Anda di halaman 1dari 11

A.

Epidemiologi

Kanker kepala dan leher ditemukan hanya 4 % dari seluruh keganasan yang ditemukan.
Diperkirakan hampir 13.000 orang dari 41.000 penderita kanker kepala dan leher di
Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya. Sedangkan di berbagai Negara lainnya, angka
kematian akibat kanker kepala dan leher hampir sama di setiap Negara Kanker ini lebih
banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2:1.11
Seperti kanker kepala leher lainnya rata-rata kejadian dari kanker tonsil sangat bervariasi di
seluruh dunia dan bahkan di dalam populasi. Populasi kulit hitam di AS memiliki tingkat insiden
yang lebih tinggi dibandingkan kulit putih dan Hispanik di seluruh negera. Di sebagian besar
benua angkanya cenderung lebih tinggi pada laki-laki dari pada wanita dengan rasio 2:1 5:1.
Pada tahun 1993 1997 SEER, Surveillance Epidemiology and End Result, meliputi sekitar 14%
dari penduduk AS pada semua usia tingkat kejadian kanker tonsil dalam kulit putih adalah 1,4
untuk pria dan 0,4 untuk perempuan. Untuk kulit hitam rata-rata adalah 2,9 dan 0,6 per 100 000
orang tiap tahun.
Sebaliknya, di Cina, tingkat kanker tonsil umumnya rendah, misalnya di Beijing dimana
masing-masing persentasenya adalah 0,1 untuk pria dan 0,0 untuk perempuan.
Menariknya, di Hong-Kong dan di Taiwan, tempat-tempat dengan pengaruh barat yang besar,
didapatkan 6 sampai 12 kali lebih tinggi daripada di Beijing. Di India, dengan tingkat tinggi
kanker oral, tingkat kejadian kanker tonsil masing-masing adalah antara 0,8 dan 2,8 pada pria
dan 0,2 dan 0,5 pada wanita. Satu-satunya tempat dari seluruh dunia di mana wanita memiliki
insiden lebih tinggi daripada laki-laki berada di Filipina dan di Vietnam. Menariknya, ini juga
benar untuk penduduk Filipina yang ada di Kalifornia. 6
Di Eropa, tingkat insiden menunjukkan variasi yang besar dengan variabilitas intra nasional
dibeberapa negara. Tingkat tertinggi terlihat di bagian Perancis, di Somme, dimana tingkat pria
setinggi 6,4 dan bagi perempuan 0,8. Di Swedia dengan standarisasi umur adalah 0,9 untuk pria
dan 0,3 untuk perempuan.
Beberapa penelitian telah menilai perubahan kejadian kanker tonsil dari waktu ke waktu di
berbagai belahan dunia. Frisch dan perguruan tinggi menggunakan program SEER untuk
menilai adanya perubahan dalam kejadian kanker tonsil antara 1973-1995 dan menemukan besar
tiap tahunan meningkat pada pria (2,7% pada kulit hitam dan 1,9% dalam putih), sementara tidak
ada kenaikan serupa terlihat pada kanker oral lainnya. Di Finlandia di mana mereka memiliki
registri kanker secara nasional yang mencakup seluruh penduduk. Syrjanen menyelidiki
kecenderungan waktu dan menemukan peningkatan 2 kali lipat pada kanker tonsil dalam 40
tahun terakhir pada laki-laki dan perempuan.6

B. Anatomi Tonsila Palatina

Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua sudut
orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsil palatina lebih padat
dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di
permukaan medial terdapat kripta. Kripta tonsil berbentuk saluran tidak sama panjang dan masuk
ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan terjadi
penyatuan beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel
permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar biasanya bertambah luas; hal ini
membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong brakial II. Secara klinik kripta dapat
merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun umum karena dapat terisi sisa makanan, epitel
yang terlepas, kuman. Permukaan lateral tonsil yang tersembunyi ditutupi oleh suatu membran
jaringan ikat disebut kapsul; walaupun para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi
para pakar klinik menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian
tonsil. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis merupakan strukturn
normal yang telah ada sejak masa embrio. Plika triangularis terletak di antara pangkal lidah
dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari oto
palatofaringeus. Fossa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina, dibatasi
oleh otot-otot orofaring:
1) Batas anterior adalah otot palatoglossus, disebut plika anterior,
2) Batas posterior adalah otot palatofaringeus, disebut plika posterior,
3) Batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior.
Plika anterior berbentuk seperti kipas di rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir
di sisi lateral lidah. Plika posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba
Eustachius dan dasar tengkorak. ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus.
Gambar : Anatomi dari region tonsil.7

