JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
0
PURWOKERTO
1
PEMERIKSAAN GLASGOW COMA SCALE (GCS)
DAN PAEDIATRIC COMA SCALE (PCS)
A. TUJUAN PEMBELAJARAN :
Pada akhir sesi,mahasiswa mampu :
1. Definisi Glasgow Coma Scale dan Paediatric Coma Scale.
2. Indikasi pemeriksaan GCS dan PCS.
3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dan PCS dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS dan PCS.
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS dan PCS.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Glasgow Coma Scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada orang dewasa,sedangkan paediatric coma
scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif pada anak-anak.
Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen (output) dan aferen (input) di susunan saraf
pusat. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk berespon terhadap rangsangan dari luar.Kesadaran dapat diditentukan baik
secara kualitas maupun kuantitasnya. Derajat kesadaran (kuantitatif) ditentukan dari jumlah input susunan saraf pusat,sedangkan
cara pengolahan input tersebut sehingga menghasilkan pola-pola output susunan saraf pusat menentukan kualitas
kesadaran.Input susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi 2 yaitu :
a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik,propioseptif,dan perasaan panca indera.Lintasan ini
menghubungkan satu titik pada tubuh dengan suatu titik pada kortek perseptif primer.
b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui aferen non spesifik,menghantarkan
setiap impuls dari titik manapun dalam tubuh ke titik-titik pada seluruh kedua kortek serebri.
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala.Glasgow coma Scale sudah digunakan secara luas untuk
menentukan tingkat kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale meliputi :
1. Eye / Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah(suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
2. Verbal
Berorientasi baik
Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau)
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti
Tidak bersuara
3. Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
Reaksi fleksi (dekortifikasi) 3
(berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek keras,
seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku mem-
fleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergela-
gan tangan mungki ada atau tidak ada))
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
(dengan rangsang nyeri tsb di atas terjadi ekstensi pada siku
Ini selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi/tidak ada tonus 1
(sebelum memutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus diyakinkan
bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat diberikan)
Kriteria :
kesadaran baik/normal : GCS 15
Koma : GCS < 7
2
Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale karena pada anak-anak yang belum bisa
berbicara akan menyulitkan pemeriksa dalam menentukan skor verbal-nya.
2. Non verbal children & Best verbal response / respon verbal terbaik
Non Verbal Children Best Verbal Response Score
smiles oriented to sound followsoriented and converses 5
objects interacts
consolable when crying and interactsdisoriented and converses 4
inappropriately
inconsistently consolable and moans;inappropriate words 3
makes vocal sounds
inconsolable irritable and restless;incomprehensible sounds 2
cries
no response no response 1
3
C. ALAT DAN BAHAN :
1. Alat : skor GCS dan PCS.
2. Bahan : tidak ada.
D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN :
a. Pasien dibaringkan di atas tempat tidur
b. Nilai status pasien,adakah kelainan gawat yang harus ditangani terlebih dahulu/tidak.
c. Periksa kesadaran pasien dengan GCS (dewasa) dan PCS (anak-anak)
d. GCS :
d.1 Eye :
- saat dokter mendatangi pasien,pasien spontan membuka mata dan memandang dokter : skor 4.
- pasien membuka mata saat namanya dipanggil atau diperintahkan untuk membuka mata oleh dokter : skor 3.
- pasien membuka mata saat dirangsang nyeri (cubitan) : skor 2.
- pasien tidak membuka mata dengan pemberian rangsang apapun: skor 1.
d.2 Verbal :
- pasien berbicara secara normal dan dapat menjawab pertanyaan dokter dengan benar (pasien menyadari bahwa ia ada di
rumah sakit,menyebutkan namanya,alamatnya,dll) : skor 5.
- pasien dapat berbicara normal tapi tampak bingung,pasien tidak tahu secara pasti apa yang telah terjadi pada dirinya,dan
memberikan jawaban yang salah saat ditanya oleh dokter : skor 4.
- pasien mengucapkan kata jangan/stop saat diberi rangsang nyeri,tapi tidak bisa menyelesaikan seluruh kalimat,dan tidak
bisa menjawab seluruh pertanyaan dari dokter : skor 3.
- pasien tidak bisa menjawab pertanyaan sama sekali,dan hanya mengeluarkan suara yang tidak membentuk kata
(bergumam) : skor 2.
- pasien tidak mengeluarkan suara walau diberi rangsang nyeri (cubitan) : skor 1.
d.3 Motoric :
- pasien dapat mengikuti perintah dokter,misalkan Tunjukkan pada saya 2 jari! : skor 6.
- pasien tidak dapat menuruti perintah,tapi saat diberi rangsang nyeri (penekanan ujung jari/penekanan strenum dengan jari-
jari tangan terkepal) pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5.
- pasien berusaha menolak rangsang nyeri : skor 4.
- saat diberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum (posisi
dekortikasi) atau kedua tangan fleksi abnormal: skor 3.
- saat diberi rangsang nyeri,pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi)
atau kedua tangan ekstensi abnormal : skor 2.
E. Daftar Pustaka
1. Childrens Coma Scale (Modified Glasgow coma Scale, Adelaide Coma Scale). Algorithm. Available at :
www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_211.shtml-51k. Accessed 22nd March,2005.
2. Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough Dept of Public Safety. Available from : URL :
www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003.
Accessed 22nd March,2005.
3. Mardjono M,Sidharta P. Neurologi klinis dasar. 6th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1997; 183-5.
Nama :
NIM :
5
18 Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan,pasien akan membuka
mata : skor 2
19. Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien tidak
membuka mata : skor 1
B. Pemeriksaan non verbal
20. Pemeriksa memberi rangsang berupa obyek/mainan yang menarik perhatian
pasien dan pasien tersenyum serta bisa mengikutinya saat digerakkan : skor
5.
21. Interaksi pasien dengan pemeriksa kurang baik,pasien dapat mengucapkan
konsonan saat menangis: skor 4.
22. Pemeriksa mencoba berinteraksi dengan pasien tapi pasien mengeluarkan
suara yang tidak konsisten (konsonan),dan rintihan saat menangis : skor 3.
23. Pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor 2.
24. Pemeriksa memberi rangsangan tapi pasien tidak memberikan respon
terhadap rangsang apapun : skor 1.
C. Pemeriksaan verbal :
25. Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat,orang,waktu),pasien
menjawab dengan jelas,benar,dan cepat : skor 5
26. Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien dapat menjawab tapi
bingung,tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya : skor 4
27. Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat menjawab seluruh
pertanyaan dan tidak dapat menyelesaikan seluruh kalimat : skor 3
28. Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa bergumam : skor 2
29. Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak mengeluarkan suara
/tidak ada respon : skor 1
D. Pemeriksaan motorik
30. Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat melaksanakannya : skor 6
31. Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien mangabaikannya,diberi rangsang
nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5
32. Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha menolaknya : skor
4.
33. Pemeriksa memberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan
di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.
34. Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan kedua tangannya
secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.
35. Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak bergerak/tidak berespon :
skor 1.
Total Nilai
6
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
LEARNING OUTCOME
TINJAUAN PUSTAKA
Cara Pemeriksaan :
Kedua mata ditutup
Lubang hidung ditutup salah satu
Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara, mahasiswa melihat lubang hidung pasien
dengan senter
Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan penderita diminta
menarik nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
2.3.Melihat warna
Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati pada N II.
2. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang
sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah daripada mata yang lain, atau bila pasien
mendongakkan kepala ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik dapat
dicurigai sebagai ptosis.
Penyebab Ptosis adalah:
False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak mata (chalazion).
Disfungsi simpatis (sindroma horner).
Kelumpuhan N. III
Pseudo-ptosis (Bells palsy, blepharospasm)
Miopati (miastenia gravis).
Cara pemeriksaan :
Inspeksi :
Melihat apakah kelopak mata atas memotong iris pada titik yang sama secara bilateral atau tidak.
Melihat apakah pasien mendongakkan kepala ke atas untuk melihat objek yang berada di depan pasien
Melihat apakah pasien cenderung mengangkat alis untuk melihat objek yang berada di depan
Palpasi (untuk menilai ptosis karena kelumpuhan M.levator palpebrae akibat kelumpuhan N III):
Meminta pasien memejamkan mata, kemudian disuruh membukanya
Saat pasien membuka mata, lakukan fiksasi dengan cara memegang palpebra superior serta dengan menekan alis mata
dengan tangan yang lain
3. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Bentuk dan ukuran pupil.
Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi mata. Pada sifilis bentuknya menjadi
tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil
disebut Meiosis, yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple sclerosis).
Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter dan
kelainan psikis yaitu histeris
Perbandingan pupil kanan dengan kiri
Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya
maka disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar maka harus dibedakanapakah
8
anisokor akibat lesi non neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis (akibat lesi batang otak, saraf
perifer N. III, herniasi tentorium.
Refleks pupil
Terdiri atas :
- Reflek cahaya
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh melihat jauh supaya tidak ada
akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak boleh
berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan kontriksi. Kalau
tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N. Opticus---pusat---N. Oculomotorius)
- Reflek akomodasi
Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda tersebut dimana benda
tersebut digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi.
Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek cahayanya negatif namun reflek
akomodasi positif.
- Reflek konsensual
Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang lain. Mata tidak boleh langsung
terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar kertas. Mata sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang
lain akan kontriksi juga.
Cara pemeriksaan : meminta penderita untuk menggerakkan bola mata ke berbagai arah (superior, inferior, medial,
temporal, superolateral, superomedial, inferiomedial dan inferolateral)
2. Motorik
9
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua otot
masseter berkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras
3. Reflek
Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari arah lain limbus (tepi) kornea disentuhkan dengan kapas agak
basah. Bila reflek kornea mata positif, maka mata akan menutup.
2. Gesekan jari
3. Tes Weber
Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi. Dibandingkan mana yang lebih keras, kanan/ kiri.
4. Tes Rinne
Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus. Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan ke telinga
maka terdengar lagi. Ini karena penghantaran udara lebih baik daripada tulang.
Pemeriksaan dengan garpu tala penting dalam menentukan nervus deafness atau tranmission deafness. Pemeriksaan
pendengaran lebih baik kalau penderita ditutup matanya untuk menghindari kebohongan.
Pemeriksaan :
a. Menjulurkan lidah
Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy (kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu.
b. Menggerakkan lidah kelateral
Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerkkan kearah samping kanan dan kiri.
c. Tremor lidah
Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi perifer maka tremor dan atropi papil positip
d. Articulasi
Diperhatikan bicara dari penderita. Bila terdapat parese maka didapatkan dysarthria.
DAFTAR PUSTAKA
11
11. Memfiksasi ringan palpebra superior dan alis mata
Melakukan pemeriksaan pupil
12. Melihat ukuran pupil : isokor/anisokhor
13. Melihat bentuk dan diameter pupil
14. Meminta penderita menutup salah satu mata
15. Mengarahkan senter dari samping untuk menilai reflex
cahaya
16. Melakukan pemeriksaan pada mata kontralateral
Melakukan pemeriksaan gerakan bola mata
17 Memfiksasi kepala pasien lurus ke depan
18 Meminta penderita menggerakkan bola mata ke berbagai
arah
19 Melakukan pemeriksaan sikap bola mata
20 Melakukan pemeriksaan N. V sensibilitas
21 Melakukan pemeriksaan N.V motorik
22 Melakukan pemeriksaan N.V reflek
23 Melakukan pemeriksaan N. VII atas perintah pemeriksa
24 Melakukan pemeriksaan N. VII sensorik khusus
25 Melakukan pemeriksaan N. IX-X gerakan palatum
26 Melakukan pemeriksaan N. IX-X reflek muntah dan
sensorik
27 Melakukan pemeriksaan N. XI m. Sternocleidomastoid
28 Melakukan pemeriksaan N. XI M. Trapezius
29 Melakukan pemeriksaan N. XII
TOTAL NILAI
12
Pemeriksaan Reflek Fisiologis Thianti Sylviningrum
A. Tujuan Pembelajaran
B. Tinjauan Pustaka
Reflek adalah jawaban terhadap suatu rangsang. Sedangkan reflek fisiologis adalah mucle stretch reflexes sebagai jawaban
atas perangsangan tendo, periosteum, tulang, sendi, fasia, aponeurosis, kulit, semua impuls perseptif termasuk panca indera
dimana respon tersebut muncul pada orang normal. Semua gerakan yang bersifat reflektorik merupakan suatu usaha tubuh untuk
menyesuaikan diri bahkan membela diri. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua otot seran lintang.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan
pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot
anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.
Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun kriteria
penilaian hasil pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut :
1. Positif Normal
2. Positif Meningkat
3. Positif Menurun
Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, dan respon gerak reflektorik meningkat dari keadaan
normal.
Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh melebihi batas sehinggajustru
melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tonus otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan
sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus simetris.
E. Daftar Pustaka :
1. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1999; 429-40.
2. Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Skills Lab pendidikan ketrampilan keperawatan program B semester I. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-38.
3. Neurologie examination Available at :
http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed 19th May, 2005.
14
Penilaian Ketrampilan Pemeriksaan Reflek Fisiologis
Nama / N I M :
No. Aspek Yang Dinilai Nilai
1. Beri salam pada pasien * 0 1 2
2. Memperkenalkan diri pada pasien
3. Menjelaskan pada pasien pemeriksaan yang akan dilakukan
dan tujuannya.*
4. Pemeriksaan bisep:
a. Pasien duduk santai
b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan
sedikit pronasi, lengan diletakkan diatas lengan pemeriksa
c. Ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo bisep,
lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek.*
d. Respon : fleksi ringan disiku*
16
PEMERIKSAAAN REFLEK PATOLOGIS
TUJUAN PEMBELAJARAN
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum reflek adalah respon motorik spesifik akibat rangsang sensorik spesifik. Ada 3 unsur yang berperan yaitu jaras
aferen, bussur sentral, dan jaras eferen.
Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam kualitas maupun kuantitas dari reflek.
Intergritas dari arcus reflek akan terganggu jika trdapat malfungsi dari organ reseptor,nercus sensorik, ganglion radiks posteior,
gray matter medula spinal, radik anterior, motor end plate, atau organ efektor.
Pengetahuan tentang reflek dapat dugunakan untuk menentukan jenis kerusakan yang terjadi pada sistem persyarafan.
Ada beberapa pembagian tentang reflek :
1. Brainstem reflek
2. Deep reflek / reflek tendon
3. Superficial reflek /skin reflek
4. Abnormal reflek / patologis
ada juga yang menambahkan reflek-reflek primitif.
Pembagian reflek
1. reflek braistem / reflek saraf otak
- reflek pupil
- refelk konsensual pupil
- cornela reflek
- jaw reflek
- gag reflek, dll
2. deep reflek / tendon
- biceps
- triceps
- patela
- ankle jerk
- dll
3. reflek superficial
- dinding perut
- cremaster
- anal
- dll
4. reflek primitif
- snouting
- palmo mental
- glabela
17
- dll
5. reflek abnormal/ patologi /
- babinsky
- hoffmann
- gordon
- dll
Berikut akan disampaikan reflek yang terkait dengan reflek patologik dan reflek primitif.
1. Reflek hoffmann tromer
Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari
tengah tangan penderita. Kita lihat respon jari tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain, aduksi dari ibu jari.
Reflek positif bilateral bisa dijumpai pada 25 % orang normal, sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu lesi UMN .
2. Grasping reflek
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari
jari pendeirta, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderuta tidak dapat membebaskan jari pemeriksa.
Normal masih terdapat pada anak kecil. jika positif ada pada dewasa, maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik
cortex.
3. Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali ipsilateral. Reflek patologis ini timbul akibat
kerusakan lesi UMN di atas inti saraf VII kontralateral.
4. Reflek snouting / menyusu
o Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularos oris, maka akan menimbulkan reflek menyusu.
o Menggaruk bi bir dengan tingue spatel maka akn timbul reflek menyusu.
Normal pada bayi, jika positif pada dewasa menandakan lesi UMN bilateral.
5. Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, cecara firmly normal akan timbul adduksi dan aposisi dai ibu jari.
Absennya respon ini menandakan lesi di tractus pyramidalis.
6. Reflek Babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral menuju medial (arah ibu jari kaki),
orang noramla akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon
jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.
Normal pada bayi masih ada.
7. Reflek Oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah.,
jika posistidf maka akan timbul reflek seperti babinski
8. Reflek gordon
Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski
9. Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
10. Reflek chaddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika posistif maka akan
timbul reflek seperti babinski
11. Reflek Rossolimo
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan terjadi fleksi jari-jari kaki.
12. Reflek Mendel-Bacctrerew
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki
18
PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
Nama :
NIM:
No Aspek yang dinilai Skor
0 1 2
1 Siapkan alat
2 Jelaskan tujuan
3 Melakukan pemeriksaan Reflek hoffmann tromer
4 Melakukan pemeriksaan Grasping reflek
5 Melakukan pemeriksaan Reflek palmomental
6 Melakukan pemeriksaan Reflek snouting /
menyusu
7 Melakukan pemeriksaan Mayer reflek
19
PEMERIKSAAN SENSORIK, KESEIMBANGAN DAN KOORDINASI
Evy Sulistyoningrum
TUJUAN PEMBELAJARAN
TINJAUAN PUSTAKA
Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan sensorik. Gangguan ini tidak tampak
seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot. Gangguan sensorik dapat menimbulkan perasaan kesemutan atau baal
(parestesi), kebas atau mati rasa, kurang sensitif (hipestesi) dan ada pula yang sangat sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan sensorik
adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena sangat subjektif.
Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu:
1. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah, kelelahan akan mengakibatkan
gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi.
2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan fungsi sensorik benar-benar
memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan
pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya.
3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota gerak atau bagian tubuh yang
dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan sikap tubuh.
4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan,
dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya.
5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap bagian tubuh, pada individu yang
sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari
berikutnya.
6. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin kecermatan
pemeriksaan.
7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/
tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.
PRINSIP-PRINSIP UMUM
1. Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau
hiperalgesia)
2. Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi, kelemahan otot, refleks
menurun/negative, menurut distribusi dermatom.
3. Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal, radix spinalis atau saraf perifer.
Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi gejala/keluhan dan penemuan lain.
4. Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering, perubahan pada kuku dan hilangnya
sebagian jaringan di bawah kulit.
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan modalitas
modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu) diperiksa lebih dulu sebelum
memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal.
Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial
Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan sensorik. Alat yang digunakan adalah
jarum berujung tajam dan tumpul.
Cara pemeriksan:
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri.
c. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan.
d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung tumpul secara bergantian.
Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda
merasakan ini atau apakah ini runcing?
e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan
bawah volar kanan dengan kiri)
f. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsang di derah yang
berlainan.
g. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi maka rangsangan dimulai dari daerah tadi ke
arah yang normal.
Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles, fascia antara jari tangan IV dan V atau testis.
Pemeriksaan sensasi taktil/raba
Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-lain. Cara pemeriksaan :
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri.
c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap jaringan subkutan. Tekanan
dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan atau telapak kaki yang kulitnya lebih tebal.
d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang normal. Bandingkan daerah yang abnormal
dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
e. Penderita diminta untuk mengatakan ya atau tidak apabila merasakan adanya rangsang, dan sekaligus juga
diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang.
Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
21
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz.
Cara pemeriksaan:
a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras.
b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti ibu jari kaki,
pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis, procc. spinosus vertebrae, siku, bagian lateral clavicula, lutut,
tibia, sendi-sendi jari dan lainnya. (Gambar 1)
c. Bandingkan antara kanan dan kiri.
d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.
e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian tubuh yang sama pada
pemeriksa. Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa getar penderita sudah menurun.
Gambar 1
Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan pengenalan terhadap arah gerakan,
kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut minimal yang penderita sudah mengenali adanya
gerakan pasif, dan kemampuan penderita untuk menentukan posisi jari dalam ruangan. Tidak diperlukan alat
khusus.
Cara pemeriksaan:
a. Mata penderita ditutup.
b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita menghadap ke atas.
c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada kelemahan otot satu sisi atau gangguan
proprioseptik maka lengan akan turun dan menuju ke arah dalam.
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita diminta menanyakan tangan
mana yang posisinya lebih tinggi.
Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan modifikasi tes Romberg. Caranya: penderita diminta berdiri dengan
tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus dan kedua lengan ekstensi ke depan. Kemudian
penderita diminta menutup matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka penderita akan jatuh pada
satu sisi.
Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita ditutup.
b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu sama lain sehingga tidak
bersentuhan.
c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin sehingga tekanan
terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara itu jari yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan
aktif seringan apapun.
d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah gerakan pada jarinya.
Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi tertentu dan meminta penderita
diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.
Pemeriksaan sensasi suhu
Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10C untuk sensasi dingin dan air 40-45C untuk sensasi panas.
Cara pemeriksaan:
a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita ditutup.
b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.
c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan apakah terasa dingin atau panas.
2. Pemeriksan sensorik diskriminatif/kortikal
Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat kesadaran,
kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu memanipulasi objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada
tes barognosis)
Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal:
a. gangguan two point tactile discrimination
22
Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara serempak, bisa
memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer. Pada anggota gerak atas biasanya diperiksa pada
ujung jari. Orang normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan
tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua rangsangan tersebut sangat bergantung pada
bagian tubuh yang diperiksa, yang penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh. (Gambar 2)
Gambar 2
b. gangguan graphesthesia
Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian tubuh yang berbeda-
beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal angka yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut
sementara mata penderita ditutup. Besar tulisan tergantung luas daerah yang diperiksa. Alat yang digunakan
adalah pensil atau jarum tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri. (Gambar 3)
Gambar 3
Gambar 4
c. gangguan stereognosis = astereognosis
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah benda berbentuk yang
ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan mengenal benda
dengan rabaan disebut sebagai tactile anogsia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan, sensasi proprioseptik
harus baik. (Gambar 4)
d. gangguan topografi/topesthesia = topognosia
Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu. Syarat pemeriksaan, rasa raba
harus baik.
e. gangguan barognosis = abarognosis
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar bendanya kurang lebih sama tetapi
beratnta berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi sendi harus baik.
f. sindroma Anton-Babinsky = anosognosia
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau hemiplegia.
Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakkan bagian-
bagian tubuh yang lupuh tersebut.
g. sensory inattention = extinction phenomenon
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan adalah dengan merangsang
secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata
ditutup. Mula-mula diraba punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal tempat yang diraba. Kemudian
rabalah pada tititk yang satangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan ulangi perintah yang sama. Setelah itu
dilakukan perabaan pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang sama secara serentak. Bila ada extinction
phenomen maka pasien hanya akan merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja.
3. Pemeriksaan sensorik khusus
Tinels sign
23
Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma Carpal-Tunnel. Tepukan ujung jari pada saraf
medianus di tengah-tengah terowongan carpal akan menimbulkan disesthesi (rasa paresthesi dan nyeri yang
menjalar mulai dari tempat rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran listrik).
Perspiration test
Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung yang diberi yosium, sehingga memberikan warna
biru.
Cara pemeriksaan :
a. Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung yang mengandung yodium.
b. Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam sungkup supaya cepat berkeringat (bila perlu diberi obat
antipiretik).
c. Setelah 1-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh yang tetap putih (tidak ada produksi keringat).
Tes ini adalah tes yang obyektif dan digunakan pada kasus-kasus paraplegia untuk menentukan batas lesinya.
Koordinasi adalah penggunaan normal dari faktor-faktor motorik, sensorik dan sinergik dalam melakukan gerakan. Pusat
koordinasi adalah cerebellum.
2. Gangguan non equilibratory coordination (pergerakan yang disengaja dari anggota gerak, terutama gerakan halus),
diperiksa dengan:
a. Finger-to-nose test.
Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi abduksi dan ektensi secara komplit,
mintalah pada pasien untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula-mula dengan
gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup.
b. Nose-finger-nose-test
Serupa dengan finger to nose test, tetapi setelah menyentuh hidungnya, pasien diminta menyentuh ujung jari
pemeriksa dan kembali menyentuh ujung hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah-ubah baik dalam jarak maupun
bidang gerakan. (Gambar 6)
c. Finger-to-finger test
Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari
telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. Pertama dengan gerakan perlahan
kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.
d. Diadokokinesis
Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam,
mintalah gerakan tersebut secepat mungkin dengan mata terbuka atau mata tertutup. Diadokokinesis pada lidh dapat
dikerjakan dengan meminta penderita menjulurkan dan menarik lidah atau menggerakkan ke sisi kanan dan kiri
secepat mungkin. (Gambar 7)
Tapping test merupakan variasi test diadokokinesis, dilakukan dengan menepuk pinggiran meja/paha dengan telapak
tangan secara berselingan bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan tepukan cepat jari-jari tangan ke
jempol.
24
e. Heel-to-knee-to-toe test
Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral, kemudian diteruskan dengan mendorong
tumit tersebut lurus ke jari-jari kakinya. (Gambar 9) Variasi dari test ini adalah toe-finger test, yaitu penderita diminta
untuk menunjuk jari penderita dengan jari-jari kakinya atau dengan cara membuat lingkaran di udara dengan kakinya.
f. Rebound test
Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja
periksa/alas lain, kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan penderita diminta menahannya, kemudian
dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan
badan pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita sendiri bila ada lesi cerebellum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Duss P, Diagnosis Topik Neurologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kepokteran EGC; 1996.
2. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1987.
3. Laboratorium Ketrampilan Medik FK UGM. Skills Lab Semester 2 Tahun kademik 1998-1999. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
UGM. 1999
4. Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . 1999
5. Weiner H dan Levitt L. Buku Saku Neurologi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001
25
7 Meminta penderita untuk menyebutkan apakan rangsangnya
tajam atau tumpul.
8 Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas ketajaman
rangsangan.
9 Memberikan rangsang seminimal mungkin tanpa menimbulkan
luka/perdarahan pada penderita pada daerah yang dicurigai
abnormal menuju ke daerah normal.
10 Melakukan rangsangan dengan ujung tajam dan tumpul secara
bergantian
11 Membandingkan daerah yang diperiksa pada tempat setangkup
kontralateral.
12 Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
C. Pemeriksaan Posisi
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri
2 Melakukan anamnesis seperlunya
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
4 Meminta penderita untuk duduk atau berdiri
5 Meminta penderita memejamkan mata
6 Meminta penderita untuk mengistirahatkan jari-jari tangannya
dan memisahkan satu sama lain.
7 Menggerakkan jari penderita secara pasif dengan sentuhan
seringan mungkin.
8 Meminta penderita menyatakan adakah perubahan posisi atau
adakah gerakan pada jarinya.
9 Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
26
dan mata tertutup.
13 Melaporkan hasil pemeriksaan
Nose-finger-nose test
14 Meminta penderita menyentuh ujung hidungnya dengan ujung
jari telunjuknya dengan gerakan abduksi dan ekstensi lengan
secara komplit kemudian menyentuh ujung jari pemeriksa dan
kembali menyentuh ujung hidungnya
15 Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan
kemudian cepat.
16 Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata terbuka
dan mata tertutup.
17 Mengubah-ubah jari pemeriksa baik dalam jarak maupun bidang
gerakan
18 Melaporkan hasil pemeriksaan
Finger-to-finger test
19 Meminta penderita mengabduksikan lengan pada bidang
horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari
telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang
horizontal tersebut.
20 Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan
kemudian cepat.
21 Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata terbuka
dan mata tertutup.
22 Melaporkan hasil pemeriksaan
Diadokokinesis
23 Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya
bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam.
24 Meminta penderita melakukan gerakan tersebut secepat
mungkin.
25 Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata terbuka
dan mata tertutup.
26 Melaporkan hasil pemeriksaan
Heel-to-knee-to-toe test
27 Meminta penderita untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut
kontralateral, kemudian diteruskan dengan mendorong tumit
tersebut lurus ke jari-jari kakinya.
28 Melaporkan hasil pemeriksaan
Rebound test
29 Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan
supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja
periksa/alas lain.
30 Menarik lengan bawah penderita dan penderita diminta
menahannya
31 Dengan mendadak melepaskan tarikan tersebut
32 Sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan badan
pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita sendiri
33 Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
PEMERIKSAAAN MENGINGEAL SIGN & PEMERIKSAAN TANDA IRITASI RADIX PADA DAERAH
VERTEBRALIS
TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan tanda iritasi radix pada daerah vertebralis
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan neurologis pada kasus low back pain
27
TINJAUAN PUSTAKA
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta
dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Saluran nafas merupakan port
dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari
pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal
dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
Tanda-tanda perangsangan selaput otak:
1. Kaku kuduk
Pastikan bahwa penderita tidak ada cedera servikal kemudian letakkan tangan kiri dibawah kepala pasien. Menggoyangkan
kepala pasien ke kanan dan ke kiri. Memfleksikan maksimal kepala ke anterior, sampai dagu menyentuh dada. Hasil positif
apabila dagu tidak dapat menyentuh dada.
2. Brudzinskis sign
a. Neck sign
Memfleksikan kepala secara pasif hingga dagu menyentuh sternum. Hasil positif bila gerakan fleksi pasif tersebut disusul
dengan gerakan fleksi reflektoris di sendi lutut dan panggul kedua tungkai.
b. Leg sign
Penderita terlentang dan dilakukan fleksi pasif pada salah satu panggul (salah satu tungkainya dapat diangkat pada sikap
lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Hasil positif jika tungkai kontralateral timbul fleksi reflektoris di sendi
lutut dan sendi panggul
c. Cheek sign
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zigomatikum akan disusul gerakan fleksi reflektoris keatas sejenak dari
kedua lengan
d. Symphisis sign
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul dengan timbulnya gerakan fleksi reflektoris pada kedua tungkai di sendi lutut
dan panggul. Syarat dilakukan tes ini adalah kandung kemih kosong dan tidak ada fraktur pada os.coxae
3. Kernig sign
Penderita terlentang, pemeriksa menekuk tungkai atas penderita sehingga paha penderita tegak lurus terhadap tubuh
kemudian tungkai bawah penderita diluruskan di sendi lutut. Gerakan ini akan mendapat tahanan dan sekaligus
membangkitkan nyeri pada otot biseps femoris. Hasil positif apabila ekstensi lutut tidak mencapai 135 oleh karena nyeri dan
spasme otot paha sedangkan tungkai sisi kontralateral fleksi di lutut dan panggul secara reflektoris.
Cervical syndrome adalah sindrome atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya iritasi atau kompresi pada radiks saraf servikal
ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang terganggu. Rasa nyeri
yang dijalarkan tersebut disebut nyeri radikuler artinya bahwa rasa nyeri tersebut berpangkal pada tempat perangsangan dan
menjalar ke daerah persarafan radiks yang terkena. Daerah ini sesuai dengan kawasan suatu dermatom. Untuk mengetahui
adanya nyeri di tengkuk yang mungkin bersifat radikuler dapat dikerjakan tes-tes sebagai berikut:
4. Tes Kompresi Lhermitte
Pada pasien yang duduk dilakukan kompresi pada kepalanya dalam berbagai posisi : miring kanan, miring kiri, tengadah dan
menunduk. Hasil tes dinyatakan positif bila pada penekanan tersebut dirasakan adanya nyeri yang dijalarkan
5. Tes Valsava
Pada pasien yang duduk, penderita disuruh mengejan dengan epiglottis menutup (penderita disuruh menahan napas). Hasil
tes positif bila timbul rasa nyeri yang ditimbulkan
6. Tes Naffziger
Kedua vena jugularis ditekan dan penderita diuruh mengejan. Dengan ini tekanan intrakranial ditingkatkan yang akan
diteruskan ke sepanjang rongga arakhnoidal medula spinalis. Jika terdapat proses desak ruang di kanalis vertebralis maka
radiks yang terbentang atau teregang mendapat perangsangan pada saat tes dikerjakan. Oleh karena itu akan timbul rasa
nyeri yang dijalarkan melintasi kawasan dermatomnya.
Low back pain (LBP) / nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang cukup sering muncul di pelayanan kesehatan. Low back
pain disebabkan oleh berbagai hal. Sebab terbanyak kasus low back pain meliputi trauma muskuloskeletal, penyakit degeneratif,
hernia nukleus pulposus (HNP), dan stenosis spinalis. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan low back pain yaitu keganasan,
infeksi tulang belakang, spondilitis dan nyeri alih dari organ-organ viseral. Penegakan diagnosis pada kasus LBP memerlukan
pemeriksaan yang sistematis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan langkah awal yang sangat menentukan ketepatan
penegakan diagnosis pada pasien LBP.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis LBP antara lain :
1. inspeksi tulang belakang : mengamati ada/tidaknya ketidaknormalan kurvatura vertebrae.
2. observasi cara berjalan pasien : diamati pada saat berjalan
3. Observasi posisi duduk pasien
4. palpasi / perkusi vertebra
28
5. range of motion
Setelah melakukan beberapa pemeriksaan fisik diatas, dapat dilakukan beberapa tes yang dapat membantu mengarahkan
diagnosis nyeri punggung bawah
1. Tes Patrick
Penderita posisi terlentang, tumit atau maleolus externus tungkai yang sakit diletakkan diatas lutut tungkai yang lain ( fleksi,
abduki, eksorotasi) kemudian dilakukan penekanan pada lutut yang difleksikan tersebut. Hasil positif apabila nyeri pada sendi
panggul yang terkena penyakit
2. Tes Kontra Patrick
Penderita terlentang, tungkai yang sakit dilipat, endorotasi dan adduksi kemudian dilakukan penekanan pada lutut tungkai
tersebut sejenak. Hasil positif apabila nyeri pada sendi sacroiliaka
3. Tes Laseque
Angkat tungkai pasien dalam keadaan lurus. Untuk menjamin lurusnya tungkai maka tangan si pemeriksa yang satu
mengangkat tungkai dengan memegang pada tumit pasien, sedangkan tangan lain pemeriksa memegang serta menekan pada
lutut pasien. Fleksi pasif tungkai dalam keadaan lurus di sendi panggul menimbulkan peregangan nervus ischiadikus. Apabila
salah satu radiks yang menyususn nervus ischiadikus mengalami penekanan, pembentangan dan sebagainya karena HNP atau
tumor kanalis vertebralis maka tes laseque membangkitkan nyeri yang berpangkal pada radiks yang terkena dan menjalar
sepanjang perjalanan perifer ischiadikus
DAFTAR PUSTAKA
1.Lumbantobing, S.M. dr. DR. Prof. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK UI. 2008
2.Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . 1999
1.Bed Periksa
2.Lampu/penerangan yang cukup
PROSEDUR TINDAKAN
PEMERIKSAAN MENINGEAL SIGN & PEMERIKSAAN TANDA IRITASI RADIX PADA DAERAH VERTEBRALIS
29
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri
2 Melakukan anamnesis seperlunya
3 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
4 Meminta penderita untuk posisi tiduran
Kaku kuduk
5 Pastikan tidak ada cedera servikal
6 Letakkan tangan kiri dibawah kepala pasien
7 Menggoyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri
8 Memfleksikan maksimal kepala ke anterior, sampai dagu
menyentuh dada
9 Melaporkan hasil pemeriksaan
Brudzinskis Sign
Neck Sign
10 Memfleksikan kepala secara pasif hingga dagu menyentuh
sternum
11 Melaporkan hasil pemeriksaan
Leg Sign
12 Mengangkat salah satu tungkai dalam sikap lurus pada sendi lutut
dan kemudian ditekukkan pada sendi panggul
13 Melaporkan hasil pemeriksaan
Cheek Sign
14 Menekan pipi kedua sisi tepat di bawah os.zigomatikum
15 Melaporkan hasil pemeriksaan
Symphisis Sign
16 Pastikan kandung kemih kosong dan tidak ada fraktur pada
os.coxae
17 Menekan pada simfisis pubis
18 Melaporkan hasil pemeriksaan
Kernigs Sign
19 Memfleksikan sendi panggul 90
20 Mengekstensikan sendi lutut
21 Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
31
PEMERIKSAAN FISIK MATA
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Visual
Cahaya masuk melalui media refrakta (berurutan dari kornea, COA, lensa dan corpus vitreum). Alat penangkap rangsang
cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina. Impuls kemudian dihantarkan melalui serabut saraf yang membentuk
nervus optikus. Sebagian dari serabut ini, yaitu serabut yang menghantarkan rangsang yang datang dari bagian medial retina
menyimpang ke sisi lainnya di khiasma optic. Dari khiasma, serabut melanjutkan diri dengan membentuk traktus optic ke korpus
genikulatum lateral, dan setelah bersinaps disini, rangsang diteruskan melalui traktus genikulokalkarina ke korteks optic. Daerah
berakhirnya serabut ini di korteks disebut korteks striatum (area 17) yang merupakan pusat persepsi cahaya.
Disekitar area 17, terdapat daerah yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area 18 dan 19. Area 18 yang
disebut juga area parastriatum atau parareseptif, menerima dan menginterpretasi impuls dari area 17. Area 19 yaitu korteks
peristriatum atau perireseptif, mempunyai hubungan dengan area 17 dan 18 dan dengan bagian-bagian lain dari korteks. Ia
berfungsi untuk pengenalan dan persepsi visual kompleks, asosiasi visual, revisualisasi, diskriminasi ukuran dan bentuk, orientasi
ruangan serta peenglihatan warna.
Serabut yang mengurus refleks optic pupil setelah melalui khiasma optic dan traktus optic menyimpang di anterior
korpus genikulatum lateral, dan menuju serta bersinaps di nucleus pretektalis di batang otak (setinggi kolikuli superior). Disini ia
bersinaps dengan neuron berikutnya yang mengirim serabut ke nucleus Edinger Westphal sisi yang sama dan sisi kontralateral.
Dari sini rangsang kemudian diteruskan melalui nervus okulomotorius (N.III) ke sfingter pupil.
Serabut yang mengurusi refleks somatovisual, yaitu refleks pergerakan bola mata dan kepala sebagai jawaban terhadap
rangsang visual, menuju kolikulus superior dan kemudian melalui fasikulus medial longitudinal menuju nucleus nervus
okulomotorius dan melalui traktus tektospinalis untuk kemudian menginervasi otot-otot skelet. Selain itu kita juga mengenal
traktus kortikotektal internus yang datang dari area 18 dan 19 di korteks oksipital melalui radiasi optic dan menuju ke kolikulus
superior. Traktus ini juga ikut mengatur refleks dengan jalan berhubungan dengan otot-otot penggerak bola mata dan struktur
lainnya.
Keluhan yang berhubungan dengan sistem visual berupa ketajaman penglihatan berkurang, lapang pandang berkurang,
ada bercak di dalam lapang pandang yang tidak dapat dilihat (skotoma). Selain itu, fotofobi, yaitu mata mudah silau, takut akan
cahaya, yang dapat dijumpai pada penderita meningitis.
Sistem non visual
Sistem non visual terdiri dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva dan otot-otot penggerak bola mata. Kelopak
mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air
mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata dari trauma sinar dan
pengeringan bola mata. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata yang dapat menyebabkan
keratitis et lagoftalmus.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian yaitu, sistem produksi atau glandula lakrimal yang terletak di
temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem ekskresi yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
dan duktus nasolakrimal. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus
nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis,
maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Gerak bola mata yang normal ialah gerak terkonjugasi, yaitu gerak bola mata kiri dan kanan selau bersama-sama,
dengan sumbu mata yang sejajar. Disamping itu mata juga melakukan konvergensi yaitu sumbu mata saling berdekatan dan
32
menyilang pada objek fiksasi. Otot-otot penggerak bola mata melakukan fungsi ganda tergantung letak dan sumbu penglihatan
sewaktu aksi otot.
Terdapat enam otot penggerak bola mata, yaitu :
1. m. Oblikus inferior
Dipersarafi N.III, bekerja menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi
2. m. Oblikus superior
Dipersarafi N.IV, berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan
insiklorotasi.
3. m. Rektus inferior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi menggerakkan bola mata depresi, eksiklorotasi dan aduksi.
4. m. Rektus lateral
Dipersarafi oleh N.VI, dengan fungsi abduksi bola mata.
5. m. Rektus medius
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi untuk aduksi bola mata
6. m. Rektus superior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi pada elevasi, aduksi dan insiklorotasi bola mata.
