1
Diagnosa psoriasis dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan pemeriksaan
penunjang berupa lesi simetris, Auspitzs sign, penyebaran lesi yang melibatkan
permukaan ekstensor ekstremitas terutama pada bagian siku, lutut, kepala, bawah
lumbo sacral, bokong dan genitalia, dan berwarna keperakan. Apabila diagnosis
psoriasis belum pasti dapat dilakukan pemeriksaan biopsi sebagai pemeriksaan
penunjang.1
2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.F
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Banda Aceh
Tanggal Pemeriksaan : 22 Agustus 2017
Nomor RM : 1138471
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bercak kemerahan
Keluhan Tambahan
Gatal
4
Gambar 2. Regio Thorakoabdominal
5
Regio : Cubiti, thorakoabdominal, genu,dan cruris
Deskripsi lesi : Tampak plak eritematous, permukaan tertutup skuama tebal, tepi
irregular, batas tegas, jumlah lesi multipel, tersebar diskret,
distribusi generalisata
Regio : Manus
Deskripsi lesi : Tampak papul dengan permukaan tertutup skuama tebal ukuran
milier, tepi irregular, batas tegas, jumlah lesi multipel, tersebar
diskret, distribusi generalisata
6
Gambar 5. Regio Pedis
Regio : Pedis
Deskripsi lesi : Tampak hiperkeratosis unguium digiti I-V tarsal di bagian
hiponicium dan eponicium, tampak garis Beau pada lempeng
kuku.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kaarsvlek phenomen
Hasil pemeriksaan didapatkan hasil positif, yaitu tampak skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores yang
disebabkan oleh berubahnya indeks bias
2. Autpitz sign
Hasil pemeriksaan tampak adanya bintik-bintik perdarahan setelah skuama
digores dan dilepas
3. Koebner phenomen
Tidak ditemukan koebner pada saat di inspeksi
7
Gambar 6. Kaarsvlek phenomen dan Autpitz sign
DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis Vulgaris
2. Tinea Korporis
3. Pytiriasis rosea
4. Sifilis sekunder
5. Morbus Hansen
RESUME
Pasien mengeluhkan adanya bercak kemerahan dan gatal di seluruh tubuh. Bercak
kemerahan awalnya timbul di daerah lutut dan siku. Pasien juga mengeluhkan
gatal yang memberat saat berkeringat dan adanya nyeri sendi yang hilang timbul
dan memberat saat bangun tidur. Dari pemeriksan fisik didapatkan pada region
cubiti, thorakal, genu dan cruris adanya plak eritematos, permukaan tertutup
skuama tebal, tepi ireguler, batas tegas, jumlah lesi multiple, tersebar diskret,
distribusi generalisata. Pada pemeriksaan penunjang, kaarsvlek phenomen dan
Autpitz sign didapatkan hasil positif.
8
DIAGNOSIS KLINIS
Psoriasis Vulgaris
TATALAKSANA
1. Asam salisilat 10 % + LCD 5% + desoximethason oint 0,1% (pagi)
2. Asam salisilat 3 % + LCD 5% + klobetasol propionat cream 0,05% (malam)
3. Asam salisilat 3 % + LCD 5% + vaseline album 30 gram (sore)
4. Asam salisilat 3 % + LCD 5% + momethason furoat 0,1% cream (siang)
EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini bersifat kronis dan besar
kemungkinan untuk kambuh kembali
2. Hindari menggaruk daerah gatal dan kemerahan karena akan menyebabkan
ruam kemerahan semakin bertambah banyak
3. Ganti baju lapisan luar tiap hari
4. Berusaha untuk menghentikan kebiasaan merokok
5. Teratur memakai obat
PROGNOSIS
9
ANALISA KASUS
11
Tsurata et al pada tahun 2017 didapatkan bahwa asam urat kristal merupakan
stimulator kuat pencetus innate imunity, dimana hiperurisemia menyebabkan
kristalisasi asam urat pada sendi dan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan
psoriasis artritis pada pasien psoriasis. Pada pasien ini, pasien mengeluhkan nyeri
sendi sejak 1 bulan yang lalu yang dirasakan hilang timbul dan memberat pada
saat bangun tidur. Karena tidak dilakukannya pemeriksaan laboratorium pada
pasien ini, nyeri sendi didiagnosa banding dengan gout arthritis dan psoriasis
vulgaris.8,9,10
Psoriasis dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko yaitu lingkungan,
genetik, trauma, obat-obatan, infeksi, sinar matahari, faktor metabolik, obesitas,
stress, alkohol dan merokok. Pada pasien ini faktor risiko yang dapat mendukung
terjadinya psoriasis adalah trauma yaitu pasien sering menggaruk, pasien juga
mengatakan putus asa dalam menjalani pengobatan yang tidak kunjung sembuh
serta mengganggu aktifitasnya sehari-hari, dan pasien adalah seorang perokok
aktif dengan frekuensi merokok 1 bungkus per hari. Trauma sebagai faktor
predisposisi terjadinya psoriasis dapat menyebabkan fenomena koebner yaitu
berbagai macam ransangan lokal yang merugikan termasuk fisik (garukan), kimia,
listrik, bedah, infeksi yang dapat menyebabkan lesi psoriasis. Stress merupakan
faktor predisposisi yang memiliki peran saat onset dan eksaserbasi psoriasis.