Plika anterior dan plika posterior ini bersatu di atas di palatum mole. Ke arah bawah berpisah
dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Di bagian atas fossa tonsil
terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi
penuh fossa tonsil. Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a.karotis eksterna yaitu: a.
maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden,
a.maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a. palatine desenden, a. lingualis dengan cabangnya
yaitu a. lingualis dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar
m.konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina
asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke
tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatine desenden atau a. palatina posterior atau
lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk
anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke
rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah m.
sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus.
Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi
tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian
bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX).1

C. Etiologi

Penyebab keganasan dari daerah tonsil mirip dengan tumor lain saluran atas aerodigestive.
Secara umum, tembakau dan alkohol telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi utama. Karena
sebagian besar tumor orofaring ditemukan pada pasien dengan kebiasaan minum alkohol dan
perokok berat, kegiatan ini tampaknya memiliki efek sinergis. Kurang dari 4% dari seluruh
karsinoma orofaringeal muncul di non-perokok dan non-peminum. Faktor lain etiologi penting
adalah paparan iradiasi sebelumnya.1
Menurut National Cancer Institute, didapatkan faktor risiko karsinoma sel skuamosa
termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru-baru ini, beberapa indikasi menunjukkan
bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Walaupun virus Epstein-Barr (EBV) adalah
pertimbangan utama dalam karsinoma nasofaring, papilloma virus (HPV) telah ditunjukkan
sebagai lebih dari ancaman di daerah ini. Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi adanya
HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil.
HPV adalah virus DNA double-strain yang menginfeksi sel-sel epitel basal dan dapat
ditemukan pada 36% dari karsinoma sel skuamosa dari oropharing. Meskipun lebih dari 100
strain telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering terkait dengan kanker. Kode genom
virus untuk oncoproteins E6, dan E7 yang mana meningkatan aktivitas pada strain yang sangat
onkogenik. menyebabkan degradasi p53 penekan tumor, mencegah kematian sel yang
terprogram. Hasil onkoprotein E7 dalam hilangnya retinoblastoma (Rb) supresor tumor.
Kehilangan PRB menyebabkan akumulasi p16, yang biasanya akan menghambat perkembangan
siklus sel melalui cyclin D1 dan CDK4/CDK6 acara dimediasi. Namun, pemeriksaan E7 tidak
sesuai siklus sel normal, dengan cepatnya pada siklus sel dari G1 ke fase S. Karena akumulasi
ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda kegiatan HPV.2

D. Patogenesis

Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok

besar, yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus.10

1. Energi radiasi
Sinar ultraviolet, sinar-x dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan
karsinogenik. Radiasi ultraviolet dapat menyebabkan terbentuknya dimmer pirimidin.
Kerusakan pada DNA diperkirakan menjadi mekanisme dasar timbulnya
karsinogenisitas akibat energi radiasi. Selain itu, sinar radiasi menyebabkan
terbentuknya radikal bebas di dalam jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat
berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya sehingga terjadi kerusakan
molekular.
2. Senyawa kimia
Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan senyawa kimia
dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan, atau gaya hidup. Adanya
interaksi senyawa kimia karsinogen dengan DNA dapat mengakibatkan kerusakan
pada DNA. Kerusakan ini ada yang masih dapat diperbaiki dan ada yang tidak.
Kerusakan pada DNA yang tidak dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab
timbulnya proses karsinogenesis.
3. Virus
Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya infeksi
virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi maligna, hanya saja
bagaiamana protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui
secara pasti.
Berdasarkan beberapa penelitian, DNA merupakan makromolekul yang penting

dalam proses karsinogenesis, hal ini didasari dari:10

a. Sel kanker memproduksi sel kanker, dimana adanya perubahan esensial yang
menyebabkan timbulnya sel kanker diteruskan dari sel induk kepada sel
turunan, berhubungan dengan peranan DNA.
b. Adanya karsinogen akan merusak DNA, sehingga menyebabkan mutasi pada DNA.
c. Banyak sel tumor yang memperlihatkan kromosom yang abnormal.
d. DNA sel kanker dapat menyebabkan transformasi sel normal menjadi sel
kanker.
Rokok telah terbukti sebagai karsinogen pada percobaan terhadap binatang karena
mengandung banyak radikal bebas dan epoxides yang berb ahaya. Pengaruh yang
ditimbulkan oleh rokok berupa perubahan mukosa saluran aerodigestivus. Hal ini
berhubungan dengan kerusakan gen p53, dimana jika terjadi mutasi, hilang atau rusaknya gen
p53 maka resiko untuk terjadinya kanker akibat rokok akan meningkat. Peningkatan angka
kejadian keganasan berhubungan erat dengan penggunaan alkohol dan rokok. Resiko untuk
terjadinya kanker kepala dan leher pada orang perokok dan peminum alkohol 17 kali lebih
besar daripada yang tidak perokok atau peminum alkohol..12
Menurut Hanh dkk, terdapat 6 faktor yang menyebabkan perkembangan untuk sel :
1. Berproliferasi autonom
2. Menghambat sinyal growth inhibition
3. Kemampuan menghindari apoptosis
4. Immortal
5. Angiogenesis
6. Menginvasi jaringan lain dan metastasis

Patogenesis tumor ganas merupakan proses biasanya memakan waktu yang cukup lama.
Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai pertumbuhan sel yang
abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik. Bersamaan dengan atau setelah inisiasi,
terjadi promosi yang dipicu oleh promoter sehingga terbentuk sel yang polimorfis dan
anaplastik. Selanjutnya terjadi progresi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas ke membrane
basalis. Semua proses ini terjadi pada tahap induksi tumor dan dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar : Inisiasi, promosi dan progresi sel kanker.13

Faktor utama yang menyebabkan inisiasi keganasan adalah akibat ketidakmampuan DNA
untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya transformasi sel akibat paparan onkogen.
Kerusakan pada DNA meliputi hilangnya atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang
kromosom, dan penghapusan kode kromosom. Penghapusan atau penggandaan bagian-bagian
kromosom memungkinkan untuk ditempati oleh onkogen atau gen supresor tumor.
Sedangkan penyusunan ulang kromosom dapat berubah menjadi aktivasi karsinogenik.12
Perubahan genetik pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher belum diketahui
secara pasti. Califano dkk mengemukakan hilangnya kromosom 9p21 atau 3p menyebabkan
perubahan dini pada mukosa kepala dan leher sehingga mengakibatkan munculnya
karsinoma sel skuamosa. Namun, teori lain menyatakan bahwa hilangnya kromosom 17p
pada gen supresor tumor juga turut berperan tethadap keganasan kepala dan leher. Selain itu,
hilangnya kromosom 3p21 men yebabkan perubahan hyperplasia dan displasia, sedangkan
hilangnya kromosom 6p, 8p, 11q, 14q, dan 4q26-28 menyebabkan terjadinya invasi ke
jaringan sekitar.11
Keganasan tonsil dapat diklasifikasikan menurut jaringan asal: epitel, kelenjar, atau limfoid.
Histopatologi kini telah mengungkapkan bahwa 90-95% dari lesi ini adalah karsinoma sel
skuamosa. Limfoma dan tumor kelenjar ludah minor mayoritas terdiri dari tumor yang tersisa.
Varian sel skuamosa termasuk non-keratinizing dan keratinizing karsinoma,
lymphoepithelioma, dan karsinoma sel verrucous.7
Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsila. Daerah ini meluas dari trigonum retromolar
termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa tonsilarnya sendiri.
Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior pada palatum mole.3

Pada tahun 1989, Brandsma dan Abramson adalah yang pertama kali melaporkan adanya
7
Gambar
SCCs: tonsil
Lokasimenggunakan
penyebaran tumor.
DNA HPV tipe 16 pada dua dari tujuh kasus hibridisasi Southern blot.
Sejak laporan awal itu, sejumlah besar penelitian telah melaporkan tentang deteksi DNA HPV
dalam SCCs tonsil. Namun, praktis tidak ada data yang tersedia di deteksi DNA HPV dalam
jaringan tonsil dari cincin Waldeyer's selain tonsil palatina. Satu tahun setelah laporan asli,
Ishibashi dan rekan kerjanya menggambarkan sebuah SCC tonsil tambahan terinfeksi dengan
bentuk episomal DNA HPV tipe 16. Jenis HPV yang sama juga terdeteksi dalam dua metastasis
kelenjar getah bening, menyarankan peran langsung untuk infeksi HPV pada perkembangan
SCC.

E. Manifestasi Klinik

Kebanyakan pasien karsinoma tonsil hadir dalam keadaan penyakit lanjut karena lesi awal
biasanya tanpa gejala ketika kecil. Hal ini tidak biasa bagi rongga mulut dan leher untuk
dilupakan ketika mengevaluasi pasien dalam praktek umum, walaupun tumor kecil sesekali
ditemukan secara kebetulan oleh seorang dokter gigi atau dokter keluarga. Pasien juga
cenderung mengabaikan tumor kecil dengan harapan bahwa mereka spontan akan remisi.
Secara keseluruhan, gejala berkurang pada sekitar 67-77% dari pasien dengan tumor lebih
besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus regional.7
Tumor daerah tonsil bagian anterior sering muncul sebagai lesi datar dengan relatif sedikit
besar atau infiltrasi jaringan. Perkembangan penyakit mengarah ulcerasi dengan tumor
menonjol perbatasan yang tergulung dan berikutnya invasi ke palatoglossal. Tumor kemudian
dapat menyebar ke trigonum retromolar anterior, mukosa bukal, dan basis lidah, palatum mole
superior dan palatum durum posterior, atau ke dalam fosa tonsil posterior. Pertumbuhan
tumor dapat menyebabkan reffered otalgia atau rasa sakit akibat ulserasi atau infiltrasi jaringan
dalam. Pertumbuhan ke dalam mukosa bukal dan lemak bukal menyebabkan rasa penuh di
pipi, sementara perluasan lebih lanjut ke daerah pterygoid menyebabkan trismus. Potensi untuk
menyebar ke rahang bawah dengan invasi periosteum dan terdapat rasa sakit, dan menyebar
tersebut bukan jarang ditemukan pada tumor besar. Keterlibatan lidah juga akan menyebabkan
rasa sakit dan gangguan mobilitas.
Karsinoma fosa tonsil timbul dari lapisan epitel tonsil atau dari selaput lendir di sepanjang
dasar fosa. Mereka cenderung lebih exophytic dan ulseratif daripada bagian arcus tonsil
anterior dan sering lebih besar pada keberadaan awal. Lesi ini biasanya mencakup arcus tonsil
posterior, dinding faring lateral, dan dasar lidah. Selanjutnya hasil penyebaran menembus
ruang parapharyngeal dengan selanjutnya dasar tengkorak dan keterlibatan saraf kranial.
Seperti tumor tonsil anterior, karsinoma fossa tonsil dapat muncul dengan sakit tenggorokan
dan reffered otalgia. Mungkin ada menjadi disfagia atau odynophagia. Akibat pembesaran
tumor pada arcus dan lidah, rasa sakit mungkin lebih buruk dan mobilitas lidah bisa berkurang.
Lesi yang timbul dari arcus tonsil posterior lebih sedikit daripada tumor yang timbul dari
arcus tonsil anterior atau fossa tonsil. Didapatkan temuan klinis yang serupa pada tumor arcus
tonsil anterior, tapi tumor cenderung menyebar inferior sepanjang palatopharyngeus, kontriksi
parinx media, dan plika paringeaepligotis.7
Gejala dari karsinoma tonsil mirip dengan karsinoma dasar lidah, tapi umumnya banyak
terjadi pada satu sisi. Mungkin dapat melibatkan kedua tonsil, khususnya jika karsinoma yang
menyebar dari dasar lidah. Pemeriksaan dengan cermin umumnya menunjukkan perbedaan
ukuran antara tonsil yang sehat dan tonsil yang ganas. Di tandai adanya indurasi saat melakukan
palpasi pada tonsil, yang mungkin sudah tetap ke jaringan di bawahnya. Awalnya hanya
melibatkan limfonodi regiona, tetapi tidak jarang terjadi metastasis ke tempat yang lebih jauh
(paru, tulang, hati).4
Karsinoma tonsil ini tidak menunjukkan gejala awal. Dalam tahap selanjutnya beberapa
gejala yang sangat menonjol dan jelas adalah sebagai berikut:

1. Terbentuk benjolan dileher sebagai akibat metastasis carcinoma tonsil ke kelenjar getah
bening di leher.
2. Kesulitan dalam menelan
3. Sakit tenggorokan atau suara serak di tenggorokan
4. Air liur mengandung darah
5. Pada satu sisi tonsil mungkin dapat membesar
6. Berat badan turun
7. Merasa massa di tenggorokan5
F. STAGING

Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke-6.
Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase
regional (N), kejadian metastase jauh atau tidak (M).
Staging ukuran tumor karsinoma tonsil :

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai


T0 : Tidak ada kejadian tumor primer
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Diameter tumor 2 cm
T2 : Diameter tumor 2-4 cm
T3 : Diameter tumor > 4 cm
T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ektrinsik, otot pterygoid
medial, palatum durum, atau mandibula
T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral, lempeng pterygoid, nasofaring lateral, basis
crania atau arteri karotis

Kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional


Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional
N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3 cm
N2 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm; ke kelenjar
limfe regional multipel, diameter < 6 cm; kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6
cm
N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm
N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm
N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm
N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm
Metastase jauh
Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.2
Tabel . TNM dan klasifikasi staging karsinoma tonsil 6

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage II T2 N0 M0

T1, T2 N1 M0
Stage III
T3 N0, N1 M0

T1, T2, T3 N2 M0
Stage IVa
T4a N0, N1, N2 M0

T4b Any N M0
Stage IVb
Any T N3 M0

Stage Ivc Any T Any N M1

G. DIAGNOSIS
1) Anamnesis

a. Rasa nyeri waktu menelan (disfagia)

b. Rasa nyeri di telinga (otalgia) karena nyeri alih (referred pain)

c. Kesulitan menelan (odinofagia) 6

d. Merasa ada benda asing13

e. Rasa nyeri di lidah dan gangguan gerakan lidah

f. Kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus).14


2) Pemeriksaan fisik status generalis : Penurunan berat badan13
3) Pemeriksaan fisik status lokalis

a) Inspeksi (tonsil)

a. Pembesaran unilateral
b. Permukaan tidak rata
c. Ulserasi

b) Palpasi (leher)

a. Teraba massa tumor (letak, besar, konsistensi, fiksasi pada kulit dan jaringan sekitarnya)

b. Pembesaran kelenjar regional (lokasi, ukuran,dan jumlah,).14

H. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Fungsi hepar : Mengetahui fungsi hepar diperlukan untuk mengetahui riwayat minum
alkohol.
b. Radiologi
i). CT scan leher, dengan atau tanpa kontras. Untuk menilai metastasis dan luas tumor.
ii). MRI. Untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak.
iii). CT scan thorax. Untuk menilai metastasis khususnya ke daerah paru-paru.
c. Biopsi
Keganasan tonsil perlu diagnostik pasti dari patologi anatomi untuk memastikan hal
tersebut. Biopsi dilakukan langsung pada massa tumor (insisional).
d. Panendoskopi
Panendoskopi merupakan tindakan operatif endoskopi untuk memastikan diagnosa dan
staging, dan mengetahui adanya synchronous primary tumor. Ini meliputi laringoskopi
direkta, esofagoskopi dan trakeo-bronkoskopi.13
e. Tes Human Papilloma Virus (HPV)
NCCN guidline merekomendasikan tes HPV untuk menilai prognosis Pemeriksaan
dilakukan menggunakan metode quantitative reverse transcriptase PCR (QRT-PCR).2

Anda mungkin juga menyukai