1. Optotype snellen
2. Oftalmoskop
3. Tonometer
4. Loupe dengan slitlamp
5. Kampimeter
6. Fluorescein
7. Ishihara book
8. Papan placido
9. Senter
10. Kasa dan kapas
D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
I. Inspeksi
Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
Perhatikan :
Posisi kedua mata (simetris atau tidak)
Apakah mata sembab
Bagaimana keadaan sekitar orbita
Perhatikan alis mata : apakah bagian lateral menipis/rontok
Perhatikan apakah kelopak mata dapat menutup dan membuka dengan sempurna
Perhatikan konjungtiva palpebra. (membuka mata, menarik palpebra inferior, menekan canthus medialis.) Perhatikan :
1. Adakah ikterus
2. Bagaimanakah warna ikterus , kuning kejinggaan atau kehijauan
3. Apakah pucat (anemia)
4. Apakah kebiruan (sianosis)
5. Adakah pigmentasi lain
6. Adakah petechie bercak perdarahan atau/white centered spot.
7. Apakah ada obstruksi ductus nasolacrimalis.
Pemeriksa duduk di lateral pasien, perhatikan :
Adakah exopthalmos (Dengan penggaris, dibandingkan kanan dan kiri. normal sampai 16 mm dan pasti patologis apabila
> 20 mm.)
Simetriskah exopthalmus ini
II. Pemeriksaan visus
1. Penderita dan pemeriksa berhadapan.
2. Penderita duduk pada jarak 6 m dari Optotype Snellen, mata yang satu ditutup.
33
3. Penderita dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada Optotype, dari yang paling besar sampai
pada huruf/gambar yang dapat terlihat oleh mata normal.
4. Apabila penderita tak dapat melihat gambar yang terdapat pada Optotype, maka kita mempergunakan jari kita.
5. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak 1 m, 2 m, sampai dengan 6 m.
6. Dalam hal demikian maka visus dari penderita dinyatakan dalam per-60
7. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1m sampai 6
m
8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300.
9. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya dengan cahaya (sinar baterai).
10. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga.
cemerlang.
V. Pemeriksaan funduscopi :
1. Penderita duduk dalam kamar gelap.
2. Pemeriksa dengan Oftalmoskop berdiri disamping penderita
3. Bila kita akan memeriksa fundus secara ideal maka sebaiknya pupil dilebarkan dulu.
4. Bila mata kanan yang penderita akan diperiksa, maka pemeriksa memegang opthalmoscope dengan tangan kanan dan
melihat fundus mata dengan mata kanan pula.
5. Pemeriksa memperhatikan :
papila N II : adakah papil oedema, papil atrofi
macula lutea
pembuluh darah retina
34
2. Kedua jari telunjuk kita gunakan untuk pemeriksaan fluktuasi pada bola mata penderita
B. Menggunakan Tonometer dari Schiotz.
1. Persiapan : Mata penderita terlebih dulu ditetesi dengan larutan anestesi lokal.
2. Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar dengan api spiritus. Penderita tidur telentang,
mata yang akan diperiksa melihat lurus keatas tanpa berkedip.
3. Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati diatas cornea penderita.
4. Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer.
5. Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar tekanan bola mata.
E. DAFTAR PUSTAKA
35
Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Fisik Mata
Nama :
NIM :
Nilai
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1. Menyapa pasien dengan ramah
2. Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Inspeksi orbita dan daerah sekitarnya
4. Melakukan pemeriksaan visus menggunakan optotype
snellen
5. Melakukan pemeriksaan lapangan pandang
menggunakan tes konfrontasi
6. Melakukan pemeriksaan papan placido
7. Melakukan pemeriksaan tonometri digital
Pemeriksaan oftalmoskopi
8. Melakukan pemeriksaan fundus reflek
9. Melakukan pemeriksaan funduskopi
10. Melakukan pemeriksan otot penggerak bola mata
11. Melakukan pemeriksaan tes buta warna
TOTAL NILAI
36
FISIK DIAGNOSTIK THT
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menjalani sesi, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar
2. Melakukan pemeriksaan fisik hidung dengan benar
3. Melakukan pemeriksaan fisik tenggorok dengan benar
B. TINJAUAN PUSTAKA
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu kelainan atau penyakit THT, diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan organ-organ tersebut.
Telinga
Keluhan utama yang sering ditemui pada penderita dengan gangguan telinga berupa :
1. Gangguan pendengaran/tuli
2. Suara berdenging (tinnitus)
3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4. Rasa nyeri didalam telinga (otalgia)
5. Keluar cairan dari telinga (otore)
Gangguan pada telinga dapat terjadi pada satu ataupun kedua telinga, timbul tiba-tiba ataupun bertambah secara
bertahap. Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat trauma kepala, trauma akustik, infeksi (parotitis, influenza berat dan
meningitis) atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik. Gangguan pendengaran dapat
diderita sejak bayi sehingga biasanya disertai juga dengan gangguan bicara dan komunikasi. Gangguan pendengaran biasanya
disertai dengan tinnitus pada awalnya, walaupun pada beberapa kasus ketulian dapat terjadi total dan mendadak.
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan
tuli saraf, mungkin tuli koklea atau tuli retrokoklea. Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, sedangkan pada tuli
saraf terdapat kelainan perseptif dan sensorineural. Tuli campur merupakan kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf, dapta
merupakan satu penyakit ataupun karena dua penyakit yang berbeda.
Vertigo merupakan keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh. Perubahan posisi biasanya mempengaruhi kualitas dan
kuantitas vertigo. Vertigo biasanya juga disertai dengan keluhan mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga berdenging yang
kemungkinan kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disartri dan gangguan penglihatan sentral.
Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan otot-otot leher. Penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
arteriosclerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis dapat menimbulkan keluhan vertigo dan tinnitus.
Otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari rasa nyeri pada gigi molar, sendi rahang, dasar mulut, tonsil atau tulang servikal.
Sedangkan otore dapat berasal dari infeksi telinga luar, namun bila secret banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari
infeksi telinga tengah. Bila secret bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut berat atau keganasan, dan harus
diwaspadai adanya LCS bila cairan keluar seperti air jernih.
Hidung
Hidung memiliki fungsi yang penting sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, penyaring udara, indra penghidu,
resonansi suara, turut membantu proses bicara dan refleks nasal. Keluhan utama penyakit atau kelainan hidung dapat berupa
sumbatan hidung, secret hidung dan tenggorok, bersin, rasa nyeri di daerah muka dan kepala, perdarahan hidung dan gangguan
penghidu. Gangguan penghidu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang (hiposmia), disebabkan karena
adanya kerusakan pada saraf penghidu ataupun karena sumbatan pada hidung.
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, sering dijumpai dengan tanda dan gejala nyeri di daerah dahi, pangkal
hidung, pipi dan tengah kepala. Rasa nyeri dapat bertambah bila menundukkan kepala dan dapat berlangsung sampai beberapa
hari. Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris, kemudian sinusitis etmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis
sfenoidalis.
Tenggorok
Tenggorok dibagi menjadi faring dan laring. Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:
1. Nasofaring
2. Orofaring
Dinding posterior faring
Fossa tonsil
Tonsil
3. Laringofaring (Hipofaring)
37
Sedangkan fungsi faring terutama untuk respirasi, proses menelan, resonansi suara dan artikulasi. Keluhan di daerah faring
umumnya berupa nyeri tenggorok (odinofagi), rasa penuh dahak di tenggorok, rasa ada sumbatan dan sulit menelan (disfagi).
Kelainan yang sering dijumpai pada faring yaitu tonsillitis, faringitis, tonsilofaringitis dan karsinoma nasofaring.
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan
bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta
fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan jalan menutup
aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dapat dibatukkan keluar.
Suara parau merupakan gejala penyakit yang khas untuk kelainan tenggorok khususnya laring terkait dengan fungsi
fonasi dari laring. Sedangkan lainnya dapat berupa batuk, disfagi, dan rasa ada sesuatu di tenggorok. Kelainan yang sering
dijumpai pada laring yaitu laryngitis, paralisa otot laring dan tumor laring.
D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
38
Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna merah, pada alergi pucat atau
kebiruan (livid)
Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma,
abses, dll.
Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau atrofi
Sekret. Bila ditemukan sekret perhatikan jumlah, sfat dan lokalisasinya
Massa.
6. Pemeriksaan telinga
Duduk berhadapan dengan penderita.
Inspeksi dan palpasi. Amati telinga luar apakah terdapat kelainan/abnormalitas. Palpasi dengan penekanan pada tragus,
aurikula, dan os. Mastoideus di posterior aurikula. Perhatikan adanya nyeri tekan, kemungkinan otitis eksterna dan
mastoiditis.
Otoskopi. Tangan kiri, jari tengah dan jari kelingking memegang bagian atas daun telinga dan menariknya ke superoposterior.
Tangan kanan memasukkan corong telinga ke dalam kanalis auditorius eksterna. Corong kemudian dipegang dengan tangan
kiri, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan sekitarnya. Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana
timpani.
7. Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala
a. Rinne
Garpu tala (frekuensi 256/512) digetarkan. Tangkai garpu tala diletakkan di processus mastoid penderita. Bila penderita tidak
mendengar suara lagi, kaki garpu tala didekatkan di depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar
disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-).
b. Weber
Garpu tala digetarkan kemudian tangkainya diletakkan di tengah garis kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, tengah-tengah
gigi seri, atau di dagu) penderita. Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana bunyi terdengar lebih keras dikatakan weber tidak
ada lateralisasi.
c. Schwabach
Garpu tala digetarkan, kemudian tangkai garpu tala diletakkan pada processus mastoid pemeriksa, bila telah tidak terdengar
diletakkan pada penderita atau sebaliknya. (dianggap pemeriksa normal). Apabila penderita masih mendengar meskipun
pemeriksa sudah tidak mendengar berarti Schwabach memanjang. Apabila pemeriksa masih mendengar meskipun tidak lagi
terdengar oleh penderita berarti Schawach memendek.
E. DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Ed.3.1998. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2. DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.
3. Lumbantobing SM.2000.Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
39
Penilaian Keterampilan Pemeriksaan THT
Nama :
NIM :
41
JADWAL BLOK NSS TA 2011/2012
MINGGU 1
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Waktu 5 Maret 2012 6 Maret 2012 7 Maret 2012 8 Maret 2012 9 maret 2012
07.00-07.50 Kontrak pembelajaran Skill lab kelas besar Kuliah saraf Kuliah saraf SNH
(Tim NSS) Kuliah anatomi SSP&SST Anamnesis&pemeriksaan kesadaran,ensefalopati (TIA,RIND,infark)&SH
08.00-08.50 Kuliah anatomi embriologi SSP (dr.Agus BS, Sp.BS) fisik SSP (dr.Tutik E, Sp.S) (HT,metabolik),koma (dr.Bambang SD,Sp.S)
(dr.Lantip R,M.Si.M.ed) (dr.Muttaqien P, Sp.S)
09.00-09.50 Kuliah saraf neoplasma
Kuliah fisiologi SSP
(dr.Muttaqien P, Sp.S) PBL 1.2
(dr.Tutik E, Sp.S)
10.00-10.50 Kuliah histologi SSP Kuliah saraf lesi kranial dan
11.00-11.50 (dr.Evy S,M.Sc) Istirahat batang otak
PBL 1.1
(dr.Tutik E, Sp.S) Istirahat + sholat Jumat
12.00-12.50 Istirahat Istirahat
13.00-13.50 Kuliah anak kelainan kongenital Skill lab saraf 1
Skill lab saraf I Kuliah pengantar bedah
14.00-14.50 SSP (kel.8-14)
(kel.1-7) saraf (dr.Agus BS,Sp.BS)
(dr.Hartono,Sp.A)
15.00-15.50 Kuliah biokimia saraf (Dr.Saryono) Praktikum Anatomi 1.A Praktikum Anatomi 1.C Praktikum Anatomi 1.B Praktikum Anatomi 1.D
16.00-16.50 Praktikum Histologi 1.B,C Praktikum Histologi 1.D,A
MINGGU II
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Waktu 12 Maret 2012 13 Maret 2012 14 Maret 2012 15 Maret 2012 16 Maret 2012
07.00-07.50 Kuliah saraf trigeminal neuralgia Kuliah saraf brain death
Kuliah RM Rehabilitasi
Kuliah bedah saraf cedera kepala (dr.Untung G,Sp.S) (dr.Muttaqien P, Sp.S) Kuliah saraf infeksi
Ggn Neurologi anak
08.00-08.50 (dr.Agus BS,Sp.BS) Kuliah saraf parkinson (dr.Bambang SD,Sp.S)
(dr.Wati ,Sp.RM)
(dr.Muttaqien P, Sp.S) Kuliah radiologi kelainan
09.00-09.50 Kuliah PA SSP SSP I Kuliah saraf tumor medula
(lesi neoplastik) (dr.Markus BR,Sp.Rad) spinalis (dr.Bambang
(dr.Dody N,Sp.PA) Kuliah PA SSP lesi non neoplastik SD,Sp.S)
PBL 2.2
10.00-10.50 (dr,Hidayat S, Sp.PA) Kuliah forensik vehicle
injury (dr,Zaenuri
Skill lab saraf 2
S.H,Sp.KF)
(kel.1-7)
11.00-11.50 Kuliah mikrobiologi mikroba pada Kuliah PK pungsi lumbal
kelainan SSP (dr.Dharma K,Sp.PK) PBL 2.1 Istirahat + sholat Jumat
12.00-12.50 (Dra.IDSAP Peramiarti, M.Kes) Istirahat Istirahat
13.00-13.50 Istirahat Kuliah saraf TTH,migrain,cluster PBL 1.3 Skill lab saraf 2 Kuliah farmakologi obat-
14.00-14.50 Kuliah anak Gangguan tumbuh headache,cranial arteritis (kel. 8-14) obatan SSP I
kembang SSP (dr.Hartono,Sp.A) (dr.Untung G,Sp.S) (dr.Setiawati)
42
15.00-15.50 Praktikum Anatomi 2.A Praktikum Anatomi 2.C Praktikum Anatomi 2.B Praktikum Anatomi 2.D
Praktikum Histologi 2.B,C Praktikum Histologi 2.D,A
MINGGU III
Hari Senin Selasa Rabu Kamis
Waktu 19 Maret 2012 20 Maret 2012 21 Maret 2012 22 maret 2012
07.00-07.50 Kuliah saraf Kuliah saraf lesi transversal
Kuliah saraf epilepsi Kuliah RM rehabilitasi pada
demensia,amnesia,afasia (dr.Untung G,Sp.S)
(dr.Bambang SD,Sp.S) Gangguan saraf
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
(dr.Wati,Sp.RM)
08.00-08.50 Kuliah parasitologi parasit pada Kuliah pediatri konvulsi
Kuliah anak infeksi SSP
09.00-09.50 kelainan SSP (dr.Nur Faizah,Sp.A)
(dr.Nur Faizah,Sp.A)
(dr.Lieza D,M.Kes) UTK I
10.00-10.50 Kuliah farmakologi obat- HNP(dr.Tutik E, Sp.S)
Skill lab saraf 3
11.00-11.50 obatan SSP II
(kel. 1-7)
(dr.Setiawati)
PBL 2. 3 PBL 3.1
12.00-12.50 Istirahat Istirahat
13.00-13.50 Kuliah bedah saraf cedera
Praktikum Farmakologi B Praktikum Farmakologi D Skill lab saraf 3
14.00-14.50 vertebra & MS
Praktikum mikro A Praktikum Mikro C (kel 8-14)
(dr.Agus BS, Sp.BS)
15.00-15.50 Praktikum Anatomi 3.C Praktikum Anatomi 3.A Praktikum Anatomi 3.B Praktikum Anatomi 3.D
16.00-16.50 Praktikum mikro D Praktikum Mikro B Praktikum Farmakologi A Praktikum Farmakologi C
MINGGU IV
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Waktu 26 Maret 2012 27 Maret 2012 28 Maret 2012 29 Maret 2012 30 Maret 2012
07.00-07.50 Penyakit neuromuskuler & Kuliah saraf vertigo vestibuler & Kuliah RM rehabilitasi Kuliah fisiologi penglihatan Kuliah skill mata
neuropati nonvestibuler pada kelainan tulang (dr.Teguh Anamani,Sp.M) anamnesis & pemeriksaan
