Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN

REMPAH REMPAH DAN OLEORESIN

OLEH :
KEZIA IRENE / 6103015001
SOFIANNA MARGARETH / 6103015003
GABRIELLA VINCENTIA / 6103015023
IRENE NOVITA / 6103015046
MARIA FERONICA / 61030150121

TANGGAL PRAKTIKUM : 26 APRIL 2017


KELOMPOK A-2

DOSEN :
Dr.rer.nat RADIX ASTADI PJ., S.TP., MP

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Indonesia memang sangat terkenal dengan hasil rempah-rempah. Bahkan komoditasi
rempah-rempah banyak dijadikan sebagai produk dagang hingga mancanegara. Indonesia
yang memiliki iklim tropis memang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
berbagai jenis rempah-rempah. Selama ini rempah-rempah banyak digunakan sebagai
produk untuk campuran bumbu memasak maupun untuk menghasilkan jamu. Fungsi
rempah-rempah juga banyak berkembang dari berbagai jenis penelitian. Saat ini, hasil
olahan rempah-rempah digunakan juga dalam industri parfum, farmasi, flavor, dan
pewarna.Oleoresin adalah hasil ekstraksi dari rempah-rempah dengan menggunakan
pelarut organik dan kemudian pelarutnya dipisahkan dari oleoresinnya dengan cara
penguapan.Rempah-rempah memiliki banyak jenis, karakteristik, dan sifat yang berbeda-
beda dan spesifik. Rempah-rempah berasal dari umbi atau rimpang, biji, kulit batang,
bunga, daun ataupun dari bagian tanaman tertentu. Oleh karena banyaknya jenis, macam,
karakteristik serta sifat dari rempah-rempah maka perlu memahami sifat sifat dari
berbagai jenis rempah dan oleoresin dalam kegunaannya pada bidang pangan.

I.2. Tujuan
Memahami sifat fisik dan kimia rempah-rempah.
I.3. Sasaran Belajar :
Mengidentifikasi jenis-jenis rempah dari bentuk, warna dan aroma.
Melakukan ekstraksi oleoresin.
Menganalisis hasil ekstraksi berdasarkan perbedaan kondisi bahan baku.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Rempah rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai sumber
cita rasa dan aroma. Rempah rempah ini sebagian mengandung oleoresin sehingga citarasa
dan aromanya tajam serta spesifik. Dalam kehidupan sehari hari rempah rempah
digunakan untuk memasak serta meramu jamu tradisional. Hasil olahan rempah rempah
dapat dimanfaatkan dalam industri parfum, flavor, pewarna, farmasi, dll. Bahan rempah
rempah dapat dihasilkan dari umbi, biji, kulit batang, bunga, daun, dan buah (Muchtadi,
1992).
Rempah-rempah dapat diklasifikasikan antara lain sebagai berikut :
1. Rimpang (rhizoma) seperti jahe, lengkuas, kencur, dan kunyit
2. Batang kulit kayu seperti kayu manis
3. Umbi seperti lengkuas
4. Akar seperti lobak pedas
5. Daun seperti daun pandan, mint, organo, basil, parsley, daun ketumbar , dan seledri
6. Kuncup bunga seperti cengkeh
7. Umbi kakar seperti bawang putih dan bawang bombay
8. Biji seperti jinten, mustar putih, kapulaga, dan wijen
9. Buah seperti paprika dan merica

Rempah-rempah mengandung oleoresin yang terdiri dari minyak atsiri (pembawa


aroma) dan damar (pembawa flavor) yang diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut non polar
atau polar sehingga memiliki cita rasa dan aroma yang tajam serta spesifik. Oleoresin pada
umumnya didapatkan dari ekstraksi rempah- rempah, misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu
manis, dan cabe dengan pelarut tertentu (Muchtadi, 1992). Selain itu rempah-rempah juga
mengandung minyak atsiri (minyak yang mudah menguap) yaitu suatu senyawa yang
mempunyai bau yang khas seperti bau bagian tanaman aslinya, mudah menguap pada suhu
kamar tanpa mengalami penguraian dan tidak meninggalkan noda. Minyak atsiri merupakan
hasil proses metabolisme dalam tanaman yang disintesis dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin misalnya minyak terpenting
dari tanaman pinus. Proses pembentukannya melalui reaksi kimia antara berbagai
persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur C, H, O dan beberapa persenyawaan kimia
yang mengandung N dan S dengan air. Minyak atsiri dalam keadaan segar, tidak berwarna
atau berwarna kekuning-kuningan. Jika dibiarkan di udara dan terkena cahaya matahari
pada suhu kamar, maka minyak tersebut mudah rusak karena akan mengadsorbsi O2 dari
udara sehingga menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.
Bau minyak atsiri akan berubah dari wangi alamiah serta menjadi lebih kental dan
akhirnya membentuk resin. Dalam bentuk yang teroleoresin, terdapat keuntungan yaitu
keseragaman flavor, masa simpan yang lebih lama, kehilangan minyak essensial dapat
dikurangi karena adanya resin sedangkan salah satu kerugiannya adalah sifatnya yang pekat
membuat banyak oleoresin tertempel pada wadah ketika dituang.

2.1. Macam macam rempah rempah

2.1.1. Cengkeh (Syzygium aromaticum)


Cengkeh merupakan tanaman rempah yang sangat penting dan dibutuhkan.
Pada mulanya, cengkeh hanya dipergunakan untuk obat-obatan, namun dalam
perkembangannya pemanfaatan cengkeh menjadi lebih luas, yaitu sebagai rempah-
rempah, bahan baku industri farmasi, kosmetika, parfum, sumber eugenol dan yang
terbesar sebagai bahan baku industri rokok kretek. Kandungan minyak atsiri bunga
cengkeh mencapai 21,3% dengan kadar eugenol antara 78-95%, dari tangkai atau
gagang bunga mencapai 6% dengan kadar eugenol antara 89-95%, dan dari daun
cengkeh mencapai 2-3% dengan kadar eugenol antara 80-85%.Kandungan terbesar
minyak cengkeh adalah eugenol, yang bermanfaat dalam pembuatan vanilin, eugenil
metil eter, eugenil asetat, dll. (Prianto, dkk., 2013).

