Pasien yang dirawat di ruang intensive adalah pasien yang berada pada
posisi kritis dan berpotensi mengancam jiwa. Anestesiolog berperanan
penting dalam hal ini dikarenakan memiliki kemampuan dalam pengelolaan
jalan nafas, ventilasi mekanik, obat-obatan penunjang hidup, resusitasi cairan
dan teknik monitoring.
Terlebih lagi, penekanan anestesi pada bidang fisiologi, patofisiologi,
dan farmakologi memeberikan kemampuan yang baik dalam membuat
diagnosis cepat, dan menyembuhkan kelainan fisiologi akut, menyiapkan
dasar yang penting untuk evaluasi dan penanganan pasien yang menderita
penyakit kritis.
Pasien yang dirawat di ICU memerlukan penanganan yang
komprehensif, data awal pasien, monitoring, perkembangan, pengetahuan dan
pemahaman keluarga akan kondisi pasien Data awal yang diperlukan
mengenaiinformasi penyakit dan pengelolaan sebelumnya, yang didapat dari
anamnesis (keluarga dan dokter pengelola sebelmnya), pemeriksaan fisk
lengkap, penunjang (x foto thorax, laboratorium darah lengkap, elektrolit,
albumin, BGA, laktat, ureum, creatinin, D-dimer, fibrinogen) dan
perencanaan dalam SOAP (Subyektif, Obyektif, Assasment, dan
Perencanaan)
SEPSIS
Merupakan suatu kondisi SIRS yang sudah ditemukan sumber
infeksinya. Angka kematian : 30 90 % , Penyebab : kuman gram - dan + ,
virus, riketsia, jamur?
Faktor predisposisi
Infeksi : saluran nafas, urogenital, kulit dan soft tissue.
Prosedur invasif :pembedahan, i.v line, urine catheter.
Immunocompromized: keganasan, terapi radiasi, terapi hormonal
214
P (predisposition) menilai kemungkinan respon terhadap terapi,
tergantung : genetik, comorbid penyakit, lingkungan atau alkoholik,
keadaan fisik pasien
I (infection) menentukan faktor prognosis dari terapi (identifikasi
infeksi, sumber, jenis kuman, terapi yang diberikan)
R (Response) penilaian responsif (biomarker, leukosit, trombosit,
procalcitonin, lactat)
Organ disfungtion (organ yang terkena, seberapa besar, spesifikasi
kelaianan)
Severe Sepsis
Sepsisyang berhubungan dengan MODS (multi organ disfungtion
syndrome) organ, hipoperfusidisfungsiatau hipotensi. Keadaanini akan diikuti
dengan hipoperfusi, hipotensi,oligoria, status mental, asidosis laktat.
Adapun perubahan yang terjadi akibat sepsis adalah akibat aktivasi
sistemi kleukosit yang pelepasan berbagai mediator sehingga mengakibatkan
ini:
Perubahan hemodinamik
Kelainan Mikrovaskuler
Kerusakan intraselular
SistemKardiovasculer
Terjadi
- Vasodilation and venodilation
- Initial increase in cardiac output
- Decreased afterload
- Increased heart rate and contractility
Interventions
- Fluid resuscitation : Crystalloids, Colloids, Blood components
Inotropic agents
- Nore ephinephrine, Dobutamine, Dopamine, Digitalis
Kondisi ini akan mempengaruhi organ lain / Cardiovascular Failure :
- Heart rate < 54 beats/minute
- MAP < 49 mm Hg
- Kejadian of VT or VF
- Serum pH < 7.24 with a PaCO2 < 40 mm HG
Sistem pulmonal
Terjadi
- Paru sangat sensistif terhadap mediators
- Kerusakan membrane alveolar-capillary (A-a)
- ARDS
Intervensi
- Rsusitasi awal sepsis
215
- Pengelolaan jalan nafas
- Bantuan pernafasan (mechanicalventilation)
- Tujuan untuk mengkoreksi hipoksemia
Kriteria gagal nafas
- RR < 5x/mnt, atau > 49 x/mnt
- PaCO2> 50 mmHg, PaO2 < 50 mmHg
- A-a DO2 > 350 mmHg
- Ketergantungan ventilator atau CIPAP pada hri kedua
Sistem Ginjal
Kerusakan biasanya akibat lanjut dari pengobatan dan biasanya prerenal.
Intervensi dialisis / RRT
Kriteria gagal ginjal urine output < 0,5 cc/jam, 400 ccdalam 4jam
berurutan atau < 200 cc/24jam, creatinin >3,5, BUN > 100 m/dl
Syok Septik
Kondisi kegagalan sirkulasi pembuluh darah ke perifer yang tidak
responsip terhadap vasokonstriktor. Hal ini terjadi penurunan CO, penurunan
SVR, SV menurun, keadaan ini juga bisa akibat dari asidosis, hipoksemia dan
edema myioacrdial
Manifestasi Klinis:
Gejala awal : panas, tachycardia, hyperventilation, progressive
disorientasi
Lanjut : hypotension dengan shock, respiratory failure, acute renal
failure, DIC
216
Karena septic shock disertai demam, venodilatation dan diffuse
capillary leackage inadequate preload sehingga terapi cairan
merupakan tindakan utama.
2. Terapi vassopresor
Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan
organ perfusion adekuat). Vasopresor potensial: nor epinephrine,
dopamine, epinephrine, phenylephrine
3. Terapi Inotropik
Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien septic shock
mengalami hyperdynamic, tetapi myocardial contractility yang dinilai
dari ejection fraction mengalami gangguan. Kebanyakan pasien
mengalami penurunan cardiac output, sehingga diperlukan inotropik:
dobutamine, dopamine dan epinephrine.
Komplikasi:
1. Shock.
Akibat vasodilatasi, intravaskuler hipovolemia dan myocardial
dysfunction. Tanda: cardiac output , tetapi SVR (peripheral vascular
tone )
2. Respiratory failure.
Oksigenasi arteri menurun akibat ekstravasi cairan melalui alveolar
capillary leakage
3. Renal dysfunction.
Akibat hipotensi dan perfusi ginjal abnormal
4. Metabolic acidosis.
Akibat anaerobic metabolim lactic acid and hydrogen ion excess
5. Hematologic: thrombocytopenia, DIC
6. Multi organ dysfunction syndrome (MODS)
217
Penanganan secara umum dalam sepsis
Protocol For Early Goal Direct Therapy (EGDT)
Tujuan penanganan pasien di ICU adalah sebagai titik point untuk
ressusitasi dengan menyesuaikan preload, afterload, dan kontraktilitas
jantung untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan oksigen sistemik
(VO2) dan pengiriman oksigen (DO2), adapun sebagai target awal dalam
enam jam (EGDT/early goal directed therapy) adalah :
a. CVP 8-12 mmHg (ventilator 12-15 mmHg)
b. MAP > 65 mmHg
c. Urine output > 0,5 cc/kg/jam
d. SvO2 > 70 % or mixed vent > 65 mmHg
e. GDS < 150 mg/dl
f. Laktat < 2 mmol/L atau kecenderungan trend menurun.
g. Jika O2 saturasi vena tak tercapai pertimbangkan :
- Pemberian cairan lebih lanjut
- Transfusi untuk capai Ht > 30 %
- Infus dobutamin dengan dose max 20 mcg/kg/mnt
(Rivers dkk. Goal-Directed Awal Terapi dalam Pengobatan Sepsis dan Shock septik parah. New
England Journal of Medicine 2001; 345 (19): 1368-77)
218
DO2 (Delivery oxsigen)
Jadi faktor yang berpengaruh adalah : tekanan darah dan MAP, preload,
afterload, kontrkatilitas, hear rate, ventilasi, Hb, dan faktor comorbid segera
dikoreksi.
220
e. Hidrokortison, dosis harus 300mg/day.
5. Recombinant human activated protein C (Apache score >25)
C. Tambahan terapi suportif pada sepsis berat
1. Pembrian Blood product
a. Berikan sel darah merah ketika hemoglobin menurun
hingga <7,0 g / dl (<70 g / L) untuk target hemoglobin 7,0-
9,0 g / dl pada dewasa.
b. Sebuah tingkat hemoglobin yang lebih tinggi mungkin
diperlukan dalam keadaan khusus (misalnya:
iskemia miokard, hipoksemia bera t, akut perdarahan,
penyakit jantung sianosis atau asidosis laktik)
c. Jangan menggunakan plasma beku segar untuk memperbaiki
kelainan laboratorium pembekuan kecuali ada perdarahan
atau prosedur invasif direncanakan.
d. Jangan menggunakan terapi antithrombin.
e. Administrasi trombosit jika:
- Jumlah yang <5000/mm3 (5 109 / L) tanpa pendarahan.
