Anda di halaman 1dari 71

INTENSIVE CARE UNIT

Pasien yang dirawat di ruang intensive adalah pasien yang berada pada
posisi kritis dan berpotensi mengancam jiwa. Anestesiolog berperanan
penting dalam hal ini dikarenakan memiliki kemampuan dalam pengelolaan
jalan nafas, ventilasi mekanik, obat-obatan penunjang hidup, resusitasi cairan
dan teknik monitoring.
Terlebih lagi, penekanan anestesi pada bidang fisiologi, patofisiologi,
dan farmakologi memeberikan kemampuan yang baik dalam membuat
diagnosis cepat, dan menyembuhkan kelainan fisiologi akut, menyiapkan
dasar yang penting untuk evaluasi dan penanganan pasien yang menderita
penyakit kritis.
Pasien yang dirawat di ICU memerlukan penanganan yang
komprehensif, data awal pasien, monitoring, perkembangan, pengetahuan dan
pemahaman keluarga akan kondisi pasien Data awal yang diperlukan
mengenaiinformasi penyakit dan pengelolaan sebelumnya, yang didapat dari
anamnesis (keluarga dan dokter pengelola sebelmnya), pemeriksaan fisk
lengkap, penunjang (x foto thorax, laboratorium darah lengkap, elektrolit,
albumin, BGA, laktat, ureum, creatinin, D-dimer, fibrinogen) dan
perencanaan dalam SOAP (Subyektif, Obyektif, Assasment, dan
Perencanaan)

SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome)


Peradangan tubuh seringkali merupakan respon dari sistem kekebalan tubuh
untuk infeksi , namun belum tentu begitu. Manifestasi SIRS :
Suhu < 36 C (96.8 F) atau >38 C (100.4 F)
Heart rate > 90 x/mnt
Tachypnea (> 20 x/mnt) atau PaCO2 <4,3 kPa (32 mmHg)
Leukosit < 4000 sel / mm atau > 12.000 sel / mm , atau >10%
neutrofil imatur.
Ditemui tanda dengan 2 atau lebih

SEPSIS
Merupakan suatu kondisi SIRS yang sudah ditemukan sumber
infeksinya. Angka kematian : 30 90 % , Penyebab : kuman gram - dan + ,
virus, riketsia, jamur?
Faktor predisposisi
Infeksi : saluran nafas, urogenital, kulit dan soft tissue.
Prosedur invasif :pembedahan, i.v line, urine catheter.
Immunocompromized: keganasan, terapi radiasi, terapi hormonal

Penilaian Sepsis dengan menggunakan PIRO score, penilaian :

214
P (predisposition) menilai kemungkinan respon terhadap terapi,
tergantung : genetik, comorbid penyakit, lingkungan atau alkoholik,
keadaan fisik pasien
I (infection) menentukan faktor prognosis dari terapi (identifikasi
infeksi, sumber, jenis kuman, terapi yang diberikan)
R (Response) penilaian responsif (biomarker, leukosit, trombosit,
procalcitonin, lactat)
Organ disfungtion (organ yang terkena, seberapa besar, spesifikasi
kelaianan)

Severe Sepsis
Sepsisyang berhubungan dengan MODS (multi organ disfungtion
syndrome) organ, hipoperfusidisfungsiatau hipotensi. Keadaanini akan diikuti
dengan hipoperfusi, hipotensi,oligoria, status mental, asidosis laktat.
Adapun perubahan yang terjadi akibat sepsis adalah akibat aktivasi
sistemi kleukosit yang pelepasan berbagai mediator sehingga mengakibatkan
ini:
Perubahan hemodinamik
Kelainan Mikrovaskuler
Kerusakan intraselular

SistemKardiovasculer
Terjadi
- Vasodilation and venodilation
- Initial increase in cardiac output
- Decreased afterload
- Increased heart rate and contractility
Interventions
- Fluid resuscitation : Crystalloids, Colloids, Blood components
Inotropic agents
- Nore ephinephrine, Dobutamine, Dopamine, Digitalis
Kondisi ini akan mempengaruhi organ lain / Cardiovascular Failure :
- Heart rate < 54 beats/minute
- MAP < 49 mm Hg
- Kejadian of VT or VF
- Serum pH < 7.24 with a PaCO2 < 40 mm HG

Sistem pulmonal
Terjadi
- Paru sangat sensistif terhadap mediators
- Kerusakan membrane alveolar-capillary (A-a)
- ARDS
Intervensi
- Rsusitasi awal sepsis

215
- Pengelolaan jalan nafas
- Bantuan pernafasan (mechanicalventilation)
- Tujuan untuk mengkoreksi hipoksemia
Kriteria gagal nafas
- RR < 5x/mnt, atau > 49 x/mnt
- PaCO2> 50 mmHg, PaO2 < 50 mmHg
- A-a DO2 > 350 mmHg
- Ketergantungan ventilator atau CIPAP pada hri kedua

Sistem Ginjal
Kerusakan biasanya akibat lanjut dari pengobatan dan biasanya prerenal.
Intervensi dialisis / RRT
Kriteria gagal ginjal urine output < 0,5 cc/jam, 400 ccdalam 4jam
berurutan atau < 200 cc/24jam, creatinin >3,5, BUN > 100 m/dl

Sistem gastriintestinal gangguan perfusi (a. Splanic perdarahan),


motilitas, proteksi, stres ulcer
Intervensi enterl feeding, proteksi gaster (antasid, sukralfat,
ranitidine)

Syok Septik
Kondisi kegagalan sirkulasi pembuluh darah ke perifer yang tidak
responsip terhadap vasokonstriktor. Hal ini terjadi penurunan CO, penurunan
SVR, SV menurun, keadaan ini juga bisa akibat dari asidosis, hipoksemia dan
edema myioacrdial

Manifestasi Klinis:
Gejala awal : panas, tachycardia, hyperventilation, progressive
disorientasi
Lanjut : hypotension dengan shock, respiratory failure, acute renal
failure, DIC

Secara umum Gejala yang nampak


Tachycardia, peningkatan suhu, Tachypnea
Decrease urine output gangguan fungsi ginjal
Perubahan status mental penurunan kesadaran
Trombositopeni Petechiae/purpura
Kulit : kasar, penurunan perfusi jaringan kulit, capillary refill turun
Hitung jenis sel darah bergeser kekiri
Lekositosis terjadinya proses infeksi
Hyperglycemia

Tiga langkah untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis:


1. Terapi cairan

216
Karena septic shock disertai demam, venodilatation dan diffuse
capillary leackage inadequate preload sehingga terapi cairan
merupakan tindakan utama.
2. Terapi vassopresor
Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan
organ perfusion adekuat). Vasopresor potensial: nor epinephrine,
dopamine, epinephrine, phenylephrine
3. Terapi Inotropik
Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien septic shock
mengalami hyperdynamic, tetapi myocardial contractility yang dinilai
dari ejection fraction mengalami gangguan. Kebanyakan pasien
mengalami penurunan cardiac output, sehingga diperlukan inotropik:
dobutamine, dopamine dan epinephrine.

Komplikasi:
1. Shock.
Akibat vasodilatasi, intravaskuler hipovolemia dan myocardial
dysfunction. Tanda: cardiac output , tetapi SVR (peripheral vascular
tone )
2. Respiratory failure.
Oksigenasi arteri menurun akibat ekstravasi cairan melalui alveolar
capillary leakage
3. Renal dysfunction.
Akibat hipotensi dan perfusi ginjal abnormal
4. Metabolic acidosis.
Akibat anaerobic metabolim lactic acid and hydrogen ion excess
5. Hematologic: thrombocytopenia, DIC
6. Multi organ dysfunction syndrome (MODS)

Penanganan Anestesi pada pasien Sepsis


Menjaga preload dan fungsi kardiac (kontraktilitas)
Menjaga SVR akibat dilatasi (Ketamin dependen, vasokonstriktor dan
hindari obat atau agent vasodilator
Peningkatan permeabilitas membrane (gunakan BM besar fisiologis)
Jaga keseimbangan DO2 dan VO2 hindari pasien cemas, kesakitan,
hal-hal yang meningkatkan WOB (work of breathing), kerja jantung,
hypermatabolic, dan perbaiki ventilasi, Hb, pressure, stroke volume.
Hati-hati manakala kita menemukan kondisi tekanan darah baik
kecenderungan meningkat dan HR dalam kondisi yang sama,
kemungkinan dalam kondisi syok kompensasi, sehingga saat kita
berikan obat yang berefek vasodilator, langsung akan mengalami
gangguan hemodinamik yang berat.

217
Penanganan secara umum dalam sepsis
Protocol For Early Goal Direct Therapy (EGDT)
Tujuan penanganan pasien di ICU adalah sebagai titik point untuk
ressusitasi dengan menyesuaikan preload, afterload, dan kontraktilitas
jantung untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan oksigen sistemik
(VO2) dan pengiriman oksigen (DO2), adapun sebagai target awal dalam
enam jam (EGDT/early goal directed therapy) adalah :
a. CVP 8-12 mmHg (ventilator 12-15 mmHg)
b. MAP > 65 mmHg
c. Urine output > 0,5 cc/kg/jam
d. SvO2 > 70 % or mixed vent > 65 mmHg
e. GDS < 150 mg/dl
f. Laktat < 2 mmol/L atau kecenderungan trend menurun.
g. Jika O2 saturasi vena tak tercapai pertimbangkan :
- Pemberian cairan lebih lanjut
- Transfusi untuk capai Ht > 30 %
- Infus dobutamin dengan dose max 20 mcg/kg/mnt

Oleh karena itu sebagai monitoring dalam penanganan pasien di ICU


adalah dengan memeriksa :
a. Tanda vital (tensi, MAP, nadi, rr, suhu)
b. SpO2 dan SvO2
c. Urine output
d. Laboratorium : darah rutin, elektrolit, AGD (analisa gas darah) darah
arteri dan CVP, laktat
e. Pemeriksaan X foto thorax

Protocol for Early Goal Direct Therapy

(Rivers dkk. Goal-Directed Awal Terapi dalam Pengobatan Sepsis dan Shock septik parah. New
England Journal of Medicine 2001; 345 (19): 1368-77)

218
DO2 (Delivery oxsigen)

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DO2 segera koreksi :

(DO2 = CO x Hb x SpO2 x 1,34)

Jadi faktor yang berpengaruh adalah : tekanan darah dan MAP, preload,
afterload, kontrkatilitas, hear rate, ventilasi, Hb, dan faktor comorbid segera
dikoreksi.

Tabel : Petunjuk yang disarankan untuk membutuhkan ventilasi mekanik


Tekanan gas respirasi Indikasi langsung
- PaO2 < 50 mmHg dan pCO2 <50 mmHg
tanpa alkalosis metabolic
Indikasi tidak langsung
- Rasio PaO2/FiO2 <300 mmHg
- Gradien PA-aO2 >350 mmHg
- VD/VT>0,6
Indikasi klinis Laju nafas >35 kali/ menit
Indikasi mekanik - Volume tidal <5 mL/kg
- Kapasitas vital <15 mL/kg
- Kekuatan inspirasi maksimum < -25 cm
H2O (dengan kata lain, -15 cm H2O)
Sumber : morgan bab 49

Guidelines Sepsis Campaign 2008


A. Resusitasi awal dan Isu Infeksi
1. Resusitasi awal
Target resusitasi awal dalam 6 jam yang tidak boleh tertunda di ICU
: kondisi hipotensi dan serum laktat > 4 mmmol/l :
a. CVP 8-12 mmHg (ventilator 12-15 mmHg)
b. MAP > 65 mmHg
c. Urine output > 0,5 cc/kg/jam
d. SvO2 > 70 % or mixed vent > 65 mmHg
e. Jika O2 saturasi vena tak tercapai pertimbangkan :
o Pemberian cairan lebih lanjut
o Transfusi untuk capai Ht > 30 %
o Infus dobutamin dengan dose max 20 mcg/kg/mnt
2. Diagnosis
Melakukan kultur sebelum antibiotik dilakukan : minimal 2
jenis
3. Antibiotik
a. AB sedini mungkin : sesuai empiris dan pola kuman setempat
(jam pertama)
219
b. Segera ganti sesuai kulture yang ada
c. Kombinasi pada pseudomonas 3-5 hr (7-10 hr ab normal)
d. Hentikan bila neutropeni dan non menular)
4. Identifikasi sumber dan kontrol (Identification & Source control)
Kenali sumber infeksi secara anatomi dan kontrol secepatnya
(evakuasi)
B. Suport Hemodinamik dan tambahan terapi
1. Fluid terapi
a. Target CVP 8-12 /12-16 mmHg (ventilator)
b. Resusitasi cairan dengan cairan kristaloid (1000 cc) atau
koloid (300-350 cc) dalam 30 menit
c. Volume lebih cepat dan lebih besar mungkin diperlukan
pada sepsis akibat hipoperfusi jaringan.
d. Tingkat pemberian cairan harus dikurangi jika tekanan
pengisian jantung meningkat tanpa perbaikan hemodinamik
bersamaan.
2. Vasopressor
a. Menjaga MAP 65mmHg.
b. Norepinefrin atau dopamin adalah vasopressor awal pilihan.
c. Epinefrin, phenylephrine atau vasopresin tidak boleh
diberikan sebagai vasopressor awal dalam syok septik.
d. Vasopresin 0,03 unit / menit mungkin bisa sitambahkan pada
nore epinephirn bila tidak ada kemajuan.
e. Gunakan epinefrin sebagai agen alternatif pertama dalam syok
septik ketika tekanan darah kurang responsif terhadap
norepinefrin atau dopamin.
f. Jangan gunakan dopamin dosis rendah untuk perlindungan
ginjal.
g. Pasang arteri line secepatnya.
3. Terapi inotropik
a. Gunakan dobutamin pada pasien dengan disfungsi miokard
karena didukung oleh peningkatan tekanan pengisian jantung
dan cardiac output yang rendah.
b. Jangan naikkan cardiac indek diatas nila normal
4. Steroid
a. Pertimbangkan hidrokortison intravena untuk syok septik
dewasa ketika masih kurang responsif terhadap hipotensi
dengan resusitasi cairan dan vasopressor.
b. Hidrokortison disukai untuk deksametason
c. Fludrokortison (50g oral sekali sehari) dapat dimasukkan
jika alternatif untuk hidrokortison yang digunakan yang tidak
memiliki signifikan mineralo kortikoid aktivitas.
Fludrokortison adalah opsional jika hidrokortison digunakan
d. Terapi steroid dapat disapih setelah vasopressor tidak lagi
diperlukan.

220
e. Hidrokortison, dosis harus 300mg/day.
5. Recombinant human activated protein C (Apache score >25)
C. Tambahan terapi suportif pada sepsis berat
1. Pembrian Blood product
a. Berikan sel darah merah ketika hemoglobin menurun
hingga <7,0 g / dl (<70 g / L) untuk target hemoglobin 7,0-
9,0 g / dl pada dewasa.
b. Sebuah tingkat hemoglobin yang lebih tinggi mungkin
diperlukan dalam keadaan khusus (misalnya:
iskemia miokard, hipoksemia bera t, akut perdarahan,
penyakit jantung sianosis atau asidosis laktik)
c. Jangan menggunakan plasma beku segar untuk memperbaiki
kelainan laboratorium pembekuan kecuali ada perdarahan
atau prosedur invasif direncanakan.
d. Jangan menggunakan terapi antithrombin.
e. Administrasi trombosit jika:
- Jumlah yang <5000/mm3 (5 109 / L) tanpa pendarahan.
- Jumlah yang 5000 untuk 30.000 / mm3 (5-30 109 / L)
dan ada risiko perdarahan yang signifikan.
- Jumlah trombosit tinggi ( 50.000 / mm3 (50 109 / L)
yang diperlukan untuk operasiatau prosedur invasif.
2. Mechanical ventilation pada ARDS/ALI
Pada ARDS / ALI :
a. Tidal Volume 6 ml/kgbb
b. PIP < 30 cm H2O, liat complinece dinding dada
c. Biarkan PaCO2 diatas normal jika diperlukan PIP dan TV yang
minimal
d. Berikan PEEP untuk menghindari kolaps paru
e. Perimbangkan posisi prone jika berpotensi pada FiO2 dan PIP
yang tinggi.
f. Posisi semirecumbent head up kepala 45 , kecuali kontra
indikasi
g. Gunakan protokol penyapihan(weaning) dan percobaan
pernapasan spontan (Spontaneus Breathing Trial/SBT) untuk
segera lepas ventilator.
h. SBT dengan PEEP 5 cm H2O atau T-piece
i. Sebelum SBT, pasien harus:
Pasien sadar
Hemodinamik stabil tanpa vassopresor
Tidak ada kondisi serius pemberat
Mampu pada ventilasi dengan FiO2 masker atau canul
3. Sedasi, analgesi dan NMBA
a. Gunakan bolus intermiten baik sedasi atau sedasi infus
kontinu untuk titik akhir yang telah ditentukan (skala sedasi),
b. Hindari neuromuskuler blocker (NMBs

221
4. Glucose control
a. insulin untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien
dengan sepsis di ICU
b. Menjaga glukosa darah <150 mg/dl (8.3mmol / L)
c. Pantau GDS tiap 1-2 jam bila mendapat terapi insulin
5. Bicarbonat teraphy
Jangan menggunakan terapi bikarbonat untuk tujuan ketika
hipoperfusi-diinduksi asidemia laktat dengan pH 7.15, bila tujuan
hanya untuk memenuhi persyaratan vasopresor

6. Preventif DVT
a. Gunakan heparin (UFH)
atau (LMWH), kecuali kontraindikasi.
b. Gunakan perangkat profilaksis mekanis, seperti stoking
kompresi atau perangkat kompresi intermiten, ketika
heparin merupakan kontraindikasi. (1A)
c. Menggunakan kombinasi dari terapi farmakologis
dan mekanik untuk pasien yang beresiko sangat tinggi untuk
DVT
d. Pada pasien berisiko sangat tinggi LMWH harus digunakan
daripada UFH.
7. CRRT (continous renal replacement terapy)
8. Stres ulcer terapi
a. Menggunakan H2 bloker dan proton pum
b. Mencegah perdarahan pada GI
c. Mencegah refluk kuman untuk terjadinya VAP
9. Pertimbangan pembatasan terapi
Komunikasi dengan keluarga mengenai kemajuan pasien maupun
kemungkinan untuk penghentian suportif.

Gagal ginjal
KLASIFIKASI RIFLE
Kriteria GFR Kriteria urine output
Risk Kreatinin naik 1.5x <0.5 ml/kgBB/jam selama 6
jam
Injury Kreatinin naik 2 x <0.5 ml/kgBB/jam 12 jam
Failure Kreatinin naik 3x atau kreatinin <0.3 ml/kgBB/jam 24 jam atau
4 mg/dl anuria 12 jam
Loss Gagal ginjal akut prsisten, ginjal
tidak berfungsi > 4 minggu
End Stage Renal ESRD > 3 bulan
Diseases

Low Dose Corticosteroid


Berdasarkan pada penelitian sebelumnya secara prospektif, randomized,
placebo controlled study yang dilakukan di 19 ICU Perancis,
222
disimpulkan bahwa low dose corticosteroid dapat menurunkan angka
kematian pada pasien dengan syok septik & reltif insufisiensi adrenal
(Hazzard ratio = 0.67% : 95%, cofiden interval = 0.47-0.95 ; p=0.023)
Cara Pemberian
Berikan hidrocortison 4 x 50 mg dan fluorocortison 1 x 50 per
NGT, Lama pemberian: 7 hari

Spontaneous Breathing Trial Untuk Penyapihan Pasien ARDS

- Perbaikan penyakit dasar, tidak ada penyakit baru


- Vasopressor & sedative kontinyu telah diberikan penggunaannya
- Batuk bila disuction
- PaO2 / FiO2 > 200
o Ventilasi semenit (MV) < 15 L/menit
o Rasio frekuensi / tidal volume < 105 pada spontaneous
breathing trial selama 2 menit

- Spontaneous breathing trial (20-120 menit)
- RR > 35 x/menit
- SaO2 < 50%
- Nadi > 140 x/menit atau terjadi perubahan 70%
dibandingkan sebelumnya
- SBP > 180 mmHg atau < 90 mmHg
- Agitasi, berkeringat, cemas
- Rasio frekuensi RR/tidal volume > 105

Cat: bila terdapat salah satu kriteria di atas dalam waktu yang cukup lama saat
trial menunjukkan gagal penyapihan & perlu dikembalikan ke mode bantuan
nafas sebelumnya.

Tidak Ya
- Batuk adekuat untuk mengeluarkan sekret
- Mampu mempertahankan jalan nafas

Ya Tidak

Ekstubasi
Kembali ke mode sebelumnya

Termasuk di antaranya: t-piece, CPAP (Continous Positif Airway Pressure) 5


cmH2O atau PS (Pressure Support) yang rendah 5-10 cmH2O berdasarkan
ukuran ETT

223
SCORE SCAP (criteria ATS 2007) sepsis
Kriteria Minor:
RR 30 x/menit
PaO2 / FiO2 ratio 250
Infiltrate multilobar
Bingung / confusion (disorientasi)
Uremia (BUN 20 mg/dl)
Leukopenia (WBC count < 4000 sel/mm3)
Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)
Hipotermia (< 36 0C)
Hipotensi membutuhkan resusitasi cairan yang agresif
Kriteria Mayor:
Ventilasi mekanik invasive
indikasi
Syok septik dengan vasopresor

Kriteria AKIN
Derajat Kriteria kreatinin Kriteria urine output
1 Peningkatan serum kreatinin 0.3 < 0.5 ml/kgBB/jam selama lebih
mg/dl atau peningkatan 150%-200% dari 6 jam
(1.5-2x)
2 Peningkatan serum kreatinin 200%- < 0.5 ml/kgBB/jam selama > 12
300% (>2-3x) jam
3 Peningkatan serum kreatinin > 300% < 0.3 ml/kgBB/jam selama 24 jam
(> 3x) atau kreatinin serum 4 mg/dl atau anuria 12 jam
dengan peningkatan akut sedikitnya
0.5 mg/dl

Indikasi & saat mulai RRT (renal replacement therapy)


Overload cairan yang tidak berespon dengan pemberian diuretika
Hiperkalemia (> 0.5 mmol/L atau kadar meningkat dengan cepat)
Azotemia (urea > 36 mmol/L)
Asidosis berat (pH < 7.1)
Oliguria (urine output < 50 ml) dalam 12 jam
Komplikasi uremia deperti perdarahan, pericarditis atau
encephalopathy
Namun, dalam dekade terakhir, indikasi RRT berkembang menjadi:
Overdosis obat dengan toksin yang dapat didialisa atau difiltrasi

224
Pasien yang memerlukan cairan banyak, nutrisi parenteral atau
produk darah namun berisiko timbulnya edema paru atau ARDS
(Acute Respiratory Distress Syndrome)
Gagal jantung
Hipertermia atau hipotermia (suhu inti 39.5 0C atau 30 0C)
Disnatremia berat (Na 160 mmol/L atau 115 mmol/L)
Ratio Peep & FIO2 Pada Ventilasi Mekanik

PEEP 5 5 8 8 10 10 10 12 14 14 14 16 16 20-24

FiO2 0.3 0.4 0.4 0.5 0.5 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.9 0.9 0.9 1.0

I:E RATIO
Insp. Time % Pause time % I:E Ratio
20 0 1:4
20 5 1:3
25 0 1:3
20 10 1 : 2.3
25 5 1 : 2.3
33 0 1:2
25 10 1 : 1.9
33 5 1 : 1.6
20 20 1 : 1.5
33 10 1 : 1.3
25 20 1 : 1.2
20 30 1:1
50 0 1:1
33 20 1.1 : 1
25 30 1.2 : 1
50 5 1.2 : 1
50 10 1.5 : 1
33 30 1.9 : 1
67 0 2:1
50 20 2.3 : 1
67 5 2.6 : 1
67 10 3.4 : 1
67 20 4:1
80 0 4:1
*reduced to 13%

225
CHALLENGE TEST
Nilai CVP:
1 cm H2O = 0.7 mmHg
1 mmHg = 1.3 cm H2O
6 mmHg = 7.8 cm H2O
10 mmHg = 13.6 cm H2O

Bila nilai CVP:


< 7.8 cm H2O loading cairan 200 cc
7.8 cm H2O 13.6 cm H2O loading cairan 100 cc
> 13.6 cm H2O loading cairan 50 cc

Setelah 10 menit lihat responnya.


Bila kenaikan CVP:
<2 hypovolemik
2-5 normovolemik
>5 hypervolemik

ANTIBIOTIK
Kultur dari darah, ETT, Urine
Empirik th/ : Pseudomonas
Mulai Cefalosporin generasi II, kecuali jika sudah diberikan
Cefalosporin gol IV tetap dilanjutkan dengan Cefalosporin gol IV.
Contoh:
Tienam Imipenem (5 hari)
Meronem Meropenem (max. 2 jenis
antibiotik)

Setelah ada hasil kultur, Cefalosporin gol. II diganti kultur

Gol. IV (Tienam, Meronem, Cefpiron)


Diulang kultur setiap 5 hari
VENTILASI
Permissive hipercapnia
PaCO2 35-45 dan PaO2 VT 6-8 cc/kg

HEMODINAMIK

226
Early Goal Direct Therapy (EGDT), Rivers

ROTOKOL
PENGATURAN GULA DARAH

Target Gula Darah: 120 -140 Mg/Dl

Kadar Gula Darah Saat Masuk Icu:

120-140 mg/dl (normal) 140-200 mg/dl > 200 mg/dl

Tanpa insulin Insulin 1 U/jam insulin


GDS/100 U/jam

1 jam 1 jam 1 jam

GD > 20% tetap 20% GD


GDS
Insulin U/jam
150
Bila dosis insulin < awal
dosis tetap

Insulin sesuai dengan 1-2 jam


penurunan GDS
(Misal: GD 25% insulin 25%)
bila GD tidak dapat
dikendalikan
Insulin 1 U tiap jam

Target: 120 140 mg/dl

HIPOGLIKEMIA:

227
Jika GD < 120 mg/dl dosis insulin sesuai penurunan GD dan GD
diperiksa jam kemudian, jika GD sampai > 200 mg/dl dosis
GDS
insulin = U/jam
150
STOP insulin bila GD < 80 mg/dl beri glukosa 40% 25 cc ulang
GD 15 menit kemudian
Untuk penderita DM, dosis insulin disesuaikan dengan kebutuhan
insulin sebelumnya.

