Abstrak
Secara umum seorang guru/dosen dikatakan telah selesai mengajar jika telah melaksanakan
pengajaran sesuai jam yang tersedia. Namun, apakah telah tercapai kompetensi? Belum
tentu. Bagaimana menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dijamin
secara teori pendidikan akan mencapai kompetensi yang dirumuskan? Dalam makalah ini
diuraikan penggunaan PBL berorientasi kegiatan lab dalam pembelajaran fisika, yang
dijamin dari segi landasaan teori pendidikan akan mencapai kompetensi fisika yang
dirumuskan. Uraian terutama berkaitan dengan kompetensi fisika apa saja yang bisa
dicapai dengan penggunaan PBL, bagaimana merumuskan masalah serta langkah-langkah
pelaksanaan PBL di kelas.
Pendahuluan
Marilah kita simak beberapa hasil penelitian tentang pembelajaran berikut ini. Dahar
(1988:2) berdasarkan hasil penelitiannya mengemukakan bahwa seseorang dapat
mengajar, dan terus mengajar dengan baik tanpa siswa belajar. Pendapat Dahar tersebut
sebenarnya telah dikumandangkan oleh Bodner (1986:873) dengan pernyataan "Teaching
and learning are not synonymous, we can teach, and teach well, without having the
students learn" di Amerika Serikat (AS). Selain itu, dengan nada yang sama, van den Berg
(editor) (1991:17), berdasarkan beberapa hasil penelitian mereka, mengemukakan bahwa
di beberapa SMU, bahkan di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, konsepsi peserta
didik tentang konsep konsep ilmu mengandung miskonsepsi.
Berdasarkan pada hasil penelitian ketiga pemerhati pendidikan itu saja, dapat
disimpulkan bahwa pengajaran yang tidak memperhatikan aspek teori pembelajaran tidak
menyebabkan siswa/mahasiswa belajar. Hasil penelitian menunjukkan pula, bahwa
pengajaran yang diyakini baik (teach well) di Amerika Serikatpun sering tidak
menghasilkan pembelajaran. Yang lebih gawat lagi, dalam pengajaran (bahkan pengajaran
yang dianggap baik) sering menimbulkan miskonsepsi (di Indonesia lihat van den Berg
*)
Prof. Dr. Mara Bangun Harahap, M.S adalah dosen fisika di FMIPA Unimed
(editor) (1991: 17)). Hestenes dan Halloun (dalam van Heuvelen, 1992:56) di Universitas
Arizona (Arizona State University) menemukan bahwa gaya (style) dosen tidak
mempengaruhi hasil belajar tentang pemahaman kualitatif mahasiswa. Mereka menemukan
pula bahwa hasil belajar mahasiswa yang diajar oleh profesor pemeroleh "award"
(hadiah) pendidikan, sama saja dengan hasil belajar mahasiswa yang diajar seorang
dosen baru (pengalaman mengajarnya minim), yang mengajar dengan mengacu pada
buku teks secara ketat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat mengajar
dengan baik tanpa peserta didik belajar. Pengajaran tersebut tidak mencapai kompetensi.
Berdasarkan itu, pengajaran yang seharusnya terjadi adalah pengajaran yang menimbulkan
belajar untuk pencapaian kompetensi. Dengan kata lain, pembelajaran (pengajaran yang
menimbulkan belajar) yang diinginkan adalah pembelajaran yang efektif untuk pencapaian
kompetensi. Guru/dosen/tutor/instruktur pakar atau efektif atau profesional adalah
guru/dosen/tutor/instruktur yang memiliki kompetensi: kepribadian, profesional, pedagogik
dan sosial yang mampu melaksanakan pembelajaran efektif untuk pencapaian kompetensi.
Pada bagian berikut diuraikan bagaimana cara melaksanakan pembelajaran yang efektif
untuk pencapaian kompetensi. Berdasarkan uraian berikut ini, akan jelas tergambar bahwa
pembelajaran yang diharapkan adalah: pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran yang tepat untuk pencapaian kompetensi. Jika pembelajaran tidak mencapai
kompetensi yang dirumuskan, maka pembelajaran tersebut tidak efektif. Guru maupun
dosen tersebut belum memiliki kompetensi pedagogik dalam pendidikan berbasis
kompetensi. Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi terukur melalui tercapai tidaknya
kompetensi.
Penyusunan rencana Proses Belajar Mengajar (PBM) atau proses pembelajaran,
yang sebaiknya disusun dalam bentuk skenario, dalam penyusunan suatu RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran) berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
ditargetkan untuk mencapai kompetensi yang telah dirumuskan. Dengan demikian,
penentuan apa saja yang harus dilakukan guru dan siswa dalam perencanaan proses
pembelajaran sangat mempengaruhi tercapai tidaknya kompetensi yang telah dirumuskan.
Arends (2001: 24) menyatakan bahwa konsep model pembelajaran yang
dikembangkan Joyce et al. (1992; 2000) dapat digunakan sebagai sumber rancangan proses
pembelajaran yang luaran atau hasil pelaksanaan rancangan proses pembelajaran tersebut
adalah kompetensi yang telah dirumuskan. Berdasarkan itu, disarankan mengimplemen-
tasikan model-model pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi yang dirumuskan. Model-model pembelajaran yang disarankan
digunakan oleh calon guru pemula (dalam microteaching, PPL dan selanjutnya digunakan
ketika menjadi guru pemula) maupun oleh dosen microteaching dan PPL adalah model-
model pembelajaran yang merupakan hasil penelitian seperti mode-model yang
dikemukakan Joyce et al (1992; 2000) dan Arends (1997; 2001). Selain itu, dianjurkan
pula menggunakan model-model yang merupakan hasil pengembangan model
pembelajaran berbasis penelitian yang dikembangkan dosen-dosen Unimed (lihat
misalnya: Armanto, 2005; Harahap, 2005; Sinaga, 2007) dan model-model lainnya yang
dikembangkan di Indonesia maupun luar negeri. Perlu diingatkan di sini, bahwa model-
model yang dikembangkan dosen Unimed sifatnya sangat spesifik dibandingkan model-
model pembelajaran yang dikemukakan Joyce et al (1992; 2000) dan Arends (1997; 2001)
yang bersifat umum (dapat digunakan untuk semua bidang studi dengan batasan hanya
pada jenis hasil belajar (kompetensi) yang dicapai dengan model tersebut).
Mengapa harus menggunakan model pembelajaran? Apakah tidak cukup
menggunakan metode dan/atau strategi pembelajaran saja? Menurut Arends (2001:
24) konsep model pembelajaran Joyce et al. dan Arends sendiri lebih luas dari konsep
strategi maupun metode pembelajaran. Dengan demikian, menggunakan model
pembelajaran yang ditawarkan Joyce et al. dan Arends serta para pengembang model
lainnya, berarti telah menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tersusun secara
sistematis dan telah teruji melalui penelitian untuk mencapai hasil belajar berupa
kompetensi yang spesifik untuk model-model tersebut.
Joyce et al. (1992: 4) mendefinisikan model pembelajaran sebagai berikut: A
model of teaching is a plan or pattern that we can use to design face to face teaching in
classrooms or tutorial settings and to shape instructional materials-including books, films,
tapes, and computer-mediated programs and curriculums (long term courses of study).
Lebih lanjut, Arends (2001: 24) mengemukakan: Models of teaching is an overall plan,
or pattern, for helping students to learn spesific kinds of knowledge, attitudes, or skills.
Berdasarkan pengertian konsep model pembelajaran seperti itu, maka setiap model
pembelajaran berfungsi memberikan arah dalam pendesainan pembelajaran dalam rangka
membantu peserta didik mencapai berbagai tujuan dan/atau kompetensi.
Joyce et al. (1992:13) menyatakan bahwa model pembelajaran mempunyai unsur-
unsur: landasan teori, strategi, dan langkah pengimplementasian (pemakaian) model di
ruang kelas atau setting (latar) pembelajaran lainnya. Landasan teori suatu model
pembelajaran adalah penjelasan tentang tujuan-tujuan model, asumsi-asumsi teoretis
(theoretical assumptions), dan prinsip-prinsip reaksi serta konsep-konsep utama ( major
concepts) yang mendasari model. Strategi suatu model pembelajaran diartikan sebagai
deskripsi tentang pengoperasionalan model. Deskripsi tersebut dinyatakan dalam empat
konsep: sintaks, sistem sosial, prinsip-prinsip reaksi dan sistem pendukung. Deskripsi itu
merupakan aktivitas-aktivitas apa yang seharusnya terjadi, dan jika mungkin dalam urutan
(sequence) bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut terjadi. Sintaks atau pemfasean model
merupakan penjelasan pengoperasian model (model in action). Sintaks dijelaskan dalam
term-term deretan aktivitas yang disebut fase (phase). Sistem sosial merupakan penjelasan
tentang peranan guru dan peserta didik dan keterhubungan serta jenis norma-norma yang
didukung. Di dalam prinsip-prinsip reaksi dijelaskan bagaimana sebaiknya guru
memandang peserta didik dan bagaimana berespons terhadap yang dilakukan peserta didik.