- Jumlah yang 5000 untuk 30.000 / mm3 (5-30 109 / L)
dan ada risiko perdarahan yang signifikan.
- Jumlah trombosit tinggi ( 50.000 / mm3 (50 109 / L)
yang diperlukan untuk operasiatau prosedur invasif.
2. Mechanical ventilation pada ARDS/ALI
Pada ARDS / ALI :
a. Tidal Volume 6 ml/kgbb
b. PIP < 30 cm H2O, liat complinece dinding dada
c. Biarkan PaCO2 diatas normal jika diperlukan PIP dan TV yang
minimal
d. Berikan PEEP untuk menghindari kolaps paru
e. Perimbangkan posisi prone jika berpotensi pada FiO2 dan PIP
yang tinggi.
f. Posisi semirecumbent head up kepala 45 , kecuali kontra
indikasi
g. Gunakan protokol penyapihan(weaning) dan percobaan
pernapasan spontan (Spontaneus Breathing Trial/SBT) untuk
segera lepas ventilator.
h. SBT dengan PEEP 5 cm H2O atau T-piece
i. Sebelum SBT, pasien harus:
Pasien sadar
Hemodinamik stabil tanpa vassopresor
Tidak ada kondisi serius pemberat
Mampu pada ventilasi dengan FiO2 masker atau canul
3. Sedasi, analgesi dan NMBA
a. Gunakan bolus intermiten baik sedasi atau sedasi infus
kontinu untuk titik akhir yang telah ditentukan (skala sedasi),
b. Hindari neuromuskuler blocker (NMBs
221
4. Glucose control
a. insulin untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien
dengan sepsis di ICU
b. Menjaga glukosa darah <150 mg/dl (8.3mmol / L)
c. Pantau GDS tiap 1-2 jam bila mendapat terapi insulin
5. Bicarbonat teraphy
Jangan menggunakan terapi bikarbonat untuk tujuan ketika
hipoperfusi-diinduksi asidemia laktat dengan pH 7.15, bila tujuan
hanya untuk memenuhi persyaratan vasopresor
6. Preventif DVT
a. Gunakan heparin (UFH)
atau (LMWH), kecuali kontraindikasi.
b. Gunakan perangkat profilaksis mekanis, seperti stoking
kompresi atau perangkat kompresi intermiten, ketika
heparin merupakan kontraindikasi. (1A)
c. Menggunakan kombinasi dari terapi farmakologis
dan mekanik untuk pasien yang beresiko sangat tinggi untuk
DVT
d. Pada pasien berisiko sangat tinggi LMWH harus digunakan
daripada UFH.
7. CRRT (continous renal replacement terapy)
8. Stres ulcer terapi
a. Menggunakan H2 bloker dan proton pum
b. Mencegah perdarahan pada GI
c. Mencegah refluk kuman untuk terjadinya VAP
9. Pertimbangan pembatasan terapi
Komunikasi dengan keluarga mengenai kemajuan pasien maupun
kemungkinan untuk penghentian suportif.
Gagal ginjal
KLASIFIKASI RIFLE
Kriteria GFR Kriteria urine output
Risk Kreatinin naik 1.5x <0.5 ml/kgBB/jam selama 6
jam
Injury Kreatinin naik 2 x <0.5 ml/kgBB/jam 12 jam
Failure Kreatinin naik 3x atau kreatinin <0.3 ml/kgBB/jam 24 jam atau
4 mg/dl anuria 12 jam
Loss Gagal ginjal akut prsisten, ginjal
tidak berfungsi > 4 minggu
End Stage Renal ESRD > 3 bulan
Diseases
Tidak Ya
- Batuk adekuat untuk mengeluarkan sekret
- Mampu mempertahankan jalan nafas
Ya Tidak
Ekstubasi
Kembali ke mode sebelumnya
223
SCORE SCAP (criteria ATS 2007) sepsis
Kriteria Minor:
RR 30 x/menit
PaO2 / FiO2 ratio 250
Infiltrate multilobar
Bingung / confusion (disorientasi)
Uremia (BUN 20 mg/dl)
Leukopenia (WBC count < 4000 sel/mm3)
Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)
Hipotermia (< 36 0C)
Hipotensi membutuhkan resusitasi cairan yang agresif
Kriteria Mayor:
Ventilasi mekanik invasive
indikasi
Syok septik dengan vasopresor
Kriteria AKIN
Derajat Kriteria kreatinin Kriteria urine output
1 Peningkatan serum kreatinin 0.3 < 0.5 ml/kgBB/jam selama lebih
mg/dl atau peningkatan 150%-200% dari 6 jam
(1.5-2x)
2 Peningkatan serum kreatinin 200%- < 0.5 ml/kgBB/jam selama > 12
300% (>2-3x) jam
3 Peningkatan serum kreatinin > 300% < 0.3 ml/kgBB/jam selama 24 jam
(> 3x) atau kreatinin serum 4 mg/dl atau anuria 12 jam
dengan peningkatan akut sedikitnya
0.5 mg/dl
224
Pasien yang memerlukan cairan banyak, nutrisi parenteral atau
produk darah namun berisiko timbulnya edema paru atau ARDS
(Acute Respiratory Distress Syndrome)
Gagal jantung
Hipertermia atau hipotermia (suhu inti 39.5 0C atau 30 0C)
Disnatremia berat (Na 160 mmol/L atau 115 mmol/L)
Ratio Peep & FIO2 Pada Ventilasi Mekanik
PEEP 5 5 8 8 10 10 10 12 14 14 14 16 16 20-24
FiO2 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.9 0.9 0.9 1.0
I:E RATIO
Insp. Time % Pause time % I:E Ratio
20 0 1:4
20 5 1:3
25 0 1:3
20 10 1 : 2.3
25 5 1 : 2.3
33 0 1:2
25 10 1 : 1.9
33 5 1 : 1.6
20 20 1 : 1.5
33 10 1 : 1.3
25 20 1 : 1.2
20 30 1:1
50 0 1:1
33 20 1.1 : 1
25 30 1.2 : 1
50 5 1.2 : 1
50 10 1.5 : 1
33 30 1.9 : 1
67 0 2:1
50 20 2.3 : 1
67 5 2.6 : 1
67 10 3.4 : 1
67 20 4:1
80 0 4:1
*reduced to 13%
225
CHALLENGE TEST
Nilai CVP:
1 cm H2O = 0.7 mmHg
1 mmHg = 1.3 cm H2O
6 mmHg = 7.8 cm H2O
10 mmHg = 13.6 cm H2O
ANTIBIOTIK
Kultur dari darah, ETT, Urine
Empirik th/ : Pseudomonas
Mulai Cefalosporin generasi II, kecuali jika sudah diberikan
Cefalosporin gol IV tetap dilanjutkan dengan Cefalosporin gol IV.
Contoh:
Tienam Imipenem (5 hari)
Meronem Meropenem (max. 2 jenis
antibiotik)
HEMODINAMIK
226
Early Goal Direct Therapy (EGDT), Rivers
ROTOKOL
PENGATURAN GULA DARAH
HIPOGLIKEMIA:
227
Jika GD < 120 mg/dl dosis insulin sesuai penurunan GD dan GD
diperiksa jam kemudian, jika GD sampai > 200 mg/dl dosis
GDS
insulin = U/jam
150
STOP insulin bila GD < 80 mg/dl beri glukosa 40% 25 cc ulang
GD 15 menit kemudian
Untuk penderita DM, dosis insulin disesuaikan dengan kebutuhan
insulin sebelumnya.
228
3. Terapi empirik awal untuk hap, vap, hcap pada pasien late onset / risiko
mdr Patogen di atas dan
MDR patogen Cefalosporin
Ps. Aeruginosa - Ceftazidime 3x2 gr
K, pneumonia ESBE (+) - Cefeprime 2-3x1-2 gr
Acinetobacter Sp. atau
MRSA Karbapenem
Legionella pneuphilia - Imipenem 4x500 mg/3x1 g
Meropenem 3x1 gr
atau
laktamase inhibitor
- Piperacillin tazobactam 4x4-5 gr
plus
Antipseudomonas fluoroquinolon
- Ciprofloxacin 3x400 mg
- Levofloxacin 1x750 mg
atau
Aminoglikosid
- Amikasin 20 mg/kgBB/hari
- Gentamicin 7 mg/kgBB/hari
- Plus
- Vancomycin 2x15 mg/kgBB
- Linezolid 2x600 mg
Atau
1. Ceftazidime 3x2 gr plus ciprofloxacin 3x400 mg
2. Cefepime 2-3x1-2 gr
Atau
Meropenem 3x1 gr plus Levofloxacin 1x750 mg
Atau
Imipenem 4x500 mg
TROMBO PROFILAKSIS
Faktor-faktor risiko tromboemboli:
Pembedahan
- Pembedahan mayor: abdomen, ginekologi, urologi, orthopedi, bedah
saraf, operasi kanker.
Trauma
- Multiple trauma, injury spinal chord, fr. Tulang belakang, trauma
pangkal paha dan pelvis.
Keganasan
- Beberapa keganasan, metastase/lokal (risiko meningkat selama
kemoterapi dan radioterapi)
229
Penyakit akut
- Stroke, infark miokard, gagal jantung, sindroma kelemahan
neuromuscular seperti SGB dan miastenia gravis
Faktor spesifik pasien
- Riwayat tromboemboli, obesitas, umur > 40 tahun, keadaan
hiperkoagulasi (terapi estrogen)
Faktor yang berhubungan dengan ICU
- Penggunaan ventilasi mekanik berkepanjangan
- Paralise neuromuscular (karena obat)
- CVC, severe sepsis
- Trombositopenia (penggunaan heparin)
Trombo Profilaksis
- Trauma mayor: Enoxaparin 2x30 mg sc / kompresi kaki
- Injury spinal chord: Enoxaparin 2x30 mg sc + kompresi kaki
- Operasi intrakranial: kompresi kaki
- Operasi ginekologi:
o Jinak: unfractionated heparin 2x5000 IU sc
o Ganas: unfractionated heparin 3x5000 IU sc atau enoxaparin
2x30 mg sc
- Operasi urologi:
Tertutup: mobilisasi dini
Terbuka: unfractionated heparin 2x5000 IU sc
- Penderita risiko tinggi: unfractionated heparin 2x5000 IU sc /
enoxaparin 1x40 mg sc
45-70 1.5-2.3 - -
230
(Marino PL 82, 86, 97
Nor Epinephrine
- Nama dagang Levophed dan Vascon.
- Menstimulir beta 1 dan alpha receptors.
- Beta 1 :
- meningkatkan kontraktilitas myocardium dan heart rate.
- Alpha :
- vasokonstriksi arteriole dan venulae SVR (systemic BP)
meningkat, PVR ( pulmonary artery pressure ) meningkat,
peningkatan coronary blood flow ( karena coronary vascular beds
mempunyai sedikit alpha receptor dan unopposed effect
on coronary beta2 receptors ).
231
- Indikasi : CO BP SVR
- Dosis : 0,01 0,20 g/kg/min. Start : 0,05 g/kg/min.
Epinephrine
- Dosis kecil : < 0,02 g/kg/min.
- Menstimulir beta 1 di jantung dan beta 2 pada otot polos pembuluh
darah Skeletal muscles ( vasodilatasi ).
- Cardiac index dan heart rate meningkat, tetapi systemic resistance
sering menurun. Pada dosis kecil terjadi shunted away from the
kidneys and Mesentery.
- Dosis besar : menstimulir beta 1 dan alpha receptors.
- Beta 1 : meningkatkan kontraktilitas myocardium, heart
rate, cardiac index dan Myocardial oxygen consumption.
- Alpha : menyebabkan vasokonstriksi arteriole dan venulae
SVR ( systemic BP ) meningkat dan PVR (pulmonary artery
pressure ) meningkat.
- Indikasi : CO BP SVR
- Dosis : 0,01 0,20 g/kg/min.
- Mengatasi bronchospasme pada dewasa = 0,25 0,50 mcg/min.
Digitalis
- Bekerja dengan cara memperlambat SA node dan menghambat AV
node.
- Merupakan slight inotropic effect and peripheral vasodilator.
- Sering digunakan untuk mengatasi congestive heart failure dan atrial
arrhythmias (atrial fibrillation / atrial flutter )
- Banyak digunakan pada infant, sebagai early threating low output
state. Berinteraksi dengan : amiodaron, verapamil, quinidine,
calcium chloride, diuretic, ibuprofen dan succinylcholine.
- Dosis : 0,5 mg; kemudian 0,25 mg i.v setiap 4 6 jam.
EDEMA PARU
Definisi :
- Edema paru merupakan akulmulasi cairan pada di ruang udara dan
parenkhim paru.
- Akibat :
Perukaran gas terganggu
Kegagalan pernafasan
- Sebab :
Kegagalan pompa ventrikel kiri jantung , kelaininan katup mitral,
aorta (kardiogenik)
232
Cedera pada paru dan parenhkin paru atau pembuluh darah paru
atau overhidrasi . (non kardiogenik)
- Prinsip pengobatan :
Meningkatkan fungsi pernafasan
Mengobati penyebab yang mendasari
Menghindari kerusakan lebih lanjut ke paru-paru.
- Komplikasi :
Gagal nafas
Iskemia cardiac akibat hipoksia
Kematian
Edema paru, terutama dalam pengaturan akut, dapat
menyebabkan kegagalan pernapasan , serangan jantung
akibat hipoksia dan kematian.
- Gejala :
Kesulitan bernafas, kadang disertai batuk darah (dahak berbusa)
Keringat berlebihan, cemas, pucat, sesak ortopneu dan tambah
berat malam hari
Perhatikan tanda-tanda umum gagal jantung ventrikel kiri (edema
kaki, JVP meningkat, hepatomegali, suara akhir nafas /crackles,
bunyi jantung ketiga.
- X foto thorax
o Cairan dinding alveolar,
(karley B baris), butterfly
patern, corakan vasculer
meningkat, effusi pleura
- Echokardiografi, EKG
233
- Tujuan mengurang penekanan pada jantung dan paru sehingga
tidak terjadi dorongan perpindahan cairan (tekanan hidrostatik
yang besar).
- Misalnya dengan :
Nitrogliesrin 0,4 mg /jam
Diuretika : furosemide 40-100 mg iv bolus (dilatasi vena
dan diuresis)
Plebotomi atau plasma paresis
o Morfin : 2-5 mg IV bolus atau 2 mg/jam syringe pump.
o Aminophylin untuk mengurangi bronkospasme dan meningkatkan
aliran darah ginjal.
o Digoxin 0,25 mg bila ada atrial fibrilasi
o Menurunkan afterload sehingga cardiac output meningkat :
nitroprusside (Nitropress), enalapril (Vasotec) dan captopril
(Capoten).
o Bila faktor non kardiogenik, pertimbangkan pemberian NSAID.
o Obat tekanan darah. Jika Anda memiliki tekanan darah tinggi ketika
Anda mengembangkan edema paru, Anda akan diberi obat untuk
mengontrolnya. Di sisi lain, jika tekanan darah Anda terlalu rendah,
Anda mungkin akan diberikan obat untuk meningkatkannya.
MECHANICAL VENTILATOR
235
Ventilatory drive menurun.
Obstruksi atau airway resistence meningkat.
b. Gangguan Oksigenasi
Hypoxemia berulang.
Perlu pemberian PEEP.
Kerja pernafasan berat.
c. Indikasi lain
Mencegah atelectase.
Menurunkan TIK ( ICP ).
Menurunkan kebutuhan oksigen ( systemic atau myocardial ).
Penggunaan muscle relaxant dan sedasi
236
PEEP/ Positive end-expiratory pressure (Jumlah tekanan positif yang
dipertahankan pada akhir ekspirasi (cmH2O))
FiO2 (Konsentrasi O2 dalam gas terinspirasi, biasanya antara 0,21 (udara
ruangan) dan 1,0 (100%)
238
Dewasa = 3 5 cm H2O.
c. Pada umumnya PEEP dinaikkan antara 5 15 cmH2O, untuk
memperbaiki oksigenasi.
d. Pemberian PEEP.
Pemberian PEEP awal sebesar 5 cm H2O dan dititrasi secara
bertahap 2-3 cm H2O.
Pengaruh pemberian PEEP tidak akan terlihat dalam waktu
beberapa jam.
Monitor blood pressure, heart rate dan PaO2 selama
pemberian PEEP secara titrasi dan pada interval waktu
tertentu selama terapi pemberian PEEP.
e. Efek samping penggunaan PEEP:
Barotrauma.
Hipotensi dan penurunan cardiac output (penambahan tekanan
intra thorakal)
Peningkatan PaCO2.
Oksigenasi memburuk
Inspiratory Pause.
a. Selesai phase inspirasi, ventilator dapat menahan aliran gas di dalam
paru-paru selama beberapa
b. Inilah saat untuk difusi oksigen dari alveoli kedalam kapiler.