PANDUAN TATA LAKSANA ANTIBIOTIK

1. Infeksi Intra Abdomen


a. Regimen tunggal
Kombinasi laktam / inhibitor laktamase
o Ampicillin sulbactam
o Piperacillin tazobactam
Carbapenem
o Imipenem / cilastin
o Meropenem
Cefalosporin
o Cefotetan
o Cefixitin
b. Regimen kombinasi
Regimen berbasis aminoglikosid
o Gentamisin // amikacin plus antianaerob (clindamycin
/ metronidazole)
Regimen berbasis cefalosporin
o Cefuroxime + metronidazole
o Ceftriaxone / cefotaxime / cefepime + metronidazole
Regimen berbasis quinolon
Ciprofloxacin + metronidazole
c. Atau kombinasi
Amikacin (1x20 mg/kg) atau gentamicin (1x7 mg/kg) dan
Metronidazole (1x1500 mg)
Ciprofloxacin (3x400 mg) atau levofloxacin (1x750 mg) dan
Metronidazole (1x1500 mg)
2. Terapi empirik awal untuk hap / vap pada pasien yang tidak diketahui
faktor risiko mdr, early onset & berat / ringannya penyakit
Strep. Pneumonia, MSSA, E.coli Ceftriaxone atau Levofloxacin /
K. Pneumonia, Enterobacter Sp. ciprofloxacin
Proteus Sp.Serattia marcescens Atau Ampicillin sulbactam atau
karbapenen

228
3. Terapi empirik awal untuk hap, vap, hcap pada pasien late onset / risiko
mdr Patogen di atas dan
MDR patogen Cefalosporin
Ps. Aeruginosa - Ceftazidime 3x2 gr
K, pneumonia ESBE (+) - Cefeprime 2-3x1-2 gr
Acinetobacter Sp. atau
MRSA Karbapenem
Legionella pneuphilia - Imipenem 4x500 mg/3x1 g
Meropenem 3x1 gr
atau
laktamase inhibitor
- Piperacillin tazobactam 4x4-5 gr
plus
Antipseudomonas fluoroquinolon
- Ciprofloxacin 3x400 mg
- Levofloxacin 1x750 mg
atau
Aminoglikosid
- Amikasin 20 mg/kgBB/hari
- Gentamicin 7 mg/kgBB/hari
- Plus
- Vancomycin 2x15 mg/kgBB
- Linezolid 2x600 mg
Atau
1. Ceftazidime 3x2 gr plus ciprofloxacin 3x400 mg
2. Cefepime 2-3x1-2 gr
Atau
Meropenem 3x1 gr plus Levofloxacin 1x750 mg
Atau
Imipenem 4x500 mg

TROMBO PROFILAKSIS
Faktor-faktor risiko tromboemboli:
Pembedahan
- Pembedahan mayor: abdomen, ginekologi, urologi, orthopedi, bedah
saraf, operasi kanker.
Trauma
- Multiple trauma, injury spinal chord, fr. Tulang belakang, trauma
pangkal paha dan pelvis.
Keganasan
- Beberapa keganasan, metastase/lokal (risiko meningkat selama
kemoterapi dan radioterapi)

229
Penyakit akut
- Stroke, infark miokard, gagal jantung, sindroma kelemahan
neuromuscular seperti SGB dan miastenia gravis
Faktor spesifik pasien
- Riwayat tromboemboli, obesitas, umur > 40 tahun, keadaan
hiperkoagulasi (terapi estrogen)
Faktor yang berhubungan dengan ICU
- Penggunaan ventilasi mekanik berkepanjangan
- Paralise neuromuscular (karena obat)
- CVC, severe sepsis
- Trombositopenia (penggunaan heparin)
Trombo Profilaksis
- Trauma mayor: Enoxaparin 2x30 mg sc / kompresi kaki
- Injury spinal chord: Enoxaparin 2x30 mg sc + kompresi kaki
- Operasi intrakranial: kompresi kaki
- Operasi ginekologi:
o Jinak: unfractionated heparin 2x5000 IU sc
o Ganas: unfractionated heparin 3x5000 IU sc atau enoxaparin
2x30 mg sc
- Operasi urologi:
Tertutup: mobilisasi dini
Terbuka: unfractionated heparin 2x5000 IU sc
- Penderita risiko tinggi: unfractionated heparin 2x5000 IU sc /
enoxaparin 1x40 mg sc

Tromboterapi terutama pada kasus emboli


Cara penyediaan: heparin 20.000 IU (4 cc) dalam 500 ml larutan
Cara pemberian:
Dosis awal 80 IU/kgBB dosis kontinyu 18 IU/kgBB (BB
aktual)/jam cek PTT 6 jam atur dosis sebagai berikut (tabel di
bawah) cek PTT 6 jam setelah pengaturan dosis monitor tiap
hari (range PTT 45-70)

PTT PTT Ratio Dosis bolus Infus kontinyu


<35 <1.2 80 IU/kgBB 4 IU/kgBB/jam
35-45 1.2-1.5 40 IU/kgBB 2 IU/kgBB/jam

45-70 1.5-2.3 - -

71-90 2.3-3.0 - 2 IU/kgBB/jam

Stop infus selama 1 jam


>90 >3 -
kemudian 3 IU/kgBB/jam

230
(Marino PL 82, 86, 97

Obat-Obat Suportif Di ICU


Dobutamine
- Drug of choice untuk mengatasi severe systolic heart failure.
- Merupakan effective short acting agent untuk mengatasi post operative
low cardiac output syndrome.
- Menstimulir beta receptors tanpa pengaruhi alpha receptors.
Beta 1 :
- meningkatkan kontraktilitas myocard dan heart rate.
Beta 2 :
- menyebabkan vasodilatasi arteriole dan venulae serta dilatasi
bronchus SVR ( systemic BP ) turun, PVR turun dan
bronchodilatasi.
- Merupakan good first choice untuk mengatasi mild to moderate low
cardiac output pada dewasa, karena meningkatkan cardiac output
tanpa meningkatkan oxygen consumption, sehingga dapat membantu
aliran darah ke myocardium.
- Indikasi : CO BP SVR
- Kontra indikasi : heart failure karena diastolic dysfunction, dan
hypertrophic cardiomyopathy.
- Dosis : 2 20 g/kg/min.

Nor Epinephrine
- Nama dagang Levophed dan Vascon.
- Menstimulir beta 1 dan alpha receptors.
- Beta 1 :
- meningkatkan kontraktilitas myocardium dan heart rate.
- Alpha :
- vasokonstriksi arteriole dan venulae SVR (systemic BP)
meningkat, PVR ( pulmonary artery pressure ) meningkat,
peningkatan coronary blood flow ( karena coronary vascular beds
mempunyai sedikit alpha receptor dan unopposed effect
on coronary beta2 receptors ).

231
- Indikasi : CO BP SVR
- Dosis : 0,01 0,20 g/kg/min. Start : 0,05 g/kg/min.

Epinephrine
- Dosis kecil : < 0,02 g/kg/min.
- Menstimulir beta 1 di jantung dan beta 2 pada otot polos pembuluh
darah Skeletal muscles ( vasodilatasi ).
- Cardiac index dan heart rate meningkat, tetapi systemic resistance
sering menurun. Pada dosis kecil terjadi shunted away from the
kidneys and Mesentery.
- Dosis besar : menstimulir beta 1 dan alpha receptors.
- Beta 1 : meningkatkan kontraktilitas myocardium, heart
rate, cardiac index dan Myocardial oxygen consumption.
- Alpha : menyebabkan vasokonstriksi arteriole dan venulae
SVR ( systemic BP ) meningkat dan PVR (pulmonary artery
pressure ) meningkat.
- Indikasi : CO BP SVR
- Dosis : 0,01 0,20 g/kg/min.
- Mengatasi bronchospasme pada dewasa = 0,25 0,50 mcg/min.

Digitalis
- Bekerja dengan cara memperlambat SA node dan menghambat AV
node.
- Merupakan slight inotropic effect and peripheral vasodilator.
- Sering digunakan untuk mengatasi congestive heart failure dan atrial
arrhythmias (atrial fibrillation / atrial flutter )
- Banyak digunakan pada infant, sebagai early threating low output
state. Berinteraksi dengan : amiodaron, verapamil, quinidine,
calcium chloride, diuretic, ibuprofen dan succinylcholine.
- Dosis : 0,5 mg; kemudian 0,25 mg i.v setiap 4 6 jam.

EDEMA PARU
Definisi :
- Edema paru merupakan akulmulasi cairan pada di ruang udara dan
parenkhim paru.
- Akibat :
Perukaran gas terganggu
Kegagalan pernafasan
- Sebab :
Kegagalan pompa ventrikel kiri jantung , kelaininan katup mitral,
aorta (kardiogenik)

232
Cedera pada paru dan parenhkin paru atau pembuluh darah paru
atau overhidrasi . (non kardiogenik)
- Prinsip pengobatan :
Meningkatkan fungsi pernafasan
Mengobati penyebab yang mendasari
Menghindari kerusakan lebih lanjut ke paru-paru.
- Komplikasi :
Gagal nafas
Iskemia cardiac akibat hipoksia
Kematian
Edema paru, terutama dalam pengaturan akut, dapat
menyebabkan kegagalan pernapasan , serangan jantung
akibat hipoksia dan kematian.
- Gejala :
Kesulitan bernafas, kadang disertai batuk darah (dahak berbusa)
Keringat berlebihan, cemas, pucat, sesak ortopneu dan tambah
berat malam hari
Perhatikan tanda-tanda umum gagal jantung ventrikel kiri (edema
kaki, JVP meningkat, hepatomegali, suara akhir nafas /crackles,
bunyi jantung ketiga.
- X foto thorax
o Cairan dinding alveolar,
(karley B baris), butterfly
patern, corakan vasculer
meningkat, effusi pleura
- Echokardiografi, EKG

(X-Ray menunjukkan edema paru)


- Laboratorium
o Darah lengkap
o BGA : awal penurunan PaO2 dan PaCO2 kemudian peningkatan
PaCO2. (PaO2 < 50 dan PaCO2 > 50 mmHG indikasi ventilasi
mekanik)
o Proteinuria
- Terapi
o Oksigenasi dengan masker, bila sudah ada indikasi ventilasi mekanik,
intubasi.
- Bisa dengan Non Invasive ventilasi dan invasive
- PEEP tinggi
o Terapi sesuai dengan penyebab
o Posisi setengah duduk 30
o Menurunkan Preload.

233
- Tujuan mengurang penekanan pada jantung dan paru sehingga
tidak terjadi dorongan perpindahan cairan (tekanan hidrostatik
yang besar).
- Misalnya dengan :
Nitrogliesrin 0,4 mg /jam
Diuretika : furosemide 40-100 mg iv bolus (dilatasi vena
dan diuresis)
Plebotomi atau plasma paresis
o Morfin : 2-5 mg IV bolus atau 2 mg/jam syringe pump.
o Aminophylin untuk mengurangi bronkospasme dan meningkatkan
aliran darah ginjal.
o Digoxin 0,25 mg bila ada atrial fibrilasi
o Menurunkan afterload sehingga cardiac output meningkat :
nitroprusside (Nitropress), enalapril (Vasotec) dan captopril
(Capoten).
o Bila faktor non kardiogenik, pertimbangkan pemberian NSAID.
o Obat tekanan darah. Jika Anda memiliki tekanan darah tinggi ketika
Anda mengembangkan edema paru, Anda akan diberi obat untuk
mengontrolnya. Di sisi lain, jika tekanan darah Anda terlalu rendah,
Anda mungkin akan diberikan obat untuk meningkatkannya.

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


(Manual of Intensive Care Medicine, 4th Edition)
Definisi : merupakan stndroma gagal nafas akut dalam 24-48 jam pertama,
yang disebabkan karena kerusakan paru atau inflamasi ditandai dengan
peningkatan permeabilitas kapiler paru, edema paru, hipoksemia refraktori
karena shunt kanan ke kiri.
- ARDS ditandai :
Akut onset, Bilateral infiltrat pada rontgen dada
Tekanan arteri pulmonalis baji <18 mmHg (diperoleh
dengan kateterisasi arteri pulmonalis ), jika informasi ini tersedia,
jika tidak tersedia, maka kekurangan bukti klinis sudah cukup
kegagalan ventrikel kiri
Pa O 2 : Fi O 2 <300 mmHg (40 kPa) acute lung injury (ALI)
jika Pa O 2: Fi O 2 <200 mmHg (26,7 kPa) ARDS
- Penyebab
Sepsis, trauma, aspirasi asam lambung, overhidrasi, syok,
tenggelam, transfusi ganda, iritasi alveoli.
- Terapi
Atasi faktror penyebab.
Ventilasi mekanik
- Ventilasi tekanan noninvasif positif memburuk lebih lanjut,
ventilasi mekanik invasif.
234
o Tidal volume < 6 ml/kgbb
o PEEP tinggi (14-16 mmHg)
o FiO2 rendah untuk mencegah keracunan oksigen
Posisi pasien : dikatakan supinasi, tetapi posisi ekstrem dengan
tengkurap lebih baik
Cairan : pembatasan cairan dan diuresis, hati-hati ini adalah proses
akut bila terjadi pembatasan cairan dan diuresis maka akan terjadi
kegagalan diffusi karena terjadinya kolaps arterei shingga A-a DO2
maikn tinggi.
Kortikosteroid
Surfaktan eksogen
VENTILATOR BUNDLE
Definisi
Tindakan yang dilakukan pada pasien dengan menggunakan ventilator
mekanik untuk mencegah terjadinya ventilator aquired pneumonia (VAP).
Komponen :
Elevasi kepala 30 - 40 mengurangi aspirasi dan perbaiki
ventilasi
Sedasi
DVT profilaksis (kecuali kontraindikasi)
Stres ulcer (ranitidine)
Bronkholitik

MECHANICAL VENTILATOR

Tujuan Bantuan nafas dengan Ventilator:


Mengurangi kerja pernafasan.
Memperbaiki ventilasi alveolar.
Memberikan oksigenasi adekuat.

Untuk mengatasi kondisi :


Hypoxemic Respiratory Failure [CHF and ARDS]
Hypercapnic Respiratory Failure [Acute exacerbations of COPD, drug
overdose, neuromuscular disease]
Airway Protection maintain normal breathing capacity [seizure,
altered mental status, anesthesia]

Indikasi Bantuan nafas dengan Ventilator:


a. Gangguan Ventilasi
Gangguan fungsi otot pernafasan (kelelahan, gangguan dinding
dada).
Penyakit Neuromuskuler.

