Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa setiap manusia memiliki kepribadian yang

berbeda beda dan unik. Kepribadian yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi cara kita

berperilaku dan berinteraksi dengan yang lain. Ketika kita menggambarkan seseorang itu

merupakan orang yang hangat, bersahabat, terbuka, menyenangkan, atau bahkan mungkin

pemarah, overprotektif, maka sebenarnya kita telah menggambarkan perilaku seseorang.

Organisasi juga memiliki kepribadian, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai budaya.

Inti dari kehidupan organisasi ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya

tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang individu. Melainkan budaya

adalah suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau

atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan,

sikap, dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas,

percakapan, dst.) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Makna

dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak

manajemen.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BUDAYA, ORGANISASI DAN BUDAYA ORGANISASI

2.1.1 Pengertian Budaya

Budaya adalah salah satu dasar dari asumsi untuk mempelajari dan memecahkan suatu
masalah yang ada didalam sebuah kelompok baik itu masalah internal maupun eksternal yang
sudah cukup baik dijadikan bahan pertimbangan dan untuk diajarkan atau diwariskan kepada
anggota baru sebagai jalan yang terbaik untuk berpikir dan merasakan di dalam suatu hubungan
permasalahan tersebut.

2.1.2 Pengertian Organisasi

Organisasi menurut Tossi, Rizzo & Carroll (1994:34),

..a group of people, working toward objectives, which develops and maintains

relatively stable and predictable behavior patterns, even though the individuals in the

organization may change. Usually we describe organizations in terms of how they differ on

three dimensions: complexity, formalization and centralization.

(Sekelompok orang, bekerja menuju tujuan organisasinya, yang mengembangkan dan

memelihara pola perilaku yang relatif stabil dan dapat diprediksi, meskipun individu dalam

organisasi dapat berubah. Biasanya kita menggambarkan organisasi dalam hal bagaimana

mereka berbeda pada tiga dimensi: kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi)

a. Complexity (Kompleksitas)

Kemajemukan diartikan beragamnya kegiatan, fungsi, pekerjaan, dan jumalh lapis dalam

organisasi. Makin berkembangnya perusahaan terjadi pembedaan mendatar dan tegak. Pada

pembedaan mendatar terjadi pengkhususan kerja (work specialization), tugas-tugas dalam


organisasi dipisah -pisahkan kedalam pekerjaan-pekerjaan yang lebih khusus (pekerjaan

memasak, misalnya pemasak makanan Eropa, pemasak makanan Jepang, dsb), juga terjadi

departemenlization, pekerjaan-pekerjaan dikelompokkan fungsi tertentu (ada bagian belanja,

bagian masak, bagian distribusi, bagian keuangan). Pada pembedaan tegak terjadi penambahan

tingkat organisasi, sekelompok pekerja di supervisi (diselia) oleh seseorang supervisor

(misalnya, mandor, kepala seksi), sekelompok supervisor dipimpin oleh seorang manajer.

Makin tinggi kedudukannya dalam tingkat organisasi makin majemuk dan besar tanggung

jawabnya.

b. Formalization (Formalisasi)

Mengacu pada adanya kebijakan, prosedur, dan aturan yang membatasi pilihan dari para

anggotanya. Para anggota/tenaga kerjanya diharapkan berperilaku sesuai dengan kebijakan,

prosedur, dan aturan yang berlaku, ada. Makin organisasi formalized, makin terbatas kebebasan

anggota untuk mengambil keputusan. Selama organisasi masih merupakan organisasi kecil

atau usaha perorangan, maka derajat formalisasinya masih rendah. Makin organisasi menjadi

besar, makin majemuk organisasinya, cenderung makin besar pula derajat formalisasinya. Ada

pekerjaan-pekerjaan tertentu yang memang perlu diformalisasi, perlu ada aturan-aturan

tertentu yang harus diikuti. Namun ada kelompok pekerjaan lain yang pelaksanaan tugas-tugas

pekerjaannya tidak dapat diatur secara ketat, Misalnya para medical representatives, yang harus

bertemu dengan dokter-dokter guna mempromosikan obat.

c. Centralization (Pemusatan)

Berkaitan dengan penyebaran dari daya (power) dan wewenang (authority). Pada Centralized

organizations, daya (power) dan wewenang (authority) ada pada kedudukan tinggi dalam

organisasi. Pada decentralized organizations, hak dan tanggung jawab mengambil keputusan

didelegasikan ke tingkat-tingkat lebih rendah dari organisasi.


Menurut Dimock Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian
yang saling berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat mengenai kewenangan,
koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Herbert G Hicks Organisasi adalah proses yang terstruktur dimana orang-orang
berinteraksi untuk mencapai tujuan
Menurut Mc Farland Organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal yang
menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan.
Jadi, organisasi itu adalah sekumpulan orang yang terstruktur secara sistematis yang
berfungsi untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.3 Pengertian Budaya Organisasi

Beberapa definisi budaya organisasi menurut para ahli :

a) Menurut Robbins (1996) memberi pengertian budaya organisasi antara lain sebagai:

1. Nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi.


2. Falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan
pelanggan.
3. Cara pekerjaan dilakukan di tempat itu.
4. Asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi.

b) Robbins dan Judge (2008:256) kultur organisasi mengacu pada sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi lainnya.
c) (Luthans, 2006:47) budaya dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh
untuk menginterpretasikan pengalaman dan mengha-silkan perilaku social
d) Siagian, (1995:126). Budaya organisasi merupakan kesepa-katan (komitmen) bersama
tentang nilai-nilai bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang
dalam organisasi yang bersangkutan

Budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen, perbedaan budaya satu organisasi dengan

organisasi lainnya terletak pada elemen budaya organisasi, sehingga setiap elemen
memerlukan pemahaman tersendiri agar member pemahaman budaya secara utuh. Beberapa

ahli mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison (1990) nilai-nilai, keyakinan

dan prinsip-prinsip dasar, dan praktek-praktek manajemen serta perilaku; Schwartz dan Davis

(1981) kepercayaan, harapan dan norma; Schein (1992) pola asumsi dasar bersama, nilai dan

cara untuk melihat, berfikir dan merasakan, dan artifak; Cartwright (1999) rentangan

sistematis, proses pembelajaran, menciptakan cara hidup, dan adaptasi lingkungan; dan

Hofstede (2005) symbol, pahlawan, ritual, dan nilai. Deal dan Kennedy (1982) nilai,

keteladanan lingkungan organisasi, rutinitas dan jaringan komunikasi.

Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen budaya organisasi dari setiap ahli,

secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang

bersifat idealistic dan elemen yang bersifat perilaku.

Elemen Idealistik

Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil melekat pada

diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai-nilai individual pendiri atau

pemilik organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan arah tujuan menjalankan

kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistic ini biasanya dinyatakan secara formal

dalam bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar ideology

organisasi tetap lestari. Stanley Davis (1994) menyebutkan elemen idealistic ini sebagai

guilding believe keyakinan menjadi penuntun kehidupan sehari-hari sebagai sebuah

organisasi, dan Hofstede (2005) menyebut sebagai organizational values (nilai-nilai

organisasi). Sementara Schein (1992) dan Rosseau (1990) mengatakan elemen idealistic tidak

hanya terdiri dari nilai-nilai organisasi tetapi masih ada komponen yang lebih esensial yakni

asumsi dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran, asumsi dasar

tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya. Asumsi dasar ini merupakan

postulat bagi sebuah organisasi. Itulah sebabnya Schein (1992) dan Rousseau (1992)
menganggap akar dari budaya organisasi bukan terletak pada nilai-nilai organisasi tetapi pada

asumsi dasarnya. Elemen ini tidak tampak kepermukaan, elemen ini disebut pula sebagai inti

dari budaya

organisasi dan berisikan apa sesungguhnya ideology mereka dan mengapa organisasi tersebut

didirikan. Hal senada diungkapkan oleh Bath Consulting Group, diwakili oleh Peter Hawkins

(1997) mengatakan komponen ideal budaya organisasi terdiri dari tiga unsure yakni: mindset,

emotional ground dan motivational roots. Mindset identik dengan nilai-nilai organisasi yaitu

cara padang organisasi terhadap lingkungan yang menentukan apa yang dianggap benar dan

apa yang dianggap keliru. Meskipun masing-masing mempunyai pendapat berbeda tentang

komponen idealistic budaya organisasi, mereka pada dasarnya sepakat bahwa elemen idealistic

merupakan inti budayaorganisasi (core of culture), dan arena itu pula budaya organisasi

seringdisebut roh organisasi karena karakteristik sebuah organisasi sangat bergantung pada

elemen ini

Elemen Behavioural

Elemen bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan dalam

bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara

berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi. Dan bentuk-

bentuk lain seperti desain dan arsitektur organisasi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini

sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah

diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama

dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi. Ketika orang luar

organisasi mencoba mengidentifikasikan dan memahami budaya sebuah organisasi, dilakukan

dengan cara mengamati bagaimana anggota organisasi berperilaku dan kebiasaan-kebiasaan

lain yang mereka lakukan. Davis (1984) menyebutnya sebagai daily belief atau praktik sehari-
hari sebuah organisasi. Dalam uraian Hofstede (2005:292) kebiasaan tersebut muncul dalam

bentuk praktik-praktik manajemen, apakah sebuah organisasi lebih berorientasi pada proses

atau hasil; lebih peduli pada kepentingan karyawan atau pekerjaan; lebih parochial atau

professional; lebih terbuka atau tertutup; dan lebih pragmatis atau normative, sebagai orientasi

organisasi kedepan. Sementara itu Schein (1992) dan Rousseau (1992) mengatakan kebiasaan

sehari-hari muncul dalam bentuk artefak, termasuk di dalamnya perilaku anggota organisasi.

Gambaran tingkat sensitivitas setiap elemen budaya organisasi terhadap kemungkinan

terjadinya perubahan diberikan oleh Rousseau (1992:57) bahwa kulit paling luar sangat mudah

mengelupas, semakin kedalam semakin tidak mudah mengelupas dan isinya hampir tidak

pernah mengelupas. Dalam hal budaya organisasi, kulit luar menggambarkan elemen budaya

yang bersifat behavioral yang mudah berubah. Hal ini bisa diartikan artefak sebagai komponen

budaya terluar yang paling mudah berubah sedangkan asumsi dasar merupakan komponen

yang paling tidak mudah berubah. Meskipun kulit luarnya mudah mengelupas sedangkan

isinya tidak mudah berubah, keduanya merupakan komponen yang saling terikat. Keterkaitan

antara elemen idealistic dan elemen behavioral digambarkan oleh Schein (1992:17) seperti

berikut :

Gambar 1: Model Level Budaya Menurut Edgar H. Schein 1992


Hal. 17
Visible Organizational structures and
processes (hard to decipher)

Strategies. Goals, Philoshopies (espoused


justifications)

Unconscious, taken for granted beliefs,


perceptions, thoughts, and feelings
(ultimate source of values and action)

Keberadaan elemen ini dilukiskan pada garis vertical dua arah pada gambar sebelah

kiri, asumsi dasar yang diterima apa adanya secara berturut-turut akan mempengaruhi nilai-

nilai organisasi yang lebih

bisa diterima baik oleh lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi.

Selanjutnya, nilai-nilai organisasi akan mempengaruhi artefak dan kreasi manusia dalam

lingkungan internal organisasi. Demikian sebaliknya artefak dan kreasi manusia juga akan

mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang secara tidak langsung akan mempengaruhi asumsi

dasarnya

2.2 KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI

Robbins dan Judge (2008:256) ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan

merupakan hakekat kultur sebuah organisasi yaitu:

1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauhmana karyawan didorong untuk

bersikap inovatip dan berani mengambil resikio

2. Perhatian pada hal hal yang rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan

presisi. Analisis, dan perhatian pada hal-hal kecil.


3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketim-bang pada

teknik dan proses yg digunakan utk mencapai hasil tersebut.

4. Orientasi orang. Sejauh manakeputusan-keputusan manajemen memper-timbangkan

efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang

pada individu-individu.

6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.

Stabilitas. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahan-kannya status quo

dalam perbandingannya dengan pertumbuhan

7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahan-kannya status quo

dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

2.3 SUMBER UTAMA KULTUR ORGANISASI

Terdapat enam sumber utama yang mempengaruhi budaya organisasi

1. Budaya masyarakat atau budaya nasional dimana organisasi berada secara fisik

2. Visi, gaya manajerial, dan kepribadian para pendiri organisasi atau pemimpin yang

dominan.

3. Macam bisnis yang digeluti dan nature of business environment.

4. Struktur organisasi. Misalnya struktur birokratis akan melahirkan pula budaya yang

cenderung birokratis.

5. Pelanggan. Perilaku pelanggan akan berpengaruh terhadap perilaku organisasi

6. Tradisi warisan organisasi yang tercermin dalam nilai ataupun artefak.


Gambar 2 : Dampak Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Dan Kepuasan

Sumber: Robbin dan Judge, Perlaku Organisasi, buku 2, Salemba Empat, Jakarta 2008.

h.286

Keterangan :

Karyawan membentuk persepsi subyektif yang utuh tentang organisasi berdasarkan

faktor-faktor obyektif seperti; tingkat toleransi terhadap resiko, penekanan pada tim,

dan dukungan orang.

Persepsi ini pada dasarnya yang membentuk budaya organi-sasi.

Persepsi-persepsi yang baik ataupun yang tidak selanjutnya mempengaruhi kinerja

dan kpuasan karyawan dengan dampak yang semakin besar dengan semakin kuat nya

kultur.

2.4 6 ARGUMEN MENGELOLA KEANEKARAGAMAN BUDAYA ORGANISASI

a) Argumen Biaya. Dgn semakin beranekaragamnya organisasi,biaya pekerjaan yg jelek

dlm rata-rata pekerja akan bertambah. Mereka yg menangani hal ini dgn baik, akan

menciptakan keutungan biaya dibandingkan mereka yg tida.


b) Argumen akusisi Sumber Daya. Perusahaan mengembangkan reputasi agar disukai

sebagai pemberi lapangan kerja yg menjaniikan bagi kaum wanita dan minoritas ethik.

c) Argumen Pemasaran. Utk organisasi multinasional, pemahaman dan sensitivitas

budaya yg dibawa oleh para anggota, dgn akar berasal dari negara lain.

d) Argumen Kreativitas. Keanekaragaman perspektif dan tidak terlalu menekankan pd

kesesuaian dgn norma pd masa lalu hrs memperbaiki tingkat kreativitas

e) Argumen Pemecahan masalah. Heterogenitas dlm keputusan & pemecahan masalah

kelompok mempunyai potensi menghasilkan keputusan yg lebih baik lewat analisis isu

kritis yg lengkap

f) Argument Versibilitas. Sistem implikasi dari model multi budaya dalam mengelola

keanekaragaman adalah system akan menjadi kurang menentukan, kurang terstandart,

dan oleh karena itu likuid. Naiknya likuiditas harus menciptakan fleksibilitas yang lebih

besar untuk beereaksi pada perubahan lingkungan ( yaitu reaksi harus lebih cepat dan

biayanya lebih rendah

Dalam budaya organisasi, nilai-nilai yg dimiliki bersama tidaklah nampak namun sulit untuk

diubah. Nilai - nilai ini berisi pemikiran penting & sasaran yang dimilki oleh sebagian besar

orang dalam sebuah kelompok, yang cenderung membentuk tingkah laku kelompok dalam

jangka panjang. Sedangkan norma tingkah laku kelompok cenderung lebih nampak akan tetapi

mudah diubah. Norma ini berisi cara yang biasa atau mudah menyebar untuk bertindak yang

dijumpai dalam sebuah kelompok & menetap karena anggota kelompok cenderung bertingkah

laku dalam cara yang mengajarkan kebiasaan kepada orang baru, membuat imbalan mereka &

memberi sanksi kepada mereka yang tidak sesuai.


BAB III

KESIMPULAN

Budaya organisasi yang kuat dan positif mendukung tercapainya keberhasilan organisasi.

Sebaliknya, jika ada nilai-nilai negatif yang berkembang tentu akan berakibat merusak tujuan

organisasi. Misalnya, budaya malas, budaya mangkir, budaya lamban kerja, apalagi budaya

korupsi. Kuatnya budaya organisasi sehingga dapat berpengaruh dalam menentukan efektivitas

perusahaan, bukan karena sebagai budaya an sich, yaitu sebagai seperangkat nilai-nilai yang

dijadikan pedoman bersama para anggota organisasi, melainkan lebih dari pada itu, yaitu

adanya sinergi dalam berbagai hal. Jika kita mengatakan bahwa suatu budaya organisasi ini

kuat, hal ini sudah mengandung beberapa pengertian sperti: Nilai-nilai inti yang saling menjalin

sebagai pedoman perilaku yang tersosialisasikan dan menginternalisasi, perilaku-perilaku

karyawan yang terkendalikan dan terkoordinasikan oleh kekuatan yang informal, serta budaya

organisasi yang dianggap berpengaruh terhadap strategi.

Anda mungkin juga menyukai