bulbi yang bersifat degeneratif adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan perempuan
dan invasif. Pterigium tampak seperti daging 17,6%.5 Angka rekurensi pascaoperasi
berbentuk segitiga yang kaya akan pembuluh pterigium di Indonesia adalah 35-52%. Dari
darah, puncaknya terletak di kornea dan hasil penelitian di RS Cipto Mangunkusumo
dasarnya di bagian perifer.2 didapatkan bahwa angka rekurensi pada
Etiologi pterigium belum diketahui pasien berusia kurang dari 40 tahun adalah
secara pasti. Faktor resiko yang 65% dan pada pasien berusia lebih dari 40
mempengaruhi pterigium adalah lingkungan tahun adalah 12,5%.6
yakni radiasi UV matahari, iritasi kronik dari Ultraviolet merupakan mutagen untuk
bahan tertentu di udara, dan faktor herediter. gen supresor tumor P53 pada sel punca basal
Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, berperan limbus. Tanpa adanya apoptosis, produksi
penting dalam hal ini. Secara geografis, berlebihan Transforming Drowth Factor-
pterigium paling banyak ditemukan di negara (TGF-) akan menimbulkan kolagenase
beriklim tropis. Karena Indonesia beriklim meningkat, sel-sel bermigrasi dan
angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan

J Medula Unila|Volume 7|Nomor 3|Juni 2017 |46


Melly dan Adityo | Wanita Usia 48 Tahun dengan Pterigium Stadium 2

degenerasi kolagen dan terlihat jaringan Pada pemeriksaan fisik didapatkan


subepitelial fibroveskular. Jaringan keadaan umum baik, kesadaran
subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoic dan komposmentis, TD 170/100 mmHg, HR 85
proliferasi jaringan granulasi vaskular di x/menit, RR 20 x/menit dan suhu 36,4 C.
bawah epitelium yang akhirnya menembus Status generalis kepala, thoraks, abdomen,
kornea terdapat pada lapisan membran dan ekstremitas dalam batas normal. Pada
bowman oleh pertumbuhan jaringan pemeriksaan Oftalmologi, konjungtiva bulbi
fibrovaskular, sering dengan inflamasi ringan. sinistra terdapat jaringan fibrovaskular seperti
Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan segitiga dengan apeks mengarah ke kornea
kadang terjadi displasia.7 disisi nasal melewati limbus tidak lebih dari 2
Pemisahan fibroblas dari jaringan mm.
pterigium menunjukkan perubahan fenotif, Pada pasien diberikan penatalaksanaan
pertumbuhan banyak lebih baik pada media farmakologis dan non farmakologis.
yang mengandung serum dengan konsentrasi Tatalaksana farmakologis yang diberikan
rendah dibanding dengan fibroblas adalah tetes mata betametason setiap 2 jam
konjungtiva normal. Lapisan fibroblas pada dan amlodipine tablet 1x10 mg/hari.
bagian pterigium menunjukkan proliferasi sel Tatalaksana non farmakologis yang diberikan
yang berlebihan. Pada fibroblas pterigium berupa edukasi untuk melindungi mata ketika
menunjukkan matriks metaloproteinase, di keluar rumah agar mengurangi paparan sinar
mana matriks tersebut adalah matriks ultraviolet, debu, dan angin secara langsung.
ekstraseluler yang berfungsi untuk jaringan Pasien diminta kontrol kembali jika terdapat
yang rusak, penyenbuhan luka, mengubah gangguan pada penglihatan atau jaringan
bentuk dan fibroblas pterigium bereaksi bertambah luas. Prognosis pada pasien ini
terhadap TGF- berbeda dengan jaringan adalah ad bonam.
konjungtiva normal, Basic Fibroblast Growth
Factor (BFGF) yang berlebihan, Tumor Pembahasan
Necrosis Factor- (TNF-) dan IGF II. Hal ini Pterigium merupakan kelainan pada
menjelaskan bahwa pterigium cenderung konjungtiva bulbi berupa pertumbuhan
terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
terjadi fibrovaskular dan inflamasi.8 degeneratif dan invasif. Pterigium berbentuk
Laporan kasus ini menjelaskan tentang segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
pterigium stadium 2 pada wanita berusia 48 di daerah kornea. Gejala yang timbul adalah
tahun dan penatalaksanaannya. Tujuan mata merah, gatal, panas, perih, dan mata
laporan kasus ini adalah untuk mengetahui kabur pada satu mata atau kedua mata,
uraian masalah klinis, mengidentifikasi faktor timbulnya bentukan daging yang menjalar ke
resiko yang menjadi penyebab, dan kornea.4 Pandangan mata kabur dapat
memberikan penatalaksanaan terbaik untuk disebabkan oleh kelainan yang timbul mulai
pterigium pasien. dari bagian mata anterior, mata posterior, dan
jaras visual neurologik. Jadi, harus
Kasus dipertimbangkan terjadinya pengeruhan atau
Seorang wanita (Ny.S) usia 48 tahun, gangguan pada media, perdarahan dalam
seorang ibu rumah tangga (IRT), datang ke vitreus, gangguan fungsi retina, nervus optikus
Poliklinik Rumah Sakit Ahmad Yani tanggal 13 atau jaras visual intrakranial atau
2,3
juni 2016 dengan keluhan rasa mengganjal pembentukan fibrovaskular.
dimata sebelah kiri sejak dua minggu yang Pada anamnesis didapatkan keluhan
lalu. Keluhan kemudian disertai kedua mata mata kiri mengganjal dan berselaput secara
keluar air terus menerus, gatal, mata merah perlahan selama 2 minggu terakhir. Keluhan
jika terkena debu sejak 2 minggu. Pasien lain yang dirasakan pasien adalah mata sering
sebelumnya belum pernah mengalami berair dan gatal, merah jika terkena debu.
pengobatan. Riwayat penyakit dahulu Keluhan subjektif penderita pterigium
Hipertensi (+), riwayat Diabetes mellitus (-), bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
riwayat alergi (-), riwayat trauma (-), riwayat timbulnya gejala berupa adanya bayangan
operasi mata (-). hitam di depan mata, sesuatu yang
mengganjal, perih, gatal, dan sering keluar air

J Medula Unila|Volume 7|Nomor 3|Juni 2017 |47


Melly dan Adityo | Wanita Usia 48 Tahun dengan Pterigium Stadium 2

mata. Gatal atau perih dapat terjadi bila Komplikasi yang muncul baik sebelum
terjadi iritasi pada pterigium.9,10 dilakukan insisi adalah merah, iritasi, dapat
Perasaan yang mengganjal bisa menyebabkan diplopia. Sedangkan jika sudah
diakibatkan adanya peradangan di palpebra, dilakukan insisi adalah dapat terjadi infeksi,
adneksa, ataupun segmen anterior. Pada diplopia, scar cornea, perforasi bola mata, dan
pasien tidak ditemukan adanya edema pada komplikasi yang terbanyak adalah rekurensi
palpebra dan adneksa, ataupun peradangan pterigium post operasi.4
pada konjungtiva. Tidak ditemukan adanya Penanganan yang diberikan pada
sekret yang berlebih. Pada pasien ditemukan penderita ini meliputi pemberian tetes mata
adanya penebalan konjungtiva bulbi hingga betametason dan amlodipin 1x10 mg.
kornea dimana hal ini dapat mengakibatkan Penatalaksanaan pada pasien ini dinilai sudah
ada rasa ganjalan pada mata saat berkedip.4 tepat, dimana terapi medikamentosa di
Pada pemeriksaan dengan tujukan untuk mengurangi gejala yang
menggunakan penlight didapatkan pada Okuli muncul. Pada pterigium yang ringan, tidak
Dekstra (OD): kornea jernih, permukaan rata, perlu diobati. Untuk pterigium derajat 1-2
Kamera Okuli Anterior (KOA) kedalaman yang mengalami inflamasi, pasien dapat
cukup dan lensa jernih, OS (Okuli Eksterna): diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik
kornea jernih, permukaan tidak rata ditutupi dan steroid 6 kali sehari selama 5-7 hari.
oleh selaput putih berbentuk segitiga yang Diperhatikan juga bahwa penggunaan
puncaknya melewati limbus <2 mm), KOA kortikosteroid tidak dibenarkan pada
kedalaman cukup dan lensa jernih. Gambaran penderita dengan tekanan intraokular tinggi
ini muncul akibat beberapa faktor risiko atau mengalami kelainan pada kornea.2,4 Pada
seperti herediter, sinar UV dan inflamasi pasien tidak terdapat gangguan penglihatan
kronik.11 Faktor tersebut kemudian akan sehingga tidak memerlukan tindakan operatif.
mengganggu keseimbangan oksidan- Apabila pterigium mencapai grade 3-4,
antioksidan tubuh sehingga akan merubah akan ditemukan gangguan penglihatan
struktur jaringan konjungtiva.12 sehingga diperlukan tindakan operatif. Teknik
Pada penderita ini didiagnosa mata kiri pembedahan pterigium dapat dilakukakan
pterigium stadium II okulus sinistra bagian dengan beberapa cara yaitu Bare sclera
nasal, karena pterigium berada di bagian nasal berupa tidak adanya jahitan dan benang
dengan puncak melewati limbus dan kurang absorabable yang digunakan untuk
dari 2 mm. Pertumbuhan jaringan pada melekatkan konjungtiva ke supervisial sclera
konjungtiva bulbi bisa diakibatkan oleh suatu didepan insersi tendon rectus, Simple closure
penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium, berupa tepi konjungtiva yang bebas dijahit
dan pterigium. Pinguekula dapat disingkirkan bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva
karena dapat di tepis dari bentuk pingekuela sangat kecil), Sliding flap berupa suatu insisi
yang bentuk puncak segitiganya berada di berbentuk L dibuat di sekitar luka kemudian
nasal, berkebalikan dengan pterigium. flap konjungtiva digeser untuk menutup
Sedangkan pseudopterigium dapat ditepis defek, Rotational flap berupa insisi berbentuk
karena pasien tidak memiliki riwayat trauma U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah
pada mata sebelumnya dan uji sonde (-). konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya,
Pterigium merupakan diagnosis yang tepat Conjungtiva graft berupa suatu free graft
pada pasien ini karena tampak penebalan biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi
pada konjungtiva bulbi dari arah temporal sesuai dengan besar luka dan kemudian
yang berbentuk segitiga dengan bagian dipidahkan dan dijahit, Amnion membran
puncak pterigium hampir melewati pinggir transplantasi yaitu mengurangi frekuensi
pupil. Tampakan klinis ini merupakan rekuren dan mengurangi fibrosis, Lamellar
gambaran khas dari Pterigium, yang keratoplasty berupa terapi baru dengan
pertumbuhannya biasanya dari arah nasal menggunakan gabungan angiostatik dan
(paling sering) dan dari arah temporal dengan steroid. Teknik yang dapat digunakan adalah
apex atau puncaknya tumbuh ke arah sentral teknik bare sclera karena pada teknik operasi
(ke arah kornea).2-4 ini tidak perlu dilakukan pejahitan meskipun
tingkat rekuren masih sekitar 40-50%.4

J Medula Unila|Volume 7|Nomor 3|Juni 2017 |48


Melly dan Adityo | Wanita Usia 48 Tahun dengan Pterigium Stadium 2
Prognosis pada penderita ini adalah ad 2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit
bonam. Pterigium dapat tumbuh secara mata Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
progresif ataupun statik. Tidak terdapat data FKUI. 2014.
atau perkiraan pasti kapan pterigium akan 3. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Oftalmologi
berkembang. Umumnya pterigium bertumbuh umum. Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit Buku
secara perlahan atau bahkan tidak tumbuh Kedokteran EGC. 2010.
sama sekali dan jarang sekali menyebabkan 4. Pinem TAN. 2015. Laki-laki 38 Tahun
kerusakan yang bermakna. Oleh karena itu dengan Pterigium Temporalis Grade 3 OS.
prognosis pada kasus ini adalah baik.2-4,10-12 J Medula Unila. 2015; 4(2):165-70.
Pada penderita ini dianjurkan untuk 5. Shintya D, Syawal R, Sirajuddin J, Syamsu
selalu memakai kacamata pelindung atau topi N. The profile of tear mucin layer and
pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga impression cytology in pterygium patients.
diharapkan agar penderita sedapat mungkin JOI. 2010; 7(4):139-43.
menghindari faktor pencetus timbulnya 6. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil.
pterigium seperti sinar matahari dan debu. Hal Pemeriksaan dasar mata. Jakarta: Balai
ini sesuai kepustakaan bahwa untuk Penerbit FKUI. 2011.
mencegah pterigium terutama bagi mereka 7. Basic and clinical science course section 8
yang sering beraktifitas di luar rumah dapat external disease and cornea. America:
menggunakan kacamata atau topi pelindung American Academy of Ophtalmology;
untuk menghindari kontak dengan sinar 2007.
matahari, debu, udara panas dan angin.2,3,10 8. Khurana AK. Community ophtalmology in
comprehensive ophtalmology. Edisi ke-4.
Simpulan New Delhi: New Age International Limited
Pterigium merupakan suatu Publisher; 2007.
pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang 9. Erry, Mulyani UA, Susilowati D. Distribusi
bersifat degeneratif dan invasif. Prognosis dan karakteristik pterigium di Indonesia.
pada kasus ini adalah ad bonam. Umumnya Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2011;
pterigium bertumbuh secara perlahan dan 14(1):84-9.
jarang sekali menyebabkan kerusakan yang 10. Fisher JP. Pterygium. 2015 [diakses pada
bermakna sehingga prognosis pada kasus 20 Februari 2017]. Tersedia dari:
adalah baik. Keluhan belum mengganggu http://emedicine.medscape.com/
penglihatan sehingga dilakukan pengobatan article/1192527-overview
secara konservatf. Tindakan pembedahan 11. Anguria P, Kitinya J, Ntuli S, Carmichael T.
baru dapat dipilih setelah terdapat gangguan The role of heredity in pterygium
pada penglihatan. development. Int J Ophthalmol. 2014;
7(3):563-73.
Daftar Pustaka 12. Kormanovski A, Parra F, Jarillo-Luna A,
1. Tano T, Ono K, Hiratsuka Y, Otani K, Lara-Padilla E, Pacheco-Ypez J, Campos-
Sekiguchi M, Konno S, et al. Prevalence of Rodriguez R. Oxidant/ antioxidant state in
pterygium in a population in Northern tissue of prymary and recurrent
Japan: the locomotive syndrome and pterygium. BMC Ophthalmol. 2014;
health outcome in aizu cohort study. Acta 14(149):1-6.
Ophthalmol. 2013; 91(3):e232-6.

J Medula Unila|Volume 7|Nomor 3|Juni 2017 |49

Anda mungkin juga menyukai