Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernapasan di


RSUD Bangil Pasuruan. Berdasarkan Tabel 2 Menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian
terapi oksigen di RSUD Bangil Pasuruan mayoritas adalah cukup (58,3%) dan 10 responden
yang dapat melakukan pelaksanaan terapi oksigen dengan baik ( 41,6%). Ini dapat dibuktikan
bahwa hampir sebagian besar responden dapat melaksanakan setiap point perintah dengan
nomor 1-15 kecuali nomor 10 dilakukan dengan baik serta nilai yang dicapai adalah 3 dan
jika di total nilai yang didapat yaitu sebesar 540 serta tidak sedikit pula responden yang lupa
atau melaksanakan tindakan pemberian terapi oksigen dengan nilai di bawah 3 ini terjadi
pada point perintah no 10,16,17,18,19,20 dengan keseluruhan nilai yang didapat yaitu sebesar
120. Untuk point perintah nomor 10 yang sering tidak dilakukan adalah tindakan cuci tangan,
padahal jika diperhatikan tindakan cuci tangan sebelum melakukan tindakan sangat penting
meskipun kata mereka sepele. Menurut Depkes (2003) , salah satu penyebab dari terjadinya
infeksi nosokomial adalah karena dekontaminasi tangan. Padahal transmisi penyakit melalui
tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya
hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti waktu mencuci tangan
yang lama, kurangnya pengetahuan mengenai cuci tangan yang benar, kurangnya peralatan
cuci tangan. Dari sinilah virus, bakteri dapat tertular melalui kontaminasi tangan. Point
nomor 16,17,18,19,20 yang sering tidak dilakukan atau dilakukan namun kurang maksimal
adalah tindakan mengobservasi setelah melakukan tindakan pemberian terapi oksigen.
Menurut teori Pooter and Perry (2005) pemberian oksigen tidak hanya memberikan efek
terapi tetapi jika penggunaannya tidak tepat dapat menyebabakan efek seperti depresi
ventilasi, keracunan oksigen. Keadaan yang terjadi diatas dapat merusak struktur jaringan
paru seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan, akibatnya proses difusi diparu akan
terganggu bila kita tidak sering mengontrol saturasi oksigen.
Menurut teori Utama (1999), ketrampilan merupakan kemampuan untuk melakukan
sesuatu yang baik dan benar. Seorang perawat dikatakan terampil apabila telah dapat
memberikan pelayanan keperawatan dengan baik dan benar. Baik dan benarnya pelaksanaan
pemberian terapi oksigen ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu
faktor usia dan pendidikan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pemberian
terapi oksigen di ruang paru dilakukan oleh perawat rata-rata berusia 28 tahun. Menurut
WHO usia ini merupakan kategori usia dewasa awal. Jika diperhatikan pada masa usia inilah
kemampuan atau kinerja mengalami masa-masa peningkatan. Akan tetapi, keterampilan
seorang perawat bukan hanya tergantung dari tingginya pendidikan yang diterimanya, tapi
pengalaman dalam melakukan pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh (Zulkifli,
1999). Menurut penelitian hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori di atas bahwa
penderita gangguan system pernapasan harus terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan cara
pemberian terapi oksigen. Pemberian terapi oksigen adalah suatu kemampuan untuk
memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat sesuai kebutuhan (Depkes RI, 2005) tentunya cara pemberiannya pun
harus benar dan tepat. Hal ini sesuai dengan teori Utama (1999), yaitu keterampilan
merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Kematangan usia
yang baik dapat memudahkan untuk mendapat pengetahuan serta dapat dengan mudah untuk
mengembangkan ilmu atau pengetahuan yang sudah ada. Sama halnya dengan ini bahwa usia
dan pendidikan saling terkait, usia yang cukup dan tingkat pendidikan yang baik dapat
memudahkan responden dalam menerima perubahan ilmu serta dapat melaksanakan
pemberian terapi oksigen dengan baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai