Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENGETAHUAN BAHAN

DAGING , KARKAS, DAN IKAN

KELOMPOK 5

1. Gabriella Anggono 6103015012


2. Teresa Adeled 6103015036
3. Mercy Elisabeth 6103015069
4. Revina Mega Silvia 6103015077
5. Maria Feronica 6103015121

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahan pangan hewani merupakan bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau
olahan yang bahan dasarnya berasal dari hewan. Bahan pangan hewani merupakan sumber protein
dan lemak. Salah satu contoh bahan pangan hewani adalah daging. Daging bisa diperoleh dari
berbagai jenis hewan, contoh daging yang sering dikonsumsi adalah daging yang berasal dari ayam,
ikan, sapi. Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi
manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang
lengkap dan seimbang, selain itu bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis vitamin dan
mineral. Pemilihan kualitas bahan pangan yang baik akan mempengaruhi produk akhirnya.
Pemisahan bagian-bagian dari bahan pangan hewani seperti jaringan ikat, kulit, tulang, daging, dan
lain-lain memiliki tujuan agar mengetahui berapa persen bagian yang dapat dimakan atau yang
dapat digunakan untuk proses pengolahan.

Pemahaman tentang sifat fisik dan kimiawi daging, karkas, dan ikan sangat diperlukan untuk
proses pengolahan yang tepat. Proses pengolahan akan mempengaruhi mutu produk. Proses
pengolahan yang tepat akan memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya tahan, dan
meningkatkan kualitas. Sehingga sangat diperlukan pemahaman sifat fisik dan kimiawi daging agar
dapat menentukan proses pengolahan yang tepat.

1.2. Tujuan

Memahami sifat-sifat fisik dan kimiawi daging, karkas, dan ikan

Sasaran belajar:

1. Menentukan presentase jaringan jaringan penyusun daging, karkas unggas, dan ikan.
2. Menentukan tingkat kualitas kesegaran ikan.
3. Menentukan karakteristik dari daging, karkas, dan ikan: warna, pH, juiceness, keempukan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daging dan Ayam

Daging merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino
essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu, serat-serat dagingnya
pendek dan mudah dicerna. Tahap yang paling penting berkaitan dengan sifat biologis dan fisiologis
dari penyembelihan ternak adalah dressing, yaitu pemisahan bagian kepala, kulit, dan jeroan dari
tubuh ternak sehingga diperoleh karkas.

Pada proses dressing atau pemisahan bagian-bagian daging, dikenal istilah whole cut. Whole
cut adalah cara pemotongan daging beserta tulangnya menjadi potongan-potongan dalam ukuran
yang mudah ditangani. Daging utuh biasanya dipotong menjadi 2 bagian, yaitu fore quarter dan
hind quarter. Fore quarter terdiri dari : foreshank, chuck, rib, brisket dan short plate. Sedangkan
Hind quarter terdiri dari: flank, round, sirloin dan tenderloin (Sediaoetama, 2008).

Karkas adalah bagian tubuh dari suatu hewan yang belum dipisahkan dari tulangnya tetapi
tanpa kepala dan metatarsal. Masing-masing potongan bagian karkas mempunyai kisaran berat
tertentu pada spesies atau jenis, umur, dan berat. Menurut Muchtadi dan Sugiyono, komponen
karkas terdiri dari :

a. Otot

Bagian terbesar otot terdapat di bagian dada. Pada ayam, daging dada berwarna agak putih
sedangkan daging paha berwarna lebih merah. Perbedaan ini disebabkan kandungan mioglobin pada
daging paha lebih banyak daripada kadar mioglobin pada daging dada.
b. Lemak

Lemak memiliki tiga tipe yaitu, lemak bawah kulit, lemak perut bagian bawah, dan lemak
dalam otot (intramuscular). Kandungan lemak bawah kulit dipengaruhi oleh umur, di mana akan
meningkat dari 13,25% pada umur 3 minggu dan akan menjadi 33,87% pada umur 9 minggu. Tidak
seperti hewan ternak besar, kebanyakan lemak daging unggas disimpan di bawah kulit. Daging dada
ayam umumnya mengandung 1,3 % lemak.

c. Tulang

Sistem penulangan unggas berbeda dengan mamalia. Tulang unggas ringan tetapi kuat dan
kompak karena mengandung garam kalsium yang sangat padat.

d. Kulit
Kulit unggas berfungsi melindungi permukaan tubuh. Kulit unggas relatif tipis dibandingkan
dengan kulit mamalia. Warna kulit dipengaruhi oleh pigmen kulit yaitu melanin dan
kanthophyl.(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

Setelah ayam mati, sirkulasi udara akan terhenti. Hal ini akan menyebabkan fungsi darah
sebagai struktur jaringan otot.

1. Perubahan pH
Dalam keadaan masih hidup pH daging berkisar antara 6,8 7,2. Setelah disembelih terjadi
penurunan pH karena terjadi penimbunan asam laktat dalam jaringan otot akibat proses glikolisis
anaerob.

Pada daging ayam, penurunan pH akan mencapai nilai 5,8 5,9 setelah melewati pasca mortem
selama 2 4,5 jam. Kecepatan penurunan pH sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu tinggi, pH
akan turun lebih cepat. Kecepatan penurunan pH akan mempengaruhi kondisi fisik jaringan otot.
Jika pH semakin rendah, maka kondisi jaringan otot akan menjadi pucat, lembek dan berair.

2. Perubahan struktur jaringan otot


Selama proses pre rigor terjadi penurunan keempukan akibat kelebihan energi, sehingga
jaringan otot berkontraksi. Setelah fase rigor mortis terlewati, jaringan otot mengalami fase post
rigor di mana jaringan otot menjadi lunak dan daging menjadi empuk. Keempukan daging pada post
rigor ini dapat diterangkan dengan mekanisme proteolitik sebagai berikut, dengan turunnya pH,
enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-garis gelap Z pada miofilamen, menghilangkan
gaya adhesi antara serabut serabut otot. Selain itu enzim katepsin yang bersifat proteolitik dapat
melonggarkan protein serat otot. Banyak faktor yang mempengaruhi keempukan daging di
antaranya ialah umur hewan saat dipotong, perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan, dan lain-
lain. Biasanya karkas hewan muda lebih empuk dibandingkan hewan tua karena jaringan ikat hewan
muda lebih mudah dipecahkan saat pemasakan dibandingkan jaringan ikat hewan tua (Purnomo dan
Masdiana, 1989).

2.2 Ikan

Sebagai bahan, ikan mempunyai kedudukan yang sangat penting karena mengandung protein
yang cukup tinggi sehingga sering digolongkan sebagai sumber protein (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Daging ikan dapat berwarna merah ataupun putih. Perbedaan ini terletak pada kandungan
mioglobinnya (pigmen daging). Ikan yang memiliki mioglobin sedikit memiliki daging berwarna
putih. Otot ikan akan membentuk lapisan-lapisan tersendiri bila dimasak. Hal ini disebabkan otot-
otot tersebut dipisahkan oleh lapisan tipis yang disebut jaringan ikat. Pada ikan segar, otot-ototnya
melekat kuat pada jaringan ikat.

Perbedaan ciri ikan segar dan ikan busuk:

Ciri ikan segar Ciri ikan busuk

Cemerlang, kornea bening, pupil Redup, tenggelam, pupil mata kelabu


Mata
hitam, mata cembung. tertutup lendir.

Warna merah sampai merah tua, Kotor, warna pucat atau gelap, keabuan
Insang cemerlang, tak berbau, tak ada dan berlendir, bau busuk.
off-odour.

Terdapat lendir alami menutup Berubah kekuningan dengan bau tak enak,
ikan yang baunya khas menurut atau lendirnya sudah hilang, atau lendir
Lendir
ikan. Rupa lendir cemerlang mengering dan putih susu, atau lendir
seperti lendir ikan hidup, bening. pekat melengket.

Cemerlang, belum pudar warna Rupa pudar. Bila pengesan kurang baik
Kulit
asli kontras. kulitnya, mengering, dan retak.

Melekat kuat, mengkilat dengan Banyak yang lepas, tanda dan warna
Sisik tanda atau warna khusus tertutup khusus ini memudar dan lambat
lendir jernih. menghilang.

Segar dan menyenangkan seperti Mulai dengan bau tak enak makin kuat
Bau air laut atau rumput laut. Tak ada menusuk lalu timbul bau busuk yang
bau yang pesing. khusus menusuk hidung.
(Syarief dan Irawati, 1988)
Keempukan

Menurut Natasasmita (2005) tekstur daging ini dipengaruhi oleh jumlah jaringan ikat dalam
otot. Otot yang lebih banyak bergerak selama hewan masih hidup seperti paha, teksturnya terlihat
lebih kasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan daging, antara lain jenis atau galur dan
umur ternak, jenis daging, perlakuan yang diberikan (pemanasan, pemberian enzim, dsb) dan
kondisi daging (pre rigor, rigor mortis, dan pasca rigor). (Winarno, 1993).

WHC

WHC merupakan kemampuan daging untuk menahan air selama aplikasi kekuatan eksternal
(seperti pemotongan, pemanasan, penggilinganm atau tekanan). Besar kecilnya WHC dapat
mempengaruhi warna, tekstur, kekenyalan (firmness), kesan jus (juicenees), dan keempukan
(tenderness) pada daging. Denaturasi protein daging karena penurunan pH daging beberapa waktu
setelah penyembelihan, akan menyebabkan turunnya WHC daging. Salah satu istilah yang terkait
dengan WHC adalah drip yaitu kehilangan cairan (eksudasi) dari daging. Faktor yang dapaat
mempengaruhi terjadinya drip adalah ketika terbentuk ikatan aktomiosin,. Akibatnya, daging tidak
mampu mempertahankan air daging selama proses pemasakan dan produk yang dihasilkan akan
terasa kering (airnya hilang selama pengolahan) dan hambar (komponen flavor larut air terbuang
bersama air yang keluar). Proses pelayuan (aging) daging dapat meningkatkan WHC daging
sehingga juicinessnya dapat ditingkatkan.

Warna

Warna merupakan salah satu indikator kualitas daging meskipun tidak mempengaruhi nilai gizi.
Biasanya daging yang berwarna kuning cenderung berkualitas rendah. Lemak marbling tidak
mempengaruhi mioglobin dan hemoglobin, tetapi lemak daging segar terkadang berwarna kuning
karena adanya akumulasi pigmen karotenoid di dalam jaringan

pH

Menurut Nurwantoro (2003), jaringan otot hewan pada saat masih hidup mempunyai pH pada
kisaran 7,2 sampai 7,4, dan akan menurun setelah pemotongan karena mengalami glikolisis dan
dihasilkan asam laktat yang akan mempengaruhi pH (Lawrie,1996). Menurut Lawrie (2003) pH
daging dapat menurun dengan cepat hingga mencapai 5,4-5,5 selama beberapa jam setelah
pemotongan. Laju penurunan pH yang cepat akan mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air,
karena meningkatnya kontraksi aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan memeras air
keluar dari dalam daging.
BAB III

CARA KERJA

3.1. Bahan

1. Daging sapi berlemak dan tidak berlemak

2. Karkas ayam ras dan bukan ras

3. Ikan

3.2. Alat

1. Neraca 9. pH meter

2. Telenan dan pisau 10. Vortex

3. Tabung sentrifuse 11. Gelas piala

4. Penetrometer 12. Freezer

5. Sentrifuse 13. Piring plastik

6. Pengaduk 14. Mortar

7. Saringan 15. Gelas ukur

8. Panci 16. Freezer

3.3. Cara Kerja

Sifat fisik dan kimiawi daging dan karkas

1. Sifat Fisik dan Biologis Karkas (Tien Muchtadi dkk., 1988)


a. Lakukan pengamatan terhadap bagian-bagian hasil pemotongan pada gambar karkas
lapidan ayam.
b. Sebutkan masing-masing potongan tersebut merupakan organ apa dan jelaskan
komponen jaringan apa yang dominan.
c. Ambilkan karkas yang disediakan, lakukan pemisahan terhadap jaringan otot, lemak,
kulit, dan pengikatnya, kemudian ditimbang. Bandingkan persenase masing-masing
jaringan satu terhadap yang lain berdasarkan hasil penimbangan.
2. Water Holding Capacity (WHC)
a. Ambilah semua jenis daging yang tersedia, kemudian dihaluskan
b. Masing-masing sebanyak 10 gram daging halus dimasukkan dalam tabung sentrifus
yang telah diketahuinya.
c. Tambahkan kedalam masing-masing tabung 10 mL akuades dan dikocok dengan vortex.
d. Tabung ditutup dan diinkubasikan pada suhu 0C 1 jam.
e. Tabung sentrifus dangan kecepatan 3000rpm selama 20 menit
f. Pisahkan supernatan kemudian ukurlah volumenya.
g. Hitungan % air yang menunjukan juiceness dan bandingkan satu terhadap yang lain:
voume air yang terserap
WHC(%) = 100%
berat daging (gram)

3. Keempukan dan pH Daging


a. Lakukanlah pengkuran keempukan daging yang tersedia secara subjektif dengan pijatan
tangan.
b. Potonglah daging dengan ukuran 2x2x2 cm3 kemudian ukur keempukan berdasarkan
penetrometer dangan beban 50 gram 10 detik.
c. Lakukan pengukuran pH terhadap setiap daging yang diukur keempukannya.
d. Ulangilah langkah a-c untuk daging yang direbus

4. Pengujian Sifat Fisik dan Kimia Ikan (Tien Muchtadi dkk., 1988)
a. Lakukan pengamatan terhadap bentuk dan bagian-bagian hasil perikanan yang teredia.
Gambarkan bentuk utuh dan bagian-bagiannya.
b. Lakukanlah pengamatan terhadap kesegaran ikan secara visual dan warna insang,
kejernihan mata, kekenyalan daging ikan dan kekuatan sisik melekat pada tubuh ikan.
c. Lakukanlah dressing, kemudian timbnglah dan hitung presentase bagian jaringan
jaringannya. Bandingkan warna ding dan baunya.
Tabel Kriteria Penilaian Kesegaran Ikan
No. Warna Cerah Agak pudar Pudar Pucat/putih
1 Mata Mata jernih, Warna gelap, Warna Putih
cembung cembung keputihan
2 Kulit Sedikit berlendir Berlendir Berlendir Banyak lendir
3 Tektur Kenyal Kurang kenyal Lunak Lunak
4 Sisik Melekat kuat Agak mudah lepas Mudah lepas Mudah lepas
5 Insang Mata cerah Agak pudar Pudar Putih
6 Aroma Khas (segar) Netral Bau asam Busuk
7 Mutu 1 2 3 4
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

AYAM

No Komponen Ayam %
1 Karkas (g) 654 100
2 Kepala (g) 64 9.79
3 Badan (g) 319 48.78
4 Sayap (g) 68 10.40
5 Paha (g) 151 23.09
6 Kaki (g) 45 6.88
7 Kulit (g) 86.9 13.27
8 Tulang (g) 220.4 33.70
9 Daging dada (g) 83 12.69
10 Daging paha (g) 51 7.80
11 Lemak (g) 88 13.46
12 Lain-lain (g) 46.8 7.16
13 Derajat juiciness
Daging paha (%) 140
Daging dada (%) 160
14 Derajat keempukan
Daging paha mentah (mm/det.) 0.34
Daging dada mentah (mm/det.) 0.19
Daging paha matang (mm/det.) 0.25
Daging dada matang (mm/det.) 0.19
15 pH (sebelum direbus)
Daging paha 6.85
Daging dada 6.47
IKAN

No Komponen Ikan %
1 Berat daging utuh (g) 265.2 100
2 Kepala (g) 52.8 19.91
3 Badan (g) 202.8 76.47
4 Ekor (g) 4.1 1.55
5 Kulit (g) 29.5 11.12
6 Daging (g) 115.2 43.44
7 Duri (g) 17.8 6.71
8 Jeroan (g) 30 11.31
9 Sirip (g) 3.5 1.32
10 Sisik (g) 6.8 2.56
11 Juiciness (%)
Ulangan-1 180
Ulangan-2
12 Keempukan d.mentah (mm/det.)
Ulangan-1 0.17
Ulangan-2 0.17
13 Keemoukan d.rebus (mm/det.)
Ulangan-1 4.27
Ulangan-2 4.54
14 pH daging mentah
Ulangan-1 6.2
Ulangan-2 6.2
DAGING SAPI

No Komponen Daging %
1 Juiciness (%)
Ulangan-1 100
Ulangan-2 60
2 pH
Ulangan-1 mentah 6.59
Ulangan-2 rebus 7
3 Keempukan (mm/det.)
Ulangan-1 mentah 0.07
Ulangan-2 rebus 0.04

Perhitungan juiciness

1. Daging dada
Vol air yang terserap (vol akuades vol supernatan)
Derajat = x 100%
berat bahan (gram)
(103) mL
= x 100%
5,00 gram

=140%
2. Daging dada
Vol air yang terserap (vol akuades vol supernatan)
Derajat = x 100%
berat bahan (gram)
(102) mL
= x 100%
5,00 gram

= 160%
3. Ikan
Vol air yang terserap (vol akuades vol supernatan)
Derajat = x 100%
berat bahan (gram)
(101) mL
= x 100%
5,00 gram

= 180%
4. Daging
Ulangan-1
Vol air yang terserap (vol akuades vol supernatan)
Derajat = x 100%
berat bahan (gram)
(105) mL
= x 100%
5,00 gram

= 100%
Ulangan-2
Vol air yang terserap (vol akuades vol supernatan)
Derajat = x 100%
berat bahan (gram)
(107) mL
= x 100%
5,00 gram

= 60%
BAB V

PEMBAHASAN

AYAM

Daging ayam yang digunakan memiliki berat awal (karkas) sebesar 654 gram. Akan tetapi
apabila bahan ini dipisah-pisahkan menurut komponennya yaitu kepala, badan, sayap, paha, dada,
kaki, kulit, daging, lemak, tulang dan berat masing-masing ditimbang, maka total berat akan
mengalami pengurangan dari berat awalnya. Ini tersebut dikarenakan adanya daging yang melekat
pada pisau, piring, dan telenan selama proses pemisahan. Didalam proses pemisahan, ada sebagian
air pada bahan yang keluar selama proses tersebut. Hal ini menyebabkan berat total setelah
penanganan lebih ringan dibandingkan sebelum penanganan.

Berdasarkan pengamatan secara visual dapat terlihat bahwa warna daging dada ayam lebih
putih dibandingkan warna daging paha ayam yang agak kemerahan. Hal tersebut dikarenakan
adanya perbedaan kandungan mioglobin pada kedua bagian tersebut, dimana kandungan mioglobin
pada bagian paha lebih banyak daripada bagian dada.

Berdasarkan hasil pengamatan pH pada daging ayam, pH daging bagian dada (6,47) lebih
rendah dibanding daging paha (6,85). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kandungan glikogen
pada tiap bagian pada karkas ayam. Bagian paha memerlukan banyak energi karena memiliki kerja
yang lebih banyak yaitu untuk berjalan dan menopang berat tubuh, sehingga kadar glikogen dalam
daging paha lebih sedikit daripada bagian dada. Sementara itu, fungsi dada yakni hanya melindungi
organ tubuh bagian dalam, sehingga kandungan glikogennya lebih tinggi. Semakin banyak
glikogen, maka asam laktat yang dihasilkan selama respirasi anaerob semakin banyak juga.
Akibatnya penurunan pH akan semakin besar.
Untuk pengukuran juiceness, dapat terlihat bahwa derajat juiceness pada bagian paha
(140%) jauh lebih kecil daripada bagian dada (160%). Hal tersebut berbeda dengan dasar teori yang
ada. Berdasarkan teori disebutkan bahwa, derajat juiceness pada bagian paha lebih besar
dibandingkan pada bagian dada. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan daerah kaki lebih aktif
sehingga proteinnya lebih bervariasi, variasi protein ini disebabkan bagian paha banyak memiliki
otot skeletal yang digunakan untuk aktivitas ayam (bergerak) sehingga kandungan lemak sedikit
dan kandungan protein lebih banyak. Variasi protein juga mempengaruhi kemampuan daging untuk
menyerap dan menahan air. Kemampuan ini dipengaruhi oleh banyaknya gugus reaktif protein,
polar/nonpolar jumlah ATP, pengaruh rigor mortis (pH), dan perubahan struktur sel yang dikaitkan
dengan enzim proteolitik. Selain itu, pH daging paha lebih tinggi daripada daging dada, hal tersebut
mengakibatkan WHC daging paha lebih tinggi dibanding daging dada. Rendahnya nilai pH
mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air, karena meningkatnya aktomiosin yang terbentuk,
sehingga akan menyebabkan air keluar dari dalam daging. (Pestariati et.,al. 2003). Pada pengukuran
juiceness ini didapatkan data sampai lebih dari 100%. Hal ini disebabkan karena pada saat daging
dimasukkan dalam tabung sentrifuse saat akan diinkubasi 0C selama 1 jam, untuk menyamakan
berat dari masing-masing tabung maka ditambah akuades tanpa dihitung volumenya, sehingga
volume supernatan yang dihitung kurang tepat dan menyebabkan data hasil percobaan menjadi
kurang tepat. Selain itu teknik dalam pengambilan supernatan juga kurang baik sehingga supernatan
masih bercampur dengan daging ayam.

Keempukan merupakan salah satu faktor yang merupakan sifat fisik yang dapat ditentukan
baik secara subyektif maupun secara objektif. Dari data percobaan, daging paha mentah lebih
empuk daripada daging dada mentah. Seharusnya, daging yang banyak bergerak, misalnya daging
di bagian paha, akan memiliki tekstur lebih kasar dan menjadi kurang empuk jika dibandingkan
dengan daging yang terletak pada bagian yang jarang digerakkan, misalnya daging dari bagian dada
(Syamsir, 2011).

Seharusnya, setelah direbus keempukan daging menjadi lebih besar. Hal tersbut tidak
terlihat pada daging paha yang memiliki nilai penetro lebih kecil setelah proses perebusan.
Seharusnya, proses pemanasan menyebabkan terdenaturasinya aktin dan miosin yang dapat
meningkatkan keempukan (Syamsir, 2011). Hasil pengukuran daging dada tidak sesuai dengan
teori. Daging dada mentah tidak menunjukkan perbedaan dengan daging dada matang. Hal ini dapat
disebabkan karena kesalahan praktikan waktu mengukur dengan penetrometer sehingga
mempengaruhi hasil pengukuran penetrometer.

IKAN

Parameter untuk menentukan mutu ikan antara lain adalah dari tingkat kesegaran,
kekenyalan daging, kejernihan mata, warna ikan dan kekuatan sisik yang melekat pada tubuh ikan.
Pengamatan fisik ini memberi hasil bahwa ikan masih dalam kualitas baik yaitu mutu 3.

Ikan yang digunaan adalah ikan bandeng. Bagian-bagian ikan yang diperoleh terbesar
adalah bagian badan yaitu sebesar 76,47%. Bagian jaringan yang terbesar dari ikan adalah daging
(43,44%). Besarnya bagian-bagian tersebut dapat ditentukan oleh jenis ikan, berat ikan, dan
kemampuan praktikan dalam memotong.

Keempukan

Dari percobaan, diperolah hasil 0,17 mm/detik untuk daging ikan mentah, sedangkan untuk
daging ikan yang telah direbus diperoleh hasil sebesar 4,40 mm/detik. Pada daging ikan yang telah
direbus ternyata memiliki tingkat keempukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ikan
yang masih mentah. Hal ini disebabkan karena pemanasan dapat menyebabkan jaringan ikat
menjadi lebih empuk (Soeparno, 2005). Jaringan ikat pada ikan lebih sedikit daripada daging. Hal
ini menyebabkan daging ikan lebih empuk daripada daging sapi (Murray and Burt, 2001).

pH
Pada praktikum ikan bandeng yang digunakan memiliki pH rata-rata 6,2 yang menandakan
ikan tersebut pada keadaan pre rigor karena ikan pada fase pre rigor memiliki pH 7,2-7,4. Pada
saat ikan mati, mengalami proses pemberhentian proses respirasi dan terjadi proses glikolisis secara
anaerob yang akan menghasilkan asam laktat sehingga menurunkan pH daging ikan.

Juiciness
Tujuan dari perhitungan juiceness pada praktikum ini yang dilakukan pada ikan adalah
untuk mengetahui kemampuan dari daging tersebut untuk mengikat air bebas. Semakin banyak air
yang dapat diserap maka tingkat juiceness daging akan semakin tinggi. Juiceness dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu WHC, kadar air, kadar lemak, dan pH. Tingkat juiceness dipengaruhi oleh
daya ikat air (WHC) dilihat dari semakin lama umur daging, maka daya ikat air akan semakin kecil
(menurun) menyebabkan tingkat juiceness daging menurun pula.

Pada percobaan dilakukan inkubasi pada suhu 0C selama 1 jam. Inkubasi dilakukan untuk
mengetahui berapa banyak air yang diserap oleh daging dan menahan air yang diserap agar tidak
keluar dari jaringan daging dan air tetap tertahan di dalam jaringan daging dan air yang berada di
luar jaringan tidak dapat masuk juga. Setelah itu dilakukan sentrifugasi untuk pemisahan antara
supernatan dan daging.

Pada pengukuran juiceness ini didapatkan data sampai lebih dari 100%. Hal ini disebabkan
karena pada saat daging dimasukkan dalam tabung sentrifuse saat akan diinkubasi 0C selama 1
jam, untuk menyamakan berat dari masing-masing tabung maka ditambah akuades tanpa dihitung
volumenya, sehingga volume supernatan yang dihitung kurang tepat dan menyebabkan data hasil
percobaan menjadi kurang tepat. Selain itu teknik dalam pengambilan supernatan juga kurang baik
sehingga supernatan masih bercampur dengan daging ikan.

DAGING SAPI

Daging sapi akan diuji tingkat keempukan, pH, dan juiceness. Sampel yang digunakan
dibagi menjadi dua yaitu, daging yang masih mentah dengan daging yang sudah direbus, agar kita
dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat dipengaruhi dengan adanya proses pengolahan pada
daging.
Pada praktikum ini dilakukan pengujian pH dengan mendapatkan filtrat dari daging. Hasil
uji pH daging adalah 6,59 dan 7 dengan rata-rata pH 6,8. Dalam kondisi pH 6,8 daya ikat air pada
daging tidak terlalu menurun sehingga tekstur daging tidak mengeras. Protein akan bermuatan sama
dengan nol apabila pada kondisi pH titik isoelektris. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya ikatan
aktin dan miosin membentuk aktomiosin sehingga terjadi pelepasan air pada jaringan miofibril,
maka akan berpengaruh pada tekstur daging yang akan menjadi keras. Daging yang kami uji masih
dalam keadaan pre rigor, karena masih memiliki tekstur yang lunak, warnanya merah cerah, dan
pHnya tidak menurun secara cepat. Hasil uji pH pada daging yang sesudah direbus yaitu 5,68.
Denaturasi protein sarkoplasma dan miofibril dapat juga disebabkan oleh penurunan pH akibat
proses glikolisis yang menyebabkan keluarnya air terikat dan membentuk struktur yang kurang
kompak (Davidek, et al., 1990 dalam Natalie, 2014).Pada proses perebusan terjadi koagulasi
protein, dan penguapan air yang ada pada daging.

Hasil pengamatan menggunakan penetrometer pada daging yang belum direbus yaitu 0,07
mm/detik. Keempukan daging dipengaruhi oleh kondisi daging dalam tahap-tahap seperti pre-rigor,
rigor mortis, dan post rigor, ada tidaknya proses pengolahan seperti pemanasan, bagian jaringan
daging yang diuji, kondisi ternak yang disembelih apakah mengalami stress atau tidak. Bagian
jaringan daging yang memiliki tingkat aktivitas yang lebih tinggi akan semakin keras karena banyak
mengandung protein aktin dan miosin. Pada daging yang sudah direbus tingkat keempukan yang
diukur penetrometer adalah 0,04 mm/detik. Daging yang sudah direbus memiliki tekstur yang lebih
keras, karena terjadi denaturasi akibat panas mengakibatkan protein sarkoplasma dan miofibril
terkoagulasi dan membentuk gel yang kuat. Pengkerutan daging yang menyebabkan hilangnya air
yang terkandung dalam daging.

Mutu daging juga dapat dilihat dari juiceness, yang berkaitan dengan jumlah air bebas yang
dapat diikat oleh daging. Daging memiliki sifat dapat mengikat air karena komponen dalam daging
seperti protein khususnya protein aktin dan myosin serta jaringan ikar dapat mengikat air. Air yang
tertahan tersebut mengakibatkan daging memiliki sifat juicy. Juiciness berkaitan dengan Water
Holding Capacity (WHC). WHC merupakan kemampuan daging untuk mengikat air atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan,
penggilingan, dan tekanan. (Soeparno, 1992). Saat percobaan dilakukan pencacahan daging agar
luas permukaan lebih besar sehingga bidang penyerapan air pada daging lebih banyak. Inkubasi 0oC
selama 60 menit bertujuan untuk menahan air di dalam daging dengan mengubah fase air menjadi
kristal es. Data pengamatan yang telah dihitung menunjukkan derajat juicenessnya 100% dan 60%
dengan rata-rata 80%. Hal ini disebabkan karena pada saat daging dimasukkan dalam tabung
sentrifuse saat akan diinkubasi 0C selama 1 jam, untuk menyamakan berat dari masing-masing
tabung maka ditambah akuades tanpa dihitung volumenya, sehingga volume supernatan yang
dihitung kurang tepat dan menyebabkan data hasil percobaan menjadi kurang tepat. Seharusnya
semakin tinggi jus daging menunjukkan semakin baiknya kualitas daging karena kesannya saat
dikunyah dapat berair dan juicy serta memberikan pengetahuian terhadap keadaan daging apakah
masih baik atau sudah buruk dari jaringan dalam daging yang masih dapat mempertahankan air.
BAB VI

KESIMPULAN

1. Warna daging dada ayam lebih putih dibandingkan daging paha dipengaruhi kadar mioglobin
yang berbeda.
2. Keempukkan daging dipengaruhi oleh pH dan WHC, dimana pH yang rendah, WHC rendah.
Sebaliknya, pH tinggi, WHC tinggi.
3. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging adalah umur ternak, jenis ternak, jenis daging,
kondisi daging (prerigor, rigor mortis dan post rigor) dan perlakuan yang diberikan
4. pH daging dada lebih rendah karena kandungan glikogen pada daging dada lebih banyak
daripada daging paha.
5. Juiceness daging paha lebih besar daripada daging dada dikarenakan daging paha memiliki
variasi protein akibat fungsinya sebagai alat gerak.
6. Bagian terbesar pada ikan adalah bagian badan.
7. Ikan berada pada golongan kualitas 3 maka disimpulkan ikan berada pada tahap pre rigor
menuju rigor mortis (pH 5,23) dan juiceness-nya rendah.
8. Setiap daging, karkas dan ikan memiliki presentase jaringan penyusun yang berbeda - beda
9. Sifat fisik, biologis dan kimiawi bahan dapat berpengaruh dalam penentuan mutu bahan
10. Ikan, dan daging memerlukan penanganan yang tepat agar tetap dapat mempertahankan
kesegaran dan mutunya
11. Warna, pH, juiciness,dan keempukan setiap daging dan ikan berbeda beda, keempat hal ini
saling berkaitan dan dapat digunakan sebagai penentu kualitas daging dan ikan
12. Kadar pH pada daging, karkas, ikan dipengaruhi oleh kondisi daging (prerigor, rigor mortis, dan
pasca rigor)
13. Keempukan daging depengaruhi oleh protein yang terdenaturasi
14. pH daging dipengaruhi oleh banyak sedikitnya glikogen pada daging
15. Jika tingkat WHC tinggi maka juiceness akan tinggi
16. Warna daging yang gelap menunjukan mutu yang rendah
DAFTAR PUSTAKA

- Bahar, Burhan. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Jakarta: T Gramedia
Pustaka Utama.
- Natalie, Debby. 2014. Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu Beku dan Metode Thawing
terhadap Tekstur Daging Sapi Bagian Has Dalam saat Pra dan Pasca Perebusan. Skripsi S-1,
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
- Lawrie, R.A. 1996.2003. Ilmu Daging. Jakarta: Universitas Indonesia
- Muchtadi, T.R. & Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : IPB
- Murray, J and J.R. Burt. 2001. The Composition of Fish. Avaiable at :
http://www.fao.org/wairdocs/tan/x5916E/x5916e01.htm
- Natasasmita, P.H. Siagian & P. Silalahi. 2005. Pengaruh substitusi jagung dengan corn
gluten feed (cgf) dalam ransum terhadap kualitas karkas babi dan analisis ekonomi. Media
Peternakan. 28:100-108.
LAMPIRAN

Gambar 2.1 Daging (kiri) dan Ayam (kanan)

Gambar 2.2 Ikan

Anda mungkin juga menyukai