Terdapat hubungan yang konsisten antara peristiwa kehidupan berat dengan
manifestasi penyakit, penelitian yang telah dilakukan di Inggris terhadap lebih
dari 60% sampel pasien psoriasis percaya bahwa stress adalah faktor utama
penyebab psoriasis, stress juga menyebabkan penyakit bertambah lebih berat,
psoriasis memang dapat mengganggu kualitias hidup penderitanya apalagi jika
disertai dengan rasa gatal dan nyeri. Merokok lebih dari 20 batang per hari
memiliki hubungan dengan 2 kali lipat teradinya psoriasis berat, merokok
memiliki peran dalam perkembangan psoriasis. Peran genetik juga berpengaruh
dalam psoriasis menurut penelitian yang dilakukan di Jerman memiliki pengaruh
dengan psoriasis yaitu 14% berpengaruh jika satu orang tua yang terkena, 41%
jika kedua orang tua yang terkena, 6% jika saudara kandung terkena dan 2% jika
tidak ada orang tua atau saudara kandung yang terkena. Namun, menurut
12
1, 2,
pengakuan pasien tidak ada keluarga yang mengalami hal sama seperti pasien.
3
Gambar 7. Psoriasis
(a)
13
(b)
Pityriasis rosea ditandai dengan papul dan makula berwarna salmon, yang
tersebar diskret atau konfluens, berbentuk oval atau sirkel ditutupi oleh skuama
halus. Lesi yang sembuh meninggalkan macula hipopigmentasi.2,11 (Gambar 9)
14
Gambar 10. Tinea Korporis
15
Diagnosis psoriasis dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan pemeriksaan
penunjang berupa lesi simetris, Autpitzs sign, penyebaran lesi yang melibatkan
permukaan ekstensor ekstremitas terutama pada bagian siku, lutut, kepala, bawah
lumbo sacral, bokong dan genitalia dan berwarna keperakan. Pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan psoriasis diantaranya uji kulit, pemeriksaan uji kulit
yang dilakukan berupa pemeriksaan fenomena tetesan lilin dimana bila lesi yang
berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah warna menjadi putih yang
disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Autpitzs sign apabila skuama
yang berlapis-lapis tersebut diangkat akan timbul bintik-bintik perdarahan, dan
fenomena koebner yaitu apabila kulit sehat terkena trauma (garukan) akan muncul
kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis, reaksi koebner biasanya terjadi 7-
14 hari setelah trauma. Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan fenomenan
tetesan lilin dengan hasil ditemukanya skuama berwarna putihpada goresan,
Autpitzs sign dengan hasil ditemukannya titik perdarahan setelah skuama digores
dan dilepas dan telah dilakukan pemeriksaan fenomena koebner di kulit yang
sehat namun hasilnya akan muncul 7-14 hari setelah diberi perlakuan. Apabila
diagnosis psoriasis belum pasti dapat dilakukan pemeriksaan biopsi sebagai
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan biopsi histopatologi akan dijumpai
gambaran spesifik psoriasis adalah bermigrasinya sel radang granulosit-neutrofilik
berasal dari ujung subset kapiler dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu
lapisan parakeratosis stratum korneum yang disebut mikroabses Munro atau pada
1, 2, 3
lapisan spinosum yang disebut spongioform pustules of Kogoj
Pada psoriasis vulgaris terapi diberikan berdasarkan derajat dari psoriasis.
Terapi pada psoriasis dapat berupa topikal, fototerapi, sistemik dan terapi biologis.
Terapi topikal yang digunakan yaitu emolien, steroid topikal, dan vitamin D
analog sebagai lini pertama. Emolien merupakan pelembab oklusif untuk
mencegah dan mengurangi kekeringan, melembutkan kulit dan kaya akan asam
linoleat.1 Steroid topikal yang digunakan adalah steroid efek kuat.12 Steroid
berikatan dengan reseptor glukokortikoid yang kemudian menghambat ataupun
menstimulasi transkripsi gen yang berdekatan sehingga proses inflamasi menjadi
terkontrol.1 Steroid topikal sangat efisien untuk pengobatan jangka pendek dan
harus digunakan secara hati-hati pada bagian wajah, lipat paha, aksila, dan
16
payudara dikarenakan area ini sangat sensitif terhadap penetrasi steroid.12 Efek
yang dapat ditimbulkan dari pemakaian steroid topikal adalah atrofi epidermis dan
dermis, takifilaksis, dan pembentukan striae.1
Vitamin D diberikan untuk meningkatkan efisiensi steroid topikal.
Vitamin D ini berikatan dengan reseptornya dan mempengaruhi banyak ekspresi
gen. Efek yang ditimbulkannya adalah meningkatkan differensiasi keratinosit,
iritasi, dan hiperkalsemia akibat pemakaian yang berlebihan.1
Untuk lini kedua digunakan adalah asam salisilat, ditranol, tazarotene, dan
tar. Asam salisilat memiliki efek keratolitik yang meningkatkan reduksi
keratinosit dan menurunkan pH stratum korneum, sehingga deskuamasi dapat
berkurang dan plak menjadi lembut. Asam salisilat sering dikombinasikan dengan
kortikosteroid dan tar. Ditranol merupakan zat alami yang ditemukan di kulit
pohon araroba di Amerika Selatan, bisa juga disintesis dari antron. Ditranol dapat
diberikan pada psoriasis, terutama pada plak yang resisten pada terapi lain. Ini
juga bisa dikombinasikan dengan UVB. Efek samping yang ditimbulkan dapat
berupa dermatitis kontak iritan.1 Tezarotene merupakan retinoid topikal generasi
ketiga yang efektif terhadap eritema. Efek yang ditimbulkan dapat berupa iritasi
lokal. Tar bukanlah obat yang terstandarisasi untuk psoriasis. Namun, tar dapat
memicu supresi sintesis DNA dan menurunkan aktivitas mitotik di lapisan basal
epidermis. Contoh tar yang biasa digunakan adalah Liquor Carbonis Detergent
(LCD) 5 %. Pemakaian tar ini dapat menimbulkan reaksi alergi pada beberapa
pasien.1 Pada pasien ini diberikan terapi topikal kombinasi antara lini pertama dan
lini kedua, yaitu kortikosteroid desoksimethason oint 0,1%, klobetasol propionat
cream 0,05% dan momethason furoat cream 0,1%, masing-masing dari
kortikosteroid dikombinasikan dengan asam salisilat dan LCD 5%.
Fototerapi yang digunakan adalah Narrowband UVB (NB-UVB) sebagai
lini pertama. Penggunaan NB-UVB memberikan perbaikan >70% setelah 4
minggu dilakukannya terapi. Sembilan dari 11 pasien dinyatakan sembuh dan
terapi ini sangat efektif dibandingkan Broadband UVB (BB-UVB).1
Untuk terapi sistemik adalah metotreksat, retinoid, siklosporin, dan terapi
biologis.1,3 Metotreksat berikatan dengan plasma albumin (50-70%) yang
kemudian menghambat sintesis DNA dan bekerja sebagai antimitotik di
17
epidermis. Dari hasil studi menunjukkan metotreksat 10-100 kali lebih efektif
untuk menghambat proliferasi sel limfoid. Selain itu obat ini juga menghambat
kemotaksis sel polimorfonuklear. Sebelum pemberian terapi, fungsi ginjal, hati ,
dan sum-sum tulang harus normal, serta perlu perhatian khusus bila kortikosteroid
sedang digunakan.3 Dari penelitian Gutierrez et.al (2017) dan Atashfaraz et.al
(2013), dikatakan bahwa metotreksat memiliki toksisitas sebagai penyebab
infertil pada pria, dimana menginduksi kerusakan DNA sel sperma, sehingga
menurunkan kualitas dan kuantitas sel sperma.13,14 Retinoid bekerja dengan
menormalkan keratinisasi dan proliferasi epidermis. Sedangkan siklosporin
mereduksi sel T sehingga menghambat pengeluaran interleukin dan sitokin lain.1,3
Steroid sistemik tidak digunakan untuk pengobatan rutin pada psoriasis.
Ketika steroid sistemik digunakan, kesembuhannya akan cepat namun penyakit
bias lebih parah, sehingga membutuhkan dosis lebih tinggi untuk mengontrolnya.
Jika terapi diberhentikan, maka penyakit ini bias kambuh segera dan rebound
dalam bentuk psoriasis eritrodermik dan pustular.3
Terapi biologis juga dapat diberikan pada pasien psoriasis. Terapi
biologis merupakan modalitas terapi yang bertujuan untuk memblokade molekul
spesifik yang berperan dalam pathogenesis psoriasis, agen-agen biologis memiliki
efektivitas yang setara dengan metotreksat dengan risiko hepatotoksistas yang
lebih rendah. Meski demikian harganya cukup mahal, serta memiliki berbagai
efek samping seperti imunosupresi, reaksi infus, pembentukan antibody, serta
membutuhkan evaluasi keamanan penggunaan jangka panjang. Oleh karena itu,
terapi ini hanya diindikasikan bila penyakit tidak respons atau memiliki
kontraindikai terhadap metrotreksat.1 Pada pasien hanya digunakan terapi topikal
karena psoriasis pada pasien termasuk kedalam derajat ringan dengan nilai
Psoriasis Area Severity Index (PASI) 5,8.
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang
meningkat terhadap gangguan kardiovaskuler terutama pada pasien psoriasis berat
dan lama. Risiko infark miokard meningkat pada pasien usia lebih muda dengan
psoriasis berat. Sindroma metabolic dapat terjadi pada pasien psoriasis dan yang
paling umum diagnosisnya adaah hipertensi dan hiperlipidemia. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Walter et.al pada tahun 2010 sampai 2015
18
didapatkan pasien dengan psoriasis menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi
untuk terjadinya faktor risiko kardiovaskuler serta tingkat kematian yang lebih
tinggi dari pada pasien tanpa psoriasis. Pasien psoriasis juga memiliki masalah
gangguan emosional yang diikuti masalah depresi sehubungan dengan manifestasi
klinis berdampak terhadap menurunnya harga diri, penolakan social, merasa malu,
masalah seksual, putus asa dan gangguan kemampuan professional. Semuanya
dapat diperberat dengan adanya rasa gatal dan nyeri dan dapat menyebabkan
menurunnya kualitas hidup pasien. Aspek psikologis dapat memodifikasi jalannya
penyakit, khususnya perasaan putus asa dapat menyebabkan ketidakpatuhan
pengobatan dan dapat memperburuk psoriasis. Stress psikologis dapat
menyebabkan depresi dan kecemasan pada pasien yang dapat menimbulkan ide
untuk bunuh diri. Psoriasis dapat mengganggu kualitas hidup pasien, penurunan
fungsi fisik dan mental yang biasanya terlihat pada pasien kanker, arthritis,
hipertensi, penyakit jantung dan depresi. 1, 15
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Gudjonsson JE and Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K editors. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. 8th edition. New York: McGraw-Hill;
2012: 197-231.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of The Skin:
Clinical Dermatology. 11th edition. Saunders Elsevier. 2011: 198-202.
4. Wang TS, Hsieh CF, Tsai TF. Epidemiology of Psoriatic and Current
Treatment Pattern from 2003 to 2013: A Nationwide, Population-Based
Observational Study in Taiwan. JDS.2016;84(3):340-345.
6. Choi JW, Kim BR, Seo E, Youn SW. Identification of nail features
associated with psoriasis severity. J Dermatol. 2017; 44(2): 147-153
8. Lobato LC, Frota MZ, Santos S, et.al. Chronic Tophaceous Gout in Patient
with Psoriasis. An Bras Dermatol. 2017;92(1):104-6
20
11. Tuzun B. The Differential of Diagnosis of Psoriasis Vulgaris. Journal of
Pigmentary Disorders. 2016; 3: 245
21