Seterusnya, di dalam sistem pendukung dijelaskan apa saja yang mungkin diperlukan
sebagai tambahan terhadap model yang berkaitan dengan pendukung keterampilan
manusia, kapasitas dan fasilitas. Langkah pengimpelementasian (pemakaian) model di
ruang kelas atau setting pembelajaran lainnya dapat berupa ilustrasi untuk berbagai disiplin
(subject areas), atau pedoman penerapan pada tingkat umur tertentu atau desain kurikulum
tertentu atau saran-saran pegkombinasian suatu model dengan model lainnya. Selain itu,
dapat pula berupa diskusi tentang point-point penting yang kelihatannya menjadi penyebab
sulitnya model diterapkan oleh pendidik di ruang kelas atau setting pembelajaran lainnya.
Dalam konsep model pembelajaran Joyce et al., unsur-unsur utama terjalin secara
harmonis. Unsur-unsur utama tersebut adalah: landasan teoretis, strategi dan langkah
pengimplementasian atau sintaks (pemakaian model di ruang kelas atau setting (latar)
pembelajaran lainnya). Dengan kata lain, kelihatan benang merah penghubung dari
landasan teori sampai dengan penerapan di ruang kelas.
Dalam buku Joyce et al. edisi keenam, terbitan tahun 2000, ditawarkan 21 (dua
puluh satu) model pembelajaran. Dua puluh satu model itu, mereka kembangkan
berdasarkan hasil pencarian dan penganalisisan berbagai sumber, terutama sumber yang
merupakan hasil penelitian selama 40 tahun (Joyce et al., 2000: 1). Timbul pertanyaan:
Apakah semua model itu harus dikuasai (difahami dan dapat digunakan sesuai
dengan rambu-rambu model) oleh calon guru pemula (dalam microteaching, PPL dan
selanjutnya digunakan ketika menjadi guru pemula) maupun dosen microteaching
dan PPL, agar alumni program S1 Unimed disebut memiliki kompetensi pedagogik:
merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran?.
Arends (2001, 24) menyatakan bahwa tidak realistik (unrealistic) meminta calon
guru pemula (beginner) untuk menguasai keduapuluh satu model tersebut, yang juga sama
tidak realistiknya meminta calon guru pemula ini untuk hanya menguasai satu buah dari
keduapuluh satu model itu. Jadi, berapa model yang harus dikuasai? Tahun 1997, Arends
menyatakan pemula paling tidak menguasai 4 (empat) model saja, yakni model
pembelajaran: Direct Instruction (DI); Cooperative Learning (CL); Problem-based
learning (PBL) atau disebut juga Problem-based Learning; dan Discussion (Arends, 1997:
12). Namun, pada tahun 2001 Arends menyatakan sebaiknya pemula menguasai sebanyak
6 (enam) model, yakni model pembelajaran: Lecture; Direct Instruction (DI); Concept
Teaching (CT); Cooperative Learning (CL); Problem-Based Learning (PBL); dan
Classroom Discussion (CD) (Arends, 2001: 24-25).
Selanjutnya, pada bagian berikut hanya diuraikan model pembelajaran PBL yang
sangat cocok digunakan untuk pencapaian kompetensi dalam pembelajaran fisika (IPA).
Pada dasarnya, dalam pembelajan fisika model pembelajaran lainnya juga dapat digunakan
untuk mencapai kompetensi yang sesuai dengan hasil belajar menggunakan model
tersebut.
Barangkali kita semua pernah mengikuti pengajaran guru atau dosen yang sangat
pandai membuat humor dan dominan hanya memakai metode ceramah dalam
pengajarannya, dan kitapun senang, antusias, dan serius, sampai tidak terasa waktu berlalu
dan suasana tetap gembira. Namun, ketika tiba masa ujian kita tidak mampu menjawab
soal-soal dan kitapun tidak lulus atau tidak memperoleh nilai baik. Apa yang salah?
Padahal pembelajaran menarik, dan kita mengikuti dengan serius, antusias dan bergembira.