Gambar 2.1. Cengkeh bubuk (kiri) ; Cengkeh segar ( kanan) (Prianto, dkk., 2013)

2.1.2. Jahe (Zingiber officinale)


Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman rimpang yang sangat populer
sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Sifat khas jahe disebabkan adanya minyak
atsiri dan oleoresin pada jahe. Minnyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan
destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Komponen utama minyak atsiri jahe yang
menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol. Oleoresin jahe banyak
mengandung komponen pembentuk rasa pedas yang tidak menguap. Komponen
dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan
resin. Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah zingerol (Koswara 1995).
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna
rimpangnya:
1. Jahe putih / kuning besar / jahe gajah / jahe badak
Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari
kedua varietas lainnya.
2. Jahe putih / kuning kecil / jahe sunti / jahe emprit
Ruasnya kecil, agak rata sampai sedikit menggembung. Kandungan minyak
atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, di
samping seratnya tinggi.
3. Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari jahe putih dan memiliki
kandungan atsiri yang sama dengan jahe putih.

Gambar 2.2. Jahe gajah (kiri) ; Jahe sunti (tengah) ; Jahe merah (kanan)
( Koswara, 1995)

2.1.3. Kayu manis (Cinnamomum burmannii)

Kayu manis adalah jenis rempah-rempah yang berasal dari kulit batang dan
banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma dan cita rasa serta dapat diolah
menjadi senyawa anti mikroba. Rasa dan aroma kayu manis adalah pedas, sedikit
manis, hangat, dan wangi. Pemakaian kulit kayu manis dapat dilakukan dalam bentuk
asli (bubuk), minyak atsiri, atau oleoresin. Menurut penelitian beberapa ahli, kayu
berkulit kasar itu ternyata tersusun dari sinamaldehid, turunan dari senyawa fenol.
Sinamaldehid merupakan cairan berwarna kuning yang berubah menjadi cairan kental
berwarna cokelat gelap bila terkena cahaya atau udara (Handayani, 2001). Senyawa
sinamaldehida digunakan secara luas dalam industri flavor untuk memberikan bau
Cinnamon pada jenis makanan, minuman, produk farmasi, dan dalam industri
minuman keras untuk memberikan rasa manis.
Gambar 2.3. Kayu manis (Handayani,2001)

2.1.4. Kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

Kayu secang merupakan tanaman famili Caesalpiniaceae yang banyak ditemui di


Indonesia yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diolah menjadi minum kesehatan,
misalnya di daerah Yogyakarta campuran kayu secang digunakan dalam wedang uwuh .. Kayu
secang secara empiris diketahui memiliki banyak khasiat penyembuhan dan sering
dikonsumsi oleh masyarakat sebagai minuman kesehatan. Kayu secang memiliki kandungan
senyawa berupa brazilin (C16H14O5), sappanin (C12H12O4), brazilein, dan minyak atsiri seperti
D--felandrena, asam galat, osinema, dan damar. Berdasarkan hasil penelitian Lim et al.,
(1997), kayu secang memiliki daya antioksidan yang handal dengan indeks antioksidatif
ekstrak air kayu secang lebih tinggi daripada antioksidan komersial (BHT dan BHA)
sehingga potensial sebagai agen penangkal radikal bebas.

Gambar 2.4. Kayu secang (Lim,1997)

2.1.5. Kencur (Kaempferia galanga L.)

Kencur termasuk suku tumbuhan zingeberaceae dan digolongkan sebagai salah satu
jenis temu - temuan yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat. Kencur
merupakan temu kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang
tanahnya gembur. Bagian tanaman yang sering digunakan adalah rimpangnya yang
mempunyai aroma yang sangat khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan
jenis Zingeberaceae lain. Kencur banyak digunakan dalam berbagai ramuan obat tradisional,
seperti obat batuk, disentri, masuk angin, sakit perut, penambah nafsu makan, dan lain-lain.
Kandungan kimia dari rimpang kencur adalah pati, mineral, flavonoid, akaloida, dan minyak
atsiri. Minyak atsiri di dalam rimpang kencur banyak digunakan dalam industri kosmetika
dan dimanfaatkan sebagai anti jamur ataupun anti bakteri (Pratama, 2012).
Gambar 2.5. Kencur (Pratama,2012)

2.1.6. Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Tanaman ketumbar berupa semak semusim, dengan tinggi sekitar satu meter. Akarnya
tunggang bulat, bercabang dan berwarna putih. Ketumbar selain untuk bumbu masak juga
mempunyai nilai medis. Komponen aktif pada ketumbar adalah sabinene, myrcene, alfa-
terpinene, ocimene, linalool, geraniol, decanal, desilaldehida, trantridecen, asam petroselinat,
asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren. Komponen
-komponen tersebutlah yang menyebabkan ketumbar memiliki reputasi yang bagus sebagai
komponen obat. Biji ketumbar memiliki kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4%-
1,1% . Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen
seperti Salmonella. ( Wulandaputri, 2012)

Gambar 2.6. Ketumbar ( Wulandaputri, 2012)

2.1.7. Kunir/ Kunyit (Curcuma domestica Turmeric)

Kunir atau yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kunyit termasuk salah
satu tanaman rempah dan obat. Tumbuhan kunir ini mempunyai beberapa fungsi
diantaranya dapat dipergunakan sebagai pelengkap bumbu masakan, bahan
pembuatan jamu, untuk menjaga kesehatan dan kecantikan, dan pada umumnya kunir
juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan. Kunyit memiliki rasa
yang agak pahit dan getir dan memiliki bau yang khas serta warna jingga terang atau
agak kuning pada bagian dalam rimpang, tetapi kulit kunyit berwarna jingga
kecoklatan. Warna daging kunyit disebabkan oleh minyak atsiri yang
mengandungminyak kurkumin (4-5%) dan zingiberen. Sebanyak 60% turmeron
terkandung dalam minyak kurkumin. Kunyit memiliki komposisi 28% glukosa, 12%
fruktosa, 8% protein, vitamin C dan beberapa jenis mineral dengan kandungan
mineral lainnya dengan rata-rata cukup tinggi. Minyak kurkumin merupakan bahan
antioksidan dan antibakteri (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Minyak atsiri pada
kunyit mengandung senyawa seskuiterpen alkohol, dihidro-turmeron, turmeron,
sabinene, 1,8-sineol dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa
kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin dan
bidesmetoksi-kurkumin.

Gambar 2.7. Kunyit segar (kiri) ; Kunyit bubuk (kanan)

2.1.8. Kunci (Boesenbergiae rhizoma)

Boesenbergia rotunda (L.) dikenal sebagai temu kunci di Indonesia banyak digunakan
sebagai bumbu penyedap masakan dan merupakan obat tradisional yang mengandung minyak
atsiri yang terdiri dari boesenbergin, cardamonin, pinostrobin, 5,7-dimetoksiflavon, 1,8-
sineol, dan panduratin. Diketahui bahwa minyak atsiri dari rimpang temu kunci efektif
sebagai antimikroba. Selain itu temu kunci memiliki efek sebagai antioksidan dan antikanker.
Temu kunci diketahui mengandung banyak minyak atsiri antara lain: sineol, kamfer, d-
borneol, d-pinen seskuiterpene, zingiberen, kurkumin, zedoarin (Yulianti, 2016).

Gambar 2.8. Kunci (Yulianti,2016)

2.1.9. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)


Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan tanaman obat yang biasa
digunakan selama beberapa generasi di Indonesia. Temulawak mengandung minyak
atsiri, saponin, flavonoid, dan tanin (Mangunwardoyo, dkk, 2012). Minyak atsiri
mengandung -kurkumen, ar-turmeron, -atlanto, dan xantorizol. Minyak atsiri atau
minyak menguap merupakan komponen dalam temulawak yang memberikan bau
karakteristik, sedangkan kurkuminoid terdiri dari beberapa zat warna kuning
(Sinambela, 2012). Kurkuminoid terdiri dari kurkumin dan desmetoxicurcumine
(Mangunwardoyo, dkk, 2012).

2.1.10. Temu giring (Curcuma heyneana)

Merupakan tanaman obat-obatan yang juga termasuk dalam golongan rempah-


rempah. Rempah jenis ini mengandung kadar minyak atsiri tidak kurangdari 1,5% v/b,
tannin dan kurkumin (Ditjen POM, 1989). Kandungan kimia temu giring adalah
minyak atsiri, amilum, damar, lemak, tannin dan lainnya. Sedangkan kandungan
kimia minyak atsiri dari rimpang temu giring antara lain minyak atsiri dengan
komponen utama tanin dan kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, saponin, dan
flavonoid (DitjenPOM, 1989). Kurkuminoid adalah kelompok senyawa fenolik yang
terkandung dalam rimpangtanaman famili Zingiberaceae, termasuk temu giring.
Kandungan utama dari kurkuminoid adalah kurkumin yang berwarna kuning.
Kurkumin tidak dapat larut dalamair, tetapi larut dalam etanol dan aseton.

Gambar 2.10. Temu giring

2.1.11. Temu ireng (Curcuma aeruginosa)

Merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang ada di Indonesia


(Nugrahaningtyas dkk,2005).Rimpang temu hitam umumnya berwarna putih pada
bagian tengahnya, dan diikutiwarna gelap melingkar pada bagian luar rimpang saat
diiris melintang. Rimpang yangterbentuk pada umumnya memiliki aroma khas

Gambar 2.11. Temu Ireng


dengan bau yang agak menyengat.
Baunyayang khas disebabkan oleh minyak
atsiri yang terkandung didalam
rimpang.Menurut Syamsuhidayat dan
Hutapea (1991) tumbuhan ini mengandung
saponin, flavonoid,dan polifenol, disamping
minyak atsiri.

2.2. Kadar Air

Kadar air dalam suatu bahan pangan memiliki nilai yang cukup besar. Kadar air yang
cukup besar ini mempengaruhi umur simpan dari bahan pangan. Dengan mengurangi
jumlah kadar air dalam suatu bahan atau membuat kadar air dalam suatu bahan menjadi
konstan dan agar terbebas dari pengaruh lingkungan baik itu suhu maupun jamur dan
bakteri, maka dapat memperpanjang umur simpan dari suatu bahan pangan hal ini sesuai
dengan pernyataan dari (Sarah Nur, 2014). Rempah-rempah merupakan bahan pangan
ataupun hasil pertanian yang memiliki kandungan air cukup tinggi dikarenakan tempat
tumbuhnya. Karena kadar air yang tinggi ini membuat para produsen harus melakukan
tindakan cepat agar hasil rempah-rempah yang telah di panen tidak mudah rusak
diakibatkan suhu dan mikroorganisme yang dapat hidup pada rempah-rempah tersebut.
Selain itu pengeringan rempah-rempah juga digunakan untuk mengurangi bobot berat bahan
agar lebih mudah di distribusi. Selain itu pengeringan dilakukan agar memudahkan para
konsumen menggunakannya dalam membuat cita rasa suatu makanan ataupun
mempermudah dalam meracik obat, untuk penambah aroma pada pangan dan sebagainya
(Sarah Nur, 2014).

2.3. Ekstraksi Oleoresin


Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan senyawa oleoresin
dari rempah-rempah, yaitu dengan distilasi uap, ekstraksi padat-cair (leaching),
ekstraksi superkritis dan pengepresan mekanis (Ramadhan, 2010). Setiap metode
tersebut memiliki kelemahan dan keunggulannya masing-masing.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil rendemen oleoresin adalah
(Jayanudin dan Aryana, 2012):
1. Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, luas bidang kontak antara rempah dan pelarut akan
semakin luas sehingga proses ekstraksi akan berlangsung dengan baik dan
didapatkan produk ekstraksi yang lebih banyak. Tetapi, jika terlalu kecil tidak
ekonomis karena akan membutuhkan biaya pengecilan partikel dan pemisahan
partikel padatan dengan pelarut akan semakin sulit. Hal ini akan membutuhkan
biaya yang lebih tinggi.
2. Jenis Pelarut
Jenis pelarut akan mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan. Berdasarkan
polaritasnya, jenis pelarut dibedakan menjadi pelarut polar dan pelarut non polar.
Semakin tinggi polaritasnya membuat daya ekstraksi semakin besar. Dalam
pemilihan jenis pelarut, faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah daya
melarutkan oleoresin, titik didih, sifat racun, mudah tidaknya terbakar dan
pengaruh terhadap alat peralatan ekstraksi.
3. Suhu dan Lama Ekstraksi
Suhu ekstraksi akan meningkatkan solubilitas pelarut, sehingga akan dengan
mudah mendifusi kedalam pori-pori padatan dan melarutkan komponen yang ada
pada padatan tersebut. Jika suhu ekstraksi terlalu tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada komponen aktif yang terkandung pada padatan tersebut.Proses
ekstraksi juga membutuhkan waktu yang cukup agar produk ekstraksi dapat
dihasilkan secara optimal.
4. Jumlah Pelarut
Banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak padatan dengan pelarut, semakin
banyak pelarut luas kontak akan semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke
padatan akan semakin besar. Selain itu, semakin banyak jumlah pelarut maka
semakin banyak pula jumlah produk yang akan diperoleh karena distribusi
partikel dalam pelarut semakin menyebar dan perbedaan konsentrasi solute dalam
pelarut dan padatan semakin besar (Gamse, 2002).

5. Jenis dan Kondisi Bahan


Setiap jenis bahan memiliki kandungan minyak atsiri yang berbeda-beda
sehingga rendemen yang diperoleh juga akan berbeda. Kondisi bahan juga akan
mempengaruhi jumlah rendemen karena setiap kondisi bahan akan mengalami
perbedaan proses pengolahan.
BAB III
SKEMA KERJA
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat

Beaker glass 100, 250 mL Oven vakum Heraeus


Pisau Instruments
Telenan Analyzer Ohaus MB45
Panci Pengaduk
Kompor Piring
Kain saring Aluminium foil
Termometer Eksikator
Cawan porselen Bulb
Kain saring Pipet tetes
Timbangan analitis Ohaus Pipet volume
Timbangan kasar Ohaus Lap
Tabung reaksi + rak
3.1.2. Bahan

Bahan segar
Temulawak Kencur
Kunyit/ kunir Kunci
Jahe
Bahan kering
Temulawak bubuk
Kunir bubuk
Cengkeh
Temu ireng
Temu hitam bubuk
Temu giring
Ketumbar
Kayu secang
Kencur
Kayu manis
3.2. Skema kerja
3.2.1. Pengamatan Rasa, Aroma, dan Warna Secara Subyektif

Bahan (rempah segar dan rempah kering)

Pengamatan sifat fisik meliputi warna, rasa, ukuran dan aroma

Penggambaran bentuk berbagai jenis rempah segar dan kering

3.2.2. Penentuan Kadar Air Bahan

Kunyit (bubuk dan segar) Temulawak (bubuk dan segar)

Pensortiran rempah-rempah segar

Pengupasan rempah-rempah segar

Pemotongan rempah-rempah menjadi irisan kecil

Pengujian kadar air di dalam alat IR Moisture Tester


3.2.3. Penggunaan alat IR Moisture Tester

Penancapan kabel

Penyalakan alat dengan tombol ON

Pembukaan penutup IR

Pembersihan plat timbang

Penekanan tombol tare

Penimbangan bahan 1 gram

Penutupan penutup IR

Penekanan tombol start

Pencatatan kadar air (sampai muncul tulisan Test Over)

Pengeluaran bahan dari plat dan pembersihan

3.2.4. Ekstraksi Oleoresin


Kencur segar, kencur bubuk, kunyit segar, kunyit bubuk

Pengirisan dan pemotongan hingga berukuran kecil

Penimbangan masing-masing 25 gram


e

Pemindahan dalam beaker glass


A
A

Penambahan masing-masing 100 mL etanol 96%

Pengadukan menggunakan pengaduk gelas

Penutupan dengan aluminium foil

Pemberian tanda volume awal filtrat dengan spidol OHP

Pemanasan dalam waterbath bersuhu 50-60oC


selam 1 jam (sesekali dilakukan pengadukan)

Penambahan etanol 95% untuk mengganti sejumlah etanol yang menguap

Penyaringan dengan kain saring

Filtrat

Pengukuran volume filtrat total dengan gelas ukur 250 mL

Pemipetan 25,0 mL filrat dengan pipet volume

Pemindahan dalam cawan porselen yang sudah diketahui beratnya

Penguapan etanol dalam filtrat dengan oven vakum (T = 70oC)

Pendiaman oleoresin yang terbentuk selama 24 jam

B
B
Pengeluaran cawan porselen dari oven vakum

Perhitungan % rendemen oleoresin yang terbentuk

Pengamatan sifat fisik oleoresin meliputi warna, aroma


dan kekentalan
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1. Warna, Aroma, dan Rasa Secara Subyektif

Bahan Segar
Bahan Warna Aroma Rasa
Temulawak Oranye Temulawak Pedas
Kunyit/kunir Oranye Segar Hambar
Jahe Coklat muda Pedas Pedas, manis
Kencur Kuning muda Pedas Pedas, pahit
Kunci Kuning muda Segar Pedas, pahit

Bahan Kering

Bahan Warna Aroma Rasa


Temulawak bubuk Coklat Langu, asam Pahit, sedikit asam
Kunir bubuk Oranye Kunyit Pahit
Cengkeh Coklat tua Cengkeh Pahit, mint
Temu ireng Coklat muda Pedas, manis Pahit
Temu ireng bubuk Coklat abu - abu Herbal Pahit
Temu giring Coklat abu - abu Kecut Pahit
Ketumbar Coklat muda Ketumbar Seperti dendeng
Kayu secang Merah kecoklatan Harum Pahit
Kencur Coklat muda Jamu Pahit, sedikit pedas
Kayu manis Coklat tua Kayu manis Manis

4.2. Kadar Air

No Bahan Kadar Air


Bahan Segar
Temulawak 72.83
Kunyit 69.76
Bahan Kering
Temulawak 14.96
bubuk
Kunyit bubuk 7.65
4.3. Pengekstrakan Oleoresin

Rendemen
Berat Berat cawan Berat cawan Berat %rendemen
cawan + filtrat (g) + oleoresin oleoresin (g)
porselen (g) (g)
Bahan segar
Kunyit 46,35 65,04 46,51 0,16 8,4656
Temulawak 39,78 58,58 39,94 0,76 44,7552
Bahan kering
Kunyit 40,95 59,84 41,99 1,04 18,0184
bubuk
Temulawak 45,24 64,07 46,02 0,78 14,6754
bubuk

berat oleresin voulme filtrat total


%Rendemen = x x 100
berat awal (1KA) volume filtrat digunakan

Contoh Perhitungan :

46,5146,35 100 ml
Kunyit segar : Rendemen= 100 =8,4656
25(10,6976) 25 ml

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Warna, Rasa, dan Aroma

5.1.1. Temulawak
Pada praktikum digunakan 2 bahan temulawak yaitu temulawak yang masih segar dan
temulawak yang sudah menjadi bubuk. Dari hasil praktikum kami temulawak bubuk
memiliki aroma yang lebih menyengat dibadingkan dengan temulawak yang segar. Hal ini
karena temulawak bubuk memiliki persentase minyak atsiri lebih banyak dari pada
temulawak segar pada berat bahan yang sama karena temulawak segar masih mengandung air
dalam jumlah besar oleh sebab itu persentase air akan mempengaruhi persentase minyak
atsiri dengan berat bahan yang sama.Temulawak bubuk merupakan hasil dari oleoresin yang
di-enkapsulasi menjadi bentuk bubuk. Tujuannya adalah untuk mengurangi kehilangan flavor
sehingga temulawak dapat disimpan lebih lama. Teknik enkapsulasi ini memerangkap flavor
dalam suatu pelapis polimer membentuk mikrokapsul bulat. Adanya proses enkapsulasi
oleoresin menjadikan flavor dan aroma temulawak terperangkap dalam bentuk bubuk dan
aromanya lebih kuat jika dibandingkan dengan aroma temulawak segar.

5.1.2. Cengkeh
Cengkeh merupakan rempah-rempah yang berasal dari bagian bunga. Dari hasil
pengamatan kelompok kami diperoleh bahwa cengkeh memiliki aroma yang khas herbal
(rokok), berwarna coklat kehitaman dan memiliki rasa mint serta pahit. Aroma yang khas
pada cengkeh disebabkan oleh adanya minyak atsiri yang merupakan komponen volatil yang
mudah menguap, aroma minyak atsiri pada cengkeh memiliki aroma seperti tanaman aslinya
(cengkeh). Kandungan minyak atsiri dalam cengkeh bekisar antara 16-20% dan terdiri dari
eugenol (70-85%); asetil eugenol (2-17%); L,b kario filen (5-12%); furfural; metil amil
keton; vanillin; eugeni; eugenitin; isoeugenitin; isoeugenitol dan seskuiterpen. Komponen
minyak atsiri yang berbeda-beda akan memberikan aroma yang khas pada rempah-rempah.
Rasa yang khas pada rempah-rempah disebabkan oleh adanya damar. Pada kelompok
praktikum kami cengkeh tidak dillakukan ekstraksi oleoresin sehingga tidak dapat teramati
damar yang biasanya merupakan bagian yang berwarna gelap dan pekat.

5.1.3. Kayu secang


Dari hasil pengamatan diperoleh sifat fisik kayu secang antara lain aroma yang harum
khas kayu secang, warna merah kecoklatan dan rasapahit. Zat yang terkandung dalam secang
antara lain brazilin, alkaloid, falvonoid, saponin, tanin, fenil propana dan terpenoid. Selain itu
juga mengandung asam galat, brasilein, delta-a-phellandrene, oscimene, resin dan resorin.
Sementara daunnya mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 0,20% yang beraroma enak
dan tidak berwarna. Bagian yang digunakan untuk dijadikan minuman adalah kayunya atau
batang pohonnya.
Kayu secang mengandung Brazilin, yaitu senyawa penting yang menghasilkan warna merah
berasal dari kayu brazil (Brazilwood). Pigmen alami kayu secang (Caesalpina sappan)
dipengaruhi oleh tingkat keasaman, suasana asam (pH 2-4) berwarna kuning sedangkan pada
suasana netral dan alkali (pH 6-8) berwarna merah keunguan.

5.1.4. Kunyit

Pada praktikum digunakan kunyit segar dan bubuk. Baik itu kunyit segar dan
bubuk berwarna oranye. Kunyit dikenal juga dengan nama kunir. Induk rimpang
kunyit berbentuk bulat, silindris, membentuk rimpang-rimpang cabang yang banyak
jumlahnya dikiri dan kanan. Rimpang-rimpang ini bercabang-cabang lagi sehingga
keseluruhannya membentuk satu rumpun. Bekas-bekas akar tampak jelas pada
rimpang-rimpang ini. Rimpang kunyit rasanya agak pahit dan getir serta berbau khas.
Warnanya jingga terang atau agak kuning dibagian dalam rimpang, sedangkan kulit
rimpang berwarna jingga kecokelatan. Warna kuning orange daging rimpang kunyit
adalah akibat adanya minyak atsiri curcumin oil. Kadar minyak ini rata-rata 4-5%.
Minyak curcumin mengandung 60% turmerone. Salah satu komponen lain ialah
minyak zingiberene 25% yang keseluruhannya memberi bau yang khas, yaitu bau
kunyit. Rimpang kunyit mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein,
vitamin C dan beberapa jenis mineral. Kandungan mineral kalium rata-rata cukup
tinggi. Sifat-sifat minyak curcumin ialah memrupakan bahan antioksidan dan
antibakteri. Serta warna yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami.

5.1.5. Temu kunci


Pada praktikum ini, digunakan temu kunci yang dalam keadaan segar. Temu
kunci merupakan rimpang yang selain untuk memasak, juga memiliki khasiat sebagai
obat. Temu kunci memiliki warna daging kuning muda disebabkan karena adanya
pigmen flavonoid. Rasa pahit pada rimpang kemungkinan disebabkan karena adanya
senyawa saponin. Aroma khas pada temu kunci segar disebabkan karena kandungan
minyak atsiri sebanyak 0,19%. Rendahnya kadar tersebut menyebabkan aroma dari
simpang tidak menyengat. Komponen minyak atsiri pada temu kunci yang dapat
diindentifikasi sebanyak 31 komponen dengan 11 komponen utama yaitu kamfor, 1,8-
sineol, nerol, metil sinamat, trans--osimen, kamfen, sitral, limonen, kamfen hidrat,
linalool dan z-sitral. (Simbolon, 2014)

5.1.6. Temu ireng


Pada praktikum ini, temu ireng atau temu hitam yang digunakan berupa bubuk
dan sudah dikeringkan. Temu ireng merupakan rempah yang termasuk dalam jenis
rimpang. Temu ireng secara tradisional digunakan dalam ramuan jamu dengan bahan
lain untuk meningkatkan nafsu makan dan juga memiliki khasiat sebagai obat. Warna
pada temu ireng bubuk lebih mendekati warna pada bahan segar yaitu coklat muda,
sedangkan warna pada temu ireng yang sudah dikeringkan yaitu coklat abu-abu.Rasa
pahit pada temu ireng disebabkan karena adanya kandungan senyawa damar dan
saponin. Temu ireng memiliki aroma khas dan seperti bau obat herbal. Aroma tersebut
disebabkan karena kandungan minyak atsiri pada rimpang sebanyak 2%. Komponen
minyak atsiri pada temu ireng yang dapat diindentifikasi sebanyak 26 komponen
kimia. Komponen utama pada minyak atsiri rimpang tersebut adalah kurzerenona,
furanodienona, 1,8-sineol, kamfor, kurkumenol dan(4S,5S)-(+)-germakrona 4,5-
epoksida. Kandungan kurkumin pada temu ireng tidak banyak menyebabkan warna
daging pada rimpang coklat muda.(Agusta, 2000)

5.1.7. Temu giring


Pada praktikum ini, temu giring yang digunakan adalah temu giring yang
dalam keadaan sudah dikeringkan. Temu giring merupakan rempah yang termasuk
dalam jenis rimpang. Temu giring pada umumnya digunakan dalam ramuan jamu dan
memiliki khasiat sebagai obat. Temu giring mengandung kurkumin menyebabkan
rimpang yang dalam keadaan segar memiliki warna kuning mudah sedangkan temu
giring yang diamati berwarna coklat abu-abu karena sudah dikeringkan.Rasa pahit
pada temu giring disebabkan karena adanya kandungan damar dan saponin. Temu
giring memiliki aroma yang khas seperti obat herbal yang disebabkan oleh kandungan
minyak atsiri sebanyak 2,1% untuk yang sudah dikeringkan. Komponen utama
minyak atsiri temu giring yang dapat diidentifikasi yaitu germakron,kamfor, sineol,
1,1,3-trimetil-7-metilen-dekahidro-1Hcyclopropa naphthalene, -farnesen, borneol, -
selinen, kamfen, -selinen dan -elemen. (Siahaan, 2016)
5.1.8. Jahe
Jahe segar berwarna coklat muda, beraroma pedas serta memiliki rasa pedas dan
manis. Warna pada jahe segar disebabkan oleh adanya kandungan
karotenoid. Komposisi kimia rimpang jahe mempengaruhi tingkat aroma dan
ketajaman rasa (pedas) rimpang tersebut. Minyak atsiri yang terkandung pada
rimpang jahe akan menimbulkan aroma pedas yang tajam khas jahe diantaranya
adalah zingeberen, curcumene dan philandren. Rasa pedas pada jahe disebabkan oleh
adanya gingerols dan shogaols. Kadar gingerols pada jahe sekitar 33%.

5.1.9. Ketumbar
Ketumbar memiliki aroma dan rasa yang khas karena mengandung minyak atsiri,
senyawa coumarin, senyawa aldehid alifatik, linalool, dan monoterpen teroksidasi.

5.1.10. Kencur
Kencur merupakan jenis tanaman yang digunakan sebagai rempah-rempah.
Bagian kencur yang digunakan sebagai rmepah adalah bagian rimpangnya. Kencur
memiliki aroma khas kencur yang sedikit pedas. Aroma kencur bubuk dan kencur
segar sedikit berbeda karena pada kencur bubuk sudah mengalami proses pengolahan,
sehingga komponen kimia yang terdapat pada kencur dapat mengalamai perubahan
dibandingkan ketika kencur masih segar. Warna pada kencur bubuk juga berbeda
dengan kencur segar. Warna kencur bubuk adalah coklat pucat, sedangkan warna
kencur segar adalah kuning pucat.

5.1.11. Kayu Manis


Kayu manis adalah rempah yang berasal dari kulit batang. Kayu manis memiliki
aroma yang harum dan raa yang manis dengan flavor harum. Warna dari kau manis
adalah coklat. Aroma dan flavor harum yang diberikan oleh kayu manis berasal dari
senyawa sinamaldehida yang terkandung dalam kayu manis. Aroma yang dihasilkan
adalah arona Cinnamon. Terdapat juga senyawa eugenol yang memberi rasa sedikit
pedas dan berbau aromatik cengkeh.

5.2. Kadar Air


Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan IR Moisture Tester. Prinsip
penggunaan alat ini adalah penentuan kadar air dengan sinar inframerah. Alat ini
membutuhkan waktu cukup lama karena kontak antara sinar inframerah dengan bahan.
Semakin tebal bahan maka dibutuhkan waktu yang lebih lama. Air dalam bahan akan
menguap akibat panas yang ditimbulkan oleh alat. Air dalam bentuk uap inilah yang
akan dihitung sebagai kadar air bahan. Maka dari itu ukuran bahan yang akan dianalisa
harus sekecil mungkin serta tersebar secara rata dan setipis mungkin dalam pelat
aluminium alat.
Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah temulawak segar memilki kadar air
sebesar 72.83%, temulawak bubuk sebesar 14.96%, kunyit segar sebesar 69.76% dan
kunyit bubuk sebesar 7.65%. Data tersebut menunjukkan bahwa kadar air pada bahan
yang segar lebih tinggi dibandingkan dengan bahan yang berupa bubuk. Hal ini
dikarenakan di dalam proses pengolahan menjadi bubuk dilakukan proses pengeringan
dengan menguapkan air yang terkandung dalam bahan segar sehingga persentase kadar
air bahan bubuk sudah berkurang. Pengeringan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
memperpanjang umur simpan, karena bahan segar tidak tahan lama. Bahan segar tidak
mengalami proses pengeringan sehingga memiliki kadar air yang relatif masih tinggi
(berkisar antara 89-95%).

Pada bahan bubuk juga terdapat perbedaan kadar air. Kadar air pada temulawak
bubuk lebih besar dari pada kadar air pada kunyit bubuk. Perbedaan ini dapat
disebabkan karena perbedaan proses pengolahan (seperti pengeringan) pada setiap
bahan. Selain itu, cara penyimpanan juga akan mempengaruhi kadar air pada bahan
bubuk. Jika lingkungan tempat penyimpanan memiliki kelembapan yang tinggi maka
uap air dari lingkungan akan terserap ke dalam bubuk yang menyebabkan kadar air
bahan tersebut menjadi meningkat.

5.3. Ekstraksi Oleoresin


Oleoresin merupakan produk olahan rempah yang berbentuk pekat, kental dan
biasanya mengandung minyak atsiri, resin dan komponen aktif yang terdapat di
dalamnya. Untuk memperoleh oleoresin pada suatu bahan dilakukan ekstraksi bahan
menggunakan pelarut organik. Pada praktikum ini, ekstraksi oleoresin menggunakan
dua jenis bahan, yaitu bahan segar dan bahan kering. Bahan yang digunakan adalah
temulawak dan kunyit dalam bentuk segar mauoun kering. Sebelum diekstrak, bahan
segar harus dibersihkan dari kulitnya dan diiris kecil-kecil agar luas permukaan yang
kontak dengan pelarut menjadi lebih besar. Semakin besar luas permukaan bahan
yang kontak dengan pelarut, maka semakin optimal ekstraksi oleoresin. Berat sampel
yang digunakan pada praktikum sebesar 25 gr dengan volume pelarut 100 ml. Pelarut
yang digunakan pada praktikum ini adalah etanol 96%. Setelah ditambah etanol
dilakukan peneraan pada erlenmeyer. Hal ini bertujuan untuk mengetahui batas
volume etanol sebelum pemanasan dan dapat ditambahkan sealama proses pemanasan
apabila volume berkurang akibat penguapan. Pemanasan dilakukan di dalam penangas
air selama 1 jam dan tiap 10 menit dilakukan pengadukan. Pengadukan bertujuan agar
proses berlangsung rata. Setelah proses pemanasan, filtrat yang diperoleh disaring
menggunakan kertas saring. Kemudian filtrat yang diperoleh diambil 25 ml dan
diletakkan di dalam cawan porselen. Sebelum filtrat diletakkan, cawan porselen harus
ditimbang terlebih dahulu agar dapat mengetahui berat oleoresin yang dperoleh
seteleh proses pemanasan. Setelah penimbangan, filtrat dimasukkan ke dalam oven
vakum. Dalam oven vakum ini bertujuan untuk menguapkan etanol yang digunakan
sebagai pelarut pada saat proses ekstraksi. Setelah etanol menguap, akan diperoleh
oleoresin dari masing-masing sampel.

Dari hasil percobaan diperoleh hasil %rendemen dari masing-masing bahan.


Temulawak segar memperoleh 44,7552%, temulawak bubuk sebesar 14, 6754%,
kunyit segar sebesar 8,4656%, dan kunyit bubuk sebesar 18,0184%. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi %rendemen dari masing-masing bahan, yaitu
kadar air bahan, luas permukaan bahan, proses ekstraksi yang dilakukan, suhu, dan
varietas dari masing-masing bahan. Setiap bahan memiliki kandungan oleoresin yang
berbeda-beda jumlahnya. Luas permukaan mempengaruhi %rendemen karena
semakin luas permukaan bahan, ekstraksi oleoresin semakin optimal. Tetapi ukuran
bahan yang terlalu kecil juga dapat menghambat proses ektraksi karena pelarut tidak
dapat melarutkan secara optimal oleoresin dari bahan tersebut dan terjadi
penggumpalan.

Aroma dan warna yang dihasilkan oleh masing-masing bahan berhantung pada
kadar minyak atsiri dan resin dari bahan tersebut. Aroma yang dihasilkan oleh
temulawak bubuk lebih menyengat daripada temulawak segar. Hal ini disebabkan
karena temulawak bubuk mengandung minyak atsiri lebih besar daripada temulawak
segar. Minyak atsiri pada temulawak yang terdiri dari isofuranogermakren, trisiklin,
allo-aromadendren, germakren, xanthorrizol dengan kadar sekitar 6-10% (Setiawan,
2000). Warna temulawak segar adalah kuning jingga dan temulawak bubuk adalah
coklat kuning. Warna tersebut ditimbulkan karena temulawak mengandung
kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri dari senyawa kurkumin, desmetoksi kurkumin dan
bis desmetoksi kurkumin dengan kadar sekitar 2 3,3% (Raharjo, 2005). Sedangkan
pada kunyit, aroma yang dihasilkan adalah aroma khas kunyit. Aroma pada kunyit
bubuk lebih menyengat daripada kunyit segar. Warna pada kunyit disebabkan karena
kunyit mengandung kurkuminoid. Komponen utama curcuminoid adalah Curcumin
(75-81%), demethoxycurcumin (15-19%), dan bisdemethoxycurcumin (2,2-6,6%).
Curcuminoid merupakan komponen utama pada oleoresin kunyit.
BAB VI
KESIMPULAN

1. Warna pada rempah dipengaruhi oleh pigmen yang terkandung dalam bahan
2. Aroma yang spesifik pada rempah dipengaruhi oleh berbagai macam komponen yang
terkandung dalam minyak atsiri rempah
3. Rasa rempah dipengaruhi oleh kandungan damar.
4. Persentase air akan mempengaruhi persentase minyak atsiri dengan berat bahan yang
sama.
5. Cara penyimpanan juga akan mempengaruhi kadar air pada bahan.
6. %rendemen dipengaruhi oleh luas permukaan bahan, varietas bahan, suhu ekstraksi,
proses ekstraksi, dan kadar air bahan
7. % rendemen temulawak segar sebesar 44,7552%, temulawak bubuk sebesar 14,
6754%, kunyit segar sebesar 8,4656%, dan kunyit bubuk sebesar 18,0184%.
DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Perbadingan Komponen Kimia Rimpang Temu Hitam (Curcuma


aeruginosa) dan Temu Putih (C. zedoaria) yang tumbuh di Indonesia dengan
Gajutsu (C. zedoaria) Asal Jepang. Laporan Penelitian, Puslit Biologi-LIPI,
Bogor.

Ditjen POM. 1989. Materia Medika Indonesia, Jilid V . Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Handayani. 2001. Penyulingan dan Karakterisasi Minyak dari Serbuk Kulit Kayu
Manis (C. zeylanicum). http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/16607/F01DHA.pdf?sequence=1. [28 April 2017].

Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Lim, D.K., U. Choi, and D.H. Shin, 1997. Antioxidative activity of some solvent
extract from Caesalpinia sappan Linn. Korean J. Food Sci. Technol, 28(1): 7782

Mangunwardoyo, Wibowo, Deasywaty, dan Tepy Usia. 2012. Antimicrobial and


Identification of Active Compound Curcuma xanthorrhiza Roxb, dalam
International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol 12 No 01.

Muchtadi, Tien.R., dan Sugiyono, M. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu


Pengetahuan Bahan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antara Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.

Nugrahaningtyas, K.D.; S. Matsjeh; T.D. Wahyuni. 2005.Isolasi dan Identifikasi Seny


awa Flavonoid dalam Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb). Jurnal.
Biofarmasi (1) :32-35, Februari 2005, ISSN : 1692-2522.
Pratama, I. B., 2012. Metode Pengambilan Minyak Atsiri Dalam Rimpang Kencur
(Kaempferia Galanga L.) Menggunakan Ekstraksi Gelombang Mikro. Tugas
akhir. Semarang : Universitas Dipenogoro.

Prianto, H., dkk, 2013. Isolasi dan Karakterisasi dari Minyak Bunga Cengkeh
(Syzigium aromaticum) kering hasil distilasi uap. Kimia Student Journal,Vol. 1
(2), hal 1-2.

Sarah Nur, 2014. Pengeringan Rempah-rempah.


https://www.academia.edu/19464612/pengeringan_rempah-rempah (28 April
2017)

Siahaan, F.N. 2016. Isolasi dan Analisi Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang Temu
Giring (Curcuma heyneana Valeton & Zijp) Segar dan Kering Secara GC-MS.
Skripsi. Fakultas Farmasi USU, Medan

Simbolon, K.S. 2014. Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang
Temu Kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.) Segar dan Kering Secara GC-
MS. Skripsi. Fakultas Farmasi USU, Medan.

Sinambela, Efi Srivita. 2012. Isolasi dan Analisis Kimia Minyak Atsiri Dari
Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) Dengan Gas Kromatografi-Spektrometer
Massa (GC-MS) dan Uji Aktivitas Anti Bakteri. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Sugiyanto, R. N. Et al. 2013. Aplikasi Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L.) Dalam
Upaya Prevensi Kerusakan DNA Akibat Paparan Zat Potensial Karsinogenik
Melalui Mnpce Assay. Jurnal Penelitian. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Syamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. Invetaris Tanaman


Obat Indonesia, Jilid I. Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

Wulandari,A.P.2012.Ketumbar.http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/5
5641/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf. (diakses pada tanggal 30
April 2017)
Yulianti, W. I., 2016. Pengembangan Tanaman Obat Temu Kunci (Boesenbergiae
Rhizoma). Laporan Penelitian. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah.
LAMPIRAN

Ekstraksi Oleoresin

Anda mungkin juga menyukai