Anda di halaman 1dari 23

Kebudayaan dan

Kesenian Indonesia
Blog yang merupakan informasi mengenai kebudayaan dan Kesenian di Nusantara.
Senin, 11 April 2011

Perkembangan Arsitektur Tradisional di Nusantara

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih
luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai
dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke
level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk
kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
Bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun,
kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di
negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek
tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan
tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting.
Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski
senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri.
Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah
sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin
ilmu. Pengaruh arsitektur Modern, International style dsbg membuat Arsitektur di Tanah Air
seakan tak berwarna lagi, sulit membedakan elemen-elemen tradisional yang melekat pada
hunian maupun banguna lokal pada umumnya.Entah melalui kajian yang mendalam tentang
lingkungan dan kebudayaan lokal atau tidak, yang jelas warna Arsitektur Tanah air lambat laun
tak ada beda dengan warna Arsitektur di daerah lain.
Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk,struktur ,fungsi,ragam hias dan
cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat di pakai untuk melakukan
aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Dalam rumusan arsitektur dilihat sebagai suatu
bangunan, yang selanjutnya dapat berarti sebagai suatu yang aman dari pengaruh alam seperti
hujan, panas dan lain sebagainya. Suatu bangunan sebagai suatu hasil ciptaan manusia agar
terlindung dari pengaruh alam, dapatlah dilihat beberapa komponen yang menjadikan bangunan
itu sebagai tempat untuk dapat melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Adapun
komponen-komponen tersebut adalah : bentuk, struktur , fungsi, ragam hias serta cara pembuatan
yang diwariskan secara turun temurun. Selain komponen tersebut yang merupakan faktor utama
untuk melihat suatu arsitektur tradisional, maka dalam inventarisasi dan dokumentasi ini
hendaknya setiap bangunan itu harus merupakan tempat yang dapat dipakai untuk melakukan
aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. Dengan memberikan pengertian ini, maka arsitektur
tradisional dapat pula dikategorikan berdasarkan kepada aktivitas yang ditampungnya.
Latar sejarah, perkembangan Daerah Istimewa Yogyakarta akan dapat dilihat dari latar
belakangsejarah ketiga daerah yang diambil sebagai lokasi penelitian.

Jenis-jenis bangunan , dalam bab pendahuluan telah disinggung, bahwa arsitektur


tradisional adalah suatu bangunan atau tempat tinggal ciptaan manusia yang pembuatannya
diwariskan secara turun temurun untuk melakukan aktivitas mereka. Jadi sudah barang tentu
dalam hal ini pengamatannya dalam beberapa segi perlu melepaskan diri dari arsitektur modern.
Bangunan tradisional yang kita lihat sekarang ini perkembangannya melalui suatu proses yang
panjang . Pada mulanya bangunan tradisional berfungsi sebagai suatu tempat berlindung manusia
dari gangguan binatang buas dan gangguan alam seperti panas, dingin, hujan dan angin.
Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan cara hidup mereka, yaitu dari hidup berpindah-
pindah atau nomad sampai hidup secara menetap. Dalam sistem hidup manusia yang
berpindah-pindah, bangunan tersebut hanya berupa tempat yang berpindah-pindah, bangunan
tersebut hanya berupa tempat berlindung untuk sementara. Tetapi pada suatu saat bangunan itu
akan merupakan suatu tempat tinggal atau rumah, manakala manusia itu sudah hidup secara
mentap. Hasil produksi rupa-rupanya mempengaruhi pola hidup di suatu tempat. Kalau hasil
produksi tersebut melimpah, manusia akan mengucapkan terimakasih dan mengadakan upacara
upacara dan doa bersama-sama. Tetapi sebaliknya, seandainya hasil produksi tersebut gagal,
mereka menganggap bahwa mereka tidak mendapat restu dan murka dari tuhan.Rumah tempat
tinggal dari masa ke masa mengalami proses perkembangan bentuk. Hal ini disebabkan adanya
kebutuhan hidup yang lebih luas dan yang akhirnya membutuhkan tempat yang lebih luas pula.
Sejalan dengan ini berkembangnya pula kebudayaan. Oleh karena itu rumah tempat tinggal juga
berkembang sesuai dengan proses terbentuknya suatu kebudayaan, yaitu dari taraf yang
sederhana ke taraf yang lebih kompleks.
Berdasarkan sejarah perkembangan bentuk, rumah tempat tinggal dibagi menjadi 4
macam yaitu, panggangpe, kampung, limasan dan joglo. Sedang bentuk tajug tidak
dipakai untuk rumah tempat tinggal tetapi untuk rumah ibadah atau rumah pemujaan.
Sehubungan dengan itu dalam uraian berikut akan dikemukakan berturut-turut bentuk rumah
panggangpe, kampung, limasan dan joglo. Nama-nama bentuk tersebut sebenarnya
merupakan nama-nama atap rumah tradisional yang menyangkut sebanyak 5 macam, yaitu :
1. Panggangpe merupakan bentuk bangunan yang paling sederhana dan bahkan
merupakan bentuk bangunan dasar. Bangunan panggangpe ini merupakan bangunan
yang pertama dipakai orang untuk berlindung dari gangguan angin, dingin, panas
matahari dan hujan.
2. Kampung, bangunan yang setingkat lebih sempurna dari panggangpe adalah
bentuk bangunan yang disebut kampung. Bangunan pokoknya terdiri atas saka-saka
yang berjumlah 4, 6 atau bisa juga 8 dan seterusnya.
3. Limasan, bentuk bangunan ini merupakan perkembangan kelanjutan bentuk
bangunan yang ada sebelumnya. Kata limasan ini diambil dari kata lima-lasan
yakni pehitungan sederhana penggunaan ukuran-ukuran : molo 3m dan blandar 5m.
4. Joglo lebih sempurna dari bangunan-bangunan sebelumnya. Bentuk bangunan ini
mempunyai ukuran lebih besar bila dibandingkan dengan bentuk bangunann lainnya
seperti panggangpe, kampung dan limasan.
5. Susunan ruangan yang terdapat dalam rumah tradisional bergantung kepada besar
kecilnya rumah itu dan bergantung kepada kebutuhan keluarga. Jadi makin banyak
anggota keluarga itu makin banyak ruangan yang dibutuhkan.

R.Soekmono (1997) seorang ahli percandian Indonesia pernah mengadakan tinjauan ringkas terhadap
bangunan candi di Jawa, dinyatakan bahwa bangunan candi di Jawa mempunyai dua langgam, yaitu Langgam Jawa
Tengah dan Langgam Jawa Timur. Menurutnya Langgam Jawa Tengah antara lain mempunyai ciri penting sebagai
berikut:
(a) bentuk bangunan tambun,
(b) atapnya berundak-undak,
(c) gawang pintu dan relung berhiaskan Kala-Makara,
(d) reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalis, dan
(e) letak candi di tengah halaman.

Adapun ciri candi Langgam Jawa Timur yang penting adalah:


- bentuk bangunannya ramping,
- atapnya merupakan perpaduan tingkatan,
- Makara tidak ada, dan pintu serta relung hanya ambang atasnya saja yang diberi kepala Kala,
- reliefnya timbul sedikit saja dan lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit, dan
- letak candi bagian belakang halaman (Soekmono 1997:86).
Demikian ciri-ciri penting yang dikemukakan oleh Soekmono selain ciri-ciri lainnya yang sangat relatif
sifatnya karena berkenaan dengan arah hadap bangunan dan bahan yang digunakan. Sebagai suatu kajian awal
pendapat Soekmono tersebut memang penting untuk dijadikan dasar pijakan selanjutnya manakala hendak
menelaah tentang langgam arsitektur bangunan candi di Jawa. Sebenarnya setiap butir ciri yang telah
dikemukakan oleh Soekmono dapat dijelaskan lebih lanjut sehingga menjadi lebih tajam pengertiannya. Misalnya
bentuk bangunan tambun yang dimiliki oleh candi Langgam Jawa Tengah, kesan itu terjadi akibat adanya bagian
lantai kaki candi tempat orang berjalan berkeliling memiliki ruang yang lebar, dengan istilah lain mempunyai
pradaksinapatha yang lebar. Bentuk bangunan tambun juga terjadi akibat atap candi Langgam Jawa Tengah tidak
tinggi, atapnya memang bertingkat-tingkat, dan hanya berjumlah 3 tingkat termasuk kemuncaknya. Dibandingkan
dengan candi Langgam Jawa Timur jumlah tingkatan atapnya lebih dari tiga dan berangsur-angsur tiap tingkatan
tersebut mengecil hingga puncaknya, begitupun pradaksinapathanya sempit hanya muat untuk satu orang saja,
oleh karena itu kesan bangunannya berbentuk ramping.

