DI RUANG NIFAS
RSUD ULIN BANJARMASIN
OLEH :
MARLIANI
NIM : 1614901110117
LAPORAN PENDAHULUAN
Os sakrum dibentuk oleh os ileum (tulang usus), os pubis (tulang kemaluan), dan os iskii
(tulang duduk). Di dalam os ileum terdapat lekuk besar yang disebut fossa iliaka, di depan
krisna iliaka terdapat tonjolan spina iliaka anterior superior dan di belakang spina iliaka
posterior superior. Os iskii terdiri atas korpus ossis iskii, di belakang asetabulum korpus ossis
iskii mempunyai taju yang tajam disebut spina iskiadika yang terdapat insisura iskiadika
mayor dan dibawahnya spina iskiadika minor. Os pubis terdiri dari pubis kanan dan kiri yang
terdapat tulang rawan disebut simpisis pubis. (Syaifuddin, 2007).
1.1.1 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir
bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke
seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara
ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis 1,3 cm. Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas
simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5
cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang
paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium,
Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
1.2.2 Etiologi
Menurut Hamilton (1999) CPD disebabkan oleh panggul ibu yang sempit, ukuran
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
1.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyebabkan CPD itu
sendiri, yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan ukuran janin
terlalu besar.
Sedangkan untuk pasien yang memiliki CV > 8 -10 cm, dapat dilakukan persalinan
percobaan, jika persalinan berhasil maka pasien akang mengalami preode post partum
atau nifas. Pada preode ini dapat terjadi distensi kabtung kemih yang dapat
mengakibatkan udem dan memar di uretra. Keadaan ini mengakibatkan penurunan
sensitivitas & sensasi kantung kemih dan pasien dapat mengalami gangguan eliminasi
urin. Namun, jika persalinan percobaan gagal maka penanganan selanjutnya adalah
dilakukannya SC.
1.2.5 pathway ukuran panggul yang sempit
ukuran janin terlalu besar.
Komplikasi keduanya
CPD
SC CV < 8
CV > 8 -10
1.2.7 Prognosis
1.2.7.1 Pada ibu
a. Partus lama yang disertai dengan pecahnya ketuban pada pembukaan
kecil dapat menimbulkan dehidrasi dan asidosis serta infeksi
intrapartum.
b. Dengan his yang kuat, sedangkan kemajuan janin di jalan lahir tertahan
dapat timbul regangan pada segmen bawah uterus dan pembentukan
lingkaran retraksi patologis (Bandl). Gangguan ini menimbulkan
ancaman rupture uteri jika tidak segera diambil tindakan untuk
mengurangi regangan tersebut.
c. Dengan persalinan yang tidak maju karena CPD, jalan lahir pada suatu
tempat mengalami tekanan yang lama antara janin dan tulang panggul.
Hal ini dapat menimbulkan gangguan sirkulasi sehingga terjadi iskemia
kemudian nekrosis pada daerah tersebut. Beberapa hari postpartum
dapat terjadi fistula vesikoservikalis, fistula vesiukovaginalis, fistula
rektovaginalis.
1.2.7.2 Pada Bayi
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika
ditambah dengan infeksi intrapartum.
b. Prolapsus funikuli jika terjadi menimbulkan bahaya yang sangat besar
bagi janin sehingga harus segera dilahirkan apabila janin masih hidup.
c. Tekanan pada promontorium atau oleh simfisis pada panggul
menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin,
bahkan dapat menimbulkan praktur pada os parietalis.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu
dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah
keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan
episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin
dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu
depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah
simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong
memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin
dengan menggerakkan dimuka dadanya.
Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak
lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak
yang tinggi pada cara ini. Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak
dapat lahir spontan pervaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu
dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak
atau kurang sekali kemajuannya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada
lingkaran bandel, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala
tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang
gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
1.2.8.2 Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga
dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi
seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal atau ada indikasi
untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat
persalinan pervaginam belum dipenuhi.
1.2.8.3 Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
1.2.8.4 Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi.
Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan,
maka dilakukan seksio sesarea
Diagnose 2 : Konstipasi
1.3.2.1 Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang
sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang sangat keras dan kering.
1.3.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif :
Nyeri abdomen
Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistensi otot yang dapat
dipalpasi
Anoreksia
Perasaan penuh atau tekanan pada rectum
Kelelahan umum
Sakit kepala
Peningkatan tekanan abdomen
Indigesti
Mual
Nyeri saat depikasi
Objektif :
Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
Perubahan pada suara abdomen
Perubahan pada pola defekasi
Penurunan frekuensi
Penurunan volume feses
Distensi abdomen
Feses yang kering, keras dan padat
Pengeluaran feses cair
Massa abdomen dapat dipalpasi
Bunyi pekak pada perkusi abdomen
Adanya feses, seperti pasta pada rectum
Flatus berat
Mengejan pada defekasi
Tidak mau mengeluarkan feses
muntah
1.3.2.3 Faktor yang berhubungan
Fungsional
Psikologis
Farmakologis
Mekanis
Fisiologis
1.3.3 Perencanaan
Diagnose 1 : Konstipasi
1.3.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi menurun, dengan criteria
hasil sebagai berikut :
a. Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan
b. Feses lunak dan berbentuk
c. Mengeluarkan feses tanpa bantuan
1.3.3.2 Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
Pengkajian :
Identifikasi factor yang Pencegahan dini agar tidak
dapat menyebabkan atau memperparah keadaan pasien.
berkontribusi terhadap
konstipasi.
Penyuluhan untuk pasien/ Memberikan pemahaman
keluarga : tentang tindakan yang akan
Jelaskan etiologi masalah
dilakukan
dan rasional tindakan pada
pasien.
Kolaborasi :
a. Konsultasi dengan a. Mengetahui gangguan yang
dokter tentang penuruan mungkin terjadi pada
atau peningkatan pasien.
b. Mengetahui tindakan yang
frekuensi bising usus
b. Sarankan pasien untuk dapat dilakukan mengatasi
berkonsultasi dengan masalah
dokter jika konstifasi
atau imfaksi terjadi
Mandiri :
a. Anjurkan aktivitas yang a. Merangsang eliminasi
optimal defikasi pasien.
b. Berikan privasi dan b. Menambah kenyamanan
keamanan untuk pasien untuk pasien selama
selama eleminasi eleminasi defekasi
defekasi
c. Beri perawatan dalam
sikap yang menerima,
tidak menghakimi.
Reeder. (1997). Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga. Jakarta : EGC
Wilkinson, J.M. Ahern, N.R., 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC