Anda di halaman 1dari 11

[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Filsafat Ilmu
Ibnu Tufail
[ Hayy bin Yaqadhan Fi Asrar Al Hikmah Al Mashiriqiyyah ]

Quota Alief Sias


20/4/2012

0
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

Quota Alief Sias / 18008009

Sejarah Hidup Ibnu Thufail

Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibn 'Abd Al Malik ibn
Muhammad ibn Tufail, dalam tulisan latin, Abubacer. Ia adalah pemuka pertama dalam
pemikiran filosofis Muwahhid yang berasal dari Spanyol.1 Ia dilahirkan di Cadix, Provinsi
Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ibnu Thufail termasuk dalam keluarga suku Arab
terkemuka, Qais.2
Ibnu Khalkan pernah berkomentar tentang Ibnu Thufail, "Dia seorang yang mendalami
semua bagian dari ilmu hikmah. Dia belajar dari para ahli hikmah, diantaranya Abu Bakar bin
Shaight atau Inu Bajah dan lain-lain. Ibnu Thufail memiliki banyak karangan dan berambisi
untuk memadukan antara ilmu Syariat dan hikmah. Beliau sangat ahli dalam bidang itu.3
Karier Ibnu Thufail bermula sebagai dokter praktek di Granda. Karena ketenaran atas
jabatan tersebut, maka ia diangkat menjadi sekretaris Gubernur di Propinsi itu. Pada tahun 1154
M. (549 H.), ibnu Thufail menjadi sekretaris pribadi Gubernur Ceuta dan Tangier, Penguasa
Muwahid Spanyol pertama yang merebut Maroko. Dan dia menjabat dokter tinggi dan menjadi
qadhi di pengadilan pada Khalifah Muwahid Abu Ya'qub Yusuf (558 H\1163 M-580 H.\1184
M).4
Kemudian pemerintahan yang dipimpin oleh Abu Ya'qub Yusuf menjadikan
pemerintahannya sebagai pemuka pemikiran filosof dan metode ilmiah. Khalifah ini memberikan
kebebasan berfilsafat, dan membuat Spanyol disebut tempat kelahiran kembali negri Eropa
sebagaimana dikatakan oleh R. Briffault. Bersama Khalifah Abu Ya'qub Yusuf, Ibnu Tufail
menjadi berpengaruh besar, dan dia yang memperkenalkannya dengan Ibnu Rusyd (meninggal
tahun 595 H\1198 M). atas kehendak khalifah, dia memberi saran kepada Ibnu Bajjah agar
membuat keterangan atas karya-karya Aristoteles, suatu tugas yang dilaksanakan dengan penuh
semangat oleh Ibnu Bajjah tapi tak dapat diselesaikan sampai dia meninggal. Ibnu Tufail
meninggalkan jabatannya sebagai dokter pemerintah pada tahun 578 H\1182 M, dikarenakan

1
Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam, Bandung : Pustaka Setia, Cetakan ketiga, 2007, h. 271.
2
Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
Cetakan pertama, 2004. h. 205 diambil dari Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II,
(Jakarta:Universitas Indonesia, 1985), hlm. 55.
3
Dr. Muhammad 'Utsman Najati, Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim, Bandung: Pustaka Hidayah,
Cetakan pertama, 2002, h. 277. diambil dari Ibnu Khalkan, juz 7, h. 134-135.
4
Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam op.cit. h.271-272
1
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

usianya yang lanjut dan dia menganjurkan pelindungnya agar memilih Ibnu Rusyd agar
menggantikan kedudukannya. Tapi dia tetap mendapatkan penghargaan dari Abu Ya'qub dan
setelah dia meninggal (pada tahun 580 H\ 1184 M) dia mendapatkan penghargaan pula dari
putranya Abu Yusuf Al Mansur (580 H\1185 M-595 H\1199 M). Ibnu Tufail meninggal di
Maroko pada tahun 581 H.\1185 86 M, Al Mansur sendiri hadir dalam upacara
pemakamannya.5
Ibnu Thufail adalah seorang yang alim, berwawasan luas, dokter, ahli ilmu alam, peramal,
filosof, dan penyair.6 Ia belajar kedokteran dan filsafat di Seville dan Cordoba. Ia berkeyakinan
bahwa, hati itulah pokok pangkal keimanan sedang akal ber ada di bawah hati, maka
kecenderungan pemikir-pemikir Islam lebih mengarah ke tasawuf. Begitulah Ibnu Thufail
muncul untuk membuktikan kebenaran pendapat ini dalam suatu Cerita yang terkenal dengan
nama Hay bin Yaqdhan7.
Buku-buku biografi menyebutkan beberapa karangan dari Ibnu Thufail yang menyangkut
beberapa karangan dari Ibnu Thufail yang menyangkut beberapa lapangan filsafat, seperti filsafat
fisika, metafisika, kejiwaan dan sebagainya, di samping risalah-risalah (surat-surat) kiriman
kepada Ibnu Rusyd8 dan On the Soul yang hilang, satu-satunya karya Ibn Thufail yang sampai
kepada kita adalah roman filsafat yang berjudul Hay bin Yaqadhan, ("Kehidupan Anak
Kesadaran"). Judul karya ini memang sama dengan buah karya Ibnu Sina yang diakuinya sendiri
berisikan Kebijaksanaan Timur (Oriental Wisdom). Kebijaksanaan Timur pulalah yang menjadi
pikiran Ibn Thufail dalam buku ini. Seperti diakui Ibn Thufail, pokok pikirannya ini bisa
diidenfikasi sebagai tasawuf yang kala itu ditolak oleh kebanyakan filosof Muslim, termasuk Ibn
Bajjah. Diskursus rasional, menurut para filosof anti tasawuf, bertolak belakang dengan
pengalaman mistis yang oleh para ahli diyakini bersifat ekstra-rasional dan tak terperikan.9
Ibnu Khatib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengobatan itu sebagai karyanya. Al
Bitruji (muridnya) dan Ibn Rusyd percaya bahwa dia memiliki gagasan-gagasan astronomis asli.
Al Bitruji membuat sangkalan atas teori Ptolemeus mengenai epicycles dan eccentric circles,
yang dalam kata pengantar karyanya Kitab Al Haiah dikemukakannya sebagai sumbangan dari
gurunya Ibnu Thufail. Dengan mengutip perkataan Ibn Rusyd, ibn Abi Usaibiah menganggap Fi

5
Ibid, h. 272
6
Dr. Muhammad 'Utsman Najati, Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim op.cit.
7
Prof. Drs. H. Rustam E. Tamburaka, M.A, Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah ( Sejarah Filsafat dan
Iftek), Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan pertama, 1999, h. 215.
8
Ahmad Hanafi, MA, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Gelora Aksara Pratama. Cetakan keempat, 1990, h. 161.
9
Majid Fakhry Sejarah Filsafat Islam, Bandung: Mizan, Cetakan pertama, 2001. h. 104.
2
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

Al Buqa' Al Maskunah wal-Ghair Al Maskunah sebagai karya Ibnu Thufail, tapi dalam catatan
Ibn Rusyd sendiri acuan semacam itu tidak dapat ditemukan. Al Marrakushi, yang ahli sejarah
itu, mengaku telah melihat naskah asli dari salah satu risalahnya mengenai ilmu ketuhanan.
Miguel Casiri masih ada. Risalah Hayy bin Yaqadhan dan Asrar Al Hikmah Al Mashiriqiyyah,
yang disebut terakhir ini berbentuk naskah. Kata pengantar dari Asrar menyebutkan bahwa
risalah itu hanya merupakan satu bagian dari Risalah Hay bin Yaqadhan, yang judul lengkapnya
ialah Risalah Hayy bin Yaqadhan Fi Asrar Al Hikmah Al Mashiriqiyyah,10
Risalah ini merupakan intisari pikiran-pikiran filsafat Ibnu Thufail, dan yang telah
diterjemahkan ke dalam berbagai-bagai bahasa. Suatu manuskrip di perpustakaan Escurrial yang
berjudul Asrar al-Hikmat al-Masyriqiyyah (Rahasia-rahasia Filsafat Timur) tidak lain adalah
bagian dari risalah Hay bin Yaqadhan.11 Risalah ini ditulis atas permintaan salah seorang
kawannya untuk mengintisarikan filsafat timur, seperti yang kita dapati pada kata pengantarnya
sebagai berikut:
" Wahai saudara yang mulia, engkau minta agar sedapat mungkin aku membuka rahasia-
rahasia filsafat timur yang sudah disebutkan oleh Abu Ali ibn Sina. Ketahuilah bahwa bagi
orang yang mengingkari kebenaran yang tidak berisi kesamaran lagi, maka ia harus mencari
filsafat itu ada berusaha memilikinya."
Sesudah itu ia mengatakan bahwa tujuan filsafat tersebut ialah memperoleh kebahagiaan
dengan jalan dapat berhubungan dengan Akal-Faal melalui akal (pemikiran). Persoalan
hubungan tersebut merupakan perkara yang paling pelik pada masanya. Ada dua jalan untuk
memperoleh kebahagiaan tersebut. Pertama, jalan tasawuf batini yang di bela oleh al-Ghazali,
tetapi tidak memuaskan Ibnu Thufail. Kedua, jalan pemikiran dan perenungan yang ditempuh
oleh al-Farabi beserta murid-muridya, dan yang hendak diperjelas oleh Ibnu Thufail.
Karya ibnu Thufail meliputi berbagai bidang seperti filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan,
dan juga kesusasteraan. Namun karya-karya tersebut sudah tidak ditemukan lagi dan yang
sampai kepada kita hanyalan risalah Hayy bin Yaqdhan, merupakan inti sari pikiran filsafatnya
yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Ibn Thufail meninggal di marokko tahun
1185, setahun setelah wafatnya Abu Yakub, khalifah Daulah Muwahiddin, yang melindungi dan
menghargai pikiran-pikirannya.

