Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indikator kemajuan suatu negara dapat diliha berdasarkan pembangunan secara
merata di setiap penjuru negara tersebut. Namun, seperti yang kita ketahui negara
Indonesia telah melakukan banyak pembaharuan dan pembangunan tetapi masih saja
terdapat masyarakat miskin di setiap pelosok di negeri ini. Masih banyak rakyat yang
menderita karena kemiskinan, kelaparan, kurangnya fasilitas kesehatan dan masih banyak
lagi. Salah satu penyebab terjadinya hal-hal tersebut adalah rendahnya sumber daya
manusia yang ada di Indonesia. Ironisnya bukan dalam hal pengetahuan kualitas sumber
daya manusia Indonesia masih rendah, tetapi dalam hal moral dan peribadiannya.
Rendahnya moral mengakibatkan korupsi terjadi.
Korupsi sendiri bukanlah hal baru di Indonesia. Sudah sejak zaman pendudukan
Belanda korupsi sudah terjadi. Sebagai contoh yaitu runtuhnya VOC pada saat itu salah
satunya diakibatkan banyaknya pejabat-pejabat VOC yang korupsi sehingga merugi. Saat
ini korupsi telah merajalela dan merupakan hal yang masih sangat sulit untuk dibasmi.
Hukuman yang diberikan oleh aparat dan pemerintah Indonesia masih belum
menimbulkan efek yang jera bagi pelaku korupsi.
Korupsi sendiri adalah suatu bentuk pemerasan para pejabat terhadap rakyat secara
tidak langsung, dan merupakan suatu sikap kerakusan dan keserakahan kalangan pejabat.
Tidak hanya pejabat-pejabat tinggi yang melakukan korupsi, tetapi kini sudah banyak
pejabat di kalangan daerah yang juga melakukannya seperti lurah, camat, kades. Hal ini
merupakan cerminan masih rendahnya moralitas dan rasa malu bangsa ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari korupsi ?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi ?
3. Bagaimana dampak yang diakibatkan terjadinya korupsi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari korupsi.
2. Untuk mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan korupsi.
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari korupsi.
1.4 Manfaat
1. Dapat menambah pengetahuan di bidang hukum
2. Dapat mengetahui cara yang harus digunakan untuk memberantas korupsi setelah
mengetahui faktor-faktornya.
3. Dapat melakukan pencegahan terjadinya korupsi
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

1. Ditinjau dari Undang-Undang


a. Menurut UU No.31 Tahun 1999, tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, yang dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun dan dengan denda
paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
b. Dalam penjelasan UU No. 7 Tahun 2006, pengertian tindak pidana korupsi adalah
ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi transparansi,
integritas dan akuntabilitas, serta keamanan dan strabilitas bangsa Indonesia.
2. Ditinjau dari pakar hukum
a. Menurut Helbert Edelherz yang diistilahkan dengan kejahatan kerah putih (white
collar crime), Korupsi adalah suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang
bersifat ilegal dimana dilakukan secara fisik dengan akal bulus atau terselubung
untuk mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran atau
pengeluaran uang atau kekayaan atau untuk mendapatkan bisnis atau keuntungan
pribadi.
b. Menurut Suyatno, tindak pidana Korupsi dapat didefiniskan ke dalam 4 jenis yaitu:
i. Discritionery corruption adalah korupsi yang dilakukan karena adanya
kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat
sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota
organisasi.
ii. illegal corruption merupakan jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan
bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.
iii. Mercenry corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan.
iv. Ideological corruption yaitu suatu jenis korupsi illegal maupun discretionery
yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
c. Menurut pendapat Gurnar Myrdal di dalam bukunya yang berjudul Asian
Drama volume 2, Korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan tidak patut yang
berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan atau usaha-usaha
tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainnya
seperti penyogokan.
d. Menurut Poerwadarmina, Pengertian Tindak Pidana Korupsi adalah perbuatan
yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya
yang dapat dikenakan sanksi hukum atau pidana.
2.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Korupsi

1. Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat

dirinci menjadi:

a. Aspek Perilaku Individu

Sifat tamak atau rakus manusia

Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan.

Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan,

tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur

penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri,

yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib

hukumnya.

Moral yang kurang kuat

Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan

korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya,

atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

Gaya hidup yang konsumtif

Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseong

konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang

memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai

tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu

adalah dengan korupsi.


b. Aspek Sosial

Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris

mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan

dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang

sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan

dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia

menyalahgunakan kekuasaannya.

2. Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku.

a. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan

oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran

korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap

masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi karena :

Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa

ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai

seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat

masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu

didapatkan.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah

masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi,

sosok yang paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi,

esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran

pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.

Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan

korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh
masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada

kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan

diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan

pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah

korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang

menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut

melakukannya.

b. Aspek ekonomi

Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemung-

kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu

membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan

melakukan korupsi.

c. Aspek Politis

Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan

untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan

masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai

aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga

yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya.

Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan

mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi

d. Aspek Organisasi

Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan

Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai

pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi


keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka

kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan

atasannya.

Tidak adanya kultur organisasi yang benar

Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila

kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi

tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan

negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

Kurang memadainya sistem akuntabilitas

Institusi pemerintahan umumnya pada satu sisi belum dirumuskan dengan jelas

visi dan misi yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang

harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut. Akibatnya,

terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut

berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya

perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini

memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

Kelemahan sistem pengendalian manajemen

Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran

korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian

manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi

anggota atau pegawai di dalamnya.

Lemahnya pengawasan

Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal

(pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pimpinan) dan

pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat).


Pengawasan ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya adanya

tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya profesional

pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum maupun pemerintahan

oleh pengawas sendiri.

2.3 Dampak yang Ditimbulkan dari Korupsi

1. Dampak Positif

Secara umum dampak positif dari korupsi benar-benar tidak ada. Dampak positif

korupsi ini hanya untuk orang yang melakukan korupsi, karena memberikan

keuntungan yang besar secara sepihak.

2. Dampak Negatif

a. Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin

yang seharusnya disalurkan dikorupsi.

b. Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar

seperti pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.

c. Kesenjangan pendapatan semakin tinggi.

d. Banyaknya rakyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja

gulung tikar akibat dana investasinya dikorupsi.

2.4 Korupsi dan Mentalitas Kebudayaan

Korupsi telah menancap kuat pada sendi-sendi kehidupan negara sehingga

memungkinkan akan menjadi budaya baru dalam hidup bernegara. Fenomena ini patut

diperhatikan dan diwaspadai secara serius karena dampak dari tindakan korupsi tidak

hanya sekedar merugikan keuangan negara namun lebih dari itu juga memberikan

dampak negatif yang sangat besar bagi masyarakat. Hal yang jelas adalah bahwa

korupsi yang terjadi dalam level manapun merupakan hal yang dapat menghancurkan

nilai-nilai etika serta norma sosial dan nilai agama, sehingga dapat menjadi prilaku yang
mengkorupsi budaya, dan ketika secara bertahap atau sekaligus diterima oleh

masyarakat sebagai sesuatu yang wajar, maka disitu telah terjadi korupsi budaya yang

kemudian membentuk budaya korupsi.

Korupsi di Indonesia seakan-akan menjadi kebutuhan seperti makanan pokok

yang dikonsumsi oleh semua lapisan penyelenggara negara dan lapisan masyarakat

kecil, korupsi seakan akan sudah menjadi kebudayaan yang legal dan tidak dilarang

baik dari pandangan agama maupun hukum. Kita bisa temui di sekeliling kita, mulai

dari hal yang terkecil seperti membeli buah di pasar yang menggunakan timbangan

yang terkadang juga tidak tepat timbanganya, naluri penipu dan mental korupsi sudah

membudaya sampai kelapisan masyarakat kecil.

Mental korupsi ternyata tanpa kita sadari sudah mulai ditanamkan pada

masyarakat. Semua aktivitas di indonesia ternyata tidak pernah lepas dari yang

namanya praktek korupsi.

Korupsi seakan menjadi cerminan dari kepribadian bangsa itu sendiri apakah

sudah menjadi budaya atau bukan itu semua tergantung masyarakat yang menilai.

Mengatasi persoalan korupsi ini merupakan tugas yang sangat berat, akan tetapi tidak

mustahil untuk di lakukan. Dibutuhkan tekad yang kuat, kesungguhan dan keinginan

bersama dari semua kalangan masyarakat untuk mengatasi hadirnya budaya korupsi

sebagai karakter bangsa.


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemapaan mengenai koruspsi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta

pihak lain yang terlibat dalam suatu tindakan tidak legal dimana menyalahgunakan

kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan

sepihak.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi dibagi menjadi dua yaitu faktor

internal yang ditinjau dari aspek perilaku individu dan aspek sosial serta faktor

eksternal yang ditinjau dari aspek masyarakat terhadap korupsi, aspe ekonomi, aspek

politis, dan aspek organisasi.

3. Dampak yang ditimbulkan dari korupsi dibagi menjadi dua yaitu dampak positif yang

hanya menguntungkan secara sepihak dan dampak negatif yang lebih banyak.

3.2 Saran

Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat

memilih manfaat yang terdapat di dalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi

agar kita tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan

pemikiran yang intelektual.


Daftar Pustaka

Ermansjah Djaj. 2009. Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi). Sinar Grafika: Jakarta.

Hamzah Jur Andi. 2005. Pemberantasan Korupsi. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

http://yuanita-emilia-feb13.web.unair.ac.id/artikel_detail-105023-PPKN-

Pendidikan%20Anti%20Korupsi(1).html

Anda mungkin juga menyukai