Anda di halaman 1dari 3

1.

Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung dengan panjang sekitar 10 cm (kisaran


3-15), berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens
apendisitis pada usia itu. Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar.
Terdapat lamina muskularis yang memisahkan kelenjar submukosa dan mukosa. Diantaranya
lamina muskularis terdapat pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks
ditutupi oleh lamina serosa dengan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
mesoapendiks (Soybel, 2001).

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu dicurahkan ke dalam lumen
dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
mengakibatkan pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh
GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

2. GALT (Gut-Associated Lymphoid Tissue)


GALT adalah organ limfoid mencakup adenoid, tonsils, appendix, dan Peyers
patches pada usus halus. GALT ini mempunyai tugas mengumpulkan antigen yang berasal
dari daerah pencernaan. Payers patches merupakan GALT yang paling besar peranannya.
Pada Payers patches, antigen dikumpulkan oleh sel epitel khusus yang disebut sel M.
Limfosit membentuk folikel tersusun atas sel B yang sangat rapat yang dikelilingi oleh
sedikit sel T.
Lymph node, spleen, dan limfoid mukosa merupakan organ yang berbeda namun
semua organ ini memiliki tugas yang sama. Semua organ tersebut mempunyai tugas
mengumpulkan antigen dari daerah infeksi yang selanjutnya akan dikenali oleh sel-sel
limfosit untuk dimulainya simtem imunitas adaptif. Organ limfoid periferal juga mempunyai
peran memberikan signal transduksi kepada limfosit yang tidak menemukan antigen agar
tetap hidup. Limfosit-limfosit yang belum menemukan antigen itu akan mengadakan sirkulasi
ke dalam peredaran darah sampai menemukan antigen yang spesifik.
Pemberian signal transduksi terutama oleh sel-sel stroma dalam organ limfoid ini
sangat penting untuk mengatur jumlah sel T dan sel B yang bersirkulasi dalam darah. Untuk
diketahui bahwa sel-sel tetap hidup karena ada signal dari lingkungannya yang memintanya
untuk hidup. Begitu sel tersebut tidak memperoleh signal untuk tetap hidup dari
lingkungannya, sel-sel tersebut akan segera mati dengan proses alamiah yang disebut
apoptosis. Dengan demikian signal transduksi dari jaringan limfoid akan memberikan
peluang untuk mempertahankan limfosit yang punya potensial merespon antigen asing.
Limfosit bersirkulasi pada darah dan cairan lymph. Sel B dan sel T yang telah masak pada
sumsum tulang dan timus disebut limfosit naive, sebelum sel-sel tersebut terpapar antigen.
Sel-sel naive akan terus bersirkulasi dari darah ke jaringan limfoid periferal sampai
menemukan antigen. Sel-sel naive memasuki jaringan limfoid periferal dengan menembus
sel-sel yang menyusun pembuluh kapiler. Sel-sel tersebut memasuki peredaran darah kembali
melalui pembuluh limfa, kecuali pada spleen sel-sel tersebut langsung memasuki darah
kembali. Ketika limfosit menemukan agen penginfeksi pada jaringan limfoid maka sel-sel
tersebut akan tetap tinggal pada jaringan limfoid dan mengadakan proliferasi dan diferensiasi
menjadi sel yang disebut sel efektor. Sel-sel efektor mempunyai kemampuan untuk melawan
antigen. Ketika terjadi infeksi di daerah periferal, maka sel dendritik segera menangkap
antigen tersebut dan membawanya dari tempat infeksi ke draining lymph node melalui
pembuluh limfatik afferent.
Pada lymph node sel dendritik akan mempresentasikan antigen yang ditangkap dalam
bentuk peptida ke sel T yang bersirkulasi di daerah tersebut. Sel dendritik juga memproduksi
sitokin untuk membantu aktivasi sel T. Sel B yang berhasil menangkap antigen sebagaimana
APC yang lain juga berhenti dan menjadi aktif dengan bantuan sel T. Sel-sel limfosit yang
telah mengalami aktivasi dan diferensiasi akibat adanya antigen, segera meninggalkan lymph
node lewat pembuluh limfatik efferent dalam bentuk sel aktif yang disebut sel efektor.
Jaringan limfoid periferal merupakan jaringan yang labil karena selalu terlibat dalam respon
imunitas adaptif. Sebagai contoh, bentuk serta struktur lymph node selalu berubah sesuai
dengan kepentingan. Pada saat ada infeksi akan terlihat bahwa folikel untuk produksi sel B
semakin banyak, demikian juga bentuknya akan menjadi besar, mengalami pembengkakan
karena terjadi proliferasi sel B yang berlebihan. Sebaliknya jika tidak ada infeksi maka lymph
node akan kembali mengecil dalam bentuk normal.

3. Nodus Limfatikus
Noduli limfatikus juga dinamakan folikel-folikel limfatik, dapat ditemukan terisolasi
dalam jaraingan penyambung jarang beberapa jaringan, terutama dalam lamina prpria saluran
pencernaan, saluran pernapasan bagian atas, dan saluran kemih. Noduli tidak mempunyai
kapsul jaringan penyambung dan dapat ditemukan dalam kelompokan yang membentuk
timbunan seperti agmen Peyer dalam ileum.
Nodulus adalah struktur sementara dan dapat menghilang dan timbul kembali pada
tempat yang sama. Tiap-tiap noduli limfatisi adalah suatu struktur bulat yang dapat
mempunyai garis tengah 0,2-1 mm. Pada potongan histologis, noduli sangat diwarnai oleh
hematoksilin sebagai akibat adanya limfosit dalam jumlah yang banyak, mempunyai inti
basofilik dengan kromatin padat dan korona dari sitoplasma basofilik yang sempit. Bagian
dalam nodulus sering menunjukkan daerah yang lebih pucat pada pewarnaan yang dinamakan
sentrum germinativum.
Perbedaan dalam pewarnaan pada sentrum germinativum ini disebabkan karena
adanya limfosit yang aktif (imunoblast) yang menunjukkan sitoplasma yang banyak,
berwarna pucat pada pewarnaan dan inti yang besar, aktif, eukromatik; berdasarkan alasan
ini, ia berbeda dengan limfosit yang lebih kecil yang mempunyai inti yang lebih gelap dan
menyolok di pinggir nodulus, yang tidak berbatas jelas. Sekarang, banyak sel-sel dalam
sentrum germinativum dapat menunjukkan gambaran mitosis.
Adanya sentrum germinativum dapat timbul dan hilang dari nodulus sesuai dengan
tingkat fungsionalnya. Dalam nodulus yang fase kematangannya berbeda, terdapat sel-sel
bebas yang menyolok, terutama limfoblast; limfosit kecil, sedang, dan besar; imunoblast; dan
sel-sel plasma.
Aktivitas nodulus limfatikus tergantung pada beberapa faktor termasuk efek flora
bakteri. Pada binatang yang diletakkan dalam keadaan steril, noduli dengan sentrum
germinativum jarang ditemukan. Keadaan yang berlawanan terjadi pada beberapa infeksi, di
mana pembentukan limfosit meningkat dan sentrum germinativum sering ditemukan. Pada
bayi yang baru lahir serta pada binatang yang tumbuh dalam lingkungan aseptik, noduli
limfatisi sangat jarang, yang menunjukkan bahwa pembentukannya tergantung pada rangsang
antigenik. Pada peradangan lokal, terdapat peningkatan jumlah noduli limfatisi yang dekat
dengan tempat yang meradang, dan sebagian besar noduli mempunyai sentrum
germinativum.

References :
Benson, U.J., Gunstream, S.E., Talaro, A., and Talaro, K.P. 1999. Anatomy & Physiology
Laboratory 7th edition. McGraw-Hill Companies. New York
Junqeira, L.C. and Jose Carneiro 1988. Basic Histology. Lange Medical Publications.
California.
Sjamsuhidayat, R., dan Wim, de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Soybel, D.I. 2001. Appendix In Surgery: Basic Science and Clinical Evidence Vol.1.
Springer-Verlag,Inc. New York: 557-647

Anda mungkin juga menyukai