10
Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam op.cit. h.272-273
11
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam op.cit., h. 161
3
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

Mukhtashar Hayy bin Yaqadhan

Isi dari risalah ini adalah kisah secara dramatis dimulai dengan kelahiran mendadak Hay
di sebuah pulau kosong. Kemudian dia dibuang di tempat terpencil oleh saudara perempuan
seorang raja. Dengan maksud agar perkawinannya dengan Yaqdhan tetap terahasiakan. Di mana
tempat pembuangan tersebut tidak diketahui oleh kehidupan masyarakat. Di tempat itu dia diajari
oleh pikiran alamiah atau akal sehat, walaupun tak masuk akal, agar dia bisa menyelidiki rahasia
segala benda. Anak tersebut di atas oleh Ibnu Thufail dinamakan Hay Ibnu Yaqdhan.12
Seorang anak, yang ditinggalkan sendirian di suatu pulau, akhirnya ditemukan oleh
seekor rusa yang kehilangan anaknya. Ketika umurnya semakin matang, timbul keinginannya
yang luar biasa untuk mengetahui dan menyelidiki suatu yang tidak dimengertinya. Dia melihat
bahwa binatang memiliki penutup tubuh alami dan alat pertahanan diri sehingga mampu
menghadapi lingkungannya sedangkan dia sendiri tidak punya pakaian sebagai penutup tubuh
dan juga tidak ada senjata untuk mempertahankan diri. Karena itu dia pertama-tama menutup
tubuhnya dengan daun-daunan, kemudian dengan kulit binatang yang sudah mati serta
menggunakan tongkat untuk pertahanan diri.
Secara berangsur-angsur dia juga mengenal akan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya.
Dia menemukan api yang dianggapnya sebagai gejala kehidupan. Kemudian dia tahu akan
manfaat bulu binatang, tahu cara bertenun, dan mampu membangun sebuah gubuk untuk tempat
tinggalnya.
Rusa yang mengasuhnya, pengaruhnya semakin lemah, tua, dan akhirnya mati. Terhadap
kejadian ini timbul keinginannya untuk mengetahui rahasia kematian. Maka tubuh binatang itu
pun dibelahnya untuk mengetahui apa yang terdapat di dalamnya. Dari penyelidikiannya secara
cermat diketahui bahwa penyebab kematian karena tidak berfungsinya jantung sehingga roh
keluar dari tubuh. Karena itu kematian pada dasarnya karena tidak ada persatuan jiwa dengan
tubuh, walaupun yang mati itu tubuhnya nampak masih utuh. Dia meneruskan studinya dengan
mempelajari tentang logam, tumbuh-tumbuhan, dan bebagai ragam jenis binatang. Dia juga
dapat menirukan bunyi binatang yang ada disekitarnya.
Setelah itu dia mengarahkan perhatiannya pada fenomena angkasa dan keanekaragaman
bentuk. Dalam keanekaragaman tersebut ternyata terdapat keseragaman yang pada hakekatnya

12
Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam op.cit. h.273
4
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

adalah satu. Akhirnya dia berpendapat bahwa di belakang yang banyak itu terdapat asal yang
satu, punya kekuatan tersembunyi, unik, suci, dan tak dapat dilihat. Inilah yang disebutnya
penyebab pertama atau pencipta dunia ini.
Kemudian dia merenungkan tentang keadaan dirinya, caranya memperoleh pengetahuan
sehingga akhirnya dia mendapat pengertian tentang makna substansi, komposisi, materi, bentuk,
jiwa dan keabadian jiwa. Dia juga memperhatikan sungai yang mengalir dan menelusuri asal
usul air tersebut. Dari situ diketahuinya bahwa pada dasarnya air tersebut berasal dari suatu
sumber yang sama. Dia mengambil kesimpulan bahwa manusia pun asal usulnya adalah satu.
Perhatian selanjutnya ditujukan kepada langit, gerakan bintang, peredaran bulan, serta
pengaruhnya pada dunia. Dari situ nampak adanya keindahan, ketertiban, dan tanda-tanda
penciptaan. Dalam hal tingkah lakunya terhadap lingkungannya, Hayy berusaha menghindari
untuk membunuh binatang, memakan hanya buah yang masak dan menanam bijinya agar dapat
tumbuh dengan baik. Dia juga memakan sayur-sayuran namun tidak makan daging binatang
kecuali keadaan memaksa.
Dari pengamatan yang bersifat fisik yang mengunakan argumen logis dan eksperimen
objektif dia beralih sebagai pencari Tuhan melalui perenungan rohani. Karena menurut dia alam
semesta ini merupakan pencerminan Tuhan. Dalam pencariannya tentang wujud Tuhan itu
akhirnya dia berhasil yang dianggapnya itulah objek pengetahuan tertinggi. Tujuan akhir mencari
kebenaran adalah dengan jalan pemusnahan diri atau penyerapan dalam Tuhan (fana) yang
berujung pada kehidupan mistik. Namun dia tidak menyebut dirinya Tuhan karena Tuhan selalu
membimbingnya ke jalan yang benar. 13.
Di sebuah pulau yang lain, dekat dengan pulau dimana Hayy bin Yaqdhan tinggal,
terdapat penduduk yang memeluk agama dari nabi terdahulu. Namun pengetahuan mereka
terhadap agama sangat dangkal dan tidak bersifat rohani. Namun terdapat dua orang, Asal dan
Salaman, yang menonjol karena pemahamannya tentang agama. Salaman cenderung untuk
memahami agama secara lahir sedangkan Asal lebih menyukai penghayatan secara ruhani.
Karena itu Asal lebih suka menyepi untuk bermeditasi dan sembahyang dan bermaksud
pindah ke pulau yang dikiranya tidak berpenghuni, dimana Hayy menetap. Walaupun pada
awalnya mereka tidak saling mengenal tapi akhirnya terjadi suatu persahabatan yang akrab. Asal
berhasil mengajar Hayy agar dapat berbicara sehingga terjadi tukar menukar pengetahuan diantra

13
A.M.A. Shustery, 1975; 342-343 & A. Hanafi, Ma., 1969; 176; & Madjid Fakhry, 1986; 367-371
5
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

keduanya. Dari pertukaran pikiran itu diambil kesimpulan bahwa penyelidikan dan pengalaman
mistik yang telah didapatkan dan dialami oleh Hayy bin Yaqdhan tidaklah terlalu berbeda dengan
agama yang didapatkan Asal melalui kitab Suci yang disampaikan Nabi. Kemudian Hayy
beriman kepada agama yang dipeluk Asal.
Asal juga menceritakan kepada Hayy bin Yaqdhan tentang keadaan penduduk dan
pelaksanaan mereka terhadap pelajaran agama dimana sebelumnya Asal tinggal. Hayy
menunjukkan perhatiannya dan ingin mengajak penduduk itu menuju jalan yang benar seperti
telah didapatkannya. Namun ada sedikit ganjalan dihati Hayy tentang agama yaitu mengapa
Tuhan memberikan gambaran-gambaran antropomorfis tentang agama sehingga menimbulkan
penafsiran yang berbeda-beda dan apa perlunya ada ritual serta diberikannya kesempatan pada
manusia untuk mencari kekayaan dan pemuasan kesengangan sehingga menimbulkan
kesombongan.
Akhirnya Hayy dan Asal pergi ke pulau tersebut dan bertemu dengan Salaman.
Dikemukakanlah maksud mereka berdua untuk memberikan pengajaran kepada penduduk
berdasarkan apa yang telah mereka capai. Tapi ternyata baik Salaman maupun penduduknya
kurang berminat terhadap penjelasan mereka yang cenderung bersifat ruhani dan mistik itu. Dari
sini Hayy pun menjadi tambah yakin akan kebenaran Kitab Suci yang memberikan tamsil-tamsil
dan gambaran yang masuk akal. Bagi yang berpikiran dangkal memang cocok dengan gambaran-
gambaran Kitab Suci tersebut. Kemampuan mereka hanya dapat memahami hal-hal yang bersifat
lahir saja. Karena itu Asal dan Hayy pun mohon pamit untuk kembali dengan pesan perpisahan
agar penduduk di situ berpegang teguh kepada Syara dan menjalankan agamanya dengan baik.
Kebenaran keagamaan bagi orang awam bersifat harfiah dan eksternal sedangkan
perenungan tentang kebenaran hanya bisa didapat oleh orang yang istimewa saja dan melalui
proses pengalaman. Orang istimewa tersebut lebih unggul dari orang awam sehingga mereka
lebih banyak mendapat karunia Tuhan.

6
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

Kesimpulan

Dari ringkasan cerita itu dapat ditangkap beberapa pemikiran yang ingin dikemukakan
oleh pengarangnya. Pertama fase sewaktu Hayy hanya hidup sendiri di sebuah pulau tersebut.
Penyelidikannya tentang alam dan perenungannya yang ditempuhnya secara bertingkat
menimbulkan kematangannya untuk berpikir logis. Pemikiran logis ini pada gilirannya
membantu proses perenungannya untuk sampai kepada Tuhan. Tanpa petunjuk Kitab Suci dan
bantuan orang yang ahli, seorang yang berpikiran sehat dan tekun akan dapat mencari kebenaran.
Kedua, pengarang ingin menyampaikan adanya keserasian antara akal dan wahyu atau
antara Falsafat dan Agama. Ini dapat dilihat sewaktu Hayy betemu dengan Asal dan mereka
saling mengungkapkan pengetahuannya masing-masing. Ternyata ada kecocokan antara
pengetahuan yang diperoleh Hayy melalui pengalaman dengan pengetahuan Asal yang
berdasarkan kitab suci. 14
Ketiga, Ibnu Thufail tidak mengharapkan bahwa seluruh manusia (masyarakat) dapat
dibawa menuju kebenaran. Agama diperlukan untuk mencegah keinginan-keinginan jahat
manusia, karena itu orang awam harus diberikan bimbingan melalui agama. Seorang filosof yang
berusaha memperbaiki orang tersebut sama dengan mengerjakan sesuatu yang mengandung
resiko dan hilangnya sesuatu yang telah mereka dapatkan. 15

Madjid Fakhry, 1986, 367-373 14


D.B.MacDonald, 1903; 252 15
7
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

Tanggapan

Pengetahuan yang dimiliki manusia melalui penginderaaan terhadap alam sekitarnya


merupakan salah satu bentuk pengetahuan yang ditekankan dan diakui oleh Al-Quran, yaitu
dalam rangka mencari kebenaran. Terdapat beberapa ayat Al-Quran yang berkenaan dengan
masalah tersebut seperti Q.S. Al-Baqarah ayat 164, Q.S. Al-Anam: 97-99, Q.S. Ar-Rum: 30.16

Kita amati lebih seksama mengenai Q.S. Al-Baqarah ayat 164 :

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di lautan membawa apa yang berguna manusia, dan
apa yang diturunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan,
dan pengisaran angina dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.17

Hal tersebut menunjukkan maksud langsung dari Al-Quran bahwa dengan pengamatan
yang seksama tentang alam itu adalah untuk membangkitkan kesadaran tentang segala sesuatu
yang ada di alam itu dipandang sebagai satu lambang dari kekuasaan-Nya. Hal ini sesuai dengan
esensi serta tujuan Ibnu Thufail dalam novelnya tersebut, Hayy Ibnu Yaqdhan.
Menurut saya dalam mempelajari, merenungi, dan memahami alam itu sendiri akan
memberikan hasil yang berbeda-beda bagi setiap individu. Hal ini terkait erat kepada
kemampuan dan kemauan pribadi masing-masing. Dengan perbedaan itu pasti berdampak
kepada sikap yang berbeda-beda dalam melaksanakan aktifitas hidup bilamana pemahaman yang
didapat dijadikan prinsip-prinsip hidupnya.
Hal ini juga diungkapkan oleh Ibnu Thufail dengan menyadari tingkatan akal manusia itu
berbeda-beda. Pada roman Hayy Ibn Yaqdhan: Hayy pun menjadi tahu akan tingkatan-
tingkatan manusia. Ia dapati tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri

Lenn E. Goodman, 1996, 316 16


Al-Quran, Al-Baqarah:164 17
8
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

mereka (masing-masing). mereka menjadikan hawa nafsu mereka sebagai Ilah mereka. Dan
mereka sama halnya seperti hewan yang tak berpikir.18
Menurut saya perbedaan mengenai kemampuan baik akal, jasmani, maupun rohani pada
setiap manusia harus kita akui dan sepenuhnya merupakan kehendak Tuhan Semesta Alam. Hal
terpenting adalah bagaimana sikap kita menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut. Mengenai hal
ini kita dapat berpedoman kepada kisah tentang Nabi Khidir yang mengajarkan tentang ilmu dan
kebijaksanaan kepada Nabi Musa yang tertuang pada Q.S. Al-Kahfi : 65-82.

Kita cermati lebih seksama mengenai Q.S. Al-Kahfi 65 :

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang
telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi Kami19

Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini
ialah wahyu dan kenabian. Sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib
seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikutnya. Dalam percakapan pada ayat
selanjutnya secara keseluruhan, 3 kali Nabi Kidhr mengatakan hal yang sama kepada Nabi Musa,

"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.

Bilaman diamati kisahnya secara keseluruhan maka seperti inilah kita seharusnya
mencontoh betapa kehidupan orang-orang yang diberi rahmat saling toleransi. Beliau yang
faham dengan kemampuan dirinya dari Tuhan, dengan sopan bertoleransi kepada orang yang
berbeda kemampuan. Begitu pula beliau yang bukan sesuai dengan kemampuannya dengan
santun tidak memaksakan diri untuk menyamakan kemampuan. Semoga kita senantiasa
dibimbingNya untuk dapat selalu bertanggung jawab atas segala kemampuan yang kita miliki.
Dengan demikian, mari kita hidup dalam rahmatNya dan selalu belajar menggali potensi diri
guna mengabdi kepada Illahi sepenuh hati.

Ibnu Thufail, 2006, h. 1995 18


Al-Quran, Al-Kahfi:65 19
9
Institut Teknologi Bandung
[KU 4225] Filsafat Ilmu, Ibnu Tufail 2012

Daftar Pustaka

Mustafa Ahmad, Drs., Filsafat Islam, Bandung : Pustaka Setia, Cetakan ketiga, 2007
Zar, Sirajuddin, Prof. Dr. H. M.A., Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, Cetakan pertama, 2004.
'Utsman Najati, Muhammad, DR., Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim,
Bandung: Pustaka Hidayah, Cetakan pertama, 2002, h. 277. diambil dari Ibnu Khalkan,
juz 7, h. 134-135.
Tamburaka, Rustam, Prof. Drs. H. M.A., Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah
( Sejarah Filsafat dan Iftek), Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan pertama, 1999,
Hanafi, Ahmad, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Cetakan keempat, 1990
Beck, H.L. dan N.J.G.Kaptein (redaktur), Pandangan Barat Terhadap Literatur, Hukum,
Filosofi, Teologi dan Mistik Tradisi Islam, INIS, Jakarta, 1988.
Fakhry, Madjid, Prof., Sejarah Filsafat Islam, Terjemahan Drs. R.Mulyadhi Kartanegara,
Pustaka Jaya, Jakarta, 1986.
Ghallab, Muhammad, Dr., Al Marifah Inda Mufakkiri al Muslimin, al Daar al Mishriyah,
Qairo, t.t.
MacDonnadl, Duncan B, M.A., B.D., Development of Muslim Theology, Jurisprudence
and Constitutional Theory, Charles Scribners Sons, New York, 1903.
Shustery, A.M.A, Outlines of Islamic Culture, SN. Muhammad Ashraf, Lahore, 1975.
Lenn E. Goodman, Ibn Tufayl, dalam buku berjudul History of Islamic Philosophy
London : Routledge, 1996
Thufail, Ibnu, Hayy Ibn Yaqzhan Roman Filsafat tentang Perjumpaan Nalar dengan
Tuhan. Diterjemahkan oleh: Dahyal Afkal, Bekasi: Menara, 2006.
Al-Quran Dan Terjemahnya, Departemen Agama RI: J-Art, 2005

10
Institut Teknologi Bandung

Anda mungkin juga menyukai