Anda di halaman 1dari 14

OSTEOSARKOMA: DIAGNOSIS SECARA AKURAT PADA PENYAKIT

YANG BERBAHAYA INI

Chelsea Hiller, MPAP, PA-C; Jennifer L. Wegler, MMSc, PA-C; Christopher P. Forest, MSHS,
DFAAPA, PA-C

ABSTRAK
Osteosarkoma merupakan keganasan tulang primer yang paling banyak ditemui pada
anak-anak dan remaja. Karena insidensi osteosarkoma yang rendah dan penyakit ini
biasanya muncul pada pasien yang aktif secara fisik, terkadang penyakit ini di
misdiagnosis dengan keganasan yang lebih jinak, yang kemudian menyebabkan
diagnosis yang lambat dari osteosarkoma. Artikel ini menjelaskan mengenai keluhan
utama yang sering muncul pada penyakit ini dan gambaran radiologis yang
didapatkan, beserta faktor risiko dan misdiagnosis yang sering terjadi. Para klinisi
harus mempertimbangkan osteosarkoma pada pasien usia muda dengan nyeri tulang
persisten, khususnya nyeri pada saat pengangkatan beban.

Kata kunci: Osteosarkoma, sunburst, tumor tulang, pediatrik, pincang, kemoterapi


Tujuan pembelajaran:
Menjelaskan insidensi dan patogenesis osteosarkoma, disertai presentasi klinis
Menjelaskan metode diagnosis osteosarkoma yang benar beserta
penanganannya
Poin kunci:
Osteosarkoma merupakan keganasan tulang primer yang paling banyak
ditemui pada anak-anak dan remaja
Klinisi harus mempertimbangkan osteosarkoma pada pasien muda dengan
nyeri tulang persisten, khususnya nyeri pada weight-bearing
Pemeriksaan laboratorium memiliki nilai yang sedikit pada diagnosis
osteosarkoma
Kemoterapi adjuvan dan intervensi bedah menghasilkan tingkat kesembuhan
lebih dari 70% pada pasien tanpa metastasis

Osteosarkoma merupakan keganasan tulang primer yang paling banyak ditemui,


selain keganasan dari sumsum tulang, seperti multipel myeloma, limfoma, dan
leukemia. Meskipun osteosarkoma dapat menjadi fatal, 70% hingga 80% pasien dapat
bertahan hidup jika didiagnosis sebelum sel kankernya bermetastasis. Namun,
diagnosis awal dapat menjadi tantangan karena kanker dapat menyerupai kondisi
familiar seperti terkilir, overuse injuries, dan growing pain pada remaja.
Deteksi osteosarkoma pada tingkat awal, dimana nyeri yang timbul hanya muncul
pada beberapa minggu, sangat penting untuk keselamatan pasien dan reseksi jaringan
yang lebih kecil pada saat operasi. Untuk menghindari kesalahan diagnosis dari
osteosarkoma, klinisi harus mengetahui tanda dan gejala awal, gambaran radiologis,
dan faktor risiko.

Insidens. Osteosarkoma memiliki distribusi yang bimodal, dengan puncak pertama


yang muncul pada usia 10 hingga 19 tahun, selama masa puncak pertumbuhan
pubertas. Yang kedua, yang lebih jarang ditemukan yaitu pada usia 65 tahun keatas.
Pasien usia tua lebih mungkin untuk mengalami osteosarkoma sekunder dari
diagnosis primer Paget disease atau karena terapi radiasi. Insidens osteosarkoma yaitu
4.4 juta per tahun untuk usia lahir hingga 24 tahun, yang menjadikan penyakit ini
sebagai jenis kanker kedelapan yang sering muncul pada anak. Pada dewasa usia 60
tahun keatas, insidensnya yaitu 4.2 juta per tahun. Sekitar 1000 kasus baru
terdiagnosis setiap tahun, 40% diantaranya pada pasien dibawah usia 18 tahun.

Patogenesis. Osteosarkoma timbul dari sel mesenkim yang merupakan pembentuk


tulang awal. Sel tumor menghancurkan tulang normal dan menggantikannya dengan
osteoid imatur. Sel ini sering berkembang menjadi tumor yang kuat yang berlokasi
pada proksimal atau ujung distal metafisis, biasanya dengan perluasan dari periosteum
ke jaringan lunak. Tumor ekstremitas membentuk 80% dari seluruh jenis tumor.
Lokasi tumor yang paling sering, berdasarkan urutan desendens yaitu distal femur,
proksimal tibia, proksimal humerus, dan proksimal femur. Hampir 50% osteosarkoma
muncul di sekitar lutut.

TANDA DAN GEJALA


Keluhan yang paling sering muncul yaitu nyeri pada area tumor. Nyeri timbul seiring
dengan peningkatan ukuran tumor dan kelemahan arsitektur tulang atau meyebabkan
kompresi pada struktur neurologis yang berdekatan. Pasien biasanya mendeskripsikan
nyeri sebagai nyeri intermiten yang berkembang menjadi nyeri persisten dengan
karakteristik nyeri tumpul. Pertimbangan osteosarkoma pada diagnosis diferensial
pada pasien dengan nyeri weight-bearing atau nyeri malam hari. Biasanya pasien akan
memiliki riwayat trauma minor yang tidak terkait yang mengarah ke penemuan
keganasan yang tidak disengaja. Oleh karena adanya destruksi tulang, 15% hingga
20% pasien mungkin didiagnosis dengan fraktur patologis. Gejala lainnya yaitu
pincang, jika tumornya terdapat pada ekstremitas bawah; nyeri saat mengangkat, jika
tumor terdapat pada ekstremitas bawah; serta terdapat bengkak, kemerahan pada area
tumor. Jaringan lunak biasanya bertumbuh 2 bulan setelah munculnya rasa nyeri.
Penemuan yang penting yang bisa didapatkan juga yaitu asimetris pada ekstremitas
yang terkait dibandingkan dengan sisi kontralateral, jadi sangat penting untuk menilai
kedua ekstremitas pada pemeriksaan fisis.

Dua hambatan signifikan yang sering menyebabkan keterlambatan diagnosis


osteosarkoma pada tingkat awal yaitu tingkat aktivitas yang tinggi pada pasien remaja
dan perubahan fisiologis yang muncul saat pubertas. Nyeri tulang pada pasien masa
pubertas yang aktif biasanya dikaitkan dengan trauma minor yang terjadi karena
aktivitas atau pertumbuhan skeletal yang cepat. Nyeri yang menetap pada remaja,
khsusunya nyeri ekstremitas dan nyeri saat weight-bearing, harus diinvestigasi lebih
lanjut untuk menilai osteosarkoma.

Gambar 1. Codman triangle pada tulang subperiosteal pada foto polos radiologi
Gambar 2. A. Osteosarkoma pada proximal humerus dextra, B. Foto polos radiologi
normal bahu kiri pada pasien yang berbeda

FAKTOR RESIKO
Tidak seperti kanker pada umumnya yakni kanker payudara dan kanker kolon,
pada osteosarkoma tidak terdapat tes skrining yang direkomendasikan. Karena insiden
yang rendah, skrining radiologi untuk usia dewasa sulit untuk dibenarkan. Mengenali
tanda-tanda awal, seperti nyeri tulang yang menetap, dan pemantauan pasien dengan
faktor resiko adalah hal penting untuk mendiagnosis osteosarkoma pada tahap awal.
Faktor resiko meliputi usia, jenis kelamin laki-laki, perawakan yang tinggi
(mendukung bukti bahwa pertumbuhan tulang yang cepat dapat berkontribusi
terhadap pembentukan osteosarkoma), riwayat radiasi, penyakit tulang tertentu, dan
genetik kanker. Karena percepatan pertumbuhan pubertas yang normal, perempuan
didiagnosis pada usia yang lebih muda dari pada laki-laki, yang memberikan bukti
bahwa puncak hormon seks, hormon pertumbuhan, dan tingkat insulin-like growth
factor 1 mungkin memengaruhi perkembangan osteosarkoma. Pasien dengan Paget
disease beresiko lebih besar, seperti orang yang diwariskan sindrom kanker,
retinoblastoma herediter, sindrom Li-Fraumeni, dan Rothmund-Thomson sindrom.
Baik pasien muda dan tua dengan beberapa faktor resiko harus diawasi dengan ketat
oleh penyedia perawatan primer pada pemeriksaan fisik tahunan, dengan riwayat yang
lebih menyeluruh dan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis potensi osteosarkoma
pada tahap awal sedini mungkin.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Evaluasi radiologis memainkan peran utama dalam diagnosis dan manajemen
pasien dengan osteosarkoma. Pada foto polos radiologi, tumor klasik memiliki
penampakan seperti sunburst atau penampilan sekunder yang berbintik-bintik untuk
pembentukan tulang baru yang tegak lurus terhadap diafisis dari tulang. Perubahan
tulang sering berlangsung di mana tumor mengangkat periosteum, membentuk sebuah
segitiga tulang subperiosteal yang dikenal sebagai Codman triangle (Gambar 1). Hal
ini terjadi karena sifat agresif dari tumor dan tingkat pertumbuhan yang cepat. Selain
itu, radiologi yang khas dari osteosarkoma menunjukkan beragam daerah lisis dan
sklerosis, kerusakan kortikal dan massa ossifik jaringan lunak.
Temuan utama pada tahap awal osteosarkoma adalah gangguan trabekular
yang sering terjadi tanpa diketahui karena dapat meniru penyembuhan tulang
sederhana (Gambar 2). Jika klinisi mencurigai osteosarkoma, MRI dengan dan tanpa
kontras gadolinium dapat memperlihatkan jaringan lunak ekstraosseous yang
abnormal, yang berpotensi mengarahkan diagnosis lebih dini (Gambar 3). MRI lebih
baik untuk evaluasi karena secara akurat menentukan perluasan tumor intramedullar
dan jaringan lunak, sendi dan / atau keterlibatan lempeng epifisis dan kedekatan
tumor ke struktur neurovaskular. Alat diagnostik paling akurat yang tersedia adalah
biopsi tulang, yang harus dilakukan oleh seorang ahli bedah ortopedi untuk
memberikan diagnosis pasti osteosarkoma.
Setelah didiagnosis, pasien harus memiliki scan tulang tubuh secara total, CT
dada dan MRI seluruh tulang yang terkena. Scan tulang digunakan untuk mencari area
turnover tulang yang tinggi dan digunakan untuk mendeteksi bagian tulang lain dari
penyakit dan untuk surveilans tahunan pada pasien dengan riwayat osteosarkoma. CT
dada dilengkapi untuk mengidentifikasi metastasis ke paru-paru, yang merupakan
metastasis paling umum, dan bertujuan untuk penentuan tahap penyakit. MRI sangat
penting untuk menandai osteosarkoma dan bagi ahli bedah untuk menentukan sudut
optimal untuk melakukan biopsi tulang. Mereka kemudian akan menggunakan jalur
yang sama untuk melakukan reseksi pada tulang. Hasil MRI juga dapat membantu
dokter untuk menentukan apakah operasi penyelamatan ekstremitas mungkin untuk
dilakukan.
Gambar 3. Osteosarkoma pada tibia
Tes laboratorium tidak terlalu bermakna dalam mendiagnosis osteosarkoma.
Hasil laboratorium dasar, seperti jumlah sel darah lengkap (complete blood count,
CBC) dan metabolik, harus diperoleh untuk menentukan kesehatan pasien secara
keseluruhan. Alkali fosfatase dan kadar serum laktat dehidrogenase (lactate
dehydrogenase, LDH) harus diperoleh untuk tujuan prognostik. Alkali fosfatase
menunjukkan adanya turnover tulang yang berlebihan, dan tingkat LDH
mencerminkan beban tumor, karena sel-sel akan mengeluarkan LDH ketika diserang
oleh neoplasma. Peningkatan alkali fosfatase dan LDH pada tahap awal telah
dihubungkan dengan prognosis buruk.
Pemilihan pemeriksaan diagnostik harus didorong oleh gambaran riwayat
pasien dan fisik, yang akan membantu menunjukkan diagnosis banding yang
mungkin. Hal yang harus dieksplorasi secara lebih rinci termasuk riwayat trauma atau
penggunan daerah yang cedera secara berlebihan, infeksi lokal, proses inflamasi,
kelainan perkembangan, dan potensi diagnosis kanker (Tabel 1).

PENATALAKSANAAN
Sampai tahun 1970-an, amputasi adalah pilihan terapi yang dipilih, dengan
ketahanan hidup selama 5 tahun yang kurang dari 20%. Dengan kemunculan MRI,
pengamat klinik dapat melihat tumor dengan lebih akurat, sehingga lebih
memungkinkan untuk menyelamatkan ekstremitas. Saat menentukan apakah akan
melakukan amputasi atau operasi penyelamatan tungkai, ahli bedah memperhitungkan
lokasi dan ukuran tumor, metastasis eksistensi, dan respon pasien untuk kemoterapi.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hasil fungsional dan kualitas hidup yang sama
pada pasien yang menjalani amputasi atau operasi penyelamatan kaki.
Saat ini, penyelamatan tungkai melibatkan pembedahan luas reseksi tumor
yang dilakukan pada 80% pasien, dan merupakan pengobatan pilihan pada pasien
dengan tumor pada tulang panjang karena memberikan fungsi yang sedikit lebih baik
dan kurang membutuhkan alat bantu berjalan. Diagnosis awal dapat membantu pasien
agar tidak diamputasi dan dapat mengurangi tingkat reseksi jaringan ketika operasi
ekstremitas dilakukan.
Dalam beberapa tahun terakhir, kombinasi dari adjuvant kemoterapi dan
intervensi bedah telah menghasilkan tingkat penyembuhan melebihi 70% untuk
pasien tanpa metastasis. Kemoterapi awalnya diperkenalkan pada manajemen
osteosarkoma untuk mengatasi tingginya metastasis pada pasien. Hal ini
menghasilkan peningkatan yang signifikan terhadap kelangsungan hidup, yang
meningkat 2 kali lipat menjadi 80% ketika adjuvant kemoterapi merupakan bagian
dari rencana pengobatan pada pasien tanpa metastase
Penanganan sistemik juga meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang.
Studi kohort menunjukkan bahwa manfaat kelangsungan hidup dipertahankan selama
25 tahun pada pasien dengan osteosarkoma grade tinggi, yang dapat dioperasi saat
mereka di terapi dengan adjuvant kemoterapi. Pasien yang menerima kemoterapi
memiliki lebih dari 2 kali ketahanan hidup dari 25 tahun dibandingkan pasien yang
tidak mendapatkan kemoterapi. Namun, karena meningkatnya paparan toksik, pasien
yang menerima kemoterapi atau radioterapi mempunyai resiko kematian yang lebih
tinggi akibat neoplasma sekumder, terutama keganasan hematologi, dibandingkan
populasi umum. Komplikasi lain yang mungkin menyebabkan kematian adalah
infeksi dan penyakit kardiovaskular. Meskipun pasien yang diterapi dengan diagnosis
osteosarkoma memiliki peningkatan mortalitas yang signifikan dari penyebab yang
tidak berulang, penyebab paling sering menyebabkan kematian pada pasien yang
didiagnosis antara usia 15-39 tahun tetap merupakan perkembangan penyakit dan
kekambuhan.
Protokol kemoterapi yang paling efektif untuk osteosarkoma tidak diketahui;
Namun agen utama yang digunakan dalam berbagai kombinasi adalah methotrexate
dosis tinggi, doxorubicin, cisplatin, dan ifosfamide.
Sebuah studi menunjukkan tidak adanya manfaat yang pasti dari satu regimen
terhadap yang lain. Pilihan sebagian regimen tergantung pada pasien yang dirawat
melalui uji klinis atau satu institusi tertentu. Pada umumnya, kemoterapi diberikan
sebelum dan sesudah operasi. Kemoterapi neoadjuvant berguna dalam menentukan
derajat nekrosis tumor pada saat reseksi. Tumor dengan nekrosis lebih dari 90%
dianggap sebagai penanggap yang baik dan pasien memiliki prognosis jangka oanjang
yang lebih baik.

Kekambuhan penyakit terjadi pada 30%-40% pasien dengan tumor ekstremitas


bahkan setelah reseksi bedah dan kemoterapi lengkap, biasanya 2-3 tahun setelah
pengobatan selesai. Sebagian besar kambuh pada paru-paru; situs umum lainnya
adalah kekambuhan lokal di atau dekat lokasi tumor dan metastasis skeletal. Scan
tulang, CT chest, radiograf serial dari tulang yang terkena harus dijadwalkan secara
rutin pada bulan-bulan kritis dan tahun-tahun setelah diagnosis. Setelah 5 tahun,
riwayat tahunan dan pemeriksaan fisis serta radiografi dada dan lokasi utama
osteosarkoma digunakan untuk tindaklanjut. Prediktor yang paling penting pada
kekambuhan lokal adalah derajat dari nekrosis tumor setelah kemoterapi preoperatif
dan adanya margin bedah positif. Operasi tambahan paling sering dilakukan setelah
kambuh. Kemoterapi digunakan sebagai pengobatan untuk kekambuhan, terutama
ketika metastase tidak dapat sepenuhnya dikeluarkan atau pada kasus beban tumor
yang signifikan

Tabel 1. Diagnosis Banding pada anak-anak dengan lemahan pada tungkai


Diagnosis Banding Riwayat dan Pemeriksaan yang tepat
pemeriksaan fisis
Cedera trauma : Riwayat trauma Radiograf atau MRI
Ligamen terkilir Ekimosis
Strain otot Bengkak
Kontusio
Fraktur
Infeksi: Demam Suhu
Septik artritis Bengkak White blood cell count
Toxic synovitis Eritema C-reative protein
Osteomielitis Nyeri pada ROM Lyme ELISA titers
Lyme disease Radiograf
MRI (osteomielitis
suspected)
Inflamasi: Nyeri sendi ESR dan C-Reactive
Juvenile idiopathic arthritis Bengkak Protein
Kaku Rheumatoid Factor
Gejala terakhir lebih dari 6 MRI
minggu
Developmental: Trendelenburg limp Radiograf
Developmental hip Rotasi eksternal
dysplasia Limited hip range of
Legg-Calve-Perthes motion
Slipped capital femoral
epifisis
Penggunaan berlebihan Nyeri tuberkulum tibia Tidak ada
Osgood Schlatter disease atau nyeri tumit
Severe disease Nyeri yang memberat
dengan aktivita
Neoplasma Nyeri di malam hari Radiograf
Osteokondroma Nyeri intermittent MRI
Osteoid osteoma Penurunan berat badan
Osteosarkoma yang tidak jelas
Ewing sarkoma Letargi
Leukimia Perabaan massa
Limfoma

PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis, seperti umur, jeknis kelamin, indeks massa
tubuh (IMT), lokasi tumor, dan metastatis, harus menjadi pertimbangan ketikan akan
membuat suatu diagnosis osteosarkoma. Faktor-faktor ini akan menentukan tingakt
harapan hidup dan memberikan informasi kepada klinis mengenai karakterisitk pasien
yang akan diidentifikasi dan diobservasi. Pasien dengan beragam faktor risiko untuk
terjadinya kondisi klinis akhir yang buruk seringkali akan diterapi dengan protokol
yang lebih agresif.
Usia Meskipun kanker seringkali dianggap sebagai suatu penyakit pada orang dewasa
yang lebih tua, ostosarkoma primer diketahui terjadi lebih sering pada pasien yang
lebih muda. Apakah usia akan berdampak pada harapan hidup pasien, hal tersebut
masih menjadi kontroversi. Nemun, suatu percobaan acak terkontrol menemukan
tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat harapan hidup antara masing-masing
kelompok umut (usia 18 tahun dan yang lebih muda dibandingkan udia diatas 18
tahun, atau lebih muda dari usia 35 tahun dibandingkan dengan usia 35 tahun dan
yang lebih tua), beberapa peneliti menemukan bahwa pasien dengan osteosarkoma
pada ekstrimitasi memiliki rata-rata usia lebih muda dibandingkan dengan tumor yang
berlokasi pada tempat yang lainnya. Tumor ekstrimitas secara umum membutuhkan
penangana pembedahan yang lebih baik dengan komplikasi yang lebih minimal,
untuk menghasilkan kondisi klinis akhir yang lebih baik. Sebuah penelittian yang
dilakukan oleh Childrens Oncology Group pada 1.054 pasien dengan analisa yang
terbatas pada lokalisasi penyakit menemukan tingkat harapan hidup dalam 10 tahun
tanpa adanya gangguan klinis lebih dan tingkat harapan hidup secara umum pasien
usia 18 hingga 30 tahun lebih buruk dibanfingkan dengan pasien berusia 18 tahun
kebawah. Usia tidak ditemukan menjadi faktor yang berperan pada pasien dengan
penyakit metastatis, dan tidak ditemukan peningkatan metastatis pada pasien yang
lebih tua. Berdasarkan National Cancer Data Base Report, tingkat harapan hidup
pada pasien dengan osteosarkoma adalah 60% pada pasien yang berumur dibawah 30
tahun, 50% pasien yang berada pada usia 30-49 tahun, dan 30% pada pasien berumur
diatas 50 tahun dan yang lebih tua. Penelitian yang dilakukan Childrens Oncology
Group memberikan kesan adanya perbedaan tingkat harapan hidup antara kelompok-
kelompok umur yang diakibatkan oleh beberapa faktor, termasuk histologi tumor,
kepatuhan terhadap kemoterapi, partisipasi dalam percobaan-percobaan klinis,
peningkatan toksisitas, dan metabolisme kemoterapi.
Jenis Kelamin Laki-laki cenderung didiagnosis dengan osteosarkoma; namun,
apakah jenis kelamin laki-laki merupakan prediktor negatif terhadap kondisi klinis
akhir pasien masih menjadi perdebatan. Pada penelitian retrospektif terbaru pada
pasien yang berusia 13 hingga 74 tahun, pasien wanita memiliki tingkat harapan
hidup yang lebih panjang dibandingkan dengan pasien laki-laki dengan rata-rata 94
bulan. Angka signifikan tersebut tidak ditemukan secara konsisten pada seluruh
penelitian. Penelitian lain pada anak-anak menunjukkan bahwa meskipun perempuan
hidup lebih lama dibandingkan laki-laki, wanita akan memiliki konsekuensi yang
negatif terhadap terapi dibandingkan laki-laki. Perempuan akan lebih sering
mengalami toksisitas ginjal setelah dua siklus terapi dan akan akan memperoleh
transfusi darah dan trombosit yang lebih banyak perempuan juga cenderung
mendapatkan terapi antibiotik dan anti jamur IV selama siklus pertama kemoterapi.
Terdapat perbedaan kadar toksisitas dapat berhubungan dengan variasi enzim,
metabolisme obat, dan clearance obat antara kedua jenis kelamin. Meskipun secara
statistik laki-laki lebih sering didiagnosis dengan osteosarkoma, apakah jenis kelamin
akan berdampak pada tingkat harapan hidup pasien, hal tersebut masih belum
diketahui.
IMT prevalensi obesitas meningkat di Amerika Serikat. Tidak hanya IMT yang tinggi
(yang melebihi persentil ke-85 terhadap berat badan) yang memiliki efek buruk pada
kesehatan secara umum, hal ini juga berpotensi untuk mengubah kondisi akhir pasien
dengan osteosarkoma. Beberapa komorbid lain yang terjadi pada obesitas, seperti
diabters subklinis dan inflamasi persisten, dapat memperburuk angka harapan hidup.
Kesulitan dalam memeberikan dosis efektif obat kemoterapi pada anak-anak dengan
IMT yang tinggi dan luas permukaan tubuh yang tinggi dapat berperan dalam
perbedaan tingkat harapan hidup. Obesitas dapat berdampak pada clearance ginjal
dan metabolisme hepar terhadap obat-pbat kemoterapi. Beberapa konsensus terbaru
yang dikembangkan oleh American Society of Clinical Oncology memberikan anjuran
untuk menggunakan berat badan dan luas area tubuh untuk menentukan dosis untuk
orang desasa dengan luas permukaan tubuh yang abnormal ketika tujuan terapi untuk
merawat pasien. Konsensus ini mungkin akan sangat berguna untuk menentukan dosis
kemoterapi pada anak-anak.
Penelitian yang saat ini dilakukan pada anak-anak akn menunjukkan tingginya IMT
akan berhubungan dengan toksisitas ginjal yang lebih besar setelah melakukan
kemoterapi siklus ke-dua, yang menjadi penyebab tersering abnormalitas elektrolit.
Pasien dengan IMT yang lebih tinggi akan memiliki komplikasi pada luka yang lebih
tinggi setelah dilakukan reseksi tumor. Komplikasi pada luka kemudian akan
terhambat setelah kemoterapi. Tingginya IMT pada intinya akan menyebabkan
perburukan pada tingkat harapan hidup secara keseluruhan : 69,7% pada kelompok
IMT yang tinggi dibandingkan dengan 80,5% pada kelompok IMT yang normal.
Meskipun IMT belum secara konsisten berhubungan dengan kondisi akhir pasien
yang buruk, hal tersebut disebablan banyaknya komorbid-komorbid lain yang
menjadikan kondisi akhir pasien sulit untuk pulih dari penyakit seperti osteosarkoma.
Lokasi Tumor Primer Tumor primer pad pelvis merupakan lokasi yang jarang
ditemukan (5% dari seluruh kasus), dan pasien dengan tumor pada lokasi tersebut
memiliki risiko relap dan kematian yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan
lokasi tumot pada ekstrimitas. Tingkat rekurensi tumor pelvis di lokasi yang sama
sekitar 11% hingga 44%. Penelitian kohort yang terbaru pada remaja dan dewasa
muda, pasien dengan tumor nonpelvis memiliki tingkat harapan hidup dan terbebas
dari suatu gangguan klinis lain dalam 5 tahun yang dua kali lebih tinggi dibandingkan
dengan tumor pada pelvis. Pada faktanya, pasien dengan tumor pelvis memiliki
tingkat harapan hidup dan terbebas dari suatu gangguan klinis dalam 5 tahun yang
sama dengan pasien dengan osteosarkoma metastasis pelvis, yang menjadikan hal
tersebut sulit untuk diterapi dan divisualisasikan pada gambaran radiologi. Sebagai
hasilnya, tumor pelvis akan didiagnosis pada stadium yang lebih berat. Berdasarkan
regional anatominya, tumor pelvis lebih sulit untuk dieksis dengan batasan yang
adekuat. Juga, operasi pelvis akan menempatkan pasien tersebut pada risiko cedera
pada organ vital atau terhadap saraf ang dibutuhkan untuk pergerakan ekstrimitas atau
kandung kemih dan fungsi pergerakan kandung kemih. Lokasi reseksi pelvis akan
menyababkan pemendekan otot dan tulang, yang membutuhkan bedah invasif yang
melibatkan banyak lokasi pembedahan.
Metastasis Pasien dengan osteosarkoma metastasis memiliki tingkat harapan hidup
yang lebih buruk secara umum. Rata-rata, tingkat harapan hidup dalam 5 tahun pada
pasien dengan seluruh jenis lesi metastasis adalah sebesar 20% hingga 40%.
Penelitian retrospektif pada pasien yang berusia 13 hingga 74 tahun, menunjukkan
penyakit yang terlokalisasi memiliki harapan hidup rata-rata 84 bulan lebih lama
dibandingkan dengan pasien dengan metastasis. Pada penelitian yang berbeda yang
dilakukan oleh Childrens Oncology Group, remaja dan dewasa muda dengan
diagnosis metastasis memiliki tingkat harapan hidup dalam 5 tahun sebesar 36%
dibandingkan dengan 74% pada pasien tanpa metastasis. Meskipun 15% - 20% pasien
mampu untuk dideteksi adanya metastasis, lebih dari 80% menunjukkan adanya
mikrometastasis pada diagnosis awal yang tidak dapat terdeteksi berdasarkan metode
diagnosis yang tersedia sekarang. Hal ini menjelaskan mengeapa pemberian
kemoterapi sistemik mengalami perubahan secara signifikan yang memperbaiki
tingkat harapan hidup pada seluruh pasien. Sebuah penelitian yang melakukan
evaluasi pada 461 kasus osteosarkoma pada ekstrimitas dan pelvis pada seluruh umur
menemukan bahwa penyakit metastasis dan tumor yang lebih besar dari 5 cm pada
saat terjadinya rekurensi penyakit berhubungan dengan tingkat harapan hidup yang
lebih buruk. Perkiraan harapan hirup dalam 5 tahun setelah terjadinya rekurensi akan
menurun dari 88% ke 11% ketika tumor memiliki ukuran 5 cm atau lebih besar; hal
ini disebabkan karena keterbatasan pilihan terapi untuk tumor yang lebih besar.
Diagnosis metastatis dan rekurensi masih menjadi prediktor yang kurang baik
terhadap kondisi akhir pasien.

MEMASTIKAN DIAGNOSIS YANG TEPAT


Saat presentasi awal, osteosarkoma sering disalah diagnosis dengan kondisi yang
lebih sering. Sebuah penelitian terbaru menemukan 80% dari pasien pada awalnya
disalah diagnosis setelah mengalami nyeri selama 1 hingga 3 minggu. Diagnosis awal
yang diberikan kepada pasien dengan diagnosis utama osteosarkoma termasuk nyeri
yang bertambah, stress fracture, terkilir dan infeksi. Walaupun diagnosis yang paling
mungkin ditelesuri terlebih dahulu, bukan diagnosis tersebut yang hanya
dipertimbangkan. Radiologi dan pemeriksaan tambahan dapat membantu untuk
membedakan berbagai diagnosis yang mungkin.
Mendiagnosis osteosarkoma lebih awal adalah penting untuk penatalaksanaan
cepat dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Alasan untuk menunda diagnosis
termasuk tidak mendapatkan foto radiologi saat keluhan utama, tidak
mempertimbangkan keganasan dan gagal mengidentifikasi perubahan tulang yang
mengarah kepada keganasan saat radiologi awal dan tidak mengulang pengambilan
foto rdiologi sebagai follow up tanpa mengambil kira diagnosis awalnya. Sebagai
tambahan, pasien mungkin mempunyai gejala yang lambat muncul sehingga menjadi
sulit untuk mengidentifikasi penyakit secara dini dan memberikan perawatan. Secara
keseluruhan, penyakit ini agak jarang dan tidak dikaji dengn cukup untuk
menyingkirkan diagnosis banding sehingga osteosarkoma gagal menjadi salah satu
diagnosis banding oleh dokter.
Dokter primer memainkan peranan utama dalam mendiagnosis dan
menentukan osteosarkoma dengan konsistensi dan membina hubungan dengan pasien.
Langkah spesifik boleh membaantu dalam mengimplemintasi apabila orang dewasa,
khususnya yang berusia 10 tahun hingga 19 tahun dengan keluhan nyeri tulang,
pincang, atau kemerahan atau bengkak di area nyeri. Melainkan pasien mengalami
cedera dalam waktu terdekat, gejala tersebut harus mengarah ke kadar kecurigaan
yang lebih tinggi. Dokter harus mendapatkan foto radiologi pada deluruh daerah yang
mencurigakan. Sekiranya didapatkan sunburst appearance atau elevasi periosteal,
diagnosis osteosarkoma harus dipertimbangkan. Setelah itu, dokter harus melakukan
permintaan MRI dengan kontras di seluruh bagian tulang yang terkena dan mengonsul
pasien ke konsultan ortopedi onkologi. Dengan melakukan permintaan MRI yang
cepat, memenimialkan tugas konsulen dan memberikan diagnosis osteosarkoma yang
lebih cepat. Dokter ortopedi onkologi dan dokter bedah ortopedi akan menentukan
sekiranya hasil MRI memrlukan biopsi tulang. Tanggungjawab yang besar ada pada
dokter primer untuk memulakan langkah terhadap diagnosis yang benar.

KESIMPULAN
Untuk meningkatkan diagnosis yang pasti, dokter harus mempertimbangkan
osteosarkoma sebagai diagnosis yang mungkin pada anak-anak dengan nyeri tulang
dan pincang yang berterusan. Memandangkan tidak ada metode yang ada untuk
osteosarkoma, dokter harus mencurigai diagnosis osteosarkoma dan menggunakan
pertimbangan mereka saat melakukan permintaan radiologi. Radiologi tambahan
harus dilakukan terutamanya MRI pada pasien dengan nyeri dan kelainan radiologi
menyerupai disrupsi trabecular atau osteosklerosis yang tidak jelas atau osteolisis.
Pada pasien yang didiagnosis dengan osteosarkoma, follow up radiologi dan
CT scan adalah penting untuk memantau rekurensi, terutamanya dalam 2 hingga 3
tahun setelah selesai pengobatan. Meskipun ada faktor prognosis tidak dapat dirubah
yangtidak boleh dielakkan, dokter harus menyasarkan untuk menurukan kejadian
metastasis dengan mendiagnosis osteosarkoma pada tahap awal. Satu-satunya cara
untuk melengkapkan tugas ini adalah untuk mengeliminasi perandaian dan
menginvestigasi secara teliti setiap keluhan nyeri dalam populasi pasien paling rentan.

Anda mungkin juga menyukai