PENDAHULUAN
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa setiap manusia memiliki kepribadian yang
berbeda beda dan unik. Kepribadian yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi cara kita
berperilaku dan berinteraksi dengan yang lain. Ketika kita menggambarkan seseorang itu
merupakan orang yang hangat, bersahabat, terbuka, menyenangkan, atau bahkan mungkin
Organisasi juga memiliki kepribadian, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai budaya.
Inti dari kehidupan organisasi ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya
tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang individu. Melainkan budaya
adalah suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim atau
atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan,
sikap, dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas,
percakapan, dst.) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Makna
dan pemahaman budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak
manajemen.
BAB II
PEMBAHASAN
Budaya adalah salah satu dasar dari asumsi untuk mempelajari dan memecahkan suatu
masalah yang ada didalam sebuah kelompok baik itu masalah internal maupun eksternal yang
sudah cukup baik dijadikan bahan pertimbangan dan untuk diajarkan atau diwariskan kepada
anggota baru sebagai jalan yang terbaik untuk berpikir dan merasakan di dalam suatu hubungan
permasalahan tersebut.
..a group of people, working toward objectives, which develops and maintains
relatively stable and predictable behavior patterns, even though the individuals in the
organization may change. Usually we describe organizations in terms of how they differ on
memelihara pola perilaku yang relatif stabil dan dapat diprediksi, meskipun individu dalam
organisasi dapat berubah. Biasanya kita menggambarkan organisasi dalam hal bagaimana
a. Complexity (Kompleksitas)
Kemajemukan diartikan beragamnya kegiatan, fungsi, pekerjaan, dan jumalh lapis dalam
organisasi. Makin berkembangnya perusahaan terjadi pembedaan mendatar dan tegak. Pada
memasak, misalnya pemasak makanan Eropa, pemasak makanan Jepang, dsb), juga terjadi
bagian masak, bagian distribusi, bagian keuangan). Pada pembedaan tegak terjadi penambahan
(misalnya, mandor, kepala seksi), sekelompok supervisor dipimpin oleh seorang manajer.
Makin tinggi kedudukannya dalam tingkat organisasi makin majemuk dan besar tanggung
jawabnya.
b. Formalization (Formalisasi)
Mengacu pada adanya kebijakan, prosedur, dan aturan yang membatasi pilihan dari para
prosedur, dan aturan yang berlaku, ada. Makin organisasi formalized, makin terbatas kebebasan
anggota untuk mengambil keputusan. Selama organisasi masih merupakan organisasi kecil
atau usaha perorangan, maka derajat formalisasinya masih rendah. Makin organisasi menjadi
besar, makin majemuk organisasinya, cenderung makin besar pula derajat formalisasinya. Ada
tertentu yang harus diikuti. Namun ada kelompok pekerjaan lain yang pelaksanaan tugas-tugas
pekerjaannya tidak dapat diatur secara ketat, Misalnya para medical representatives, yang harus
c. Centralization (Pemusatan)
Berkaitan dengan penyebaran dari daya (power) dan wewenang (authority). Pada Centralized
organizations, daya (power) dan wewenang (authority) ada pada kedudukan tinggi dalam
organisasi. Pada decentralized organizations, hak dan tanggung jawab mengambil keputusan
a) Menurut Robbins (1996) memberi pengertian budaya organisasi antara lain sebagai:
b) Robbins dan Judge (2008:256) kultur organisasi mengacu pada sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi lainnya.
c) (Luthans, 2006:47) budaya dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh
untuk menginterpretasikan pengalaman dan mengha-silkan perilaku social
d) Siagian, (1995:126). Budaya organisasi merupakan kesepa-katan (komitmen) bersama
tentang nilai-nilai bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang
dalam organisasi yang bersangkutan
Budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen, perbedaan budaya satu organisasi dengan
organisasi lainnya terletak pada elemen budaya organisasi, sehingga setiap elemen
memerlukan pemahaman tersendiri agar member pemahaman budaya secara utuh. Beberapa
ahli mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison (1990) nilai-nilai, keyakinan
dan prinsip-prinsip dasar, dan praktek-praktek manajemen serta perilaku; Schwartz dan Davis
(1981) kepercayaan, harapan dan norma; Schein (1992) pola asumsi dasar bersama, nilai dan
cara untuk melihat, berfikir dan merasakan, dan artifak; Cartwright (1999) rentangan
sistematis, proses pembelajaran, menciptakan cara hidup, dan adaptasi lingkungan; dan
Hofstede (2005) symbol, pahlawan, ritual, dan nilai. Deal dan Kennedy (1982) nilai,
Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen budaya organisasi dari setiap ahli,
secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang
Elemen Idealistik
Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil melekat pada
diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai-nilai individual pendiri atau
pemilik organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan arah tujuan menjalankan
kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistic ini biasanya dinyatakan secara formal
dalam bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar ideology
organisasi tetap lestari. Stanley Davis (1994) menyebutkan elemen idealistic ini sebagai
organisasi). Sementara Schein (1992) dan Rosseau (1990) mengatakan elemen idealistic tidak
hanya terdiri dari nilai-nilai organisasi tetapi masih ada komponen yang lebih esensial yakni
asumsi dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran, asumsi dasar
tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya. Asumsi dasar ini merupakan
postulat bagi sebuah organisasi. Itulah sebabnya Schein (1992) dan Rousseau (1992)
menganggap akar dari budaya organisasi bukan terletak pada nilai-nilai organisasi tetapi pada
asumsi dasarnya. Elemen ini tidak tampak kepermukaan, elemen ini disebut pula sebagai inti
dari budaya
organisasi dan berisikan apa sesungguhnya ideology mereka dan mengapa organisasi tersebut
didirikan. Hal senada diungkapkan oleh Bath Consulting Group, diwakili oleh Peter Hawkins
(1997) mengatakan komponen ideal budaya organisasi terdiri dari tiga unsure yakni: mindset,
emotional ground dan motivational roots. Mindset identik dengan nilai-nilai organisasi yaitu
cara padang organisasi terhadap lingkungan yang menentukan apa yang dianggap benar dan
apa yang dianggap keliru. Meskipun masing-masing mempunyai pendapat berbeda tentang
komponen idealistic budaya organisasi, mereka pada dasarnya sepakat bahwa elemen idealistic
merupakan inti budayaorganisasi (core of culture), dan arena itu pula budaya organisasi
seringdisebut roh organisasi karena karakteristik sebuah organisasi sangat bergantung pada
elemen ini
Elemen Behavioural
Elemen bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan dalam
bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara
berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi. Dan bentuk-
bentuk lain seperti desain dan arsitektur organisasi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini
sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah
dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi. Ketika orang luar
lain yang mereka lakukan. Davis (1984) menyebutnya sebagai daily belief atau praktik sehari-
hari sebuah organisasi. Dalam uraian Hofstede (2005:292) kebiasaan tersebut muncul dalam
bentuk praktik-praktik manajemen, apakah sebuah organisasi lebih berorientasi pada proses
atau hasil; lebih peduli pada kepentingan karyawan atau pekerjaan; lebih parochial atau
professional; lebih terbuka atau tertutup; dan lebih pragmatis atau normative, sebagai orientasi
organisasi kedepan. Sementara itu Schein (1992) dan Rousseau (1992) mengatakan kebiasaan
sehari-hari muncul dalam bentuk artefak, termasuk di dalamnya perilaku anggota organisasi.
terjadinya perubahan diberikan oleh Rousseau (1992:57) bahwa kulit paling luar sangat mudah
mengelupas, semakin kedalam semakin tidak mudah mengelupas dan isinya hampir tidak
pernah mengelupas. Dalam hal budaya organisasi, kulit luar menggambarkan elemen budaya
yang bersifat behavioral yang mudah berubah. Hal ini bisa diartikan artefak sebagai komponen
budaya terluar yang paling mudah berubah sedangkan asumsi dasar merupakan komponen
yang paling tidak mudah berubah. Meskipun kulit luarnya mudah mengelupas sedangkan
isinya tidak mudah berubah, keduanya merupakan komponen yang saling terikat. Keterkaitan
antara elemen idealistic dan elemen behavioral digambarkan oleh Schein (1992:17) seperti
berikut :
Keberadaan elemen ini dilukiskan pada garis vertical dua arah pada gambar sebelah
kiri, asumsi dasar yang diterima apa adanya secara berturut-turut akan mempengaruhi nilai-
bisa diterima baik oleh lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi.
Selanjutnya, nilai-nilai organisasi akan mempengaruhi artefak dan kreasi manusia dalam
lingkungan internal organisasi. Demikian sebaliknya artefak dan kreasi manusia juga akan
mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang secara tidak langsung akan mempengaruhi asumsi
dasarnya
Robbins dan Judge (2008:256) ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan
2. Perhatian pada hal hal yang rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang
pada individu-individu.
6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
1. Budaya masyarakat atau budaya nasional dimana organisasi berada secara fisik
2. Visi, gaya manajerial, dan kepribadian para pendiri organisasi atau pemimpin yang
dominan.
4. Struktur organisasi. Misalnya struktur birokratis akan melahirkan pula budaya yang
cenderung birokratis.
Sumber: Robbin dan Judge, Perlaku Organisasi, buku 2, Salemba Empat, Jakarta 2008.
h.286
Keterangan :
faktor-faktor obyektif seperti; tingkat toleransi terhadap resiko, penekanan pada tim,
dan kpuasan karyawan dengan dampak yang semakin besar dengan semakin kuat nya
kultur.
dlm rata-rata pekerja akan bertambah. Mereka yg menangani hal ini dgn baik, akan
sebagai pemberi lapangan kerja yg menjaniikan bagi kaum wanita dan minoritas ethik.
budaya yg dibawa oleh para anggota, dgn akar berasal dari negara lain.
kelompok mempunyai potensi menghasilkan keputusan yg lebih baik lewat analisis isu
kritis yg lengkap
f) Argument Versibilitas. Sistem implikasi dari model multi budaya dalam mengelola
dan oleh karena itu likuid. Naiknya likuiditas harus menciptakan fleksibilitas yang lebih
besar untuk beereaksi pada perubahan lingkungan ( yaitu reaksi harus lebih cepat dan
Dalam budaya organisasi, nilai-nilai yg dimiliki bersama tidaklah nampak namun sulit untuk
diubah. Nilai - nilai ini berisi pemikiran penting & sasaran yang dimilki oleh sebagian besar
orang dalam sebuah kelompok, yang cenderung membentuk tingkah laku kelompok dalam
jangka panjang. Sedangkan norma tingkah laku kelompok cenderung lebih nampak akan tetapi
mudah diubah. Norma ini berisi cara yang biasa atau mudah menyebar untuk bertindak yang
dijumpai dalam sebuah kelompok & menetap karena anggota kelompok cenderung bertingkah
laku dalam cara yang mengajarkan kebiasaan kepada orang baru, membuat imbalan mereka &
KESIMPULAN
Budaya organisasi yang kuat dan positif mendukung tercapainya keberhasilan organisasi.
Sebaliknya, jika ada nilai-nilai negatif yang berkembang tentu akan berakibat merusak tujuan
organisasi. Misalnya, budaya malas, budaya mangkir, budaya lamban kerja, apalagi budaya
korupsi. Kuatnya budaya organisasi sehingga dapat berpengaruh dalam menentukan efektivitas
perusahaan, bukan karena sebagai budaya an sich, yaitu sebagai seperangkat nilai-nilai yang
dijadikan pedoman bersama para anggota organisasi, melainkan lebih dari pada itu, yaitu
adanya sinergi dalam berbagai hal. Jika kita mengatakan bahwa suatu budaya organisasi ini
kuat, hal ini sudah mengandung beberapa pengertian sperti: Nilai-nilai inti yang saling menjalin
karyawan yang terkendalikan dan terkoordinasikan oleh kekuatan yang informal, serta budaya