Inspiratory Time dan I : E ratio.
a. Inspiratory time adalah waktu yang dibutuhkan oleh aliran gas dari
ventilator untuk masuk kedalam paru-paru.
b. Expiratory time adalah waktu yang diperlukan oleh aliran gas untuk
keluar dari paru-paru, yang dimulai pada akhir inspirasi sampai
inspirasi berikutnya.
c. Waktu inspirasi lebih pendek dari waktu ekspirasi ( I : E ratio = 1: 2
), bila sebaliknya disebut I : E ratio terbalik. Bila I : E ratio terbalik
terlalu besar akan terjadi : retensi CO2, venous return terganggu,
barotrauma.
d. Inspiratory time normal = 0,3 1,5 detik, dengan rata-rata = 0,75
detik.
e. Siklus respirasi terdiri dari : inspiratory time + inspiratory pause +
expiratory time I : E ratio = ( Ti + Tp ) : Te.
f. Hyperkapneu : panajngkan I : E ratio 1 : 3 atau meningkat,
dengan evaluasi pCO2 atau bisa juga dilakukan dengan
hyperventilasi (menaikkan TV atau RR).
Peak Inspiratory Pressure.
a. Nilai normal:
Pediatrik = 12 18 cmH2O
Dewasa = 25 35 cmH2O.
Respiratory Rate.
Usia:
- < 2 tahun = 20 25 breaths/min.
239
- 2 10 tahun = 15 20 breaths/min.
- > 10 tahun = 10 15 breaths/min.
240
e. Lain-lain : komplikasi intubasi.
Diagnosis Selama menggunakan Machine Ventilaor
Volume Tidal
a. Mode Volume (VAC, IMV), VT 6 - 8 ml / kg BB ideal, ARDS: 6 ml
/ kg, Penurunan VT:
Kebocoran di sirkuit ventilator (manset, tabung)
Pasien dengan tabung dada/WSD kebocoran paru-paru,
sebagian VT hilang melalui tabung dada
b. Mode pressure (PAC, PSV) penurunan VT:
Peningkatan resistensi saluran napas
Penurunan komplians paru
Bronkospasme, lendir, barotrauma, edema paru
Migrasi dari ETT ke dalam bronkus kanan
Respiratory Rate
a. Hypoxemic Respirasi Failure RR tinggi (20-25 x / menit),
hiperkapnia RF RR rendah (8-15 x / menit), asidosis metabolik
RR tinggi dan VE untuk mengkompensasi
b. Tachypnea:
Pengaturan ventilator tidak pas
Kegelisahan
Memburuknya kondisi pernapasan (pneumonia, sepsis, ali,
demam)
Pengembangan PEEP intrinsik (auo PEEP)
c. Bradipneu
hilangnya dorongan pernapasan (sedasi mendalam,
pengembangan acara neurologis akut) back up pernafasan
memastikan VE / menit volume cukup.
Oksigenasi
a. Intubasi karena hypoxemia repirasi failure awalnya FiO2 1,0
(100%) disesuaikan PaO2 60, O2 saturasi 90
b. PaO2 menurun penyebab akut V / Q mismatch atau Shunt
Meningkatkan fio2 kecuali shunt besar
Meningkatkan PEEP (ARDS)
Inspiratory flow rate
a. Dalam mode volume (VAC, IMV) set 40 - 90 L / min
b. Jika pasien membutuhkan aliran tinggi inspirasi 90 - 120 L /
menit nyaman, RR , PEEP intrinsik
c. Inspiratory flow rate Paw high pressure alarm tidak
nyaman switch pressure modes (PAC, PSV), mode pressure
memberikan jauh lebih tinggi aliran inspirasi awal dari pada mode
volume sementara membatasi tekanan udara
Paw dan Pplat
a. Dalam mode volume, peningkatan Paw = tahanan saluran napas
meningkat, menurun komplians
241
b. Ukur Pplat menggunakan fungsi jeda inspirasi pada akhir
inspirasi :
Jika resistensi saluran napas meningkat adalah akibat dari Paw
meningkat (bronkospasme, lendir memasukkan) tidak
berubah Pplat
Jika kepatuhan saluran napas menurun adalah penyebab
(pneumotoraks, edema paru) Pplat
c. Dalam mode pressure, pressure dibatasi perubahan tahanani
saluran napas atau komplians yang tidak terkait dengan perubahan
tekanan udara
Trigger sensitivitas
a. Pressure triger - 0,5 cm ke -1.5 H2O
b. Flow tiger 1 sampai 3 L / menit
c. Jika pemicu terlalu sensitif RR >>, Jika pemicu tidak sensitif
WOB
Indikasi
- Gastrointestinal tract tidak berfungsi
242
- Gastrointestinal tract tidak mungkin untuk dipergunakan
- Intestinal rest diperlukan
Kontraindikasi
- Absorbsi baik dan dapat menerima makanan dengan adekuat baik
peroral, gastric tube maupun enteral tube
- Hemodinamik tidak stabil
- Pasca bedah dalam ebb phase
- Gagal nafas
- Terminal stage, brain death karena alasan biaya
Pra Bedah
- Puasa : penurunan kalori dan protein
- Kalori dalam tubuh:1600 k.cal ~ 400 gr KH
- Kehilangan selama puasa:
Air 60 ml
Na+ 1,8 mEq
K+ 2,4 mEq
Protein 6,4 gr
KH 2,6 gr
Lemak 5,6 gr
Intra Bedah
- Diberikan cairan perinfus:
Cairan pengganti puasa 2 ml/kg/jam
Cairan pemeliharaan 2 ml/kg/jam
Stres operasi:
Dewasa Anak
Operasi kecil 4 ml/kg/jam 2 ml/kg/jam
Operasi sedang 6 ml/kg/jam 4 ml/kg/jam
Operasi besar 8 ml/kg/jam 6 ml/kg/jam
- Perdarahan:
Transfusi dilakukan:
- Dewasa dan anak perdarahan > 15 % EBV
- Bayi perdarahan > 10 % EBV
- Bila diganti koloid sama dengan jumlah perdarahan
- Kristaloid 3 x jumlah perdarahan
Pasca Bedah
- Bila gizi awal normal nutrisi dapat diberikan mulai hari ke 3.
- Pada gizi buruk, DM, gagal ginjal, gagal hati diberikan setelah 24 jam.
- Tidak boleh diberikan sebelum 24 jam, karena masih dalam ebb phase,
dimana terjadi peningkatan stres hormon, resisten terhadap insulin dan
kadar gula meningkat.
Penatalaksanaan
- Larutan Dextrose ( 1 5 hari ):
243
Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal).
Tingkatkan Dextrose secara bertahap dan periksa gula darah.
Hari II-III : RD 5% 1000 ml + D 10% 1500 ml (800 k.cal)
Hari IV : RD 5% 1000 ml + D 20% 1000 ml (1000k.cal)
Dextrose 20% dapat diganti: fructose-glucose-xylitol.
- Larutan Dextrose dan asam amino (melalui vena perifer).
Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal)
Hari II-III : D 10% 1500 ml + KH 1000 ml + AA 2,5% (900 k.cal
+ 25 g AA)
Hari IV : D 20% 1000 ml + KH 1000 ml + AA 2,5% (1100
k.cal + 25 g AA)
- Larutan Dextrose dan asam amino (melalui vena sentral)
Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal)
Hari II-III : D 10% 1500 ml + KH 10% 1000 ml + AA 2,5%
(1000 k.cal + 50 g AA)
Hari IV : D 20% 1000 ml + KH 10% 1000 ml + AA 2,5%
(1200 k.cal + 50 g AA)
- Kebutuhan zat nutrisi makro.
Cairan 30 35 ml/kg/hari
Kenaikan suhu 1 C ditambah 12% dari total cairan.
Diperlukan modifikasi pada kelainan jantung, ginjal dan hati.
Protein/nitrogen 1 2 g/kg/hari
Kalori 30 35 k.cal/kg/hari
Glukosa 30-70% dari total kalori dan lemak 15-30%
Lemak 1 2 g/kg/hari
- Kebutuhan zat nutrisi mikro.
Berupa vitamin, elektrolit, mineral dan trace element.
Na + 1,5 m.mol
K+ 6 m.mol/g nitrogen
Mg ++ 1 m.mol/g nitrogen
Ca ++ 0,11 m.mol
PO4 2- 0,50 0,75 m.mol
- Monitor pasien dengan nutrisi parenteral
Metabolik Menilai:
Glukosa Berat-badan
Keseimbangan cairan dan elektrolit Nitrogen balance
Fungsi ginjal dan hati Plasma protein
Tryglyceride dan cholesterol Creatinine/height index
- Komplikasi nutrisi parenteral
Metabolik:
Hiperglikemia atau hipoglikemia
Gangguan keseimbangan elektrolit
Prerenal azotemia
Keseimbangan asam-basa abnormal
Refeeding syndrome-measure P, Mg, K, and glucose
244
Gastrointestinal:
Gangguan fungsi hati
Komplikasi dapat dikurangi dengan cara
memberikan makanan dalam jumlah kecil lewat enteral,
bila memungkinkan.
Over feeding:
Pemberian lebih dari 35 k.cal akan berakibat: hepatic
steatosis, hyperglycemia,
prerenal azotemia, hypertriglyceridemia, increased CO2
production,respiratory distress syndrome
Parenteral nutrition lebih menguntungkan pada critically ill
patients,karena:
Memperbaiki metabolik
Memperbaiki elektrolit
Memperbaiki manajemen mikro nutrient
Manipulasi asam-basa dengan baik
Kemampuan mensuplai obat (insulin,heparin)
Menjamin suplai nutrient
Penggunaan parenteral nutrition dapat menyebabkan:
- Mucosal atrophy of the Bowel
- Bacterial translocation
- Volume restricted patients, nutrition support
hanya 1L larutan
- Dasar perhitungan
Body Mass Index
BMI = Berat Badan (kg)/Tinggi Badan (m2)
- Normal = 20 25 kg/m2
Berat badan Ideal
Dipertimbangkan sesuai BMI: 20 25 kg/m2
- BB normal: TB 100
- BB Ideal: BB Normal 10 %
245
Kebutuhan cairan : (35+IWL) ml/kg/24jam = (35+15) ml/kg/
24jam
Rata-rata 2500 kkal/kg/24jam
Kebutuhan kalori : 20-25 kkal/kg/24jam
Pasien tanpa ventilator diberikan 25-30kkal/kg/24jam, tidak
boleh lebih besar dari 35 kkal/kg/24jam agar tidak terjadi
overfeeding.
Hari ke-0 pasca operasi hanya diberikan cairan elektrolit dan
kalori,berupa: RD5% 1000ml + D5% 1500ml (500 kkal)
246
- Kekurangan cairan diperhitungkan obat IV yang masuk dan bila masih
kurangdiberikan pula sterilized water
247
sebaliknya proses koagulasi terganggu, tetapi hemostasis normal manakala
ligasi perdarahan bagus.
Kerusakan jaringan akan mengaktivasi endothelial di dalam pembuluh
darah untuk menjaga hemostasis (menghentikan perdarahan), bila terjadi
kerusakan endhotel, maka yang terjadi akan mengaktivasi sistem bekuan
fibrin, sehingga dalam proses menjaga hemostasis adalah dengan : hemostasis
primer, koagulasi dan fibrinolisis
a. Hemostasis primer
Pada tahap awal perlukaan akan timbul vasokonstriksi sebagai
kompensasi sakit dengan konstraksi otot polos, proses ini akan didikuti
dengan perlekatan platelet/trombosit pada subendhotel (dipengaruhi faktor
VIII: vWF) proses ini akan diikuti pelepasan ADP, tromboksan A2 dan
serotonin oleh trombosit, hal ini juga memperkuat vasokonstriksi. Proses
berlanjut dengan agregrasi trombosit (perlekatan) dan adhesi. Proses ini
dapat dihambat oleh aspirin/antiplatelet.
b. Mekanisme Koagulasi
Hemosteasi primer berlangsung singkat dan akan berlanjut dengan proses
koagulasi (pembekuan darah), hal ini diaktivasi dengan pembentukan
fibrin sebagai hasil akhir, untuk memperkuat agreasi trombosit.
Dalam garis besarnya urutan proses pembekuan darah adalah
1. aktivasi tromboplastin.
2. pembentukan trombin dari protrombin.
3. pembentukan fibrin dari fibrinogen.
Tromboplastin merupakan plasma protein yang berfungsi untuk memulai
koagulasi yang ada di intrasel.
Perubahan protombin menjadi trombin diaktivasi oleh protombin
aktivator, sedangkan trombin sendiri bekerja untuk mengubah fibrinogen
menjadi fibrin dengan menjaring platelet, sel darah dan plasma untuk
membentuk bekuan darah. Setelah hemostasis teratasi dan pembentukan
jaringan dan jaringan lukanya telah kuat, fibrin yang terbentuk akan
berinteraksi dengan plasminogen utnuk mengawali proses fibrinolitik
pada bekuan darah. Hasil pemecahan fibrin ini yang berbahaya bila
banyak beredar didalam darah bisa menyebabkan terjadinya trombus.
Proses koagulasi dapat terjadi secara instrinsik (didalam darah) dan
ekstrinsik (diluar darah). Tujuan sistem koagulasi adalah menghasilkan
trombin yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang tidak laru
dan memperkuat agreasi trombosit. Fibrin adalah produk akhir koagulasi
yang dapat dilihat dan merupakan suatu protein gelatinosa. Fibrin, pada
dasarnya, bekerja sebagai bahan semen untuk menstabilkan sumbat
trombosit primer. Pembentukan trombin dapat melalui jalur koagulasi
intrinsik atau jalur koagulasi ekstrinsik
Jalur bersama.
Baik jalur intrinsik maupun ekstrinsik akan bertemu untuk membentuk
jalur bersama, yang akhirnya mengaktifkan protein plasma protrombin ( II )
menjadi bentuk aktifnya, trombin ( IIa ). Pengaktifan faktor X memicu fase
akhir koagulasi dan dapat diaktifkan oleh jalur intrinsik dan ekstrinsik. Reaksi
faktor Xa dengan protrombin memerlukan ion kalsium dan fosfolipid serta
sangat diperkuat oleh protein plasma yang lain yaitu faktor V. 49,50.
Penderita dengan aPTT memenjang dan PT normal dianggap mempunyai
gangguan pada koagulasi jalur intrinsik. Semua komponen yang digunakan
untuk tes aPTT kecuali kaolin merupakan faktor intrinsik dalam plasma (
Ca2+, fospolipid ). Sedangkan penderita dengan PT yang memanjang dan
aPTT normal mempunyai gangguan pada koagulasi jalur ekstrinsik.
Pemanjangan keduanya, aPTT dan PT diperkirakan kelainannya terletak pada
koagulasi jalur bersama.
249
HK = high molecular weight kininogen.
PK = prekallikrein.
PL = phospholipid.Gambar 4. The clotting cascades
Keadaan ini akan dilawan oleh aspilet (aspirin) yang menghambat proses pelepasan platelet.
c. Pembentukan Bekuan
Dasar pembekuan darah adalah dengan aktivasi fibrinogen menjadi fibrin
oleh trombin
d. Koagulasi
Proses terjadinya pembentukan fibrin.
e. Fibrinolisis
Fibrinolysis adalah suatu proses degaradasi bekuan bekuan fibrin
yang terjadi secara ensimatis. Yang berperan pada fibrinolysis ini adalah
system : perubahan plasminogen menjadi plasmin. berfungsi untuk :
1. Membatasi pembentukan fibrin didaerah luka.
2. Menghancurkan fibrin di dalam sumbat trombosit.
Plasminogen berupa suatu glikoprotein dan suatu proensim yang
dalam keadaan normal berada dalam bentuk inaktif. Adanya berbagai
macam rangsangan, antara lain: trauma, akan menyebabkan terjadi
pelepasan plasminogen activator dari sel endothel pembekuan darah, atau
jaringan tubuh. Plasminogen activator ini akan mengaktifkan plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin yang terbentuk ini akan memecah fibrin
menjadi bahan bahan yang soluble, sehingga sumbat trombosit akan
hancur. Peristiwa ini merupakan hal yang fisiologis. Kelebihan plasmin
akan diinaktivasi kembali oleh alpha2 anti plasmin.
Pada keadaan dimana terjadi peningkatan plasminogen activator
atau defisiensi alpha2 anti plasmin akan timbul perdarahan karena
plasmin yang ada selain menghancurkan fibrin juga akan menghancurkan
250
bahan bahan lain seperti : fiobrinogen, F. V, dan F. VIII, sehingga terjadi
proses fibrinolysis yang patologis.
Catatan : faktor faktor pembentukan darah :
- Faktor I : Fibrinogen
- Faktor II : Protrombin
- Faktor III : Tissue Tromboplastin
- Faktor IV : Calcium
- Faktor V : Proaccelerin = Labile Faktor
- Faktor VII : Proconvertin = Stabile Faktor
- Faktor VIII : Anti Hemophilic Faktor (Hemophili A)
- Faktor IX : Christmas Faktor (Hemophili B)
- Faktor X : Stuart Faktor
- Faktor XI : Plasma Thomboplastin Antecedent (PTA)
- Faktor XII : Contac Faktor = Hageman Faktor
- Faktor XIII : Fibrin Stabilizing Faktor
- Faktor VI : ternyata merupakan bentuk inaktif dari faktor V, sehingga
dikeluarkan dari deretan faktor pembekuan darah.
SINDROMA TUR
(by Satrio Adi W, Ery leksana)
251
Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan TURP mengalami Sindrom
TUR dari berbagai tingkat. Sindrom TUR meningkat bila:
a. Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr
b. Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit
c. Pasien yang mengalami hiponatremi relatif
d. Cairan irigasi 30 liter atau lebih
Karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa
operasi pasti dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit. Tetapi menurut
penelitian ternyata Sindroma TUR dapat terjadi pada operasi yang
berlangsung 30 menit. Sebaliknya risiko Sindrom TUR akan menurun bila:
a. Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik)
b. Tekanan cairan irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin
252
Gambar Proses TURP
Keracunan air
Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari
keracunan air karena meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi
somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat terjadi kejang-kejang dan koma, dan
posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks babinsky yang postif.
Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan air terjadi bila kadar Na
15-20 meq/liter di bawah kadar norma.
Hiponatremia
253
Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa
mekanisme terjadinya hiponatremia pada pasien TUR adalah:
a. Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar.
b. Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi.
c. Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah
periprostat dan rongga peritoneal.
Gejala hiponatremia adalah gelisah, bingung, inkoheren, koma, dan
kejang-kejang. Bila kadar Na di bawah 120 meq/liter, terjadi hipotensi dan
penurunan kontraktilitas otot jantung. BIla kadar Na di bawah 115 meq/liter,
terjadi bradikardi dan kompleks QRS yang melebar, gelombang ektopik
ventrikuler dan gelombang T yang terbalik. Di bawah 100 meq/liter terjadi
kejang-kejang, koma, gagal napas, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan
cardiac arrest.
Koagulopati
Pada Sindroma TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer
Coagulation (DIC) yang terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang
mengandung tromboplastin dalam jumlah besar ke dalam peredaran darah dan
menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat diketahui dari turunnya
kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation Product (FDP) serta
kadar fibrinogen yang rendah.
Hipotermi
Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi
kandung kencing merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh
dan hal ini ditambah dengan suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi
sering terjadi pada penderita lanjut usia karena gangguan saraf otonomik.
Cairan Irigasi
Untuk operasi TUR dapat dipakai beberapa macam cairan irigasi. Salin
tidak dapat dipakai karena cairan ini merupakan penghantar listrik dan akan
mengganggu proses pemotongan dan kauterisasi. Salin merupakan cairan
irigasi yang ideal karena sifatnya yang isotonik sehingga tidak mengganggu
bila terserap. Cairan lain yang dapat dipakai adalah air steril, glysin 1,2%,
1,5%, atau 2,2%. Cairan lain yang dapat dipakai adalah sorbitol atau manitol
3%.
Terapi
254
Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide
intravenous dan infus normosalin mungkin sudah cukup.
Tindakan ini akan menurunkan kelebihan beban cairan melalui diuresis
dan menjaga kadar Na dalam batas normal.
Pemberian furosemide sebaiknya dimulai selama pasien masih di dalam
kamar operasi kalau terjadi perdarahan yang banyak dan waktu operasi
lebih dari 90 menit atau bila kadar natrium menurun.
Pada kasus hiponatremi berat diberikan infus 3% saline sebanyak 150-
200 cc dalam waktu 1-2 jam. Tindakan ini harus selalu disertai
furosemide intravena, terutama pada pasien dengan risiko terjadinya
payah jantung kongestif.
Pemberian hipertonik saline ini dapat diulangi bila perlu. Selama
pemberian saline hipertonik, kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4
jam untuk mencegah terjadinya hipernatremia.
Pada penderita hiponatremia yang menunjukkan gejala, gejala itu bisa
dihilangkan dengan peningkatan kadar natrium 4-6 meq/liter saja.
Dalam 12-24 jam pertama, hanya setengah dari kekurangan kadar
natrium yang perlu diatasi dengan pemberian saline 3%. Pemberian
saline 3% sebaiknya segera digantikan dengan normal saline. Jangan
meningkatkan kadar natrium lebih dari 20 meq/liter dalam waktu 24
jam. Dianjurkan untuk menaikkan kadar natrium secara perlahan.
Karena pemberian saline 3% hanya dipakai untuk tidak lebih dari
separuh dari penggantian kalium, maka pada pasien dengan
hiponatremia berat hanya memerlukan 300-500cc saline 3%.
Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan
ventilasi tekanan positif dengan menggunakan oksigen 100%.
Bila terjadi kehilangan darah yang banyak maka transfusi dilakukan
dengan menggunakan Packed Red Cells (PRC).
Bila terjadi DIC diberikan fibrinogen sebanyak 3-4 gram intravena
diikuti dengan pemberian heparin 2000 unit secara bolus dan diikuti 500
unit per jam. Dapat juga diberikan fresh frozen plasma dan trombosit,
tergantung dari profil koagulasi.
255
Pemeriksaan natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan
perlu dilakukan koreksi sesuai dengan hasil serum natrium.
Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis untuk mencegah
overload cairan.
Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan dengan PRC
bukan dengan whole blood.
Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya dengan menghangatkan
cairan irigasi sampai 37C.
KESEIMBANGAN ASAM-BASA
257
Alkalosis Respiratorik
- Eliminasi CO2 melebihi laju produksinya
- Sebab-Sebab:
Hipoksia: Penyakit paru, tempat tinggi, CHF, Penyakit
jantung bawaan
Stimulasi reseptor pernapasan: pneumonia, emboli paru,
fibrosis paru, edema paru
Obat-obat: Salisilat (tersering), niketamid, katekolamin,
teofilin, progesteron.
SSP: Perdarahan subarakhnoid, Cheyne-Stokes
258
Lain-lain: hiperventilasi psikogenik, sirosis, demam, sepsis
gram-negatif, pemulihan dari asidosis metabolik, kehamilan
Alkalosis Respiratorik
- Alkalosis respiratorik akut: untuk setiap mmHg penurunan PaCO2
dari 40 mmHg, diharapkan penurunan [H+] sebesar 0,8 nmol/L dari
40 nmol/L.
- Alkalosis respiratorik kronis: untuk setiap mmHg penurunan PaCO2
dari 40 mmHg, diharapkan penurunan [H+] sebesar 0,2 nmol/L dari
40 nmol/L.dan 0,5 mmol/L penurunan [HCO3-] dari 25 mmol/L
259
- Langkah 6: Bila respon kompensasi tidak berada dalam cakupan
yang diterima, per definisi terdapat gangguan kombInasi.
- Langkah 7: selalu kalkulasi anion gap
Sering kali itu tanda-tandanya metabolic acidosis yang
tersembunyi
- Pasien asidotik diterapi parsial dengan HCO3
- Pasien asidotik dengan emesis
Mungkin satu-satunya tanda metabolic acidosis
tersembunyikan oleh gangguan asam-basa yang bersamaan
Penyebab Anion Gap Acidosis
Endogenous acidosis
- Uremia (asam2 organik yg tidak dikeluarkan)
- Ketoacidosis, Lactic acidosis (peningkatan produksi
asam organic), Rhabdomyelosis
Exogenous acidosis
- Konsumsi: salicylate, iron; paraldehyde use
Konsumsi lain:
- Methanol toxicity, Ethylene Glycol toxicity
- Langlah ke 8 : Mixed Acid-Base Disorders
Metabolic acidosis dan metabolic alkalosis mungkin terjadi.
Selalu periksa perubahan anion gap dan dibandingkan dengan
penurunan bicarbonate utk menyingkirkan gangguan
metabolik tersembunyi
Terapi bikarbonat
- Kontroversi
o Na2CO3 + CO2 + H2O 2 NaHCO3
(reaksi keseimbangan kimia)
o Produksi CO2 akan meningkat apneu
o Potasium (Kalium) masuk sel aritmia (perlu cek kadar Kalium
pre terapi)
260
Kebutuhan (mEq) = BE x BB X 0,3
Berikan separo secara cepat dan sisanya dengan tappering infus
Hati-hati bila terdapat kelainan ginal menambah cairan
ekstraselular
REFERENSI
Emergency in Diabetes. Andrew J. Krentz. United Kingdom. 2004)
Alb PO4-
AIR Anion kuat
Cl- UA-
Klasifikasi :
262
ELEKTROKARDIOGRAFI
Menentukan irama :
- Mengukur jarak antara gel.QRS dgn QRS berikutnya /Gel.P dengan
yang lainnya, jika jarak sama teratur / reguler, jika tidak sama
tidak teratur / irreguler
Menghitung frekwensi / HR, 3 cara, yaitu dengan cara :
264
300
Frekuensi (HR) =
Jml kotak besar R-R
1500
Frekuensi (HR) =
Jml kotak kecil R-R
Kertas yang terdiri dari kotak kecil horisontal 0.1 mV dan kotak kecil
vertikal mewakili 0,04 detik
PR interval adalah interval waktu antara awal kontraksi atrium dan awal
kontraksi ventrikel, tergantung denyut jantung.
QRS kompleks menggambarkan depolarisasi ventrikel dimana QT
interval mewakili waktu yang diperlukan untuk depolarisasi dan
repolarisasi ventrikel
265
Irama Sinus Normal ( NSR ) : Irama Teratur, Frekuensi (HR) 60-
100x/menit, Gelombang P : Normal ( + di lead II & di aVR ), P:QRS
1:1 , Interval PR : 0,12-0,20 detik, Lebar gel.QRS : tidak lebih dari
0,12 dtk (sempit)
Gelombang P
Merupakan depolarisasi (kontraksi) atrium
Normal :
Lebar kurang dari 0,12 detik
Tinggi kurang dari 0,3 mV
Kompleks qrs
Komplek QRS
Gambaran depolarisasi ventrikel
Normal : Lebar 0,06 0,12 det
Gelombang Q
Lebar kurang dari 0,04 detik (1kk)
Tinggi/dalam kurang dari 1/3 R Lebih dari itu : Q pathologis
266
Ciri Deskripsi Lamanya
RR Interval Interval antara gelombang R dan gelombang R berikutnya: denyut 0,6 sampai
jantung normal istirahat adalah antara 60 dan 100 bpm . 1.2s
Gelombang P Selama depolarisasi atrium normal, vektor listrik utama diarahkan 80ms
dari nodus SA ke nodus AV, dan menyebar dari kanan atrium ke
kiri atrium . Hal ini berubah menjadi gelombang P di EKG.
PR Interval Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks 120 sampai
QRS. Interval PR mencerminkan waktu impuls listrik yang 200ms
diperlukan untuk perjalanan dari sinus node melalui AV node dan
memasuki ventrikel. Interval PR adalah, oleh karena itu, perkiraan
yang baik dari fungsi simpul AV.
PR segmen Segmen PR menghubungkan gelombang P dan kompleks 50 sampai
QRS. Vektor impuls dari nodus AV ke bundel Nya kepada cabang 120ms
bundel dan kemudian ke serat Purkinje. Ini aktivitas listrik tidak
menghasilkan kontraksi secara langsung dan hanya bepergian ke
bawah menuju ventrikel, dan ini muncul datar pada EKG. Interval PR
lebih relevan secara klinis.
Kompleks Kompleks QRS mencerminkan depolarisasi cepat dari ventrikel 80 sampai
QRS kanan dan kiri. Mereka memiliki massa otot yang besar dibandingkan 120ms
dengan atria, sehingga kompleks QRS biasanya memiliki amplitudo
jauh lebih besar daripada gelombang P-.
J-titik Titik di mana selesai QRS kompleks dan segmen ST dimulai, N/A
digunakan untuk mengukur tingkat elevasi ST atau sekarang depresi.
ST segmen Segmen ST menghubungkan kompleks QRS dan gelombang 80 sampai
T. Segmen ST merupakan periode ketika ventrikel depolarized. Hal 120ms
ini isoelektrik.
T gelombang Gelombang T menggambarkan repolarisasi (atau pemulihan) dari 160ms
ventrikel. Interval dari awal kompleks QRS ke puncak gelombang T
disebut sebagai periode refraksi absolut. Setengah terakhir dari
gelombang T disebut sebagai periode refraksi relatif (atau periode
rentan).
ST Interval Interval ST diukur dari titik J ke akhir gelombang T. 320ms
Interval QT The Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke akhir gelombang Hingga
T. Interval QT berkepanjangan merupakan faktor risiko untuk 420ms
takiaritmia ventrikel dan kematian mendadak. Ini bervariasi dengan dalam
denyut jantung dan untuk relevansi klinis memerlukan koreksi untuk denyut
ini, memberikan QTc tersebut. jantung dari
60 bpm,
lihat
diagram di
sebelah
kanan untuk
denyut
jantung
lainnya.
U gelombang Gelombang U yang diduga disebabkan oleh repolarisasi dari septum
interventrikular. Mereka biasanya memiliki amplitudo yang rendah,
dan bahkan lebih sering sama sekali tidak ada. Mereka selalu
mengikuti gelombang T dan juga mengikuti arah yang sama dalam
267
amplitudo. Jika mereka terlalu menonjol, hipokalemia hypercalcemia,
tersangka atau hipertiroidisme biasanya. [28]
J gelombang Gelombang J, peningkatan J-titik atau Osborn gelombang muncul
sebagai gelombang delta akhir setelah QRS atau sebagai gelombang
R kecil sekunder. Hal ini
dianggap patognomonik dari hipotermia atauhypocalcemia . [29]
Gelombang T
Gambaran repolarisasi (istirahat) dari ventrikel
Positip di I, II, V3-V6
Normalnya gelombang T menggambarkan repolarisasi apex jantung
Gelombang T abnormal jika repolarisasi tidak terjadi, misalnya
perlambatan konduksi jantung melalui ventrikel (prolonged
depolarization) pada keadaan LBBB/RBBB, atau kontraksi prematur
ventrikel
Penyebab terbanyak prolonged depolarization adalah iskemia miokard.
Tabel berikut menyebutkan beberapa pola patologis yang dapat dilihat pada
elektrokardiografi, diikuti oleh kemungkinan penyebab.
268
menonjol
Sinus Bradikardi
- Jika HR < 60x/menit
- Penyebab : stimulasi sistem saraf parasimpatis, atlet karena kemempuan
menghasilkan SV yang lebih, respon normal tidur, atlet atau pekerja
keras, abnormal bisa karena aliran darah berkurang untuk SA node,
stimulasi vagal, hipotiroidisme, peningkatan tekanan intrakranial, atau
agen farmakologis, seperti digoksin, propranolol, quinidine, atau
procainamide.
Sinus takikardi
- Bila HR > 100x/menit
- Bisa disebabkan : stimulasi sistem saraf simpatis akibat obat anestesi,
demam karena akan meningkatkan metabolisme pada nodus SA stres,
olahraga, nyeri, demam, kegagalan pompa, hipertiroidisme, obat-kafein,
nitrat, atropin, epinefrin, dan isoproterenol, nikotin
269
Supraventricular Takikardia (SVT, PSVT, PAT, Takikardia Atrial)
- Kompleks QRS sempit ( kurang dari 120 mdtk), kecuali pada blok
cabang berkas, sindrom Wolff Parkinson White akan melebar
- Kompleks QRS sama seperti irama sinus
- Gel T normal
- Sindrom Wolff Parkinson White
- Irama: 150-250/min, Rhythm: Reguler
Syndrome WPW
270
Sindrom Wolff Parkinson White Gelombang P: gelombang P Atrial
berbeda dari gelombang sinus P yang berasal dari SA node. Gelombang P
biasanya diidentifikasi ketika ada tingkat rendah dan jarang dapat
diidentifikasi dengan harga> 200.
Mungkin hasil dari stres, nikotin, kafein, atau penyakit jantung.
Pengobatan terdiri dari oksigen, manuver vagal, atau mungkin adenosin.
Pasien yang tidak stabil dapat menerima kejutan kontra untuk memungkinkan
node SA untuk merebut kembali.
Atrial Fibrilasi
Atrial Fibrillation: > 400
- Rhythm: Atrial dan ventricular sangat tidak teratur (reguler, irama
ventrikel bradycardic dapat terjadi sebagai akibat dari toksisitas
digitalis)
- P gelombang: Tidak ada gelombang P diidentifikasi, tidak menentu,
baseline bergelombang
Impuls yang cepat yang berasal dari beberapa situs di atrium
menyebabkan atrium sendiri untuk "bergetar". Ini tidak efektif dalam
memungkinkan untuk atrium kick yang efektif.
Mungkin karena: iskemia, hipoksia Myocardial Infarction, atau terapi
obat. Pengobatan dapat terdiri dari beta-blocker (Inderal), blockers kalsium
(verapamil), atau kardioversi disinkronkan dalam upaya untuk
mengembalikan pasien ke irama sinus.
271
Junctional Rhythms
Masalah Konduksi
Blok SinoAterial ( SA Blok )
Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gel. P, QRS, T
Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
Frekuensi : Biasanya < 60 x/menit
Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS
Interval PR : Normal ( 0,12 0,20 detik )
Gelombang QRS : Normal
272
Blok AV derajat 2 tipe mobitz 1 (WENCHEBACH)
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi ( HR ) : Biasanya <60 x/menit
- Gelombang P : Normal, ada satu gelombang P yang tidak diikuti
QRS
- Interval PR : Terdapat episode makin lama makin panjang,
kemudian blok, selanjutnya siklus berulang
- Gelombang QRS : Normal
273
Blok Atrioventrikuler Derajat 3 ( TAVB )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : < 60 x/menit
- Gelombang P : Normal, akan tetapi gel P dan gel QRS berdiri sendiri,
sehingga gel P kadang diikuti gel QRS, kadang tidak
- Interval PR : Berubah-ubah / tidak ada
- Gelombang QRS : Normal / > 0,12 detik
- Pengelolaan pasien dengan blokade derajat III adalah pemasangan
pacemaker jantung buatan yang menetap.
274
Sinus Disritmia
- Terjadi selama pernafasan spontan dengan HR bervariasi selama siklus
fase istirahat pernafasan
- Variasi HR selama proses pernafasan menggambarkan aktivitas reflek
baroreseptor dan perubahan negatif tekanan intrapleura
- Variasi HR yang tidak berhubungan dengan pernafasan (nonphasik
sinus dysrhytmia) adalah kelainan akibat gangguan fungsi nodus SA,
proses penuaan, atau intoksikasi digitalis.
- Selama operasi terjadi akibat gangguan SSO akibat anestesi
spinal/epidural, laringoskopi, stimulasi operasi
Kontraksi Prematur Ventrikel
- Terjadi karena adanya pacemaker ektopik dalam ventrikel
- Voltase QRS kompleks meningkat, ditandai dengan tidak adanya proses
netralisasi yang normalnya terjadi pada saat impuls melalui kedua
ventrikel
- Sering menggambarkan adanya penyakit jantung, misalnya iskemia
miokard, yang diterapi dengan pemberian O2 dan lidokain IV
- Dikatakan maligna :
Bila terjadi > 5 kali dalam semenit
VES Salvo seperti bunyi senapan
275
VES Bigemini
R on T
- Penanganan
Berikan oksigenasi, Lidokain 1-1.5 mg/kgbb, Amiodaron 150
mg, Atau ganti TIVA bila semua obat-obatan sudah tak mempan
VES Bigemini
VES Multivocal
VES Ron T
276
Ventrikular Takikardia
- EKG : kontraksi prematur ventrikel serial yang terjadi pada HR yang
cepat tratur tanpa adanya denyut SVT yang normal
- Kriteria :
Irama : Teratur
Frekuensi ( HR ) : > 100 x/menit
Gelombang P : Tidak terlihat
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : > 0,12 detik
- Dapat dihilangkan dengan kardioversi alektrik, Dapat mencetuskan
ventrikel fibrilasi
- Gelombang P: Mungkin ada atau mungkin tidak ada, jika ada mereka
belum mengatur hubungan dengan kompleks QRS. Gelombang P
mungkin muncul antara QRS pada tingkat yang berbeda dari VT
tersebut.
- Mungkin karena: awal atau komplikasi akhir dari serangan jantung, atau
selama kardiomiopati, penyakit jantung alveolar, miokarditis, dan
operasi jantung berikut.
277
Atrial Flutter
- Gel P seperti gigi gergaji, terutama pada sadapan II, III, aVF, dan
V1
- Tejadi pada : penyakit paru kronis, kardiomiopati, miokarditis,
intoksikasi etanol, dan tirotoksikosis
- Terjdi hanya beberapa menit sampai jam sebelum akhirnya menjadi
irama sinus atau atrial fibrilasi
Fibrilasi Atrium
- QRS kompleks yang cepat dan iramanya ireguler tanpa adanya gel
P yang teridentifikasi
- Pengelolaan atrial fibrilasi secara klasik dengan digitalis, dengan
memperpanjang periode refrakter dari nodus SA
Fibrilasi Ventrikel
- Biasanya hanya ditemukan pada salah satu atrium atau ventrikel saja
- Kriteria :
Irama : Tidak teratur
Frekuensi ( HR ) : Tidak dapat dihitung
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Tidak dapat dihitung, bergelombang & tidak
teratur
- Terapi : defibrilasi
278
Blok Komlpit / Asystole
Infarm myiokard
Myocardiac ischemia atau jantung iskemia adalah suatu keadaan dimana
ketidakseimbangan antara kebutuhan jantung akan darah dan oksigen dengan
pasokan atau suplai darah yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah
arteri koroner. Penyempitan arteri koroner paling sering disebabkan oleh
arterosklerosis dan arteri koroner spasme.
- Klinis harus ditegakkan : nyeri dada seperti beban yang dijalarkan ke
bahu kiri, sesak nafas
- Dengan EKG, jantung iskemia bisa anda identifikasi berupa gambaran
ST segmen depresi:
279
ST segmen depresi > 1mm
Terdapat lebih dari 1 ST segmen depresi
ST segmen depresi bisa berupa datar atau horizontal,
downsloping atau upsloping.
- Kalau anda menemukan ST depresi atau T inverted tapi tidak ditemukan
signs yang mengarah ke diagnosa jantung iskemik, maka anda namakan
gambaran tersebut dengan ST atau T non spesifik, tapi bukan berarti
tidak penting, tapi anda harus mengkajinya kenapa terjadi gambaran
EKG tersebut.
- Adapun penyebab gambaran ST atau T nonspesifik itu :
Gangguan keseimbangan elektrolit
Myocarditis & PericarditisCardiomypaty
Pulmonary emboli, dll.
- Adapun beberapa letak acut myocardiac infarction (AMI) yang harus
anda kenali yaitu :
Septal ---> ST segmen elevasi di lead V1 dan V2,
Anterior ---> ST segmen elevasi di lead V1 sampai V4,
reciprocal dengan di tandai ST segment depresi di lead II,III,
aVF.
Anterolateral (ektensif) ---> ST segmen elevasi di lead V1 s/d
V6, lead I dan aVL, reciprocal dengan ditandai ST segmen
depresi di lead II, III, aVF
Lateral ---> ST segmen elevasi di lead V5 & V6, lead I & aVL
Inferior ---> ST segmen di lead II, III, aVF, reciprocal dengan
ditandai ST segmen depresi di lateral.
Posterior ---> ST segmen di lead V8 & V9
Ventrikel kanan ---> ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R,
V4R, reciprocal dengan ditandai ST depresi di lead inferior
280
Gambar AMI Anterior : ST segmen elevasi di V1, V2,V3, V4
281
Gambar AMI posterior : gel R yang tinggi di lead V1, anda harus rekam juga
lead V8 & V9 kalau ingin menemukan ST segmen elevasi.
Gambar AKI Ventrikel kanan : ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R,
V4R dan reciprocal di lead inferior anda akan temun ST segmen depresi.
Torsades de pointes
Penyebab umum, biasanya didahului VES R on T, hypomagnesemia,
diare dan hipokalemia, terapi atasi penyebab, mungkin kardioversi sampai
defibrilasi.
282
Right Bundle Branch Blocks
Kriteria untuk mendiagnosa blok cabang berkas kanan pada
elektrokardiogram:
Irama jantung harus berasal atas ventrikel (yaitu simpul
sinoatrial , atrium atau simpul atrioventrikular ) untuk mengaktifkan
sistem konduksi pada titik yang benar.
Durasi QRS harus lebih dari 100 ms (blok lengkap) atau lebih dari 120
ms (blok lengkap) [3]
Harus ada terminal gelombang R dalam memimpin V1 (misalnya R, rR ',
RSR', 'RSR atau qR )
Harus ada gelombang S cadel dalam memimpin I dan V6.
283
Dilated cardiomyopathy
Akut miokard infark
Ekstensif penyakit arteri koroner
Primer penyakit sistem konduksi jantung listrik
Hipertensi lama berdiri menyebabkan dilatasi akar aorta dan
regurgitasi aorta selanjutnya
284