Jawabannya adalah: guru atau dosen tadi tidak menggunakan model pembelajaran (yang
merupakan hasil penelitian) yang dapat mencapai kompetensi yang diinginkan dosen/guru
tersebut. Memang guru/dosen tadi telah memakai metode maupun strategi pembelajaran
dengan benar dan tepat (peserta didik mengikuti dengan gembira, serius dan antusias)
namun pelaksanaan metode maupun strategi tersebut tidak tersusun secara sistematis
berlandaskan teori-teori pembelajaran yang telah teruji melalui penelitian menuju
pencapaian kompetensi yang dirumuskan. Yang diharapkan adalah: pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk pencapaian kompetensi, yang di
dalam pelaksanaannya diselipkan juga humor sehingga peserta didik belajar dengan
gembira, antusias, tetapi tetap serius dan yang paling penting harus mencapai kompetensi.
Jika pembelajaran tidak mencapai kompetensi yang dirumuskan, maka pembelajaran
tersebut tidak efektif. Guru maupun dosen tersebut belum memiliki kompetensi pedagogik
dalam pendidikan berbasis kompetensi. Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi terukur
melalui tercapai tidaknya kompetensi.
Menurut Arends (1997: 6-7) term model pembelajaran mempunyai 4 (empat)
atribut yang tidak dimiliki term strategi dan metode pembelajaran secara spesifik, yakni:
1). rasional teoretis yang koheren, yang dibuat secara eksplisit oleh pencipta
atau pengembang model;
2). pandangan (point of view) tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar;
3). prilaku mengajar yang diperlukan yang membuat model bekerja; dan
4). struktur ruang kelas yang dibutuhkan (lihat gambar 1).
Pandangan (point of view) tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar
(Tujuan Hasil Belajar Siswa)
Prilaku mengajar yang diperlukan yang membuat model bekerja (Tingkah
Laku Mengajar Guru)
Struktur ruang kelas yang dibutuhkan (Lingkungan Belajar dan Sistem
Pengelolaan)
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh
pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan
masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3)
ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Pebelajar yang melakukan
inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi
(higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti
induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning. Karakteristik lingkungan belajar model
pembelajaran PBL adalah: keterbukaan, keterlibatan peserta didik secara aktif, dan
atmosfir kebebasan intelektual.
Pembelajaran Berbasis Masalah cukup tepat untuk merealisasikan tujuan-tujuan
pendidikan fisika (Tobin, 1986; AAAS, 1993). Sekarang ini, pendidik banyak menerapkan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam pendidikan fisika (Lazear, 1991;
Treagust & Peterson, 1998; Gallagher et al., 1999; Slavin, 1999; Greenwald, 2000; Yuzhi,
2003; enocak, 2005; Wilson, 2005; Kilic, 2006). Fakta bahwa pendidikan fisika
didasarkan pada keduanya, praktek dan interpretasi, yakni sangat berhubungan
dengan kehidupan nyata, dan pembelajaran berbasis masalah memfasilitasi hubungan
keduanya. Dalam PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga
pebelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi
juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Pebelajar tidak saja harus
memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga
memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan
metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
PBL dimulai dengan suatu masalah yang memicu ketidaksetimbangan kognitif pada
diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan
bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah. Pada lampiran 1
(http://www.udel.edu/pbl/overload.html) dicantumkan contoh masalah yang dapat diajukan
untuk pembelajaran fisika menggunakan PBL. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah
muncul dalam diri pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh.
Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan
pebelajar tentang pengetahuan apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah, apa yang
harus dilakukan, atau bagaimana melakukannya dan seterusnya. Penerapan PBL dalam
pembelajaran dapat mendorong pebelajar mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana
berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia
membelajarkan dirinya. Lebih lanjut. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar
belajar secara mandiri. Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan
belajar yang konstruktivistik.
Arends (2004) mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk
mengimplementasikan PBL. Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang
dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Inti dari PBL adalah penyelidikan. Mungkin saja setiap situasi permasalahan
memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan
karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan
penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi
merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru/dosen harus mendorong
pebelajar untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun
aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya
adalah agar pebelajar mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun
ide mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-
masalah dalam buku-buku. Guru/dosen membantu pebelajar untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan guru/dosen seharusnya
mengajukan pertanyaan pada pebelajar untuk berifikir tentang massalah dan ragam
informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat
dipertahankan. Setelah pebelajar mengumpulkan cukup data dan memberikan
permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai
menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama
pengajaran pada fase ini, guru/dosen mendorong pebelajar untuk menyampikan semua ide-
idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru/dosen juga harus mengajukan
pertanyaan yang membuat mahasiswa berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang
mereka buat serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan.