Arsitektur Tradisional
Dalam kesempatan ini uraian yang di pusatkan pada system teknologi khususnya arsitektur di nusantara
sebagai salah satu manifestasi dan ekspresi kebudayaan. Sesungguhnya perumahan (shelter) merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia yang tidak mengenal waktu, tempat, dan tingkat teknologi. Sebagai salah satu
manifestasi dan ekspresi kebudayaan. Sesungguhnya perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia
yang tidak mengenal waktu ,tempat, dan tingkat teknologi. Kita masih ingat betapa nenek moyang kita yang hidup
pada jaman batu telah mengembangkan system perlindungan fisik, yaitu perumahan di goa-goa, kemudian disusul
dengan penggunaan tenda-tenda tadah angin ataupun tenda yang sifatnya sementara karena seringnya nenek
moyang kita berpindah mengikuti binatang perburuan ataupun musim panen tanaman liar. Apabila mereka sudah
mulai bercocok tanam dan menetap di perkampungan, maka perkampungan semi permanen pun di bangun.
Apabila diperhatikan dengan seksama, uraian tersebut menunjukkan cara berfikir yang evolusionis.
Sementara itu kita dapat pula melihatnya dari sudut pandangan fungsionis ataupun struktualis. Akan tetapi
sebaiknya kita telaah arsitektur tradisional secara menyeluruh sehingga dapat dipahami kaitannya dengan nilai-
nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Untuk keperluan tersebut, kita telaah arsitektur-arsitektur tradisional
dengan memperhatikan kegunaan (use), fungsi(function) , dan arti social (meaning) disamping wujud dan gayanya.
Kegunaan rumah khususnya bangunan tradisional itu bereneka ragam, sesuai dengan struktur masyarakat
dan kebudayaan penduduk yang bersangkutan. Akan tetapi pada umumnya sebagai bangunan tradisional
mempunyai kegunaan sebagua pelindungan fisik terhadap dinginnya udara, panasnya matahari atau derasnya angin
serta air hujan. Kalu kita perhatikan dengan sungguh-sungguh ada rumah-rumah yang sekedar menjadi tempat-
tempat perlindungan sementara orang perlu istirahat (windscreen) pada penduduk asli Australia, misalnya :
masyarakat Arunta sebagian besar waktunya dihabiskan di alam terbuka untuk berburu binatang reptile yang
langka, meramu ataupun bercengkrama dengan sesamanya. Sebaliknya ada pula penduduk yang memanfaatkan
tempat berlindung semaksimal mungkin untuk bekerj, beristirahat maupun menyelenggarakan pertemuan social
seperti pada kebanyakan masyarakat petani yang sudah menetap.
Setelah kemerdekaan, bangsa kita telah memilih bentuk republic bersifat demokratis.
Ditilik secara historis maka bentuk tatanan republic yang demokratis, adalah salah satu hal yang
sama sekali baru bagi bangsa Indonesi. Sejarah Indonesia sebelumnya hanya mengenal bentuk
tatanan kerajaan yang otokratis, lengkap dengan perangkat feodalnya. Oleh karena itu, mudah
dimengerti bahwa banyak terjadi kekikunan dan kesalahpahaman mengenai arti kaidah-kaidah
kehidupan yang baru ini. Banyak norma kehidupan sehari-hari harus ditukar dengan yang baru.
Terjadi kekacauan norma selama norma baru yang di terima semua pihak belum tercipta. Timbul
kerancuan budaya.

Ciri Budaya dan Arsitektur Tradisional


Suatu karya arsitektur hamper selalu, secara disadari atau tidak, mencerminkan ciri
budaya dari kelompok manusia yang terlibat di dalam proses penciptaanya. Sekurang-kurangnya
akan tercermin di situ tata nilai yang mereka anut. Dengan demikian apabila kita secara cermat
mengamati sejumlah karya arsitektur suatu masyarakat maka lambat laun kita pasti dapat
mengenali cirri budaya masyarakat tersebut. Namun untuk dapat mengenalinya dengan benar-
benar baik kita akan perlu mengenali kondisi lain dari masyarakat tersebut.
Sebagai contoh kita dapat mencoba menganal gejala budaya masyarakat kita sendiri
dengan mengamati karya arsitektur di sekeliling kita.

Arsitektur Perubahan Elite di Jakarta


Mengamati arsitektur ini cukup relevan karena :
- Jakarta adalah pusat orientasi budaya Indonesia masa kini
- Golongan elite di Indonesia sangat berperan dalam mempengaruhi tata nilai masyarakat karena
masih kuatnya sikap feodal di masyarakat kita.

Dari pengamatan perkembangan arsitektur sector ini terasa adnya alur kecenderungan
tertentu yaitu :
Perubahan mode bentuk yang relative cepat/sering. Hal ini menunjukkan belum mantapnya
kedudukan suatu ungkapan arsitektonis tertentu yang pas dengan hasrat dan keinginan
golongan elite tersebut. Dengan perkataan lain mereka masih mencari-cari ungkapan yang
dirasakan tepa.
Sikap individualistic secara konsisten tetap bertahan. Hal ini tercermin dari bentuk disain yang
sangat mengabaikan keadaan lingkungan sekitarnya dan mencerminkan tiadanya rasa solidaritas
dengan masyarakat sekelilingnya. Terungkap juga pemahamannya terhadap kemerdekaan dan
haknya sebagai individu yang merdeka.
Penonjolan kemewahan kini dibarengi juga oleh penonjolan cirri aristokratis. Hal ini
mengungkapkam adanya kebutuhan kuat untuk menciptakan atribut status social. Demikian
kuatnya kebutuhan atribut ini sehingga terasa fungsi utama rumah sudah tergeser bukan lagi
sebagai gua garba keluarga (fungsi primer) tetapi lebih sebagai aktualisasi diri (fungsi sekunder).

Gejala-gejala budaya tersebut memang makin tersa kokoh di masyarakat kota Jakarta bila
kita mengamati pula bentuk kehidupan lainnya. Bila kemudian kita amati perumahan golongan
yang lebih rendah di daerah pelosok kota atau di kampung-kampung maka kita melihat juga
imitasi mode tersebut dalam skala mini atau terbata. Gejala ini mencerminkan tingkat kesadaran
dari masyarakat golongan bawah mereka mempunyai hak untuk berbuat yang sama dengan
golongan atas. Suatu hal yang tabu dilakukan di masa lalu.

Ciri Arsitektur Tradisional


Mengingat norma, kaidah, dan tata nilai dalam masa kini masih banyak kemungkinan
berubah maka dalam usaha mencari identitas budaya yang dapat diterapkan pada bangunan baru
disarankan sebagai berikut. Arsitektur yang mempunyai identitas yang sedikit atau tidak
dipengaruhi oleh perubahan norma tata nilai. Ciri-ciri ini dalam Arsitektur Tradisional untuk
diterapkan pada bangunan baru.
Iklim merupakan factor yang tidak berubah (relative) Indonesia beriklim tropis panas dan
lembap. Karena letaknya di sekitar khatulistiwa antara garis-garis lintang utara dan selatan maka
sepanjang tahun sudut jatuhnya sinar matahari tegak lurus, hal mana mengakibatkan suhu yang
selalu panas. Ciri Arsitektur Tradisional yang berkaitan dengan iklim yang panas misalnya atap
yang mempunyai sudut yang tidak terlalu landai.
Disamping itu ruang-ruang yang terbuka, dimana dinding tidak menutup rapat ke bidang
bawah atau lanmgit-langit memungkinkan ventilasi yang leluasa, hal mana mempertinggi
comfort dalam ruang.
Dinding atau bidang kaca yang berlebihan, apalagi tidak di lindungi terhadap sinar
matahari langsung, dan hujan tidak sesuai untuk iklim tropis.
Kita sering menggunakan air conditioning untuk ruang-ruang yang jika direncanakan
dengan tepat sebenarnya tidak memerlukannya. Energy yang diperlukan untuk air conditioning
cukup besar. Dalam Negara yang sedang menganjurkan hemat energy, hendaknya penggunaan
air conditioning juga dibatasi. Rumah Tradisional Jawa dan Bali merupakan open air habitation.

Arsitektur Perkotaan
Pada gedung-gedung perkotaan yang disewakan (komersial) kita akan menemukan gejala
yang agak berbeda. Gedung-gedung tersebut umumnya dibangun dengan penekanan yang kuat
dalam ciri pretise. Atribut yang biasanya dikenakan bukan saja kemewahan tapi juga atribut ke-
internasionalan, kemodernan dan teknologi tinggi. Pada hal gaya internasional jet-set ini telah
mereka tinggalkan untuk bentuk rumah tinggal mereka. Nampaknya ada gejala penerapan
standar ganda bagi mereka yaitu di kantor bercitra modern-high technology tapi di rumah
bercitra aristokrtis.
Pada gedung-gedung perkantoran pemerintah terdapat cirri yang berbeda. Kemewahan
tidak terasa menonjol, meskipun di sana sini terlihat adanya keinginan untuk itu (tapi terhalang
biaya), tapi sering terasa adanya keinginan kuat untuk menampilkan citra wibawa. Hal ini
terceminkan dari bentuk yang simetris, tempat masuk utama yang ingin megah atau penjagaan
yang ditonjolkan. Gejala lain yang sering terasa menyolok adalah penyediaan fasilitas yang
menyolok berbeda antara pejabat tinggi dengan segenap bawahannya.
Selain itu disediakan untuk publik selalu sangat minim, terbatas pada loby di tempat
masuk utama dan di lorong-lorong. Gejala-gejala tersebut mengungkapkan sikap aparat
pemerintahan yang berorientasi pada status penguasa dan adanya sikap yang feodalistik antara
atasan dan bawahan.

Arsitektur adalah produk dari kebudayaan


Kalau seseorang dapat menerima bahwa arsitektur adalah wadah kegiatan. Tidaklah sukar
untuk mengerti anggapan pada butir ini. Selama diikuti dengan pngertian bahwa arsitektur adalah
bagian dari kebudayaan (dan saling mempengaruhi). Kita akan lebih mudah mengamati kejadian-
kejadian di masyarakat. Kesulitan akan timbul bila di sertai dengan pendapat bahwa arsitektur
adalah hardware sedangkan kebudayaan adalah software.
Dalam dunia computer hal ini dapat dipahami,namun tidak di dunia bangunan. Arsitektur
dalam dunia bangunan sudah menyimpan program-program tertentu yang sewaktu waktu dapat
dimainkan. program-prpgram ini pada saat tertentu dapat menghasilkan penampilan yang
bersuasana gembira,khusus,atau bahkan mendirikan bulu roma.

Arsitektur adalah Alat Ungkap dari Kehidupan Masyarakat


Tersirat dalam anggapan ini adalah bahwa arsitektur juga merupakan media komunikasi
bagi masyarakatnya. Sebelum diketemukannya alat cetak, semua benda buatan manusia menjadi
buku untuk menitipkan pesan-pesan social. Paradigma nilai-nilai, moral, dan lain-lain adalah
pesan yang harus dimengerti oleh anggota masyarakat.
Bangunan, sebagai benda terbesar, adalah : buku dengan format yang ideal bagi
penulisan semacam ini. Makin canggih sebuah masyarakat, makin sarat pula pesannya diletakkan
pada bangunannya. Kemajuan teknologi komunikasi telah membebaskan bangunan dari beban-
beban diatas. Namun juga demikian masih tetap diakui bahwa bagaimanapunjuga bangunan
merupakan media komunikasi yang efektif bagi manusia.

ARSITEKTUR SEBAGAI SENI-STRUKTUR


Pengertian arsitektur
Istilah arsitektur berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari suku kata arkhe yang berarti
asli dan suku kata tekton yang berarti kokoh. Jadi dalam pengertiannya yang semula
arsitektur dapat diartikan sebagai sesuatu cara asli untuk membangun secara kokoh.memang
sejak manusia keluar dari gua-guanya untuk membangun, apakah itu rumahnya atau tempat
peribadatannya, ia terus-menerus bergulat melawan kekuatan-kekuatan alam : gaya tarik bumi,
hembusan angin kencang, goncangan gempa, teriknya sinar matahari atau dinginnya salju.
Melalui proses coba-mencoba (trial and error) selama bergenerasi terbentuklah suatu
tradisi membangun yang khas (yang asli) dengan menggunakan bahan bangunan-bangunan
yangkokoh terhadap kekuatan alam sekitarnya. Kemudian, karena kesadaran akan keindahan
merupakan naluri alami manusia, maka dalam semua tradisi membangun masuklah unsur
estetika atau unsur seni tertentu yang mewarnai ciri arsitektur pada kurun waktu tertentu. Adakah
konsekuensi logis bahwa sejak awal perkembangan peradaban manusia, seorang arsitek
merupakan tokoh masyarakat yang unik : ia adalah seorang teknorat dan seorang seniman
sekaligus, seorang perancang dan seorang ahli membangun sekaligus. Personifikasi arsitek
seperti ini mencapai puncaknya pada diri Michelangelo yang dalam zaman renanaissance
menjelmalkan sirinya sebagai : perancang, pembangunan, pelukis dan pematung sekaligus (a.l.
pada gereje St.Petrus di Roma).
Berpangkal pada pengertiannya seperti dikemukakannya diatas, arsitektur telah
berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungannya. Di Eropa misalnya, factor-faktor
kekuatan alam tidak terlalu berpengaruh terhadap kekokohan struktur bangunan yang di bangun
dengan cara tradisional, pengertian arsitektur mengalami perubahan.unsur seni (art) yang
masuknya ke dalam pengertian arsitektur justru terjadi belakangan, masalah semakin menonjol :
sebaliknya unsur strukturnya semakin memudar. Dengan perkembangannya teknologi, termasuk
teknologi membangun, timbullah reaksi terhadap perkembangan arsitektur demikian.
Sekelompok pemikir ingin mengembalikan arsitektur ke dalam relnya yang semula
dengan menyatakan bahwa arsitektur adalah jalur insinyur dan bukan jalur seniman. Maka
timbullah pertentengan pendapat mengenai isyu ini yang tak ada habis-habisnya sampai masa
kini yang telah melanda hampir seluruh dunia (Ecole des arts vs Ecole polytecthique di Prancis
:Harvard vs MIT di Amerika Serikat : dan sebagainya),termasuk di Indonesia.
Di Jepang perkembangannya lain sama sekali. Lingkungan alam yang kejam dan ganas
yang setiap saat mengancam kelangsungan hidup manusia dengan gempa-gempa dahsyat yang
dapat menyerang setiap saat dan topan-topan kencang yang datang secara berkala, telah
menanamkan dampak yang kuat dalam perkembangan arsitektur adalah urusan insiyur dan bukan
urusan seniman. Architectural Institute of Japan ( A.I.J.) adalah lembaga tertinggi di jepang yang
sampai saat ini mengurusi segala hal ikhwal mengenai bangunan. Tetepi yang diurus bukanlah
urusan seni melainkan urusan struktur.lembaga ini adalah yang menerbitkan berbagai peraturan
mengenai perencanaan bangunan tahan gempa, peraturan beton, baja, dan segi-segi struktur
lainnya.
Bagaimana sekarang di Indonesia? Seperti telah dikemukan diatas, Indonesia telah ikut
terseret ke dalam pertentangan isu apakah jalur arsitek itu jalur insinyur ataukah jalur seniman.
Hali ini dapat dimengerti mengingat para pendiri pondasi bagi perkembangan arsitektur di
Indonesia adalah orang-orang Belanda yang dengan sendirinya sangat terpengaruh oleh
perkembangan arsitektur di Eropa (karsten, MacLine Pont, Van Romondt, Dicke,dan lain-lain)
yang jelas adalah, bahwa perkembangan teknik struktur di Indonesia relative lambat masuknya
sehingga tidak sempat berintegrasi dengan baik ke dalam perkembangan arsitektur. Tidak
mengherankan bahwa, sempat terjadi pembudayaan konsep-konsep bentuk bangunan dari Eropa
yang tidak cocok dilihat dari ketahanannya tehadap gempa. Suatu contoh yang sangat menyolok
yang kiranya sempat membekas pada arsitek-arsitek Indonesia adalah kecenderungan yang salah
untuk menggambar atau merencanakan kolom-kolom bangunan berbentuk persegi panjang, yang
seperti kita ketahui hanya mempunyai kekuatan yang besar satu arah saja. Hali ini terjadi, karena
mereka tidak sempat diajari, bahwa gempa itu biasa terjadi dari segala arah. Andai kata
pengertian struktur telah disadarkan dengan tepat, segyogyanya kolom-kolom bangunan itu
direncanakan berbentuk bulat atau bujur sangkar (bukan persegi panjang), karena bentuk
demikian mempunyai kekuatan yang (praktis) sama ke segala arah.
Kembali kepada isu apakah arsitek itu alur insinyur ataukah jalur seniman, di Indonesia
terjadi suatu perkembangan tersendiri. Secara formal para arsitek lulusan universitas diberi gelar
insinyur(Ir). Secara operasional pengertian arsitektur di Indonesia dewasa ini kiranya dapat
dilukiskan sebagai berikut :
Tugas utama arsitek adalah memecahkan maslah kebutuhan manusia modern beserta
lingkungannya dengan menciptakan ruang dan bentuk yang memadai (Nuttgens, 1980:
Architecture is an expression of human experience in the creation of husable space).
Namun disadari benar, bahwa kekuaan struktur (dan segi-segi teknologi lainnya) haru
ikut terpecahkan dan ini adalah tuga para ahlu yang bersangkutan.
Arsitektur tradisional ialah suatu bangunan yang bentuk, struktur fungsi, ragam hias, dan cara
pembuatannya diwariskan secara turun menurun serta dapat dipakai untuk melakukan aktivitas
kehidupan dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan aktivitas kehidupan yang ditampungnya,
arsitektur tradisional dapat dikelompokan ke dalam beberapa jenis bangunan, yakni bangunan
tempat tinggal atau rumah, bangunan tempat ibadah, bangunan tempat musyawarah, dan
bangunan tempat menyimpan. Semua jenis bangunan yang termasuk ke dalam arsitektur
tradisional itu akan diinventariskan dan didokumentasikan dengan mengingat komponen-
komponen di atas. Namun karena adanya keterbatasan memperoleh sumber mungkin saja ada
satu atau beberapa unsur lainnya yang belum dapat diungkapkan.

Contoh nyata yang akan kita ambil di sini adalah daerah Jawa Barat. Bangunan-bangunan
tempat tinggal atau rumah yang terdapat di daerah penelitian memiliki nama-nama yang beda,
perbedaan antara bangunan yang satu dengan bangunan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan
oleh bentuk atap dan pintu rumah yang berbeda beda pada masing-masing bangunan tempat
tinggal. Di lihat dari bentuk atapnya, rumah-rumah tradisional di daerah penelitian ternyata
menunjukkan perbedaan dengan rumah-rumah tradisional yang terdapat di daerah-daerah lain di
luar Jawa Barat, seperti nampak pada Rumah Gadang di Sumatera Barat, Aceh,Batak atau
Rumah Toraja. Beberapa nama bangunan tempat tinggal, di daerah penelitian jika dilihat dari
bentuk atapnya, ialah: suhunan jolopong, tagong anjing, badak heuay, parahu kumureb, dan
jubleg nangkub. Sedangkan kalau dilihat dari pintu masuknya dikenal pula rumah buka palayu
dan buka pongpok.
Tipologi:
Suhunan Jolopong, bentuk Jolopong memiliki dua bidang atap saja. Kedua bidang atap ini
dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah bangunan rumah, balikan jalur suhunan itu sendiri
merupakan rangkap dari kedua bidang atap. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar
dengan kedua sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah. Sedangkan pasangan sisi
lainnya lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus .
Tagong Anjing
Bentuk atap tagong anjing memiliki dua bidang atap yang berbatasan pada garis batang
suhunan. Bidang atap yang pertama lebih lebar dibanding dengan atap lainnya, serta merupakan
penutup ruangan. Sedangkan atap lainnya yang sempit, memiliki sepasang sisi yang sama
panjang dengan batang suhunan bahkan batang suhunan itu merupakan puncaknya. Tiang-tiang
depan pada bangunan dengan atap tagong anjing lebih panjang dibandingkan dengan tiang-tiang
belakangnya, batang suhunan terletak di atas puncak-puncak tiang depan.
Badak Heuay
Bangunan dengan atap yang sangat mirip dengan tagong anjing, perbedaannya hanya
pada bidang atap belakang. Bidang atap ini langsung ke atas melewati batang suhunan sedikit.
Bidang atap yang melewati suhunan ini dinamakan rambut.
Parahu Kumureb
Bentuk atap ini memiliki empat buah bidang atap. Sepasang bidang atap sama luasnya
berbentuk trapesium sama kaki. Letak kedua bidang atap ini sebelah menyebelah dan dibatasi
oleh garis-garis suhunanyang merupakan sisi bersama.
Jubleg Nangkub
Bentuk atap memiliki lima buah bidang atap, satu bidang berbentuk trapesium siku-siku,
satu bidang berbentuk segi tiga sama kaki, dan pada sisi lainnya tidak berbidang atap. Pada
bentuk tap terdapat dua buah batang kayu yang menhubungkan satu di antara ujung batang
suhunan kepada kedua sudut rumah, secara landai sehingga terbentuknya satu bidang atap segi
tiga.
Julang Ngampak
Bentuk atap yang melebar di kedua sisi bidang atapnya jika dilihat dari arah muka
rumahnya. Bentuk atap demikian menyerupai sayap dari burung julang yang sedang merentang.
Bentuk-bentuk demikian dapat dijumpai di daerah-daerah Garut, kuningan dan termpat-tempat
lain di Jawa Barat.
Ruangan yang terletak di bagian yang disebut emper fungsinya untuk menerima tamu.
Pada waktu dulu ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas rumah. Ruangan balandongan
yang terletak paling depan dari ruangan lain, berfungsi untuk menambah kesejukan bagi
penghuninya di dalam rumah. Ruangan yang disebut pangkeng dipergunakan sebagai tempat
tidur. Sejenis dengan pangkeng ialah jobong uyang dipergunakan untuk menyimpan barang-
barang atau disebut gudang. Ruangan bagian tengah disebut tengah imah bagian ini
dipergunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga.
Bangunan tempat ibadah
Tipologi;
Mesjid merupakan bangunan dengan denah bangunan yang berbentuk bujur sangkar.
Pada mesjid-mesjid yang lebih muda umumnya, di samping denah bujur sangkar terdapat pula
serambi-serambi di depan, kiri dan kanan. Serambi-serambi itu merupakan ruangan-ruangan
hasil penambahan kemudian. Ciri utama yang menandai bangunan mesjid adalah bentuk atapnya
yang besar dan lebar yang terletak diatas bangunan utama. Bagian inilah yang memiliki empat
tiang utama yang lazim disebut saka guru. Saka ini berfungsi untuk menyangga seluruh gaya
berat bangunan tersebut. Atap dari ruangan mesjid yang berbentuk bujur sangakar adalah atap
tumpng yang tersusun makin kre atas makin kecil. Tingkatan yang paling atas, biasanya ditutupi
dengan atap lainnya dalam bentuk limas. Bagian paling atas ini disebut momolo. Bagian-bagian
pokok daripada mesjid adalah mihrab, mimbar, dan ruangan sembhayang,
Bangunan tempat musyawarah
Nama bangunan tempatmusyawarah atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan bale desa.
Menuruti pola rumah tinggal dengan sistem kolong, mungkin pula bangunan tersebut tidak
berdinding, sehingga memudahkan orang untuk datang berkunjung.
Bentuk-bentuk bagian:
Atap berbentuk atap jure, disebut juga atap limasan. Atap ini ditandai oleh adanya kayu kayu
jure yang menghubungkan ujung susuhunan ke arah empat sudut bangunan. Tiang-tiang
bangunan yang berbentuk segi empat berukuran masing masing segi tidak kurang dari 20cm,
tiang tiang ini berjumlah empat buah yang berfungsi menunjang rangka atas bagian atas. Pintu
bale berbentuk empat persegi panjang, kecuali pintu-pintu masuk di kanan kiri bangunan. Pintu-
pintu masuk itu merupakan pintu-pintu pendek yang tersusun dari lempengan kayi berjarak
tertentu. Tangga untuk naik ke dalam bangunan ini, terdapat di bagian kiri dan kanan di depan
pintu-pintu masuk yang terbuat dari kayu berumpak. Dinding banngunan bagian belakang yang
disebut pangkeng terbuat dari anyaman bamboo. Dinding ini dipasang setinggi tiang-tiang
bangunan dari ujung lantai ke ujung tiang. Dinding-dinding pagar yang dipasang di bagian
pinggir bangunan dan berukuran setengah badan manusia. Di bagian bawah rangka atap, terdapat
langit-langit, disebut gelebeg terbuat dari papan-papan kayu separti pada lantai. Lantainya
terbuat dari palupuh yakni papan-papan kayu yang disusun rapat melintang sepanjang bangunan.

Bangunan tempat menyimpan


Bangunan tempat menyimpan bagi masyarakat sunda disebut leuit. Sebutan leuit terdapat di
daerah Priangan dan Banten. Di daerah Cirebon disebiut lumbung.

Tipologi:
Bentuk leuit ini melambangkan kemakmuran dari kesuburan setiap keluarga petani. Pada masa
lampau , ketika bangunan leuit masih terhitung banyak, ukuran kekayaan seseorang atau
keluarga dapat dilihat dari besar kecilnya leuit. Banyak leuit yang didirikan seseorang petani,
menentukan kedudukan orang tersebut dalam pandangan masyarakat. Leuit memiliki denah segi
empat atau bujur sangkar dan atapnya berbentuk perisai. Biasanya bangunan ini lebih tinggi dari
badan manusia, karena itu seseorang harus mempergunakan tangga untuk naik ke dalam leuit.
Bagian-bagian Leuit:
Umpak, bagian ini terletak paling bawah dari seluruh bangunan. Bagian ini terbuat dari batu atau
batu bata, bagian ini berfungsi untuk menahan pangkal daripada tiang leuit agar tidak menancap
ke dalam tanah. Tiang leuit, berupa balok kayu dari jenis yang kuat berjumlah empat buah,
fungsinya untuk menahan seluruh gaya berat bangunan. Bilik yaitu dinding yang terbuat dari
anyaman bamboo untuk menutupi ruangan leuit. Iga, yaitu papan yang dipasang melintang di
luar bilik. Fungsinya untuk menjepit bilik atau menahan bila ada tekananakibat isi leuit yang
padat. Cangkok, yaitu kayu-kayu yang dipasang mendatar di tepi bagian leuit. Anting-anting
kayu pendewk yang dipadsang melintang dengan tiang leuit, fungsinya untuk memperkuat dan
menahan atap serta tiang leuit. Cabrik yaitu penutup atap samping kanan dan kiri. Ontob yaitu
kayu untuk penutup atap ujung bawah. Ampig, yaitu kayu-kayu yang disusun penutup bagian
kiri dan kanan rangka atap bangunan. Panto leuit, yaitu bagian dari leuit berletrak di bagian
ampig berukuran krecil yang fungsinya untuk jalan keluar masuknya padi yang akan disimpan
dan dikeluasrkan. Hateup yaitu atap leuit yang terbuat dari genteng atau bahan lainnya. Paparan,
yaitu bagian amping terletak di atas leuit, sdehingga menyerupai para atau ruangan atas pada
rumah tinggal.

LANDASAN ARSITEKTUR INDONESIA


Arsitektur Indonesia adalah arsitektur yang memenuhi kebutuhan manusia Indonesia.
Persoalan akan segera bergeser menuju kebutuhan akan perumusan kebutuhan manusia
Indonesia ini.Lalu siapakah yang menetapkan kebutuhan manusia Indonesia ini? Manusia
Indonesia seluruhnya, atau diwakilkan saja pada para arsitek, atau para ahli perumus kebutuhan
manusia yang sekarang ini agaknya sedang berbunga-bunganya? Para perumus kebutuhan
manusia Indonesia inilah yang biasa disebut kaum cerdik cendekiawannya, baik yang terdiri dari
kaum teknokrat maupun apa yang disebut intelektual yang sangat heterogen, terbesar, dan sering
anti struktur. Persoalan jadi : apakah perumus kebutuhan manusia Indonesia yang diwakili oleh
para cerdik cendekiawan ini sampai sekarang sudah bisa dikatakan benar-benar mewakili
kebutuhan manusia Indonesia? Karenanya, maka pembicaraan tentang landasan kebutuhan
manusia Indonesia sebagaimana diungkapkan oleh para cerdik cendekianya.

Arsitektur Hindia-Belanda
Angka rata-rata diatas memang tidak terlalu merisaukan bagi lungkungan tadisional, yang
ekologinya masih baik dengan lahan yang longgar dan bahan bangunan yang alami. Walau
demikian, lain halnya bagi para penjajah Belanda. Gaya disesuaikan dengan iklim topis.
Plafonnya tinggi, dindingnya tebal, lubang ventilasi ditempatkan di berbagai sudut. Pada rumah
tinggal, jendela-jendela lebar berkisi diberi tritis. Yang menarik adalah berandanya yang sangat
luas, mencakup antara 25 sampai 35 persen dari luas bangunan, sebuah konsep ruang hasil
adaptasi terhadap ruang serambi pada arsitektur tadisional Nusantara. Antara rumah induk dan
dapur atau bangunan kecil dihubungkan dengan selasar-selasar terbuka.
Arsitek colonial atau arsitektur Hindia-Belanda ini kemudian menjadi orientasi bagi para
pedagang pribumi, santri, Cina, dan priyayi. Pada tahap selanjutnya banyak rumah sakit dan
sekolah dibanun dengan gaya serupa.
Diantara karya-karya arsitektur tropis colonial ini, ternyata bias kita jimpai jenis
arsitektur tropis yang Indonesia. Ambilah contoh kampus ITB (Institut Teknologi Bandung) yang
dirancang Mc. Laine Pont. Yang sangat Indonesia dan berfungsi untuk social budaya modern
adalah Teater Sobokarti di Semarang. Ini dirancang oleh Thomas Karsten dengan konsep yang
dia tulis dalam sebuah artikel di JAwa pada tahun 1921. Berdenah teater romawi, tapi seluruh
ekpresi arsitekturnya adalah arsitektur Jawa dan tropis. Hat\rus diakui, arsitek Belanda pencinta
arsitektur tradisional Indonesia yang menyempal ini, ternyata sangat serius dalam penyiasati
iklim tropis.

Arsitektur Tropis Indonesia


Sejak kemerdekaan, yang laku adalah gaya arsitektur burban Eropa tahun 20-an. Gaya
modern mulai disenagi, dijiplak tanpa imajinasi dan meremehkan iklim tropis. Arsitektur tropis
colonial pun mulai memudar. Arsitek Silaban dan kawan-kawan tampil sebagau penyelamat dan
berusaha secara konsisten sampai akhir hayatnya untuk menghadirkan arsitektur tropis
Indonesia.dari segi kenyamanan termal, beliau cukup berhasil, tapi tidak cukup berhasil dalam
mengekpresikan Indonesianya, karena tetap saja merancang dengan idiom arsitektur modern,
dengan kekhasan louvre- louvre pada fadacenya.
Era awal Orde BAru adalah cara erasemakin memudarnya arsitektur tropis. Ia digilas
oleh arsitektur modern berAC yang dirancang tanpa AC pun seakan-akan melupakan aspek
tropis, sehingga pada suatu saat kita tersentak kaget dengan hadirnya sebuah desain, yang
dikerjakan raksasa Paul Rudolph, yakni gedung Wisma Dharmala di Jakarta.
Inikah arsitektur tropis yang Indonesia? Saya berpendapat tidak. Karena seluruh
bangunan itu dirancang dengan gaya internasional, dan seluruh bangunan menggunakan system
penghawaan artificial. Lisplang betonnya yang miring barangkali memang member citra tropis,
tapi jelas belum menunjukkan tropis Indonesia.
Perkembangan arsitektur Indonesia dimulai pada awal abad ke-19 dengan penguasa Hindia
Belanda didirikan pusat kota Weltevreden yang bernama Batavia. Konsep kota itu sendiri
dijadikan sebagai areal perumahan dan perkantoran dengan gaya arsitektur daerah tropis. Di
areal ini juga di fasilitasi dengan taman yang mengisi jarak antara rumah, bangunan punya
banyak bukaan, memiliki atap yang curam, berlantai teraso dan berdinding bata tebal. Hal ini
berfungsi untuk menjaga suhu didalam rumah agar tetap sejuk pada siang hari dan hangat pada
malam hari. Pada abad ke-20 didirikan pusat kota di kebayoran baru. Areal ini dijadikan tempat
satelit. Desain pembangunan kota kebayoran baru ini merupakan percampuran antara eropa barat
dan utara serta tata letak kotanya dipengaruhi dengan prinsip letak jawa namun dipengaruhi oleh
jalan raya yang lebar serta jalur hijau yang luas. Kebanyakan pembangunan arsitektur dijakarta
dimulai setelah adanya proyek mercusuar soekarno, misalnya: hotel indonesia, sarinah, gelora
bung karno, by pass, jembatan semanggi, monas, mesjid istiqlal, wisma nusantara, ancol, gedung
DPR/MPR.

Perkembangan arsitektur di daerah-daerah


Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama Islam ini dibawa oleh
pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui pembauran. Kesultanan kecil Samudra Pasai
disebelah utara Sumatra menjadi bandar yang ramai pada masa itu. Berdasarkan catatan Gastaldi
(1548), seorang ahli kosmografi dan enjineer dari Italia, pelabuhan atau bandar kesultanan
Samudra ebagai yang terbaik di pulau tersebut, dan melalui proses evolusi nama, istilah Sumatra
dikenalkan pertama kali oleh orang Eropa Nichol de Conti, sebelumnya Marcopolo menyebut
dengan Samara, kemudian Friar dan Odoric menyebut dengan Sumoltra, Ibnu Battuta
menyebut Samudra. 2 Melalui evolusi yang sama, nama Borneo pada mulanya adalah nama
sebuah pelabuhan Brunei, yang pada masa itu merupakan nama kerajaan terpenting di
Kalimantan Barat. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-
rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada
mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut. Penyebaran Islam
didorong hubungan perdagangan di luar Nusantara; umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah
yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan penting termasuk Mataram di Jawa
Tengah, danKesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur. Peradaban Eropa,
hadir sejak abad ke-16, mula-mula dalam bentuk peradaban Iberia (Spanyol dan Portugis),
kemudian Britania Raya, dan Belanda. Marcopolo menjadi orang Eropa pertama yang bercerita
tentang perjalanannya ke bandar-bandar pantai utara Samara pada tahun 1291.
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah Nusantara dengan
memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit.
Pada dekad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah
Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde
Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan
dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya
berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa
pada masa itu dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan
pemimpin Mataram dan Banten. Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir dekad ke-18 dan setelah
kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda
mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Pada 1901 pihak Belanda melancarkan
Politik Etis (Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi
orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendralJ.B. van
Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di
sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Pada saat ini, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kota-kota dengan berbagai macam fasilitas
seperti bangunan perkantoran, rumah sakit, bangunan ibadah (masjid dan gereja) dan lain
sebagainya. Penetrasi Jepang di Asia Tenggara pada tahun 1941 disambut pada bulan yang sama
dengan menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda.
Pasukan Belanda terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.

A.2. Geografi dan Lingkungan


Nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di sepanjang garis khatulistiwa.
Dataran Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilometer persegi terletak antara 60 garis lintang utara
dan 110 garis lintang selatan serta 950 dan 1400 garis bujur timur. Dataran ini dibagi menjadi
empat satuan geografis yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan,
Sulawesi), Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumba, Sumbawa, Komodo, Flores, Alor, Savu,
dan Lembata), Kepulauan Maluku (Halmahera)

SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR NUSANTARA


Ternate, Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru. Seluruh pulau di
Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa dengan suhu yang hampir konstan serta
dipengaruhi oleh angin musim dan angin pasat. Secara geologis, Nusantara terdiri dari bentukan
vulkanik dan nonvulkanik yang saling berjalin, sehingga Indonesia merupakan wilayah seismik
paling aktif di dunia, tercatat kira-kira 500 gempa bumi setahun. Sejak akhir tahun 2004 hingga
2006 tercatat lebih dari 1000 kali gempa bumi. Selain gempa bumi, wilayah Nusantara juga
merupakan wilayah yang rawan tsunami, berdasarkan katalog gempa (1629 - 2002) di Indonesia
pernah terjadi Tsunami sebanyak 109 kali, terakhir kali bencana tsunami yang paling besar
terjadi akhir 2004 melanda wilayah Naggroe Aceh Darussalam.
B. Nusantara dan Jaringan Asia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan,
antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia.
Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar
dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Selain kedua bangsa Asia ini,
terdapat juga pengaruh lain dari berbagai budaya hebat di dunia seperti peradaban Iberia
(Spanyol dan Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Dari luas dan letak wilayahnya,
Indonesia dikategorikan sebagai negara besar yang cukup berpengaruh di Asia. Jaringan
ini telah berlangsung beratus tahun lamanya, beberapa peninggalan budaya yang nampak atas
pengaruh yang pernah singgah masih ada seperti misalnya kebudayaan India pengaruhnya
mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu Buddha dan Islam di Indonesia yang
bisa diketahui dari tinggalan budayanya yaitu arsitektur candi dan arsitektur masjid bergaya
Moghul di Indonesia. Sama halnya dengan India, pengaruh kebudayaan China hingga sekarang
ini masih sangat besar dapat terlihat dalam berbagai sapek kehidupan; kepercayaan, bahasa,
makanan, sistem pertanian dan lain sebagainya. Kemajuan maritim di China pada masa Dinasti
Ming telah membawa pelayar-pelayar tangguh mengarungi wilayah Nusantara. Perdagangan
silang antara China dan India telah membuat Nusantara dan Asia Tenggara menjadi tempat
persinggahan setiap kali berlayar. Pertukaran budaya terjadi dengan adanya interaksi
perdagangan antara pedagang atau pelayar China dengan penduduk setempat yang disinggahi.
Terdapat banyak tinggalan sejarah yang mendapat pengaruh peradaban Cina di Indonesia
terutama pada klenteng dan bangunan pertokoan yang tersebar pada kota-kota lama di seluruh
wilayah Indonesia. Budaya Jepang pertama kali masuk ke Nusantara pada sepertiga abad ke 20.
Melalui propaganda militer saudara tua Jepang dengan leluasa masuk ke wilayah Nusantara.
Penetrasi politik Jepang selama 3,5 tahun tidak banyak meninggalkan monumen atau tinggalan
bangunan bersejarah di Indonesia seperti halnya India dan Cina, akan tetapi kemiripan pada
arsitektur vernakular yang sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia menjadi pembahasan
yang menarik dalam buku ajar ini. Sebagai salah satu negara
besar dengan konsep arsitektur timur yang kuat pernah menduduki Nusantara maka sangat
penting untuk diketahui bagaimana sejarah perkembangan dan konsep arsitektur Jepang.
Pembahasan buku ajar ini selain menjabarkan sejarah perkembangan arsitektur di Indonesia yang
mendapatkan pengaruh dari peradaban Asia (India, Cina dan Jepang) di Indonesia juga
membahas konsep dan perkembangan arsitektur di ketiga negara tersebut. Arsitektur Nusantara,
dan Arsitektur Asia : India, Cina dan Jepang mewakili pemikiran tentang arsitektur timur.

C. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia


Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan. Secara umum periodisasi
sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian besar yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman
Islamisasi dan Zaman Modern, dengan proses oksidentalisasi. Sebenarnya terdapat satu zaman
lagi sebelum zaman Hindu Buddha yaitu Zaman prasejarah akan tetapi pembahasan serta diskusi
tentang zaman ini tidak banyak contoh yang tersisa dalam bidang arsitektur terutama pada masa
prasejarah awal.1 Perkembangan arsitektur mulai dari masa Prasejarah Akhir yang ditandai
dengan ditemukannya kubur batu di Pasemah, Gunung Kidul dan Bondowoso. Kemudian situs-
situs megalitikum punden berundak di Leuwilang, Matesih, Pasirangin. Sebagaimana diketahui
bahwa sejarah budaya yang melahirkan peninggalan budaya termasuk arsitektur sejalan dengan
periodisasi tersebut diatas, maka dapat dikategorikan sebagai arsitektur percandian, arsitektur
selama peradaban Islam (bisa termasuk arsitektur lokal atau tradisional, dan pra modern) dan
arsitektur modern (termasuk arsitektur kolonial dan pasca kolonial).
Keberadaan arsitektur lokal yang identik dengan bangunan panggung berstruktur kayu telah ada
sebelum atau bersamaan dengan pembangunan candi-candi. Hal ini ditunjukkan dari berbagai
keterangan pada relief candi-candi dimana terdapat informasi tentang arsitektur lokal/domestik
atau tradisional atau vernakular nusantara. Akan tetapi jikalau menilik usia dari bangunan
vernakular yang ada di Indonesia, tidak ada yang lebih dari 150 tahun. Pembahasan pada buku
ajar ini tentang perkembangan arsitektur Indonesia dapat diurutkan sebagai berikut :
Arsitektur vernakular
Arsitektur klasik atau candi
Arsitektur pada masa perabadan atau kebudayaan Islam
Arsitektur Kolonial
Arsitektur Modern (pasca kemerdekaan)

Arsitektur Nusantara Pada Era Hindu Budha


A. Kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara
Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang berkuasa sekitar abad ke-8
hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran Siwa,
sementara dinasti Syailendra menganut agama Buddha Mahayana atau Vajrayana. Peninggalan
dari ketdua dinasti ini berupa prasasti dan candi. Keluarga Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian
utara Jawa Tengah, dan keluarga Syailendra di bagian Selatan Jawa Tengah. Sehingga dari abad
ke-8 dan ke-9, candi yang ada di Jawa Tengah Utara bersifat Hindu, dan yang ada di Jawa
Tengah Selatan bersifat Buddha Pembangunan candi terkait dengan kerajaan di Nusantara pada
masa perkembangan agama Buddha dan Hindu di Indonesia. Terdapat ratusan prasasti-prasasti
yang ditanda tangani oleh raja-raja yang berkuasa ada saat itu.
Keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu Budha dimasa lampau diketahui dari prasasti-prasasti.
Prasasti dari kerajan tertua di nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Prasati ni
berbentuk yupa. Yaitu tugu peringatan upacara kurban. Menurut bentuk dan tulisan yang
digunakan, prasasti ini diperkirakan dibuat pada tahun 400 Masehi, prasasti ini menceritakan
sebuah kerajaan di Kalimantan timur (Kutei) diperintah oleh seorang raja bernama Mulawarman.
Setelah prasasti Kutei ini, terdapat ratusan prasasti yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan
Hindu dan Budha di Nusantara sekaligus juga bercerita tentang bangunan suci (candi), bahkan
ada nama candi di prasasti yang tidak bisa ditelusuri namanya dengan candi yang dikenal.
Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Selain peninggalan prasasti, terdapat pula
candi-candi yang didalamnya terdapat arca yang menjadi bukti keberadaan kerajaan-kerajaan
tersebut di masa lampau. Ada juga berita tentang keberadaan kerajaan tersebut berasal dari berita
ekspedisi pada pendeta Buddha Tiongkok (Cina) ke nusantara misalnya berita dari pendeta I-
Tsing yang menyebutkan keberadaan kerajaan Holing (Kaling), kerajaan-kerajaan di Sumatera :
Tulang Bawang (Sumatera Selatan), Melayu (Jambi), dan Sriwijaya. Dari I-Tsing diketahui
bahwa Sriwijaya merupakan pusat kegiatan ilmiah agama Budha pada masa itu. Buku atau kitab
kuno juga merupakan sumber informasi keberadaan kerajaan-kerajaan di masa lampau, seperti
kitab Pararaton dan juga kitab Negarakertasari. Berikut adalah rangkuman dari berbagai sumber
terhadap beberapa prasasti dan candi peninggalan kerajaankerajaan
pada era Hindu dan Buddha atau sebelumnya.

B. Arsitektur Candi
B.1. Fungsi Candi
Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha, nama tempat tinggal
Candika, Dewi Kematian dan Permaisuri Siwa. Maka, secara harfiah Candi bisa ditafsirkan
sebagai bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam. 1.
Dahulukala, diduga abu dari jenazah seorang raja dikubur dibawah bagian tengah candi (peripih).
Sehingga seringkali dulu candi digunakan sebagai tempat pemujaan dan memuliakan raja yang
sudah meninggal. Akan tetapi, Candi dibangun bukan semata hanyalah sebagai makam atau
tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal, lebih dari candi itu, candi juga
difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang dilambangkan sebagai arca. Arca
tersebut diletakan di ruang tengah candi dahulu kala hanya Pendeta yang memimpin acara
pemuajaan yang diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih diyakini sebagai kuil
atau tempat pemujaan daripada sebagai makam.

Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi


Secara vertikal, struktur bangunan candi terdiri dari tiga bagian yang melambangkan
kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu kesatuan alam semesta yang
sering disebut dengan Triloka terdiri dari dunia manusia (bhurloka), dunia tengah untuk orang-
orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian dunia untuk para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan
Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu Siwa.
Lingga terdiri dari silinder terpadu atau berdiri diatas dasar yang disebut yoni.Stupa merupakan
unsur perlambang Buddha dengan bentuk setengah bulatan mempunyai pengertian falsafah
melambangkan kubah syurga (Dome og Heaven) atau melambangkan struktur kosmik yang
menetap. Biasanya diletakkan di bagian atas candi. Peripih adalah sebuah peti batu yang
digunakan awalnya sebagai tempat abu jenazah seorang raja, kemudian pada kenyataan lain,
peripih digunakan sebagai wadah untuk menaruh unsur-unsur yang melambangkan dunia materi
: emas, perak, perunggu, batu akik dan biji-bijian yang diduga sebagai benda-benda upacara
pemujaan. Di dalam peripih terdapat bagian-bagian yang diatur dalam pola seperti mandala,
sembilan atau 25 titik. 3 Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan Siwa untuk
membunuh seorang raksasa. Kala ini diwujudkan dalam berbagai variasi bentuk seperti mahkluk
aneh tanpa rahang bawah atau hiasan dengan satu mata. Sedangkan Mekara adalah binatang
mitologi berbelalai gajah, surai singa, paruh burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang semuanya
merupakan lambang air dan birahi.2 Hiasan mekara ini sering ditemukan baik pada candi Hindu
dan Buddha. Biasanya patung makara ditemukan pada gapura sebagian besar candi klasik awal,
makara jarang ditemukan pada jaman klasik akhir di Jawa, tetapi di Sumatra, seperti di kompleks
candi Padang Lawas, dimana didirikan perkiraan pada abad 10 mekara ini masih terus
digunakan. ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala.
Arsitektur candi sering juga diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam
mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi
sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan
bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa. Pada bangunan candi di Indonesia, selain
berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di ruang dalam candi, elemen atau
bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha yaitu kala-
mekara, peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni.

Referensi :
1. Jati Diri, Prof.Ir.Eko Budihardjo,M.Sc.Alukmni 1997
2. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta,Drs. H.J. Wibow.1998
3. Arsitektur Tradisional Daerah Jawa Barat, Drs.Dasum Muanas,dkk.1998
Nama kelompok :
- Drieka Kesuma Putri
- Yessica
- Tio Uli Patricia
- Cindy Aprina Mirasari

Diposkan oleh sejarah kebudayaan dan kesenian indonesia di 06.54


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
7 komentar:

1.

deeah cieprud5 Juni 2013 22.34

terima kasih buat blog.nya


sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas-tugas saya
Balas

2.

Andika archee16 September 2014 08.28

bermanfaat banget... :)
Balas

3.

Gerardus Dauk3 Mei 2016 06.42

Arsitektur budaya Indonesia sangat penting dan Tahan terhadap gempa, dll karena dibuat dari
bahan bangunan kyu kelas II dan bambu tahan gempa. Disarankan Kepada Mahasiswa/si Teknik
Araitektur/ Sipil Indonesia untuk meneliti lagi masih ada Rmah adat aRSITEKTUR tradisional yang
belum di survey. Contoh RUMAH ADAT WANGKA DI KECAMATAN RIUNG KAB NGADA - FLORES.
RUMAH TERSEBUT SANGAT AMAN.
Balas

4.

Gerardus Dauk3 Mei 2016 06.44

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.


Balas

5.

Gerardus Dauk3 Mei 2016 06.50

KALAU MAU HUB SAYA UNTUK PELAJARI BETUL ADAT ISTIADAT KAMI.HP. 082 146 233 864. trims
Balas

6.

Gerardus Dauk3 Mei 2016 06.50

KALAU MAU HUB SAYA UNTUK PELAJARI BETUL ADAT ISTIADAT KAMI.HP. 082 146 233 864. trims
Balas

7.

Gerardus Dauk3 Mei 2016 06.52

Arsitektur budaya Indonesia sangat penting dan Tahan terhadap gempa, dll karena dibuat dari
bahan bangunan kyu kelas II dan bambu tahan gempa. Disarankan Kepada Mahasiswa/si Teknik
Araitektur/ Sipil Indonesia untuk meneliti lagi masih ada Rmah adat aRSITEKTUR tradisional yang
belum di survey. Contoh RUMAH ADAT WANGKA DI KECAMATAN RIUNG KAB NGADA - FLORES.
RUMAH TERSEBUT SANGAT AMAN.
Balas
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Music Video
Mengenai Saya

sejarah kebudayaan dan kesenian indonesia


Lihat profil lengkapku
Pengikut
Label
Aditya Prabowo Raharjo (6)
ANDINI BINAYUDA EKAWATI (4423107020) SMT.096 (5)
cerita (1)
Desviana Isnaeni (11)
do's and dont's (1)
EDWINA YUSTITYA (6)
Folklore (1)
Lidya Novita (12)
Riyani Asti Arami (Semester 096) (6)
Tezar Arif (8)
Tiara Oktaviama (4423107047) SMT 096 (6)
Tio Uli Patricia (6)
tongkonan (1)
Toraja (5)
uts (5)
Yuli hadi (1)
Arsip Blog
2012 (121)
2011 (90)
o Desember (22)
o Juni (38)
o Mei (23)
o April (3)
Perkembangan Arsitektur Tradisional di Nusantara
UTS KEBUDAYAAN DAN KESENIAN INDONESIA (KESENIAN SU...
PERKEMBANGAN SENI TARI DI NUSANTARA
o Maret (4)
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Tema Perjalanan. Gambar tema oleh DNY59. Diberdayakan oleh Blogger.

Dalam Bidang Arsitektur

Di samping penciptaan ritus-ritus keagamaan, akulturasi Islam juga dibuat


dalam bentuk simbol-simbol kebudayaan. Contoh dari simbol ini adalah bentuk
arsitektur bangunan masjidmasih berbentuk pure atau candi, kemudian penamaan
pintu gerbang dengan istilah gapura nama yang diambil dari bahasa Arab ghofura
yang berarti pengampunan

Masjid Demak adalah contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi
itu. Ranggon atau atap yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep 'Meru'
dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Hal ini berbeda
dengan Kristen yang membuat gereja dengan arsitektur asing, arsitektur Barat.

Namun demikian, perpaduan islam dan budaya lokal dalam bidang seni tidak
hanya dalam bentuk masjid atau makam, namun juga dalam ruang lingkup yang besar,
misalnya bentuk kraton, tamansari maupun arsitektur wilayah yang mencerminkan
unsur-unsur budaya lokal dan unsur-unsur keislaman.
Home
Publikasi
Gallery

fastest
TERCEPAT DAN AKURAT
GUNADARMA UNIVERSITY
STUDENTSITE GUNADARMA UNIVERSITY
BAAK GUNADARMA UNIVERSITY
Minggu, 18 Maret 2012

AKULTURASI BUDAYA
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok
manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan
asing. Dan kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses
pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau
individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses
akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua
kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat
dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental
disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan,
motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.
Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat
akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan
kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan
kebudayaan yang disebabkan perkawinan dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat
adanya pemaksaan dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka.
Akulturasi budaya bisa juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, system
pendidikan yang maju yang mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan
objektif, keinginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi
terhadap perubahan.

Contoh-contoh dari hasil akulturasi budaya sangat beraneka ragam. Dalam bidang
kesenian, arsitektur, agama dan lain-lain.

1. Bentuk bangunan Masjid Sunan Kudus adalah salah satu akulturasi antara Hindu-
Islam.

2. Candi-candi di Indonesia sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia
dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya
bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum
yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Candi
Borobudur merupakan wujud dari akulturasi antara agama Hindu-Budha di Indonesia.

3. Bangunan rumah di daerah Kota, Jakarta Utara dan Juga Museum Fatahillah Jakarta
merupakan wujud akulturasi dari kebudayaan yang dibawa oleh bangsa-bangsa Eropa
ketika menjajah Indonesia. Bangunan Museum Fatahillah menyerupai Istana Dam di
Amsterdam, yang terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan
barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan
ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.

4. Selain dalam bidang arsitektur, akulturasi budaya juga berpengaruh dalam bidang
kesenian. Cabang seni rupa yang berkembang adalah seni ukir dan seni lukis. Pola-pola
hiasannya meniru zaman pra-islam, seperti daun-daunan, bunga-bungaan, bukit-bukit
karang, pemandangan, garis-garis geometri, kepala kijang, dan ular naga. Contoh,
masjid yang di hias dengan ukiran adalah masjid Mantingan, dekat jepara yang terdapat
lukisan kera, ukiran gapura di candi Bentar di Tembayat, Klaten, yang dibuat pada masa
Sultan Agung pada tahun 1633, dan gapura Sendang Duwur di Tuban. Pada zaman
islam juga berkembang seni rupa yang disebut kaligrafi, yaitu seni menulis indah .
5. Kesusastraan pada zaman islam banyak berkembang di daerah sekitar selat malaka
(daerah melayu) dan jawa. Kebanyakan karya sastra pada zaman islam yang sampai
pada kita sekarang ini telah berubah dalam bentuknya yang baru, baik bahasa maupun
susunannya. Pengaruh yang kuat dalam karya sastra pada zaman itu berasal dari Persia.
Misalnya, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, dan Hikayat 1001 malam
(alif laila wa laila).

6. Perwayangan di daerah jawa dan sekitarnya yang mengangkat cerita Ramayana dan
Mahabarata merupakan wujud akulturasi kebudayaan antara Hindu-Budha di bidang
kesenian.

7. Tari Betawi. Sejak dulu orang Betawi tinggal di berbagai wilayah Jakarta. Ada yang
tinggal di pesisir, di tengah kota dan pinggir kota. Perbedaan tempat tinggal
menyebabkan perbedaan kebiasaan dan karakter. Selain itu interaksi dengan suku
bangsa lain memberi ciri khas bagi orang Betawi. Tari yang diciptakanpun berbeda.
Interaksi orang Betawi dengan bangsa Cina tercipta tari cokek, lenong, dangambang
kromong.

8. Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau
tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan
Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u
seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi
seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar
wayang.

9. Alat musik Tanjidor selain mendapat pengaruh dari budaya Cina, kesenian Betawi
dipengaruhi oleh beragam budaya dari Eropa. Orkes Tanjidor, misalnya, mulai ada
sejak abad ke-18. Konon salah seorang Gubernur Jenderal Belanda, Valckenier
menggabungkan rombongan 15 orang pemain alat musik tiup Belanda dengan pemain
gamelan, pesuling Cina, dan penabuh tambur Turki untuk memeriahkan pesta.

10. Orkes Gambus. Budaya Timur Tengah ternyata juga memiliki pengaruh kuat dalam
khasanah Betawi, hal ini terbukti bahkan sampai saat ini di seantero Jakarta terdapat
puluhan grup orkes gambus. Orkes ini biasanya ditampilkan di acara pesta perkawinan
untuk mengiringi para penyanyi gambus baik laki maupun perempuan. Mereka
biasanya membawakan lagu-lagu gambus dengan lirik religius maupun lagu-lagu cinta
berbahasa Arab.

11. Wayang Betawi. Salah satu produk budaya Betawi hasil akulturasi dari budaya Jawa dan
Sunda adalah wayang. Namun demikian, pengaruh Sunda lebih tampak dalam kesenian
ini. Mungkin secara geografis memang lebih dekat. Misalnya dalam hal penggunaan
bahasa. Dalam wayang digunakan bahasa Betawi campur Sunda. Dalam dunia
pewayangan Betawi dikenal dua jenis wayang: Wayang Kulit (dalang terkenalnya H.
Surya Bonang alias Ki Dalang Bonang), serta Wayang Golek (dalang terkenalnya Tizar
Purbaya). Umumnya, wayang Betawi mengambil lakon tentang kehidupan kerajaan di
dunia pewayangan. Ada pula tokoh komedi Udel (persamaannya Cepot di dalam
Sunda).

12. Pakaian Adat Betawi, orang Betawi pada umumnya mengenal beberapa macam pakaian.
Namun yang lazim dikenakan adalah pakaian adat berupa tutup kepala (destar) dengan
baju jas yang menutup leher (jas tutup) yang digunakan sebagai stelan celana panjang
Melengkapi pakaian adat pria Betawi ini, selembar kain batik dilingkari pada bagian
pinggang dan sebilah belati diselipkan di depan perut. Para wanita biasanya memakai
baju kebaya, selendang panjang yamg menutup kepala serta kain batik. Pada pakaian
pengantin, terlihat hasil proses asimilasi dart berbagai kelompok etnis pembentuk
masyarakat Betawi. Pakaian yang digunakan pengantin pria, yang terdiri dari: sorban,
jubah panjang dan celana panjang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Arab.
Sedangkan pada pakaian pengantin wanita yang menggunakan syangko (penutup
muka), baju model encim dan rok panjang memperlihatkan adanya pengaruh
kebudayaan Cina Uniknya, terompah (alas kaki) yang dikenakan oleh pengantin pria
dan wanita dipengaruhi oleh kebudayaan Arab.
13. Tari Kcak adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan
dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan
atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu
menyerukan cak dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana
saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal
dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi
tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian
menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Para penari yang duduk
melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari
pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan
tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu
tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik.
Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan
tokoh-tokoh Ramayana. Ini merupakan akulturasi kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia.
Diposkan oleh fastest di 3/18/2012 09:59:00 PM
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

7 komentar:

Reno Rasiwara mengatakan...

kita juga punya nih artikel mengenai 'Akulturasi', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya

http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1571/1/Artikel_10504179.pdf

trimakasih

semoga bermanfaat

18 Oktober 2013 05.51

Anonim mengatakan...

Terima kasih:-)

By:Niara_Ishiyama_

17 Februari 2014 19.56

Listian Tianna mengatakan...

terima kasih,
19 Mei 2014 16.39

Anonim mengatakan...

Makasih infonya :-)

11 November 2014 10.06

Anonim mengatakan...

maksih ya atas infonya tapi yg saya cari tidak ad

1 Desember 2014 21.43

mita enggyrs mengatakan...

sangat membantu :)

9 Desember 2014 13.03

Anonim mengatakan...

jika daftar pustaka/sumbernya di cantumkan . Akan lebih bermutu (^^)

7 April 2016 20.30

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


MY FRIEND
Popular Posts

AKULTURASI BUDAYA
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu

dihadapkan dengan unsur dari su...

Tipologi Manusia

Di yunani ada seorang pakar psikologis yang bernama Claudius Galenus (129-200) mengadakan penelitian tipologi

manusia berdasarkan temperamen...

Mendalami Arti Dari Sebuah WEB

Sebelum menjelaskan definisi dari Web saya akan mendefinisikan secara singkat induk dari Web yaitu WWW ( World

Wide Web ) adalah suatu r...

Manusia dan Cinta Kasih

Cinta Persaudaraan Dan cinta persaudaraan adalah Rasa cinta menjadi satu identitas yang melekat dalam

kehidupan para mahluk-Nya...

Ada Apa Dengan Phobia

Phobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti rasa takut yang tidak normal atau tidak wajar (Morbid Fear atau

Anxiety Disorder). Rasa tak...

Perkembangan MultiMedia Digital dan Augment Reality

Perkembangan teknologi multimedia digital saat ini memungkinkan terjadinya penyampaian informasi yang lebih

cepat, interaktif dan menari...

WEB E-Commerce Modifikasi.com

Modifikasi.com yaitu Komunitas online para penggemar modifikasi mobil. Forum ini berisi tentang diskusi berbagai

topik dan juga tent...


PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota

masyarakat secara vertika...

PROSES PERKEMBANGAN GAME

Asal usul permainan video/video game terletak pada awal tabung sinar katoda berbasis pertahanan peluru kendali

sistem pada akhir 1940-an....

Flashdisk ? U Should Know !

Prinsip kerja Flashdisk Flash Disk adalah media penyimpan dari floppy driveB jenis lain yang umumnya mempunyai

kapasitas memo...

Mengenai Saya

FASTEST

BEKASI, JAWA BARAT

Dicka Lazuardi Erlangga / 52411057

LIHAT PROFIL LENGKAPKU

CIVIC

CIVIC FERIO VTEC


POSTINGAN FASTEST

2013 (5)

2012 (10)

o Desember (2)

o Juni (2)

o April (3)

o Maret (3)

Manusia dan Cinta Kasih

AKULTURASI BUDAYA

Tipologi Manusia

2011 (7)

Copyright (c) 2011 fastest. Designed by Chicago Web Design and Google Blogs Templates

Anda mungkin juga menyukai