235
Ventilatory drive menurun.
Obstruksi atau airway resistence meningkat.
b. Gangguan Oksigenasi
Hypoxemia berulang.
Perlu pemberian PEEP.
Kerja pernafasan berat.
c. Indikasi lain
Mencegah atelectase.
Menurunkan TIK ( ICP ).
Menurunkan kebutuhan oksigen ( systemic atau myocardial ).
Penggunaan muscle relaxant dan sedasi

Terminology berupa parameter yang digunakan untuk mode ventilasi


Independen variabel : parameter yang disetting oleh dokter
Dependent variabel : parameter pengukuran dari mesin
Istilah yang ada : TV (tidal volume), MV (menit volume), RR/f
(frequency respirasi), PAW (peak airway pressure)

Plateu pressure (Tekanan yang diperlukan untuk menggelembungkan


paru-paru, terjadi saat akhir inspirasi berhenti sebentar (cmH2O)
Peak inspirasi flow (Aliran tertinggi yang digunakan untuk
menyampaikan VT kepada pasien selama fase inspirasi) (liter / menit)
Inspirasi time (waktu yang dibutuhkan(detik) untuk mencapai tidal
volume)

236
PEEP/ Positive end-expiratory pressure (Jumlah tekanan positif yang
dipertahankan pada akhir ekspirasi (cmH2O))
FiO2 (Konsentrasi O2 dalam gas terinspirasi, biasanya antara 0,21 (udara
ruangan) dan 1,0 (100%)

Mechanism of Ventilatory Support


Pertama ditentukan apakah pasien memerlukan
a. Total suport dari MV (mecahnical ventilator) apneu
CMV/IPPV/control ventilation atau
b. Sebagian (AMV/Assisted MV) masih ada nafas tidak adekuat
(SIMV/BIPAP/PS)
Jenis ini paling banyak dipergunakan, ada 4 type :
a. Volume Cycle
Aliran gas inspirasi dari ventilator akan berhenti bila volume
yang telah ditetapkan tercapai ( tidal volume tetap ).
b. Pressure Cycle
Aliran gas inspirasi dari ventilator akan berhenti bila tekanan
yang ditetapkan telah tercapai (peak inspiratory pressure
tetap).
c. Time Cycle
Aliran gas inspirasi dari ventilator akan berhenti bila waktu
yang ditetapkan telah tercapai ( inspiratory time tetap ).
d. Flow Cycle
Aliran gas inspirasi dari ventilator akan berhenti bila flow
yang ditetapkan telah tercapai ( flow rate tetap ).
Permulaan nafas dengan mekanisme fase trigger :
a. Pernafasan dimulai oleh seting waktu di mesin oleh dokter;
b. Usaha nafas pasien dengaan menarik nafas (seperti menarik mesin)
memberikan tekanan negatif, mesin akan membantu pernafasan
manakala tekanan ini turun melebihi ambang batas tekanan negatif
yang disetting dalam mesin (sensitivitas tekanan) trigger
pressure (semakin kuat nafas pasien, akan semakin kuat
memberikan tekanan negatif, sehingga trigger semakin negatif
semakin tidak sensitif. Untuk memulai weaning ventilator kita
seharusnya memberikan setting triger jangan terlalu negatif atau
semakin positif
c. Pasien akan bernafas membuat aliran udara disirkuit mengalir,
(menit volume) mesin akan membantu nafas manakala aliran ini
melebihi ambang aliran yang ditetapkan, sehingga semakin tinggi
trigger semakin tidak sensitif pasien Flow trigger, untuk
memulai weaning ventilator setting flow trigger jangan terlalu
rendah, karena ventilator akan sering bekerja dan membuat pasien
sulit weaning.
Mode pada ventilator mekanik
237
a. Controlled Mechanical Ventilation
- Pernafasan pasien diatur sepenuhnya oleh ventilator,
tergantung frekuensi yang ditetapkan.
- Digunakan pada pasien yang tidak dapat bernafas spontan dan
diberikan Trigger of sensitivity = - 20 cmH2O, sehingga pasien
tidak dapat membuka katup inspirasi pada ventilator.
- Pada umumnya diberi muscle relaxant dan sedasi.
b. Assist Controle Ventilation
- Bantuan nafas diberikan atas dasar pacuan nafas pasien.
- Trigger of sensitivity = - 2 cmH2O.
c. Intermittent Mandatory Ventilation.
- IMV merupakan campuran antara nafas spontan pasien dan
kontrol ventilator.
- Ventilator memberikan bantuan inspirasi sesuai dengan
frekuensi yang ditetapkan pada selang waktu tertentu, diluar itu
pasien masih dapat bernafas sendiri, sehingga dapat terjadi
tabrakkan antara pernafasan pasien dan pernafasan dari
ventilator.
- Trigger of sensitivity = - 2 cmH2O.
- Frekuensi nafas ventilator harus lebih rendah dari frekuensi
nafas spontan pasien.
d. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation.
- SIMV berbeda dari IMV karena pernafasan wajib
disinkronkan.
- Ventilator memberikan bantuan inspirasi sesuai dengan
frekuensi nafas yang ditetapkan, tetapi bantuan inspirasi jatuh
tepat pada saat pasien memulai usaha nafas spontan.
- SIMV frequency dimulai dari 10 x/min, respiratory rate pasien
sesuai kemampuan (mis: 20 x/min). Trigger of sensitivity = - 2
cmH2O.
e. SIMV + Pressure Support.
- Ventilator bekerja untuk SIMV dengan volume cycle
sedangkan untuk PS dengan pressure cycle.
- Di mulai dengan PS = 15 cmH2O (pressure limit = 15 cmH2O).
- SIMV disini sebagai back up, bila dengan PS terjadi apnea.
f. Continuous Positive Airway Pressure.
- Pasien bernafas spontan, tetapi ventilator memberikan bantuan
tekanan positive yang kontinyu sepanjang siklus respirasi.
Tekanan positive yang diberikan antara 2 7 cmH2O, tekanan
yang terlalu tinggi akan mengganggu venous return. CPAP
dapat meningkatkan FRC dan memperbaiki oksigenasi.
Positive End Expiratory Pressure. (PEEP)
a. Ventilator memberikan tekanan positive pada akhir ekspirasi.
b. PEEP fisiologis:
Pediatrik = 2 3 cm H2O

238
Dewasa = 3 5 cm H2O.
c. Pada umumnya PEEP dinaikkan antara 5 15 cmH2O, untuk
memperbaiki oksigenasi.
d. Pemberian PEEP.
Pemberian PEEP awal sebesar 5 cm H2O dan dititrasi secara
bertahap 2-3 cm H2O.
Pengaruh pemberian PEEP tidak akan terlihat dalam waktu
beberapa jam.
Monitor blood pressure, heart rate dan PaO2 selama
pemberian PEEP secara titrasi dan pada interval waktu
tertentu selama terapi pemberian PEEP.
e. Efek samping penggunaan PEEP:
Barotrauma.
Hipotensi dan penurunan cardiac output (penambahan tekanan
intra thorakal)
Peningkatan PaCO2.
Oksigenasi memburuk
Inspiratory Pause.
a. Selesai phase inspirasi, ventilator dapat menahan aliran gas di dalam
paru-paru selama beberapa
b. Inilah saat untuk difusi oksigen dari alveoli kedalam kapiler.
Inspiratory Time dan I : E ratio.
a. Inspiratory time adalah waktu yang dibutuhkan oleh aliran gas dari
ventilator untuk masuk kedalam paru-paru.
b. Expiratory time adalah waktu yang diperlukan oleh aliran gas untuk
keluar dari paru-paru, yang dimulai pada akhir inspirasi sampai
inspirasi berikutnya.
c. Waktu inspirasi lebih pendek dari waktu ekspirasi ( I : E ratio = 1: 2
), bila sebaliknya disebut I : E ratio terbalik. Bila I : E ratio terbalik
terlalu besar akan terjadi : retensi CO2, venous return terganggu,
barotrauma.
d. Inspiratory time normal = 0,3 1,5 detik, dengan rata-rata = 0,75
detik.
e. Siklus respirasi terdiri dari : inspiratory time + inspiratory pause +
expiratory time I : E ratio = ( Ti + Tp ) : Te.
f. Hyperkapneu : panajngkan I : E ratio 1 : 3 atau meningkat,
dengan evaluasi pCO2 atau bisa juga dilakukan dengan
hyperventilasi (menaikkan TV atau RR).
Peak Inspiratory Pressure.
a. Nilai normal:
Pediatrik = 12 18 cmH2O
Dewasa = 25 35 cmH2O.

Respiratory Rate.
Usia:
- < 2 tahun = 20 25 breaths/min.
239
- 2 10 tahun = 15 20 breaths/min.
- > 10 tahun = 10 15 breaths/min.

Minute Volume and Tidal Volume.


a. Minute Volume = TV x RR.
b. Tidal Volume :
- Pediatrik = 7 8 ml/kg
- Dewasa = 9 10 ml/kg.
c. Dead space volume = 2 ml/kg.
d. Compressible Volume adalah volume gas dari ventilator yang berada
pada pipa penyalur, yang tidak ikut dalam pertukaran gas. Besarnya
1 2 ml/cm H2O pada pediatric dan 2 4 ml/cmH2O pada dewasa
(pertekanan tekanan gas inspirasi).
Flow Rate.
a. Batas aliran gas terendah adalah 2 kali minute ventilation. Sebagian
besar ventilator bayi dapat bekerja dengan flow rate gasses 4 10
L/min. Maka pada flow cycle diberikan flow = 2 3 L/kg

Syarat Weaning dari Ventilator :
a. Sadar.
b. Hemodynamic stabil.
c. Penyebab respiratory failure telah teratasi.
d. FiO2 < 50 %.
e. Gangguan lain telah teratasi : elektrolit, asam-basa, perdarahan.
f. Sebagai bahan evaluasi monitoring perlu data BGA pre perubahan
mode ke mode berikut
g. Memerlukan evaluasi WOB (Work of brathing) tetap atau
meningkat.
Heart rate
Nadi
Tekanan darah
Status mental (cemas, gelisah, dll)
Keringat di kulit
Urutan Weaning Ventilator :
Controlled/assist controle SIMV + PS/PS CPAP extubation
O2 dengan masker.

Komplikasi Penggunaan Ventilator :


a. Pulmonal : barotraumas ( pneumothorax, pneumopericardial,
pneumomediastinal, emphysema subcutis ), atelectase, nosocomial
pneumonia.
b. Sirkulasi : hypotension, venous return turun, cardiac output turun.
c. Renal : diuresis kurang, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
d. Serebral: perubahan TIK, ischemic cerebri.

240
e. Lain-lain : komplikasi intubasi.
Diagnosis Selama menggunakan Machine Ventilaor
Volume Tidal
a. Mode Volume (VAC, IMV), VT 6 - 8 ml / kg BB ideal, ARDS: 6 ml
/ kg, Penurunan VT:
Kebocoran di sirkuit ventilator (manset, tabung)
Pasien dengan tabung dada/WSD kebocoran paru-paru,
sebagian VT hilang melalui tabung dada
b. Mode pressure (PAC, PSV) penurunan VT:
Peningkatan resistensi saluran napas
Penurunan komplians paru
Bronkospasme, lendir, barotrauma, edema paru
Migrasi dari ETT ke dalam bronkus kanan

Respiratory Rate
a. Hypoxemic Respirasi Failure RR tinggi (20-25 x / menit),
hiperkapnia RF RR rendah (8-15 x / menit), asidosis metabolik
RR tinggi dan VE untuk mengkompensasi
b. Tachypnea:
Pengaturan ventilator tidak pas
Kegelisahan
Memburuknya kondisi pernapasan (pneumonia, sepsis, ali,
demam)
Pengembangan PEEP intrinsik (auo PEEP)
c. Bradipneu
hilangnya dorongan pernapasan (sedasi mendalam,
pengembangan acara neurologis akut) back up pernafasan
memastikan VE / menit volume cukup.
Oksigenasi
a. Intubasi karena hypoxemia repirasi failure awalnya FiO2 1,0
(100%) disesuaikan PaO2 60, O2 saturasi 90
b. PaO2 menurun penyebab akut V / Q mismatch atau Shunt
Meningkatkan fio2 kecuali shunt besar
Meningkatkan PEEP (ARDS)
Inspiratory flow rate
a. Dalam mode volume (VAC, IMV) set 40 - 90 L / min
b. Jika pasien membutuhkan aliran tinggi inspirasi 90 - 120 L /
menit nyaman, RR , PEEP intrinsik
c. Inspiratory flow rate Paw high pressure alarm tidak
nyaman switch pressure modes (PAC, PSV), mode pressure
memberikan jauh lebih tinggi aliran inspirasi awal dari pada mode
volume sementara membatasi tekanan udara
Paw dan Pplat
a. Dalam mode volume, peningkatan Paw = tahanan saluran napas
meningkat, menurun komplians
241
b. Ukur Pplat menggunakan fungsi jeda inspirasi pada akhir
inspirasi :
Jika resistensi saluran napas meningkat adalah akibat dari Paw
meningkat (bronkospasme, lendir memasukkan) tidak
berubah Pplat
Jika kepatuhan saluran napas menurun adalah penyebab
(pneumotoraks, edema paru) Pplat
c. Dalam mode pressure, pressure dibatasi perubahan tahanani
saluran napas atau komplians yang tidak terkait dengan perubahan
tekanan udara
Trigger sensitivitas
a. Pressure triger - 0,5 cm ke -1.5 H2O
b. Flow tiger 1 sampai 3 L / menit
c. Jika pemicu terlalu sensitif RR >>, Jika pemicu tidak sensitif
WOB

KEJADIAN IKUTAN PASCA OPERASI

- Stres pasien, terjadi peningkatan hormon kortisol dan penurunan


insulin, peningkatan glukagon sehingga akan terjadi peningkatan gula
darah. (pertahankan GDS < 150 g/dl, van den berg 110)
- Sekresi Antidiuretik hormone meningkat sehingga akan terjadi produksi
urine yang menurun
- Resistensi insulin atau penurunan produksi
- Stres ulcer dan peningkatan asam lambung, sehingga profilaksis
perdarahan gastro intestinal diperlukan bisa diberikan ranitidine,
omeperazole, antasid, sukralfat.
- Hormon katekolamin meningkat

PENGELOLAAN NUTRISI DI ICU


(by. dr Ery leksana, SpAn.KIC)
Nutrisi Parenteral
- Adalah nutrisi yang diberikan secara intravena.
- Diberikan melalui vena:
Vena sentral > osmolalitas 900 mOsm/Kg H2O
Vena perifer Osmolalitas < 700 mOsm/kg H2O, maksimal 900
mOsm/Kg H2O.
Ada 2 kategori pemberian nutrisi parenteral: Total atau Parsial

Indikasi
- Gastrointestinal tract tidak berfungsi

242
- Gastrointestinal tract tidak mungkin untuk dipergunakan
- Intestinal rest diperlukan

Kontraindikasi
- Absorbsi baik dan dapat menerima makanan dengan adekuat baik
peroral, gastric tube maupun enteral tube
- Hemodinamik tidak stabil
- Pasca bedah dalam ebb phase
- Gagal nafas
- Terminal stage, brain death karena alasan biaya

Pra Bedah
- Puasa : penurunan kalori dan protein
- Kalori dalam tubuh:1600 k.cal ~ 400 gr KH
- Kehilangan selama puasa:
Air 60 ml
Na+ 1,8 mEq
K+ 2,4 mEq
Protein 6,4 gr
KH 2,6 gr
Lemak 5,6 gr
Intra Bedah
- Diberikan cairan perinfus:
Cairan pengganti puasa 2 ml/kg/jam
Cairan pemeliharaan 2 ml/kg/jam
Stres operasi:
Dewasa Anak
Operasi kecil 4 ml/kg/jam 2 ml/kg/jam
Operasi sedang 6 ml/kg/jam 4 ml/kg/jam
Operasi besar 8 ml/kg/jam 6 ml/kg/jam
- Perdarahan:
Transfusi dilakukan:
- Dewasa dan anak perdarahan > 15 % EBV
- Bayi perdarahan > 10 % EBV
- Bila diganti koloid sama dengan jumlah perdarahan
- Kristaloid 3 x jumlah perdarahan
Pasca Bedah
- Bila gizi awal normal nutrisi dapat diberikan mulai hari ke 3.
- Pada gizi buruk, DM, gagal ginjal, gagal hati diberikan setelah 24 jam.
- Tidak boleh diberikan sebelum 24 jam, karena masih dalam ebb phase,
dimana terjadi peningkatan stres hormon, resisten terhadap insulin dan
kadar gula meningkat.

Penatalaksanaan
- Larutan Dextrose ( 1 5 hari ):

243
Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal).
Tingkatkan Dextrose secara bertahap dan periksa gula darah.
Hari II-III : RD 5% 1000 ml + D 10% 1500 ml (800 k.cal)
Hari IV : RD 5% 1000 ml + D 20% 1000 ml (1000k.cal)
Dextrose 20% dapat diganti: fructose-glucose-xylitol.
- Larutan Dextrose dan asam amino (melalui vena perifer).
Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal)
Hari II-III : D 10% 1500 ml + KH 1000 ml + AA 2,5% (900 k.cal
+ 25 g AA)
Hari IV : D 20% 1000 ml + KH 1000 ml + AA 2,5% (1100
k.cal + 25 g AA)
- Larutan Dextrose dan asam amino (melalui vena sentral)
Hari I : RD 5% 1000 ml + D 5% 1500 ml (500 k.cal)
Hari II-III : D 10% 1500 ml + KH 10% 1000 ml + AA 2,5%
(1000 k.cal + 50 g AA)
Hari IV : D 20% 1000 ml + KH 10% 1000 ml + AA 2,5%
(1200 k.cal + 50 g AA)
- Kebutuhan zat nutrisi makro.
Cairan 30 35 ml/kg/hari
Kenaikan suhu 1 C ditambah 12% dari total cairan.
Diperlukan modifikasi pada kelainan jantung, ginjal dan hati.
Protein/nitrogen 1 2 g/kg/hari
Kalori 30 35 k.cal/kg/hari
Glukosa 30-70% dari total kalori dan lemak 15-30%
Lemak 1 2 g/kg/hari
- Kebutuhan zat nutrisi mikro.
Berupa vitamin, elektrolit, mineral dan trace element.
Na + 1,5 m.mol
K+ 6 m.mol/g nitrogen
Mg ++ 1 m.mol/g nitrogen
Ca ++ 0,11 m.mol
PO4 2- 0,50 0,75 m.mol
- Monitor pasien dengan nutrisi parenteral
Metabolik Menilai:
Glukosa Berat-badan
Keseimbangan cairan dan elektrolit Nitrogen balance
Fungsi ginjal dan hati Plasma protein
Tryglyceride dan cholesterol Creatinine/height index
- Komplikasi nutrisi parenteral
Metabolik:
Hiperglikemia atau hipoglikemia
Gangguan keseimbangan elektrolit
Prerenal azotemia
Keseimbangan asam-basa abnormal
Refeeding syndrome-measure P, Mg, K, and glucose

244
Gastrointestinal:
Gangguan fungsi hati
Komplikasi dapat dikurangi dengan cara
memberikan makanan dalam jumlah kecil lewat enteral,
bila memungkinkan.
Over feeding:
Pemberian lebih dari 35 k.cal akan berakibat: hepatic
steatosis, hyperglycemia,
prerenal azotemia, hypertriglyceridemia, increased CO2
production,respiratory distress syndrome
Parenteral nutrition lebih menguntungkan pada critically ill
patients,karena:
Memperbaiki metabolik
Memperbaiki elektrolit
Memperbaiki manajemen mikro nutrient
Manipulasi asam-basa dengan baik
Kemampuan mensuplai obat (insulin,heparin)
Menjamin suplai nutrient
Penggunaan parenteral nutrition dapat menyebabkan:
- Mucosal atrophy of the Bowel
- Bacterial translocation
- Volume restricted patients, nutrition support
hanya 1L larutan

- Dasar perhitungan
Body Mass Index
BMI = Berat Badan (kg)/Tinggi Badan (m2)
- Normal = 20 25 kg/m2
Berat badan Ideal
Dipertimbangkan sesuai BMI: 20 25 kg/m2
- BB normal: TB 100
- BB Ideal: BB Normal 10 %

- Cara cepat untuk menentukan kebutuhan energi:


Kebutuhan energi sekitar 25 30 kcal/kg
( Rule of Thumb ),belum termasuk injury factor
Pada truma dan sepsis yang mengalami katabolisme, kebutuhan
kalori:25 k.cal/kg/day
Nutrisi parenteral parsial, dapat diberikan 24 jam setelah krisis
atau kegawatan teratasi
Pada Ebb phase hanya diberikan cairan elektrolit dan kalori

- Pasien dengan Ventilator


Diberikan nutrisi parenteral
Nutrisi parenteral diberikan setelah melewati Ebb phase

245
Kebutuhan cairan : (35+IWL) ml/kg/24jam = (35+15) ml/kg/
24jam
Rata-rata 2500 kkal/kg/24jam
Kebutuhan kalori : 20-25 kkal/kg/24jam
Pasien tanpa ventilator diberikan 25-30kkal/kg/24jam, tidak
boleh lebih besar dari 35 kkal/kg/24jam agar tidak terjadi
overfeeding.
Hari ke-0 pasca operasi hanya diberikan cairan elektrolit dan
kalori,berupa: RD5% 1000ml + D5% 1500ml (500 kkal)

- Formula makronutrien nutrisi parenteral


Ada 2 golongan:
Katabolik :
- trauma dan stress ( operasi, anestesi, infeksi,
sepsis, luka bakar)
Spesifik
Normal Katabolik Spesifik
Karbohidrat 60% 45% 55%
Lemak 25% 30% 25%
Protein 15% 25% 20%
- Cairan:
o Semua cairan yang masuk (injeksi IV) diperhitungkan
o Kekurangan cairan diberikan sterilized water

Kasus nutrisi abdomen akutum


Seorang laki-laki umur 50 th, BB=60 kg,pasca laparotomi karena peritonitis.
Bagaimana terapi nutrisi pada hari pertama ,kedua ,keempat pasca operasi?
Jawab:
o Hari I: RD5% 1000ml+D5% 1500ml(500k.cal)
( 50 g =200 k.cal) + (75g =300 k.cal)
- Melalui NGT diberikan D5% : 50ml/4 jam
o Berarti dalam 24 jam : 300 ml( 5 g x 3 = 15 g = 60 k.cal)
- Tutofusin ops (200k.cal /L)
- Sisa kalori diberikan Triofusin 12,5% :
o (300 60 = 240 k.cal = 60 g)
- Triofusin12,5 % : 60g/12,5 % = 480ml
- Kekurangan cairan: 2500 (300 + 1000 + 480 ) = 720 ml
Jadi hari I diberikan :
- Tutofusin ops 1000 ml+ Triofusin 480 ml + D5% 300 ml ( NGT )

246
- Kekurangan cairan diperhitungkan obat IV yang masuk dan bila masih
kurangdiberikan pula sterilized water

o Hari II : D10% 1500ml + KH 1000ml + AA 2,5%


( 900 k.cal + 25 g AA )
(150g=600k.cal)+(300k.cal=75g)+ AA 2,5%
- NGT: D5% 50 ml/4jam= 300 ml(15g=60 k.cal)
- Triofusin 12,5%:( 600-60=540k.cal=135g)
135g/12,5%=1080 ml
- Kalbamin 10% : 2,5%/10%x 1000 ml= 250 ml

Jadi hari ke II diberikan :


- Triofusin 1080 ml + Kalbamin 250 ml + D5% 300 ( NGT )
- Kekurangan cairan 870 ml,diperhitungkan obat yang masuk IV,bila
masih kurang diberikan strerilized water.
o Hari ke IV ( termasuk katabolik )
- Karbohidrat 45%
- Lemak 30%
- Protein 25%
- Kebutuhan cairan : (35+15)x60=3000 ml
- Kebutuhan kalori : 30x 60= 1800 k.cal
o NGT:D5% 50 ml/4 jam=300 ml (15g=60 k.cal)/24 jam
- Karbohidrat: 45% x 1800 k.cal= 810 k.cal
o NGT (60 k.cal)
- KH=810-60=750 k.cal=187,5g
o triofusin 12,5%:187,5/12,5%=1500 ml
- Lemak: 30% x 1800 k.cal = 540 k.cal=60 g
o Ivelip 20%:60g/20%=300 ml
- Protein: 25% X 1800 k.cal =450 k.cal=112,5g
o Kalbamin 20%:112,5g/20%=562,5 ml
Jadi hari ke IV diberikan :
- Triofusin 1500 ml+Ivelip 300 ml+ Kalbamin 562,5 ml+ D5% 300 ml
( NGT )
- Kekurangan cairan diperhitungkan cairan obat yang masuk lewat IV
dan Sterilized Water

HEMOSTASIS DAN KOAGULASI DARAH

Pemahaman hemostasis dan koagulasi berbeda, hemostasis menandakan


bagaimana perdarahan berhenti, tetapi koagulasi adalah bagaimana
pembentukan fibrin terjadi. Pada perlukaan pembuluh darah besar mungkin
hemostasis terganggu tetapi proses koagulasi mungkin normal, tetapi

247
sebaliknya proses koagulasi terganggu, tetapi hemostasis normal manakala
ligasi perdarahan bagus.
Kerusakan jaringan akan mengaktivasi endothelial di dalam pembuluh
darah untuk menjaga hemostasis (menghentikan perdarahan), bila terjadi
kerusakan endhotel, maka yang terjadi akan mengaktivasi sistem bekuan
fibrin, sehingga dalam proses menjaga hemostasis adalah dengan : hemostasis
primer, koagulasi dan fibrinolisis
a. Hemostasis primer
Pada tahap awal perlukaan akan timbul vasokonstriksi sebagai
kompensasi sakit dengan konstraksi otot polos, proses ini akan didikuti
dengan perlekatan platelet/trombosit pada subendhotel (dipengaruhi faktor
VIII: vWF) proses ini akan diikuti pelepasan ADP, tromboksan A2 dan
serotonin oleh trombosit, hal ini juga memperkuat vasokonstriksi. Proses
berlanjut dengan agregrasi trombosit (perlekatan) dan adhesi. Proses ini
dapat dihambat oleh aspirin/antiplatelet.

b. Mekanisme Koagulasi
Hemosteasi primer berlangsung singkat dan akan berlanjut dengan proses
koagulasi (pembekuan darah), hal ini diaktivasi dengan pembentukan
fibrin sebagai hasil akhir, untuk memperkuat agreasi trombosit.
Dalam garis besarnya urutan proses pembekuan darah adalah
1. aktivasi tromboplastin.
2. pembentukan trombin dari protrombin.
3. pembentukan fibrin dari fibrinogen.
Tromboplastin merupakan plasma protein yang berfungsi untuk memulai
koagulasi yang ada di intrasel.
Perubahan protombin menjadi trombin diaktivasi oleh protombin
aktivator, sedangkan trombin sendiri bekerja untuk mengubah fibrinogen
menjadi fibrin dengan menjaring platelet, sel darah dan plasma untuk
membentuk bekuan darah. Setelah hemostasis teratasi dan pembentukan
jaringan dan jaringan lukanya telah kuat, fibrin yang terbentuk akan
berinteraksi dengan plasminogen utnuk mengawali proses fibrinolitik
pada bekuan darah. Hasil pemecahan fibrin ini yang berbahaya bila
banyak beredar didalam darah bisa menyebabkan terjadinya trombus.
Proses koagulasi dapat terjadi secara instrinsik (didalam darah) dan
ekstrinsik (diluar darah). Tujuan sistem koagulasi adalah menghasilkan
trombin yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang tidak laru
dan memperkuat agreasi trombosit. Fibrin adalah produk akhir koagulasi
yang dapat dilihat dan merupakan suatu protein gelatinosa. Fibrin, pada
dasarnya, bekerja sebagai bahan semen untuk menstabilkan sumbat
trombosit primer. Pembentukan trombin dapat melalui jalur koagulasi
intrinsik atau jalur koagulasi ekstrinsik

Jalur koagulasi intrinsik


Jalur intrinsik membutuhkan faktor pembekuan VIII, IX, X, XI, dan XII.
Juga memerlukan protein prekalikrei (PK), high- molecular-weight kininogen
248
(HMWK), ion kalsium dan fospolipid yang disekresi dari trombosit. Semua
jalur itu pada pokoknya untuk mengubah faktor X (inaktif) menjadi Xa
(aktif). Awal terjadinya jalur intrinsik apabila PK, HMWK, faktor XI dan
faktor XII terpajan ke endotel vaskuler yang rusak, jaringan atau permukaan
asing. Aktifasi dari faktor Xa membutuhkan ikatan komplek Ca 2+ , faktor
VIIIa, IXa, dan X dipermukaan trombosit yang teraktifasi. Salah satu respon
dari trombosit teraktifasi adalah dengan adanya phosphatidylserine (PS) dan
phosphatidylinositol (PI) pada permukaannya. Pengeluaran phospholipid
phospholipid ini memungkinkan terbentuknya ikatan komplek yang dapat
dipertahankan.

Jalur koagulasi ekstrinsik


Jalur koagulasi ekstrinsik diawali adanya trauma jaringan yang akan
melepaskan faktor jaringan (faktor III). Faktor jaringan (tromboplastin
jaringan) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan aktivitas berbagai
lipoprotein pembentuk bekuan yang terdapat di semua jaringan. Faktor
jaringan bekerja pada faktor VII , mengubahnya menjadi VIIa , yang secara
langsung mempengaruhi faktor X.
Sistem ekstrinsik tampaknya menjadi jalur alternatif untuk tujuan umum
berupa pengaktifan faktor X, tetapi secara klinis, jalur intrinsik dan ekstrinsik
bukan pengganti satu sama lain.

Jalur bersama.
Baik jalur intrinsik maupun ekstrinsik akan bertemu untuk membentuk
jalur bersama, yang akhirnya mengaktifkan protein plasma protrombin ( II )
menjadi bentuk aktifnya, trombin ( IIa ). Pengaktifan faktor X memicu fase
akhir koagulasi dan dapat diaktifkan oleh jalur intrinsik dan ekstrinsik. Reaksi
faktor Xa dengan protrombin memerlukan ion kalsium dan fosfolipid serta
sangat diperkuat oleh protein plasma yang lain yaitu faktor V. 49,50.
Penderita dengan aPTT memenjang dan PT normal dianggap mempunyai
gangguan pada koagulasi jalur intrinsik. Semua komponen yang digunakan
untuk tes aPTT kecuali kaolin merupakan faktor intrinsik dalam plasma (
Ca2+, fospolipid ). Sedangkan penderita dengan PT yang memanjang dan
aPTT normal mempunyai gangguan pada koagulasi jalur ekstrinsik.
Pemanjangan keduanya, aPTT dan PT diperkirakan kelainannya terletak pada
koagulasi jalur bersama.

249
HK = high molecular weight kininogen.
PK = prekallikrein.
PL = phospholipid.Gambar 4. The clotting cascades
Keadaan ini akan dilawan oleh aspilet (aspirin) yang menghambat proses pelepasan platelet.

c. Pembentukan Bekuan
Dasar pembekuan darah adalah dengan aktivasi fibrinogen menjadi fibrin
oleh trombin
d. Koagulasi
Proses terjadinya pembentukan fibrin.
e. Fibrinolisis
Fibrinolysis adalah suatu proses degaradasi bekuan bekuan fibrin
yang terjadi secara ensimatis. Yang berperan pada fibrinolysis ini adalah
system : perubahan plasminogen menjadi plasmin. berfungsi untuk :
1. Membatasi pembentukan fibrin didaerah luka.
2. Menghancurkan fibrin di dalam sumbat trombosit.
Plasminogen berupa suatu glikoprotein dan suatu proensim yang
dalam keadaan normal berada dalam bentuk inaktif. Adanya berbagai
macam rangsangan, antara lain: trauma, akan menyebabkan terjadi
pelepasan plasminogen activator dari sel endothel pembekuan darah, atau
jaringan tubuh. Plasminogen activator ini akan mengaktifkan plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin yang terbentuk ini akan memecah fibrin
menjadi bahan bahan yang soluble, sehingga sumbat trombosit akan
hancur. Peristiwa ini merupakan hal yang fisiologis. Kelebihan plasmin
akan diinaktivasi kembali oleh alpha2 anti plasmin.
Pada keadaan dimana terjadi peningkatan plasminogen activator
atau defisiensi alpha2 anti plasmin akan timbul perdarahan karena
plasmin yang ada selain menghancurkan fibrin juga akan menghancurkan

250
bahan bahan lain seperti : fiobrinogen, F. V, dan F. VIII, sehingga terjadi
proses fibrinolysis yang patologis.
Catatan : faktor faktor pembentukan darah :
- Faktor I : Fibrinogen
- Faktor II : Protrombin
- Faktor III : Tissue Tromboplastin
- Faktor IV : Calcium
- Faktor V : Proaccelerin = Labile Faktor
- Faktor VII : Proconvertin = Stabile Faktor
- Faktor VIII : Anti Hemophilic Faktor (Hemophili A)
- Faktor IX : Christmas Faktor (Hemophili B)
- Faktor X : Stuart Faktor
- Faktor XI : Plasma Thomboplastin Antecedent (PTA)
- Faktor XII : Contac Faktor = Hageman Faktor
- Faktor XIII : Fibrin Stabilizing Faktor
- Faktor VI : ternyata merupakan bentuk inaktif dari faktor V, sehingga
dikeluarkan dari deretan faktor pembekuan darah.

SINDROMA TUR
(by Satrio Adi W, Ery leksana)

Pembedahan prostat transuretral trans uretral resection prostat (TURP)


Hipertropi Prostat Benigna (BPH). Dalam TURP dilakukan reseksi jaringan
prostat dengan menggunakan kauter dan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa
jaringan dan untuk menjaga visualisasi yang bisa terhalang karena
perdarahan. Karena seringnya tindakan ini dilakuan maka komplikasi
tindakan serta pencegahan komplikasi makin banyak diketahui, misalnya ;
intoksikasi air dan hiponatremi dilusional yang disebut Sindroma TUR
kematian.
Definisi
Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan
kumpulan gejala akibat gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit
yang disebabkan oleh diserapnya cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau
cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi selama operasi.
Faktor resiko

251
Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan TURP mengalami Sindrom
TUR dari berbagai tingkat. Sindrom TUR meningkat bila:
a. Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr
b. Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit
c. Pasien yang mengalami hiponatremi relatif
d. Cairan irigasi 30 liter atau lebih
Karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa
operasi pasti dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit. Tetapi menurut
penelitian ternyata Sindroma TUR dapat terjadi pada operasi yang
berlangsung 30 menit. Sebaliknya risiko Sindrom TUR akan menurun bila:
a. Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik)
b. Tekanan cairan irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin

Gejala-Gejala Sindroma TUR


Sindrom TUR dapat terjadi kapanpun dalam fase perioperatif dan dapat
terjadi beberapa menit setelah pembedahan berlangsung sampai beberapa jam
setelah selesai pembedahan. Penderita dengan anestesi regional menunjukkan
keluhan-keluhan sebagai berikut(3,4):
Pusing
Sakit kepala
Mual
Rasa tertekan di dada dan tenggorokan
Napas pendek
Gelisah
Bingung
Nyeri perut
Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun.
Bila penderita tidak segera di terapi maka penderita menjadi sianotik,
hipotensif dan dapat terjadi cardiac arrest. Beberapa pasien dapat
menunjukkan gejala neurologis. Mula-mula mengalami letargi dan kemudian
tidak sadar, pupil mengalami dilatasi. Dapat terjadi kejang tonik klonik dan
dapat berakhir dengan koma. Bila pasien mengalami anestesi umum, maka
diagnosa dari sindrom TURP menjadi sulit dan sering terlambat. Salah satu
tanda adalah kenaikan dan penurunan tekanan darah yang tidak dapat
diterangkan sebabnya. Perubahan ECG dapat berupa irama nodal, perubahan
segmen ST, munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada
pasien yang mengalami sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena
anestesi dan efekt muscle relaxant dapat terlambat.
Patogenesis
Sejumlah besar cairan dapat diserap selama operasi terutama bila sinus
vena terbuka secara dini atau bila operasi berlangsung lama. Rata-rata
diperkirakan terjadi penyerapan 20cc cairan permenit atau kira-kira 1000-
1200cc pada 1 jam pertama operasi, sepertiga bagian di antaranya diserap
langsung ke dalam sistem vena. Dan hal ini akan menimbulkan hiponatremia
dilusional.

252
Gambar Proses TURP

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya sindroma TUR adalah


circulatory overload, keracunan air, dan hiponatremia.
Circulatory overload
Penyerapan cairan irigasi praktis terjadi pada semua operasi TURP dan
hal ini terjadi melalui jaringan vena pada prostat. Menurut penelitian, dalam 1
jam pertama dari operasi terjadi penyerapan sekitar 1 liter (20 ml/menit)
cairan irigasi yang setara dengan penurunan akut kadar Na sebesar 5-8
mmol/liter.
Circulatory overload, volume darah meningkat, tekanan darah sistolik dan
diastolik menurun dan dapat terjadi payah jantung. Cairan yang diserap akan
menyebabkan pengenceran kadar protein serum, menurunnya tekanan
osmotik darah. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan tekanan darah dan
cairan di dorong dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstitial dan
menyebabkan udema paru dan cerebri. Setiap 100 cc cairan yang masuk ke
dalam cairan interstitial akan membawa 10-15 ml eq Na. Faktor penting yang
berhubungan dengan kecepatan penyerapan cairan adalah tekanan hidrostatik
dalam jaringan prostat. Tekanan ini berhubungan dengan tingginya tekanan
cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kencing selama pembedahan.
Tinggi dari cairan irigasi adalah 60 cm yang dapat memberikan kecepatan 300
cc cairan permenit dengan visualisasi yang baik.

Keracunan air
Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari
keracunan air karena meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi
somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat terjadi kejang-kejang dan koma, dan
posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks babinsky yang postif.
Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan air terjadi bila kadar Na
15-20 meq/liter di bawah kadar norma.

Hiponatremia

253
Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa
mekanisme terjadinya hiponatremia pada pasien TUR adalah:
a. Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar.
b. Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi.
c. Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah
periprostat dan rongga peritoneal.
Gejala hiponatremia adalah gelisah, bingung, inkoheren, koma, dan
kejang-kejang. Bila kadar Na di bawah 120 meq/liter, terjadi hipotensi dan
penurunan kontraktilitas otot jantung. BIla kadar Na di bawah 115 meq/liter,
terjadi bradikardi dan kompleks QRS yang melebar, gelombang ektopik
ventrikuler dan gelombang T yang terbalik. Di bawah 100 meq/liter terjadi
kejang-kejang, koma, gagal napas, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan
cardiac arrest.

Koagulopati
Pada Sindroma TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer
Coagulation (DIC) yang terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang
mengandung tromboplastin dalam jumlah besar ke dalam peredaran darah dan
menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat diketahui dari turunnya
kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation Product (FDP) serta
kadar fibrinogen yang rendah.

Bakteriemia dan Sepsis


Pada 30% penderita yang dilakukan TURP sudah terjadi infeksi sebelum
operasi. Bila sinus vena prostat terbuka sebelum operasi dan dilakukan irigasi
dengan tekanan tinggi maka kuman bisa masuk ke dalam peredaran darah dan
terjadi bakteremia. Pada 6% pasien bakteremia ini menyebabkan sepsis.

Hipotermi
Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi
kandung kencing merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh
dan hal ini ditambah dengan suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi
sering terjadi pada penderita lanjut usia karena gangguan saraf otonomik.

Cairan Irigasi
Untuk operasi TUR dapat dipakai beberapa macam cairan irigasi. Salin
tidak dapat dipakai karena cairan ini merupakan penghantar listrik dan akan
mengganggu proses pemotongan dan kauterisasi. Salin merupakan cairan
irigasi yang ideal karena sifatnya yang isotonik sehingga tidak mengganggu
bila terserap. Cairan lain yang dapat dipakai adalah air steril, glysin 1,2%,
1,5%, atau 2,2%. Cairan lain yang dapat dipakai adalah sorbitol atau manitol
3%.

Terapi
254
Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide
intravenous dan infus normosalin mungkin sudah cukup.
Tindakan ini akan menurunkan kelebihan beban cairan melalui diuresis
dan menjaga kadar Na dalam batas normal.
Pemberian furosemide sebaiknya dimulai selama pasien masih di dalam
kamar operasi kalau terjadi perdarahan yang banyak dan waktu operasi
lebih dari 90 menit atau bila kadar natrium menurun.
Pada kasus hiponatremi berat diberikan infus 3% saline sebanyak 150-
200 cc dalam waktu 1-2 jam. Tindakan ini harus selalu disertai
furosemide intravena, terutama pada pasien dengan risiko terjadinya
payah jantung kongestif.
Pemberian hipertonik saline ini dapat diulangi bila perlu. Selama
pemberian saline hipertonik, kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4
jam untuk mencegah terjadinya hipernatremia.
Pada penderita hiponatremia yang menunjukkan gejala, gejala itu bisa
dihilangkan dengan peningkatan kadar natrium 4-6 meq/liter saja.
Dalam 12-24 jam pertama, hanya setengah dari kekurangan kadar
natrium yang perlu diatasi dengan pemberian saline 3%. Pemberian
saline 3% sebaiknya segera digantikan dengan normal saline. Jangan
meningkatkan kadar natrium lebih dari 20 meq/liter dalam waktu 24
jam. Dianjurkan untuk menaikkan kadar natrium secara perlahan.
Karena pemberian saline 3% hanya dipakai untuk tidak lebih dari
separuh dari penggantian kalium, maka pada pasien dengan
hiponatremia berat hanya memerlukan 300-500cc saline 3%.
Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan
ventilasi tekanan positif dengan menggunakan oksigen 100%.
Bila terjadi kehilangan darah yang banyak maka transfusi dilakukan
dengan menggunakan Packed Red Cells (PRC).
Bila terjadi DIC diberikan fibrinogen sebanyak 3-4 gram intravena
diikuti dengan pemberian heparin 2000 unit secara bolus dan diikuti 500
unit per jam. Dapat juga diberikan fresh frozen plasma dan trombosit,
tergantung dari profil koagulasi.

Pencegahan Sindroma TUR


Identifikasi gejala-gejala awal sindrom
Hiponatremi yang terjadi sebelum operasi terutama pada pasien-pasien
yang mendapat diuretik dan diet rendah garam harus segera dikoreksi.
Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai peran penting
dalam pencegahan bakteremia dan septicemia.
Untuk penderita-penderita dengan penyakit jantung, perlu dilakukan
monitoring CVP atau kateterisasi arteri pulmonalis.
Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien.
Lamanya operasi TURP tidak boleh lebih dari 1 jam.
Bila diperlukan waktu lebih dari 1 jam, maka TURP sebaiknya
dilakukan bertahap.

255
Pemeriksaan natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan
perlu dilakukan koreksi sesuai dengan hasil serum natrium.
Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis untuk mencegah
overload cairan.
Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan dengan PRC
bukan dengan whole blood.
Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya dengan menghangatkan
cairan irigasi sampai 37C.

Teknik anestesi pada TURP


Anestesi regional monitoring tetap terbangun, yang memungkinkan
penegakan diagnosis awal dari sindroma tur atau ekstravasasi dari irigasi
cairan.
Anestesi spinal merupakan pilhan utama jika dibandingkan dengan
anestesi epidural karena tulang-tulang sakral tidak terblok sepenuhnya bila
dengan teknik epidural.

KESEIMBANGAN ASAM-BASA

Beberapa persamaan dan perbedaan antara Henderson Haselbach dan


Stewart pada pendekatan asam basa :
Persamaannya :
- Klasifikasi gangguan asam basa
- Mekanisme kompensasi
- Pengaruh albumin terhadap anion gap
Perbedaannya :
- tidak menjelaskan komponen metabolik
- asam lemah dan ion kuat pada stewart dihitungkan secara
kuantitatif
HH Stewart
- HCO3
pH = - SID (string Ion Different)
256
CO2 - CO2
- A Tot (asam lemah)
Nilai Normal (Ref. Helperin & Goldstein)
- pH :7.35 sampai 7.45
- Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75 sampai 100 mm Hg
- Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) :35 to 45 mm Hg
- Saturasi oksigen (SaO2) :94% sampai 100%
Bikarbonat (HCO3) :22 to 26 mEq/liter
Acid-Base Balance
Peran dari sistim respirasi
- Perubahan-perubahan ventilasi merubah laju ekskresi carbon
dioxide
- Perubahan-perubahan ekskresi CO2 menyebabkan perubahan pH
melalui carbonic acid
- Dengan cara ini sistim respirasi membantu mengatur asidosis dan
alkalosis non-respiratorik
Asidosis Metabolik
- Retensi anion dalam plasma (peningkatan anion gap)
- L-lactic acidosis
- Ketoacidosis (terutama asam -hidroksibutirat)
- Overproduksi asam organik di GIT (D-lactic acidosis)
- Konversi alkohol (metanol, etilen glikol) menjadi asam dan
aldehida yang beracun
- Kehilangan bikarbonat (anion gap normal)
- Kehilangan HCO3- (diare)
- GIT (diare, fistula dll); UT (PRTA, pemakaian CA- inhibitors)
- Produksi NH4+ menurun (gagal ginjal, hiperkalemia)

257
Alkalosis Respiratorik
- Eliminasi CO2 melebihi laju produksinya
- Sebab-Sebab:
Hipoksia: Penyakit paru, tempat tinggi, CHF, Penyakit
jantung bawaan
Stimulasi reseptor pernapasan: pneumonia, emboli paru,
fibrosis paru, edema paru
Obat-obat: Salisilat (tersering), niketamid, katekolamin,
teofilin, progesteron.
SSP: Perdarahan subarakhnoid, Cheyne-Stokes

258
Lain-lain: hiperventilasi psikogenik, sirosis, demam, sepsis
gram-negatif, pemulihan dari asidosis metabolik, kehamilan
Alkalosis Respiratorik
- Alkalosis respiratorik akut: untuk setiap mmHg penurunan PaCO2
dari 40 mmHg, diharapkan penurunan [H+] sebesar 0,8 nmol/L dari
40 nmol/L.
- Alkalosis respiratorik kronis: untuk setiap mmHg penurunan PaCO2
dari 40 mmHg, diharapkan penurunan [H+] sebesar 0,2 nmol/L dari
40 nmol/L.dan 0,5 mmol/L penurunan [HCO3-] dari 25 mmol/L

8 Langkah dalam menilai asam basa


- Langkah 1 : Harus diketahui pH; pH menentukan apakah kelainan
primer asidosis atau alkalosis
- Langkah 2 : Harus diketahui PaCO2 dan serum HCO3-
- Langkah 3 ; Harus dapat dibuktikan bahwa data yang ada (pH,
PaCO2 dan HCO3-) konsisten
- Langkah 5: Bila data konsisten dengan gangguan simple, tidak
menjamin bahwa terdapat gangguan simple saja; perlu diperiksa
riwayat pasien

259
- Langkah 6: Bila respon kompensasi tidak berada dalam cakupan
yang diterima, per definisi terdapat gangguan kombInasi.
- Langkah 7: selalu kalkulasi anion gap
Sering kali itu tanda-tandanya metabolic acidosis yang
tersembunyi
- Pasien asidotik diterapi parsial dengan HCO3
- Pasien asidotik dengan emesis
Mungkin satu-satunya tanda metabolic acidosis
tersembunyikan oleh gangguan asam-basa yang bersamaan
Penyebab Anion Gap Acidosis
Endogenous acidosis
- Uremia (asam2 organik yg tidak dikeluarkan)
- Ketoacidosis, Lactic acidosis (peningkatan produksi
asam organic), Rhabdomyelosis
Exogenous acidosis
- Konsumsi: salicylate, iron; paraldehyde use
Konsumsi lain:
- Methanol toxicity, Ethylene Glycol toxicity
- Langlah ke 8 : Mixed Acid-Base Disorders
Metabolic acidosis dan metabolic alkalosis mungkin terjadi.
Selalu periksa perubahan anion gap dan dibandingkan dengan
penurunan bicarbonate utk menyingkirkan gangguan
metabolik tersembunyi

Terapi gangguan keseimbangan asam-basa

Terapi bikarbonat
- Kontroversi
o Na2CO3 + CO2 + H2O 2 NaHCO3
(reaksi keseimbangan kimia)
o Produksi CO2 akan meningkat apneu
o Potasium (Kalium) masuk sel aritmia (perlu cek kadar Kalium
pre terapi)

Terapi Asidosis Respiratorik


- Koreksi cairan perlu disertai pemeriksaan pH dan analisis gas darah.
Pengobatan yang tepat adalah memperbaiki ventilasi dengan respirator.

Terapi Alkalosis Respiratorik


- Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, disamping usaha untuk
meningkatkan pCO2dalam darah..

Terapi Asidosis Metabolik


- Diebrikan bikarbonat, bila pH < 7,10 2-3 mEq/kgBB. (kontroversial)
- Berdasarkan BGA

260
Kebutuhan (mEq) = BE x BB X 0,3
Berikan separo secara cepat dan sisanya dengan tappering infus
Hati-hati bila terdapat kelainan ginal menambah cairan
ekstraselular

Terapi Alkalosis Metabolik


- Pengobatan alkalosis metabolic adalah dengan pemberian ammonium
klorida dengan dosis dihitung menurut rumus:
- Amonium klorida yang diperlukan
(mEq) = (Ki-Ku) x BB x fd Atau 0,3 x BB x BE
- Keterangan:
Ki = Konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan
Ku = Konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur
BB = Berat badan dalam kg
fd = Faktor distribusi dalam tubuh, untuk ammoniumklorida
adalah 0,2 0,3
BE = base defisit dalam BGA

Panduan Terapi Asidosis Metabolik


1. Pertimbangan pemberian terapi pengganti bicarbonat harus
berdasarkan keparahan asidemia (pH darah).
2. Bila pH turun di bawah 7.0, maka terapi bikarbonat harus segera
dipertimbangkan, terlebih lagi bila disertai gangguan pernafasan atau
hemodinamik.
3. Jangan pernah memberikan terapi bikarbonat bila tidak mengatahui
pH darah.
4. Bila pemberian bikarbonat sudah ditetapkan, selanjutnya hitung
jumlah bikarbonat yang dibutuhkan.
Rumusnya :
HCO3- = 0,3 x BB (kg) x BE
5. Pemberian terapi bikarbonat tidak bersifat linear terhadap peningkatan
konsentrasi bikarbonat. Pada asidosis ringan, 2 mEq/L akan
meningkatkan HCO3- sekitar 4 mEq/L. Pada asidosis berat, 2 mEq/L
hanya menaikkan konsentrasi HCO3- sekitar 2 mEq/L.
6. Pada kasus asidosis yang berlanjut, pemberian dosis bikarbonat
mungkin diperlukan.
7. Pemberian :
- setengahnya dalam bolus (yang diencerkan dalam cairan
isotonis 1:2) dan sisanya setengah lagi diberikan secara drips
dalam 100 cc NaCl 0,9% (cairan isotonic) habis dalam 1 jam.
- Segera setelah itu cek kembali semua parameter. Jangan lupa
untuk menambahkan 20 mEq kalium ekstra
- Berikutnya adalah pemberian kalium dengan cara seperti yang
tercantum berikut ini :
Bila pH 6.9 maka diberikan 100 mEq HCO3-
261
Bila pH 6.9 7.0 maka diberikan 50 mEq HCO3-
Bila pH > 7.0 maka HCO3- tidak perlu diberikan.
8. Cara ini sepertinya lebih simpel dan pemberian bikarbonat dalam
diulang untuk mencapai target pH > 7.0.

REFERENSI
Emergency in Diabetes. Andrew J. Krentz. United Kingdom. 2004)

RESPIRASI ME TAB OLI K

Abnormal Abnormal Abnormal


pCO2 SID Weak acid

Alb PO4-
AIR Anion kuat

Cl- UA-

Turun kekurangan Hipo Turun


Alkalosis

Asidosis Meningkat kelebihan Hiper Positif meningkat

Klasifikasi :

262
ELEKTROKARDIOGRAFI

EKG merupakan alat bantu diagnosis


penyakit jantung
Manfaat EKG yang paling besar
adalah dalam diagnosis aritmia jantung
Disritmia sering terjadi selama anestesi
dan operasi. Kematian pertama kali
dibidang anestesi selama operasi
adalah akibat disritmia jantung

Gambaran EKG normal terdiri atas :


- Gelombang P (depolarisasi atrium)
- QRS kompleks (depolarisasi ventrikel)
- Gelombang T (repolarisasi ventrikel)
263
- Gelombang U, jika ada
Analisis Gambaran EKG Strip
- Irama : Teratur / tidak teratur (reguler / irreguler )
- Frekwensi ( HR ) : Normal, cepat atau lambat
- Gel. P : Ada atau tidak, normal atau tidak dan
bagaimana perbandingan P dengan QRS
- Interval PR : Normal, memanjang atau memendek
- Gel. QRS : Lebar atau sempit

Menentukan irama :
- Mengukur jarak antara gel.QRS dgn QRS berikutnya /Gel.P dengan
yang lainnya, jika jarak sama teratur / reguler, jika tidak sama
tidak teratur / irreguler
Menghitung frekwensi / HR, 3 cara, yaitu dengan cara :
264
300
Frekuensi (HR) =
Jml kotak besar R-R

1500
Frekuensi (HR) =
Jml kotak kecil R-R

Kertas yang terdiri dari kotak kecil horisontal 0.1 mV dan kotak kecil
vertikal mewakili 0,04 detik

PR interval adalah interval waktu antara awal kontraksi atrium dan awal
kontraksi ventrikel, tergantung denyut jantung.
QRS kompleks menggambarkan depolarisasi ventrikel dimana QT
interval mewakili waktu yang diperlukan untuk depolarisasi dan
repolarisasi ventrikel

265
Irama Sinus Normal ( NSR ) : Irama Teratur, Frekuensi (HR) 60-
100x/menit, Gelombang P : Normal ( + di lead II & di aVR ), P:QRS
1:1 , Interval PR : 0,12-0,20 detik, Lebar gel.QRS : tidak lebih dari
0,12 dtk (sempit)

Gelombang P
Merupakan depolarisasi (kontraksi) atrium
Normal :
Lebar kurang dari 0,12 detik
Tinggi kurang dari 0,3 mV
Kompleks qrs
Komplek QRS
Gambaran depolarisasi ventrikel
Normal : Lebar 0,06 0,12 det
Gelombang Q
Lebar kurang dari 0,04 detik (1kk)
Tinggi/dalam kurang dari 1/3 R Lebih dari itu : Q pathologis

266
Ciri Deskripsi Lamanya
RR Interval Interval antara gelombang R dan gelombang R berikutnya: denyut 0,6 sampai
jantung normal istirahat adalah antara 60 dan 100 bpm . 1.2s
Gelombang P Selama depolarisasi atrium normal, vektor listrik utama diarahkan 80ms
dari nodus SA ke nodus AV, dan menyebar dari kanan atrium ke
kiri atrium . Hal ini berubah menjadi gelombang P di EKG.
PR Interval Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks 120 sampai
QRS. Interval PR mencerminkan waktu impuls listrik yang 200ms
diperlukan untuk perjalanan dari sinus node melalui AV node dan
memasuki ventrikel. Interval PR adalah, oleh karena itu, perkiraan
yang baik dari fungsi simpul AV.
PR segmen Segmen PR menghubungkan gelombang P dan kompleks 50 sampai
QRS. Vektor impuls dari nodus AV ke bundel Nya kepada cabang 120ms
bundel dan kemudian ke serat Purkinje. Ini aktivitas listrik tidak
menghasilkan kontraksi secara langsung dan hanya bepergian ke
bawah menuju ventrikel, dan ini muncul datar pada EKG. Interval PR
lebih relevan secara klinis.
Kompleks Kompleks QRS mencerminkan depolarisasi cepat dari ventrikel 80 sampai
QRS kanan dan kiri. Mereka memiliki massa otot yang besar dibandingkan 120ms
dengan atria, sehingga kompleks QRS biasanya memiliki amplitudo
jauh lebih besar daripada gelombang P-.
J-titik Titik di mana selesai QRS kompleks dan segmen ST dimulai, N/A
digunakan untuk mengukur tingkat elevasi ST atau sekarang depresi.
ST segmen Segmen ST menghubungkan kompleks QRS dan gelombang 80 sampai
T. Segmen ST merupakan periode ketika ventrikel depolarized. Hal 120ms
ini isoelektrik.
T gelombang Gelombang T menggambarkan repolarisasi (atau pemulihan) dari 160ms
ventrikel. Interval dari awal kompleks QRS ke puncak gelombang T
disebut sebagai periode refraksi absolut. Setengah terakhir dari
gelombang T disebut sebagai periode refraksi relatif (atau periode
rentan).
ST Interval Interval ST diukur dari titik J ke akhir gelombang T. 320ms
Interval QT The Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke akhir gelombang Hingga
T. Interval QT berkepanjangan merupakan faktor risiko untuk 420ms
takiaritmia ventrikel dan kematian mendadak. Ini bervariasi dengan dalam
denyut jantung dan untuk relevansi klinis memerlukan koreksi untuk denyut
ini, memberikan QTc tersebut. jantung dari
60 bpm,
lihat
diagram di
sebelah
kanan untuk
denyut
jantung
lainnya.
U gelombang Gelombang U yang diduga disebabkan oleh repolarisasi dari septum
interventrikular. Mereka biasanya memiliki amplitudo yang rendah,
dan bahkan lebih sering sama sekali tidak ada. Mereka selalu
mengikuti gelombang T dan juga mengikuti arah yang sama dalam

267
amplitudo. Jika mereka terlalu menonjol, hipokalemia hypercalcemia,
tersangka atau hipertiroidisme biasanya. [28]
J gelombang Gelombang J, peningkatan J-titik atau Osborn gelombang muncul
sebagai gelombang delta akhir setelah QRS atau sebagai gelombang
R kecil sekunder. Hal ini
dianggap patognomonik dari hipotermia atauhypocalcemia . [29]

Abnormalitas Kompleks QRS


Kompleks QRS dianggap memanjang jika > 0,1 detik
Hipertrofi ventrikel dapat memperpanjang durasi kompleks QRS
Blokade pada serabut purkinje dapat menyebabkan konduksi impuls
menjadi lambat dan memperpanjang kompleks QRS

Gelombang T
Gambaran repolarisasi (istirahat) dari ventrikel
Positip di I, II, V3-V6
Normalnya gelombang T menggambarkan repolarisasi apex jantung
Gelombang T abnormal jika repolarisasi tidak terjadi, misalnya
perlambatan konduksi jantung melalui ventrikel (prolonged
depolarization) pada keadaan LBBB/RBBB, atau kontraksi prematur
ventrikel
Penyebab terbanyak prolonged depolarization adalah iskemia miokard.

Beberapa pola patologis yang dapat dilihat pada EKG

Tabel berikut menyebutkan beberapa pola patologis yang dapat dilihat pada
elektrokardiografi, diikuti oleh kemungkinan penyebab.

Memperpendek interval Hypercalcemia , beberapa obat, kelainan genetik


QT tertentu , hiperkalemia
Berkepanjangan interval Hypocalcemia , beberapa obat, genetik kelainan
QT tertentu
Diratakan atau terbalik T Koroner iskemia , hipokalemia , hipertrofi
gelombang ventrikel kiri , digoxin efek, beberapa obat
Hiperakut T gelombang Mungkin manifestasi pertama akut infark
miokard , di mana gelombang T menjadi lebih
menonjol, simetris, dan menunjuk
Memuncak T gelombang, Hiperkalemia , memperlakukan dengan kalsium
QRS lebar, PR klorida, glukosa dan insulin atau dialisis
berkepanjangan, QT
singkat
Gelombang U yang Hipokalemia

268
menonjol

Beberapa contoh kelainan EKG yang sering dijumpai

Sinus Bradikardi
- Jika HR < 60x/menit
- Penyebab : stimulasi sistem saraf parasimpatis, atlet karena kemempuan
menghasilkan SV yang lebih, respon normal tidur, atlet atau pekerja
keras, abnormal bisa karena aliran darah berkurang untuk SA node,
stimulasi vagal, hipotiroidisme, peningkatan tekanan intrakranial, atau
agen farmakologis, seperti digoksin, propranolol, quinidine, atau
procainamide.

Sinus takikardi
- Bila HR > 100x/menit
- Bisa disebabkan : stimulasi sistem saraf simpatis akibat obat anestesi,
demam karena akan meningkatkan metabolisme pada nodus SA stres,
olahraga, nyeri, demam, kegagalan pompa, hipertiroidisme, obat-kafein,
nitrat, atropin, epinefrin, dan isoproterenol, nikotin

269
Supraventricular Takikardia (SVT, PSVT, PAT, Takikardia Atrial)
- Kompleks QRS sempit ( kurang dari 120 mdtk), kecuali pada blok
cabang berkas, sindrom Wolff Parkinson White akan melebar
- Kompleks QRS sama seperti irama sinus
- Gel T normal
- Sindrom Wolff Parkinson White
- Irama: 150-250/min, Rhythm: Reguler

Syndrome WPW

270
Sindrom Wolff Parkinson White Gelombang P: gelombang P Atrial
berbeda dari gelombang sinus P yang berasal dari SA node. Gelombang P
biasanya diidentifikasi ketika ada tingkat rendah dan jarang dapat
diidentifikasi dengan harga> 200.
Mungkin hasil dari stres, nikotin, kafein, atau penyakit jantung.
Pengobatan terdiri dari oksigen, manuver vagal, atau mungkin adenosin.
Pasien yang tidak stabil dapat menerima kejutan kontra untuk memungkinkan
node SA untuk merebut kembali.

Atrial Fibrilasi
Atrial Fibrillation: > 400
- Rhythm: Atrial dan ventricular sangat tidak teratur (reguler, irama
ventrikel bradycardic dapat terjadi sebagai akibat dari toksisitas
digitalis)
- P gelombang: Tidak ada gelombang P diidentifikasi, tidak menentu,
baseline bergelombang
Impuls yang cepat yang berasal dari beberapa situs di atrium
menyebabkan atrium sendiri untuk "bergetar". Ini tidak efektif dalam
memungkinkan untuk atrium kick yang efektif.
Mungkin karena: iskemia, hipoksia Myocardial Infarction, atau terapi
obat. Pengobatan dapat terdiri dari beta-blocker (Inderal), blockers kalsium
(verapamil), atau kardioversi disinkronkan dalam upaya untuk
mengembalikan pasien ke irama sinus.

271
Junctional Rhythms

Masalah Konduksi
Blok SinoAterial ( SA Blok )
Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gel. P, QRS, T
Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
Frekuensi : Biasanya < 60 x/menit
Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS
Interval PR : Normal ( 0,12 0,20 detik )
Gelombang QRS : Normal

Blok AV derajat satu


Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : Biasanya antara 60 100 x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel P selalu diikuti gel QRS
- Inrerval PR : Memanjang > 0,20 detik
- Gelombang QRS : Normal

272
Blok AV derajat 2 tipe mobitz 1 (WENCHEBACH)
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi ( HR ) : Biasanya <60 x/menit
- Gelombang P : Normal, ada satu gelombang P yang tidak diikuti
QRS
- Interval PR : Terdapat episode makin lama makin panjang,
kemudian blok, selanjutnya siklus berulang
- Gelombang QRS : Normal

273
Blok Atrioventrikuler Derajat 3 ( TAVB )
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi ( HR ) : < 60 x/menit
- Gelombang P : Normal, akan tetapi gel P dan gel QRS berdiri sendiri,
sehingga gel P kadang diikuti gel QRS, kadang tidak
- Interval PR : Berubah-ubah / tidak ada
- Gelombang QRS : Normal / > 0,12 detik
- Pengelolaan pasien dengan blokade derajat III adalah pemasangan
pacemaker jantung buatan yang menetap.

274
Sinus Disritmia
- Terjadi selama pernafasan spontan dengan HR bervariasi selama siklus
fase istirahat pernafasan
- Variasi HR selama proses pernafasan menggambarkan aktivitas reflek
baroreseptor dan perubahan negatif tekanan intrapleura
- Variasi HR yang tidak berhubungan dengan pernafasan (nonphasik
sinus dysrhytmia) adalah kelainan akibat gangguan fungsi nodus SA,
proses penuaan, atau intoksikasi digitalis.
- Selama operasi terjadi akibat gangguan SSO akibat anestesi
spinal/epidural, laringoskopi, stimulasi operasi
Kontraksi Prematur Ventrikel
- Terjadi karena adanya pacemaker ektopik dalam ventrikel
- Voltase QRS kompleks meningkat, ditandai dengan tidak adanya proses
netralisasi yang normalnya terjadi pada saat impuls melalui kedua
ventrikel
- Sering menggambarkan adanya penyakit jantung, misalnya iskemia
miokard, yang diterapi dengan pemberian O2 dan lidokain IV
- Dikatakan maligna :
Bila terjadi > 5 kali dalam semenit
VES Salvo seperti bunyi senapan

275
VES Bigemini
R on T
- Penanganan
Berikan oksigenasi, Lidokain 1-1.5 mg/kgbb, Amiodaron 150
mg, Atau ganti TIVA bila semua obat-obatan sudah tak mempan
VES Bigemini

VES Multivocal

VES Ron T

276
Ventrikular Takikardia
- EKG : kontraksi prematur ventrikel serial yang terjadi pada HR yang
cepat tratur tanpa adanya denyut SVT yang normal
- Kriteria :
Irama : Teratur
Frekuensi ( HR ) : > 100 x/menit
Gelombang P : Tidak terlihat
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : > 0,12 detik
- Dapat dihilangkan dengan kardioversi alektrik, Dapat mencetuskan
ventrikel fibrilasi
- Gelombang P: Mungkin ada atau mungkin tidak ada, jika ada mereka
belum mengatur hubungan dengan kompleks QRS. Gelombang P
mungkin muncul antara QRS pada tingkat yang berbeda dari VT
tersebut.
- Mungkin karena: awal atau komplikasi akhir dari serangan jantung, atau
selama kardiomiopati, penyakit jantung alveolar, miokarditis, dan
operasi jantung berikut.

277
Atrial Flutter
- Gel P seperti gigi gergaji, terutama pada sadapan II, III, aVF, dan
V1
- Tejadi pada : penyakit paru kronis, kardiomiopati, miokarditis,
intoksikasi etanol, dan tirotoksikosis
- Terjdi hanya beberapa menit sampai jam sebelum akhirnya menjadi
irama sinus atau atrial fibrilasi
Fibrilasi Atrium
- QRS kompleks yang cepat dan iramanya ireguler tanpa adanya gel
P yang teridentifikasi
- Pengelolaan atrial fibrilasi secara klasik dengan digitalis, dengan
memperpanjang periode refrakter dari nodus SA
Fibrilasi Ventrikel
- Biasanya hanya ditemukan pada salah satu atrium atau ventrikel saja
- Kriteria :
Irama : Tidak teratur
Frekuensi ( HR ) : Tidak dapat dihitung
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Tidak dapat dihitung, bergelombang & tidak
teratur
- Terapi : defibrilasi

278
Blok Komlpit / Asystole

Infarm myiokard
Myocardiac ischemia atau jantung iskemia adalah suatu keadaan dimana
ketidakseimbangan antara kebutuhan jantung akan darah dan oksigen dengan
pasokan atau suplai darah yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah
arteri koroner. Penyempitan arteri koroner paling sering disebabkan oleh
arterosklerosis dan arteri koroner spasme.
- Klinis harus ditegakkan : nyeri dada seperti beban yang dijalarkan ke
bahu kiri, sesak nafas
- Dengan EKG, jantung iskemia bisa anda identifikasi berupa gambaran
ST segmen depresi:

279
ST segmen depresi > 1mm
Terdapat lebih dari 1 ST segmen depresi
ST segmen depresi bisa berupa datar atau horizontal,
downsloping atau upsloping.
- Kalau anda menemukan ST depresi atau T inverted tapi tidak ditemukan
signs yang mengarah ke diagnosa jantung iskemik, maka anda namakan
gambaran tersebut dengan ST atau T non spesifik, tapi bukan berarti
tidak penting, tapi anda harus mengkajinya kenapa terjadi gambaran
EKG tersebut.
- Adapun penyebab gambaran ST atau T nonspesifik itu :
Gangguan keseimbangan elektrolit
Myocarditis & PericarditisCardiomypaty
Pulmonary emboli, dll.
- Adapun beberapa letak acut myocardiac infarction (AMI) yang harus
anda kenali yaitu :
Septal ---> ST segmen elevasi di lead V1 dan V2,
Anterior ---> ST segmen elevasi di lead V1 sampai V4,
reciprocal dengan di tandai ST segment depresi di lead II,III,
aVF.
Anterolateral (ektensif) ---> ST segmen elevasi di lead V1 s/d
V6, lead I dan aVL, reciprocal dengan ditandai ST segmen
depresi di lead II, III, aVF
Lateral ---> ST segmen elevasi di lead V5 & V6, lead I & aVL
Inferior ---> ST segmen di lead II, III, aVF, reciprocal dengan
ditandai ST segmen depresi di lateral.
Posterior ---> ST segmen di lead V8 & V9
Ventrikel kanan ---> ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R,
V4R, reciprocal dengan ditandai ST depresi di lead inferior

Gambar AMI Septal : ST segmen elevasi di V1 dan V2

280
Gambar AMI Anterior : ST segmen elevasi di V1, V2,V3, V4

Gambar AMI lateral : ST segmen elevai di lead I, aVL, V6, V6.


Jika anda hanya menemukan ST segmen elevasi di lead I dan aVL saja, maka
dinamakan AMI High Lateral.

Gambar AMI Inferior : ST segmen elevasi di lead II, III, aVF


dan ST depresi V6, I, aVL

281
Gambar AMI posterior : gel R yang tinggi di lead V1, anda harus rekam juga
lead V8 & V9 kalau ingin menemukan ST segmen elevasi.

Gambar AKI Ventrikel kanan : ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R,
V4R dan reciprocal di lead inferior anda akan temun ST segmen depresi.

Torsades de pointes
Penyebab umum, biasanya didahului VES R on T, hypomagnesemia,
diare dan hipokalemia, terapi atasi penyebab, mungkin kardioversi sampai
defibrilasi.

282
Right Bundle Branch Blocks
Kriteria untuk mendiagnosa blok cabang berkas kanan pada
elektrokardiogram:
Irama jantung harus berasal atas ventrikel (yaitu simpul
sinoatrial , atrium atau simpul atrioventrikular ) untuk mengaktifkan
sistem konduksi pada titik yang benar.
Durasi QRS harus lebih dari 100 ms (blok lengkap) atau lebih dari 120
ms (blok lengkap) [3]
Harus ada terminal gelombang R dalam memimpin V1 (misalnya R, rR ',
RSR', 'RSR atau qR )
Harus ada gelombang S cadel dalam memimpin I dan V6.

Left Bundle Branch Blocks


aktivasi ventrikel kiritertunda, yang menyebabkan ventrikel kiri
berkontraksi lebih lambat dari ventrikel kanan .
Kriteria untuk mendiagnosa blok cabang berkas kiri pada
elektrokardiogram:
Irama jantung harus supraventrikuler di asal
Durasi QRS harus 120 ms
Harus ada QS atau rS kompleks di V1 memimpin
Harus ada gelombang RSR 'di sadapan V6.
Di antara penyebab LBBB adalah:
Aortic stenosis

283
Dilated cardiomyopathy
Akut miokard infark
Ekstensif penyakit arteri koroner
Primer penyakit sistem konduksi jantung listrik
Hipertensi lama berdiri menyebabkan dilatasi akar aorta dan
regurgitasi aorta selanjutnya

284

Anda mungkin juga menyukai