Lampiran 1
Barbara Duch,
Center for Teaching Effectiveness
Example Problems:
-- Physics: Level 1, Level 2, Level 3
How does problem-based learning differ from other forms of active, group, or student-
centered learning? The primary distinction is the focus on introducing concepts to students
by challenging them to solve a real world problem. In contrast to the more traditional
approach of assigning an application problem at the end of a conceptual unit, PBL uses
problems to motivate, focus, and initiate student learning.
Therefore, a critical factor in the success of PBL is the problem itself. What are the
characteristics of good problems? Where can you find problems or cases in your discipline
to use in your courses?
This strategy keeps the students functioning as a group, drawing on each other's
knowledge and ideas, rather than encouraging them to work individually at the
outset of the problem.
5. The content objectives of the course should be incorporated into the problems,
connecting previous knowledge to new concepts, and connecting new knowledge to
concepts in other courses and/or disciplines.
Bloom's Cognitive
Student Activity
Level
Evaluation Making a judgment based on a pre-established set of criteria
Synthesis Producing something new or original from component parts
Breaking material down into its component parts to see
Analysis
interrelationships / hierarchy of ideas
Application Using a concept or principle to solve a problem
Comprehension Explaining/interpreting the meaning of material
Knowledge Remembering facts, terms, concepts, definitions, principles
A Level 2 problem adds a story-telling aspect to the end-of-chapter problem. This adds
some motivation for students to solve the problem, and it requires students to go beyond
simple "plug-and-chug" in order to solve it. There may even be some decision-making
involved, placing the questioning at Bloom's Comprehension or Application level. All the
information needed to solve it is given in the problem or the chapter.
Examples:
Physics: Level 1
A simplified electrical circuit for a home is shown below. Calculate the currents through
the fuse, lightbulb, electric crock and toaster.
Physics: Level 3
OVERLOAD
(page 1)
Rita and Arman are building their dreamhouse. They have already designed the layout of
all the rooms, with the help of Arman's father who is an architect. You are good friends
with Rita and Arman and since you've just studied circuits in your physics class, you are
interested in the wiring plans for the new home. Rita tells you that the house will have 4
bedrooms, a family room, living room, dining room, 2 bathrooms, a utility/wash room, and
a combination kitchen/breakfast area. Arman tells you that he doesn't know how many
circuits his house needs in order to be safe. In fact, Arman isn't even sure he knows what a
circuit is, or how a circuit breaker works. Does he need some 240 V lines as well as 120
V ? What voltage are the electrical lines coming into the house? How are the ratings on the
circuit breakers determined? How are houses wired?
Using your knowledge of physics, answer Arman's questions. If you don't know the
answer, where can you find the information you need? What questions should you ask Rita
and Arman in order to determine their wiring needs?
(When finished with these questions, ask your instructor for page 2.)
(page 2)
Rita tells you that they will have many appliances in the kitchen. A microwave,
refrigerator, blender, toaster oven, toaster, can opener, electric fry pan, electric wok, mixer,
clock radio, clock, crock pot, and dishwasher. Arman says that his computer and printer,
and Rita's ironing and sewing "stuff" will be in the same bedroom. Arman uses an electric
razor, while Rita uses a blow dryer and curling iron in the main bath.
They also inform you that in the morning, Arman cooks breakfast while Rita does her hair
in the bathroom. And in the evening, while Rita cooks dinner, Arman works on his
computer or watches TV in the living room. Rita likes to sew or iron while Arman does the
budget on the computer.
They show you a sketch of the floor plans for the house. The dimensions of the rooms are
as follows: kitchen: 12'x15', living room: 15'x25', spare bedroom: 10'x12'.
Is there a minimum number of outlets that must be wired for each room? How are
overhead light switches wired into the circuit?
Sketch the wiring diagram for the kitchen. Do you need more than one circuit breaker for
the kitchen? Design the wiring so that no circuit breaker opens while Rita is using several
of her appliances cooking dinner. Be sure to give several examples of multiple appliance
use.
When you have answered these questions and sketched the wiring diagram, check with
your instructor before doing the final activity.
Construct a wiring plan for the kitchen, main bathroom, spare bedroom, and living room in
the new house with the minimum number of circuits which will still suit Arman's and Rita's
mode of living. Your design should insure that no circuit breakers will trip during the busy
mornings or evenings. Be sure to include the normal items in rooms (lights, stereo, VCR,
etc.) as you plan your wiring diagram.
Lampiran 2
Materi Prasyarat
Rankaian seri, paralel dan seri paralel arus AC
Model Pembelajaran:
Problem-based Learning
Skenario Pembelajaran
Masalah 1
Rita dan Arman sedang membangun dreamhouse mereka. Mereka telah merancang
tata letak semua ruangan, dengan bantuan ayah Arman yang arsitek. Anda bersahabat baik
dengan Rita dan Arman dan Anda baru saja mempelajari sirkuit di kelas fisika Anda, Anda
tertarik pada rencana pengkabelan sirkuit untuk rumah baru. Rita mengatakan kepada anda
bahwa rumahnya akan memiliki 4 kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan,
2 kamar mandi, sebuah utilitas/kamar mandi, dan dapur kombinasi/daerah sarapan. Arman
memberitahu Anda bahwa dia tidak tahu berapa banyak kebutuhan sirkuit rumahnya agar
aman. Bahkan, Arman tidak yakin dia tahu apa-apa tentang sirkuit, atau cara kerja suatu
pemutus sirkuit. Apakah ia membutuhkan 240 V AC atau 120 V? Apa tegangan listrik
jalur masuk ke rumah? Bagaimana peringkat pada pemutus sirkuit ditentukan? Bagaimana
pengkabelan rumah?
Gunakan pengetahuan Anda tentang fisika, untuk menjawab pertanyaan Arman. Jika Anda
tidak tahu jawabannya, di mana Anda dapat menemukan informasi yang Anda
butuhkan? Pertanyaan apa yang harus Anda berikan pada Rita dan Arman untuk
menentukan kebutuhan kabel?
(Setelah selesai dengan pertanyaan-pertanyaan ini, lanjutkan halaman ke masalah ke 2)
Masalah ke 2
Rita memberitahu Anda bahwa mereka akan memiliki banyak peralatan dapur. Sebuah
microwave, kulkas, blender, oven pemanggang roti, pembuka kaleng, panci goreng listrik,
wajan listrik, mixer, radio jam, jam, panci kuali, dan mesin cuci piring. Arman mengatakan
bahwa ada komputer dan printer, dan Rita menyetrika dan menjahit di kamar tidur yang
sama. Arman menggunakan pisau cukur listrik, sementara Rita menggunakan hair dryer
dan curling iron dalam kamar mandi utama.
Mereka juga menginformasikan bahwa di pagi hari, Arman memasak sarapan sementara
Rita mencuci rambutnya di kamar mandi. Dan di malam hari, sementara Rita memasak
makan malam, Arman bekerja pada komputer atau menonton TV di ruang tamu. Rita suka
menjahit sementara Arman tidak suka anggaran yang membengkak pada komputer.
Mereka menunjukkan sebuah sketsa rencana untuk lantai rumah. Dimensi ruang
adalah sebagai berikut:
dapur: 12'x15 ', ruang tamu: 15'x25', kamar tidur untuk tamu: 10'x12 '.
Apakah ada jumlah minimum outlet yang harus ditransfer untuk setiap kamar? Bagaimana
kabel saklar lampu overhead ke rangkaian?
Sketsa diagram pengkabelan untuk dapur: Apakah Anda perlu lebih dari satu pemutus
sirkuit untuk dapur? Desainlah kabel sehingga tidak ada pemutus sirkuit terbuka sementara
Rita menggunakan beberapa peralatan memasak makan malam nya. Pastikan untuk
memberikan beberapa contoh penggunaan beberapa alat. Bila Anda telah menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini dan membuat sketsa diagram pengkabelan, cek dengan guru
Anda sebelum melakukan aktivitas akhir. Buatlah rencana kabel untuk dapur, kamar
mandi utama, kamar tidur, dan ruang tamu di rumah baru dengan jumlah minimum sirkuit
yang masih akan sesuai untuk gaya hidup Arman dan Rita. Desain harus memastikan
bahwa tidak ada pemutus arus ketika pada pagi atau malam hari ang sibuk. Pastikan untuk
menyertakan item normal dalam kamar (lampu, stereo, VCR, dll) ketika Anda
merencanakan diagram pengkabelan Anda.
Kegiatan pembelajaran berbasis masalah pada tatap muka III, sebagai berikut:
Kegiatan pembelajaran berbasis masalah pada tatap muka III ditutup dengan
mendistribusikan LKS untuk dikerjakan secara individual di rumah, serta menyampaikan
rencana kegiatan pada pertemuan berikutnya (tatap muka IV).
Kegiatan pembelajaran berbasis masalah untuk tatap muka IV, sebagai berikut: