I. Pendahuluan
Millennium Development Goal (MDGs) yang kelima adalah bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan ibu. Terdapat dua target yang berhubungan dengan MDGs butir
kelima yaitu:
1. Menurunkan sampai 3/4 Angka Kematian Ibu (AKI) antara tahun 1990 2015.
2. Akses yang universal terhadap kesehatan reproduksi pada tahun 2015 (UN, 2011).
Angka kematian dan angka kesakitan pada ibu adalah inti utama ketidaksetaraan
(inequity) pelayanan kesehatan baik antara yang kaya dengan yang miskin, yang punya kuasa
dan yang tidak, serta yang paling penting adalah ketidaksetaraan gender, dimana perempuan
tidak punya hak yang sama dalam akses terhadap pelayanan kesehatan serta hak untuk
mengontrol pilihannya dalam kesehatan reproduksi (kespro).
Kesehatan ibu sering didiskusikan bersamaan dengan kesehatan anak, karena dua hal ini
tidak dapat dipisahkan. Bila kita melihat MDGs butir keempat yaitu bertujuan untuk
menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB). Target utama yang ingin dicapai adalah
menurunkan AKB 2/3 pada tahun 2015 (UN, 2011).
Angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi merupakan indikator kuat untuk
menilai keberhasilan pembangunan kesehatan, karena itu menjadi acuan dalam pencapaian
MDGs. Keberhasilan sistem kesehatan terletak pada ketersediaan tenaga kesehatan, fasilitas
baik sarana dan prasarana yang mudah diakses, terjangkau, dapat diterima, mempunyai
kualitas yang bagus serta tidak ada diskriminasi dalam memberi layanan.
Progres yang lambat dalam menurunkan AKI dan AKB juga merupakan indikator bahwa
kurangnya perhatian pemerintah terhadap hak perempuan dan kesetaraan gender. Kurangnya
pengetahuan wanita terhadap kesehatan reproduksi, pernikahan usia dini, kejahatan seksual,
aborsi yang tidak aman, kurangnya pendidikan formal perempuan, perceraian, Kejahatan
Dalam Rumah Tangga (KDRT), semuanya ini berhubungan dengan berbagai cara dengan
tingginya AKI. Sebagai contoh anemia pada ibu hamil, pada dasarnya disebabkan oleh
kurangnya asupan zat besi dalam makanan sehingga tubuh tidak mampu memproduksi zat
besi. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat ekonomi, kurangnya pengetahuan,
rendahnya pendidikan, ketidakmampuan mengurus dirinya sendiri karena kehamilan yang
rapat.
Untuk itu akselerasi dan sustainabiliti penurunan AKI, AKB dan peningkatan kesehatan
ibu dan anak diperlukan suatu program yang terintegrasi, terkoordinir serta dalam waktu yang
lama. Lemahnya sistem kesehatan, ketidaksetaraan gender dan kemiskinan merupakan
hambatan utama dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Grafik 2.2 Cakupan K4 Provinsi Aceh tahun 2009 (Profil Kesehatan Aceh 2009)
Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran
besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran
besar ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar
serta paling sedikit empat kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester
pertama, sekali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini
digunakan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil.
Provinsi Aceh masih belum mencapai indikator standar pelayanan minimal
kesehatan (SPM) Kesehatan. Cakupan K4 Aceh tahun 2009 masih tetap 78%.
Menurut Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota,
cakupan ibu hamil K4 95% pada tahun 2015.
Program Keluarga Berencana (KB) juga memegang peranan penting. Menurut
data UNFPA (2010), 1 dari 3 kematian ibu yang berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan dapat dihindari, apabila perempuan memiliki akses untuk mendapatkan
pelayanan kontrasepsi secara efektif. Ditambah lagi bahwa, hal ini juga berhubungan
dengan kematian ibu yang diakibatkan oleh aborsi yang tidak aman. Karena aborsi
masih illegal di Indonesia, maka data tentang kematian ibu akibat aborsi yang tidak
aman juga tidak ada. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang terintegrasi antara KB
dan KIA.
Mengukur progress MDGs poin kelima adalah dengan melihat AKI, akan tetapi
AKI sulit untuk dihitung secara akurat dan kadang kala kurang reliabel. Hal ini
disebabkan oleh lemahnya sistem registrasi yang merupakan tantangan tersendiri bagi
dinas kesehatan dalam mengumpulkan data, misalnya kematian ibu yang terjadi saat
persalinan dengan dukun kampung sering tidak dilaporkan, wanita yang pulang ke
rumah setelah perawatan di Rumah Sakit atau layanan kesehatan lain lalu meninggal
atau mengalami komplikasi sering juga tidak dilaporkan. AKI juga berhubungan erat
dengan peningkatan kasus HIV/AIDS dan TBC yang terjadi pada wanita hamil.
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif
masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan
menetapkan target 90 % persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010.
Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga
medis profesional meningkat dari 66 % dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 % dalam
SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila angka pertolongan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan tercapai, maka konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas
pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi geografis, persebaran penduduk
dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas
terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas
antar daerah akan berbeda satu sama lain.
Data dari Riskerdas 2010 menunjukkan bahwa proporsi kelahiran yang ditolong
tenaga kesehatan terlatih di Aceh sebanyak 92,5% pada tahun 2010. Angka ini telah
mencapai target dari Kementerian Kesehatan yaitu 90%. Dan juga angka ini lebih
tinggi dibandingkan dengan proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan
terlatih secara Nasional yaitu 82,2% pada tahun 2010, walaupun secara Nasional
terjadi peningkatan dari 66,7% pada tahun 2002 dan 77,34 % pada tahun 2009, namun
belum mencapai target.
Tabel 2.1 Proporsi Kelahiran yang Ditolong Tenaga Kesehatan Terlatih.(Riskesdas
2010, Profil Kesehatan Aceh 2009)
2007 2009 2010
Indonesia 75,4 % 77,34% 82,2%
Aceh - 83,72 92%
Tabel 2.2 Proporsi Pertolongan Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan Menurut Tempat
Tinggal Penduduk di Indonesia (Riskesdas 2010)
Tempat Tinggal Tenaga Kesehatan Tenaga Non Kesehatan
Perkotaan 91.3 9.7
Pedesaan 72.9 28.0
Sedangkan dari tabel 2.3 kita dapat melihat bahwa secara umum di Aceh, jumlah
bidan di desa masih lebih sedikit.
Tabel 2.3 Jumlah Bidan menurut Kabupaten/Kota di Aceh tahun 2010 (Bankdata
Puskesmas).
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa secara umum jumlah bidan di desa
lebih sedikit. Untuk melihat pencapaian MDGS 5 di Aceh untuk capaian dan target
dapat tergambar pada tabel 2.4.
AKB (Angka Kematian Bayi) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum
mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Indikator ini
terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi
sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan
kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada
AKBA. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB
relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili
komponen penting pada kematian balita.
AKB di Aceh menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004
menjadi 25 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007, Profil Kesehatan
Aceh 2009). Angka ini lebih rendah dari AKB Nasional tahun 2007 yaitu 34 per 1.000
kelahiran hidup (SDKI 2007).
Selain masalah gizi, kesehatan anak Indonesia juga terus membaik. Angka
kematian Balita, bayi, maupun neonatal terus menurun. Angka kematian Balita
menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup (KH) pada
tahun 2007 (SDKI). Angka kematian bayi, menurun dari 68 menjadi 34 per 1.000
KH pada periode yang sama. Angka kematian neonatal menurun dari 32 menjadi 19
kematian per 1.000 KH. Sementara target Millenium Development Goals (MDGs)
tahun 2015 adalah 32/1.000 KH untuk Angka Kematian Balita dan 23 per 1.000 KH
untuk angka kematian bayi (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
Tabel 2.2 Pencapaian MDGs 4 di Aceh (Bappeda, 2009)
Indikator MDGs Indonesia (2008) Aceh (2007) Target (2015)
Tujuan 4. Mengurangi Tingkat
kematian Anak
4. Tingkat kematian balita 40 46 32
(per 1000 kelahiran
hidup)
5. Tingkat kematian bayi 32 26 19
(per 1000 kelahiran
hidup)
6. Proporsi anak berumur 82 % 70,60 % ?
12-23 bulan yang
mendapat imunisasi
Grafik 2.3 Jumlah Imunisasi Dasar Pada Bayi Provinsi Aceh tahun 2009 (Profil
Kesehatan Aceh 2009)
Adanya penurunan jumlah imunisasi pada bayi perlu mendapat perhatian dari
pelaksana program, mengingat peningkatan status kesehatan bayi sangat dipengaruhi
dari kekebalan bayi terhadap penyakit yang akan dimunculkan dari kekurangan
imunisasi tersebut.
III. Isu Isu Strategis dalam pengertian gap antara kondisi terakhir dan pencapaian
yang 'ideal'
Masalah dalam bidang kesehatan ibu dan anak yang sangat penting adalah
masih tingginya AKI dan AKB saat ini. Dan dalam rangka mencapai penurunan AKI
dan AKB sesuai dengan target dari MDGs ke 4 dan 5, dan dengan melihat data-data
yang ada bahwa walaupun terjadi penurunan baik AKI maupun AKB dari tahun ke
tahun namun masih perlu dilakukan strategi-strategi tertentu untuk mencapai target
yang sudah ditentukan.
Adapun strategi yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan terlatih untuk menolong proses
persalinan.
Dari data yang ada bahwa proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih adalah 92 %, ini menunjukkan bahwa masih ada 8 % lagi
persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan. Selain karena faktor
pendidikan dan pengetahuan, hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya tenaga
kesehatan terlatih yang tersedia.
2. Meningkatkan pemerataan tenaga kesehatan terlatih sesuai kebutuhan daerah.
Dari data distribusi bidan dan Bides di Provinsi Aceh dan data perbandingan
proporsi persalinan yang ditolong tenaga kesehatan antara di kota dan di desa,
dapat kita lihat bahwa umumnya tenaga kesehatan berada di daerah perkotaan
sedangkan di daerah-daerah yang terpencil dan sangat terpencil tenaga
kesehatannya masih sangat kurang, sehingga masih ada persalinan yang ditolong
oleh tenaga non medis, hal ini juga menjadi kendala untuk mencapai proporsi
persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terlatih seperti target yang ditentukan.
3. Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan.
Selain meningkatkan jumlah dan pemeratan tenaga kesehatan, kualitasnya
juga harus ditingkatkan. Selama ini yang sudah ada adalah Ujian kompetensi
Dokter Indonesia sedangkan untuk tenaga kesehatan lain seperti perawat atau
bidan masih dalam tahap wacana. Sedangkan untuk mencapai pelayanan yang
profesional dan memenuhi standar, selain dokter tenaga kesehatan lain juga harus
mempunyai kompetensi yang diharapkan. Untuk itu perlu kerjasama dengan
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan kerjasama lintas sektoral dengan
Kemendiknas terutama Pendidikan Tinggi (DIKTI).
4. Meningkatkan fasilitas baik sarana maupun prasarana yang mudah diakses,
terjangkau, kualitas yang bagus, dan tidak ada diskriminasi dalam memberi
pelayanan kesehatan.
5. Meningkatkan jumlah anak yang mendapatkan imunisasi.
Dari data terlihat bahwa target cakupan imunisasi belum tercapai, masih
berada di bawah angka nasional. Dengan tidak adanya terpenuhinya imunisasi
maka kecendrungan anak tersebut untuk menderita penyakit lebih tinggi dan akan
mengakibatkan meningkatnya resiko kematian, karena banyak penyakit yang
dapat dicegah melalui imunisasi.
6. Meningkatkan pendidikan wanita tentang kesehatan reproduksi, pernikahan usia
dini, kejahatan seksual, dan aborsi yang tidak aman.
Masih banyak wanita yang minim pengetahuan terhadap masalah kesehatan
reproduksi akibat dari kurangnya pendidikan yang mereka peroleh di sekolah, dan
juga mereka merasa tabu untuk mendiskusikan masalah tersebut kepada orang
lain. Masih banyak juga wanita yang menikah di usia dini dan tidak mengetahui
resiko yang akan dialaminya saat hamil dan persalinan nanti. Kebanyakan wanita
juga memilih aborsi yang tidak aman baik karena kurangnya biaya ataupun
karena kurangnya pemahaman serta legalitas tindakan aborsi itu sendiri. Hal-hal
tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya AKI.
7. Meningkatkan akses untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi secara efektif.
Dari data yang ada menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi pada
perempuan menikah berumur 15-49 tahun di Aceh adalah 42,80 %, dibandingkan
dengan persentase secara nasional angka ini lebih rendah. Oleh karena itu perlu
dilakukan peningkatan akses untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi untuk
segala lapisan masyarakat.
8. Meningkatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC) di setiap pusat pelayanan
kesehatan.
Tiga faktor utama penyebab kematian ibu saat melahirkan perdarahan, pre
eklamsia dan infeksi. Umumnya kematian ini dapat dicegah dengan adanya ANC
yang baik saat kehamilan. Dengan kunjungan yang teratur ke pusat-pusat pemberi
layanan ANC, akan dapat memonitor masalah yang sedang dan akan dihadapi
oleh ibu hamil, sehingga dapat dilakukan pencegahan untuk mengurangi resiko
terjadinya kematian ibu. Meningkatkan kinerja Puskesmas PONED (Pelayanan
Obstetri Nenonatal Esensial Dasar).
9. Meningkatkan kesetaraan pelayanan kesehatan bagi setiap wanita.
Saat ini sudah banyak jaminan-jaminan kesehatan yang disediakan oleh
pemerintah untuk masyarakat seperti :Jamkesmas, JKA, maupun Jampersal.
Namun dalam proses pelaksanaannya masih ada masyarakat yang merasa dibeda-
bedakan dalam proses pelayanan. Dan juga masalah administrasi yang dianggap
sulit dan berbelit-belit.
10. Membentuk sistem pencatatan/pelaporan yang baku.
Banyak data-data penting yang tidak tercatat dikarenakan proses registrasi
yang belum baik saat ini. Hal ini penting karena untuk menilai suatu keberhasilan
atau pencapaian target yang diinginkan, sangat diperlukan data-data untuk
melihat perkembangan dari tahun ke tahun. Sistem/unit surveillance belum
berjalan dengan baik. Sudah pernah ada program tapi belum ada kelanjutan.
IV. Strategi dan Arah Kebijakan semacam solusi atau rekomendasi sepatutnya
Arah kebijakan umum kesehatan ibu dan anak adalah dalam rangka menurunkan AKI
dan AKB untuk mencapai target dari MDGs, karena dengan tercapainya target tersebut tentu
tingkat kesejahteran ibu dan anak akan meningkat. Adapun untuk mencapai hal sebagaimana
tersebut diatas maka perlu ditempuh beberapa kebijakan sebagai berikut:
1. Upaya peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
Diharapkan pemerintah hanya menerima Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun
Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk dokter, bidan maupun perawat yang sudah
mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dari masing-masing ikatan profesi.
Membuat kebijakan tentang kompetensi tenaga kesehatan pemerintah yang belum
memiliki STR sesuai dengan profesi masing-masing.
2. Menempatkan tenaga-tenaga kesehatan ke setiap daerah secara merata sesuai
dengan kebutuhan daerah masing-masing, seperti penempatan Bides di setiap
desa baik di daerah terpencil maupun sangat terpencil serta melakukan evalusi
secara regular bekerja sama dengan masyarakat.
3. Peningkatan fasilitas baik sarana maupun prasarana yang mudah diakses,
terjangkau, kualitas yang bagus, dan tidak ada diskriminasi dalam member
pelayanan kesehatan.
4. Melaksanakan Posyandu secara baik termasuk pemberian imunisasi.
5. Untuk meningkatkan pengetahuan (health literacy) wanita terhadap masalah
kesehatan reproduksi, diharapkan pemerintah dapat mengajukan usulan untuk
memasukkan masalah kesehatan reproduksi ke dalam kurikulum pendidikan
sesuai dengan tingkat pendidikan yang sedang dijalani.
6. Peningkatan akses untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi secara efektif.
7. Menyediakan ANC di setiap Puskesmas dan meningkatkan kinerja puskesmas
PONED dan memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya ANC
atau bila memungkinkan diterapkan metode menjemput bola yaitu tenaga
kesehatan yang melakukan kunjungan ke rumah-rumah ibu hamil tersebut.
8. Meningkatkan jaminan pelayanan kesehatan gratis seperti Jamkesmas, JKA, dan
Jampersal untuk masyarakat, membenahi kembali system administrasi untuk
mempermudah masyarakat memperoleh jaminan tersebut. Namun, walaupun
sudah ada pengobatan gratis tersebut, tetap harus lebih mengutamakan
pencegahan dari pada pengobatan.
9. Membentuk sistem registrasi yang baik dan teratur mulai dari tingkat yang paling
bawah seperti pencatatan oleh Bidan Desa atau Puskesmas untuk setiap kelahiran
baik hidup atau mati sampai ke pencatatan di rumah sakit daerah (sistem
surveilans)
REFERENSI
Anonymous. 2011. Angka kematian Ibu Melahirkan. Diakses dari:
http://www.sumbarprov.go.id/images/media/Angka%20Kematian%20Ibu%20Melahirkan.pdf
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2010. Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Diakses dari:
http://www.scribd.com/doc/52186303/RISKESDAS-2010
Bank Data Pusdatin-Depkes RI. 2009. Bank Data Puskesmas. Diakses dari:
http://bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/report/
Bappeda Aceh. 2009. Human Development Approach to Strategic Planning in Aceh. Diakses
dari:
http://www.google.co.id/#hl=en&cp=56&gs_id=6&xhr=t&q=Human+Development+Approa
ch+to+Strategic+Planning+in+Aceh&pf=p&sclient=psy-
ab&site=&source=hp&pbx=1&oq=Human+Development+Approach+to+Strategic+Planning
+in+Aceh&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=&gs_upl=&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=6b547
8ec4af8c885&biw=1280&bih=615