(dr.Tutik E, Sp.S) (dr.Untung G,Sp.S) belakang & nyeri fisik mata
08.00-08.50 (dr.Wati,Sp. RM) (dr.Wahid Heru,Sp.M)
Kuliah radiologi vertebra & MS
09.00-09.50 Kuliah mata sistem
(dr.Markus BR, Sp.Rad) Skill lab radiologi
lakrimalis
(dr.Markus BR,Sp.Rad) Kuliah anatomi organ
(dr.Sjarif Djati,Sp.M)
penglihatan (dr.Nasid PBL 5.1
10.00-10.50 Kuliah saraf vertebra & medula Kuliah mata palpebra
Abdulah)
spinalis (dr.Sjarif Djati,Sp.M)
PBL 4.1
(dr.Untung G,Sp.S)
11.00-11.50 Kuliah histologi organ
Skill lab saraf 4
12.00-12.50 PBL 3.2 penglihatan Istirahat + sholat Jumat
Istirahat (Kel.8-14)
(dr.Evy S,M.Sc)
13.00-13.50 Praktikum Fisiologi A&B Praktikum Fisiologi C&D PBL 4.2 Istirahat Skill lab indera I (mata)
43
14.00-14.50 Praktikum PA 1 C&D Praktikum PA 1 A&B Skill lab indera I (mata) (Kel.4-6)
15.00-15.50 Skill lab saraf 4 (Kel 1-3) Skill lab indera I (mata)
16.00-16.50 (Kel.1-7) (Kel.7-9)
MINGGU V
Hari Senin Selasa Rabu Kamis
Waktu 2 April 2012 3 April 2012 4 April 2012 5 April 2012
07.00-07.50 Kuliah mata kornea & sklera Kuliah mata lensa & katarak Kuliah mata muscle balance Kuliah mata pediatri
Kuliah mata konjungtiva (dr.Wahid Heru,Sp.M) (dr.Dian Isworo,Sp.M) oftalmologi
08.00-08.50 (dr.Sjarif Djati,Sp.M) Kuliah mata glaukoma Kuliah mata neurooftalmologi (dr.Dian Isworo,Sp.M)
(dr.Wahid Heru,Sp.M) (dr.Dian Isworo,Sp.M)
09.00-09.50 Kuliah mata traumatologi Fisiologi dan anatomi Kuliah mata uvea & vitreous
(dr.Teguh Anamani,Sp.M) Pendengaran ,Anamnesis dan humour
UTK 2 pemeriksaan fisik THT, (dr.Tuti S,Sp.M)
10.00-10.50 Kuliah farmakologi obat-obatan Sp(dr.Anton BD, Sp.THT)
11.00-11.50 mata (dr.Setiawati) Skill lab indera I (mata) PBL 6.2
12.00-12.50 Istirahat Istirahat (kel.13-14)
13.00-13.50 Kuliah mata neoplasma
(dr.Teguh Anamani,Sp.M) PBL 6.1
Praktikum Anatomi 4 D,A
14.00-14.50 Praktikum Anatomi 4 B,C
PBL 5.2 Praktikum Histologi 3 B,C
15.00-15.50 Skill lab indera I (mata) Praktikum Histologi 3 D,A
16.00-16.50 (kel.10-12)
MINGGU VI
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Waktu 9 April 2012 10 April 2012 11 April 2012 12 April 2012 13 April 2012
07.00-07.50 Kuliah mata refraksi
Kuliah THT telinga luar
(dr.Teguh Anamani,Sp.M) Kuliah THT telinga tengah I
(dr.Nur Mei, Sp.THT) Kuliah THT telinga
(dr.Nur Mei,Sp.THT) Kuliah audiologi
dalam,vestibuler,n.fascialis
08.00-08.50 Kuliah mata retina Kuliah THT telinga tengah II (dr.Supriyo,Sp.THT)
(dr.Anton BD, Sp. THT)
(dr.Tuti S,Sp.M) Kuliah radiologi mata & THT (dr.Nur Mei,Sp.THT)
(dr.Markus BR,Sp.Rad)
09.00-09.50 Kuliah mata oftalmologi
10.00-10.50 komunitas Kuliah PA mata & telinga
PBL 7.1 PBL 7.2
(dr.Tuti S,Sp.M) (dr.Hidayat S, Sp.PA)
Skill lab indera 2 (telinga)
(Kel. 1-4)
11.00-11.50 Kuliah farmakologi obat-
obatan telinga
PBL 6.3 Pengantar OPE Istirahat + sholat Jumat
(dr.Setiawati)
12.00-12.50 Istirahat istirahat
44
13.00-13.50 Istirahat Skill lab indera 2 (telinga) Skill lab indera 2 (telinga)
Praktikum Anatomi 5 A,B Praktikum Anatomi 5 C,D
14.00-14.50 (kel.5-8) (kel.13-14)
Kuliah histologi organ Praktikum PA 2 Praktikum PA 2
15.00-15.50 Skill lab indera 2 (telinga)
pendengaran(dr.Evy S, M.Sc) C&D A&B
(kel. 9-12)
MINGGU VII
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Waktu 16 April 2012 17 April 2012 18 April 2012 19 April 2012 20 April 2012
07.00-07.50
08.00-08.50 Ujian Identifikasi : SOCA
Ujian identifikasi
09.00-09.50 Anatomi
Histologi
10.00-10.50 UTK 3 Mikrobiologi
OPE Fisiologi PA
Farmakologi
11.00-11.50 Sosialisasi Ujian
12.00-12.50 Istirahat
13.00-13.50
PBL 7.3 Diskusi perceptor OPE Remidi UTK I Remidi UTK II SOCA
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50
MINGGU VIII
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
Waktu 23 April 2012 24 April 2012 25 April 2012 26 April 2012 27 April 2012
07.00-07.50
08.00-08.50 REMIDI IDENT
09.00-09.50 Anatomi
OSCE OSCE REMIDI SOCA REMIDI OSCE
10.00-10.50 Mikrobiologi
11.00-11.50 PA
12.00-12.50 istirahat Istirahat istirahat istirahat Istirahat
13.00-13.50 REMIDI IDENT
Histologi
OSCE REMIDI UTK III REMIDI SOCA REMIDI OSCE
Fisiologi
Farmakologi
45
JADWAL SKILL LAB BLOK NSS TA 2011/2012
Kelompok
Hari/Tanggal Waktu Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kode Tutor :
Pemeriksaan Meningeal Sign JM AL
Rabu, Pemeriksaan Saraf Kranialis DK DW JM = Joko Mulyanto, AL = Alfi
13.00 14.40 OFF
7 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis KM MS Muntafiah, AN = Arini Nur
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi ES
Pemeriksaan Meningeal Sign AL
Famila, DK = Diah Krisnansari,
Jumat, Pemeriksaan Saraf Kranialis MA SW DW= Dwi Adi Nugroho, ES =
13.00 14.40 OFF
9 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis KM MS Evy Sulistyoningrum, EP = Edy
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi EP NA
Pemeriksaan Meningeal Sign JM
Priyanto, MA = Madya Ardi, KM
Rabu, Pemeriksaan Saraf Kranialis DW DK = Khusnul Muflikhah, MF =
10.00 11.40 OFF
14 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis KM MS Miko Ferine, MS = Mustofa, NA
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi ES MF
Pemeriksaan Meningeal Sign AN TL
= Nasid Abdullah, SW =
Kamis, Pemeriksaan Saraf Kranialis DW Setiawati, TL = Tri Lestari
13.00 14.40 OFF
15 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis JM AL
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi EP NA
Pemeriksaan Meningeal Sign AN TL
Senin, Pemeriksaan Saraf Kranialis DK
10.00 11.40 OFF
19 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis AL JM
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi ES MF
Pemeriksaan Meningeal Sign AN TL
Kamis, Pemeriksaan Saraf Kranialis MA SW
13.00 14.40 OFF
22 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis MS
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi EP NA
Pemeriksaan Meningeal Sign JM AL
Rabu, Pemeriksaan Saraf Kranialis DK DW
15.00 16.40 OFF
28 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis KM
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi ES EP
Pemeriksaan Meningeal Sign AN TL
Kamis Pemeriksaan Saraf Kranialis MA SW
11.00-12.40 OFF
29 Maret 2012 Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis JM AL
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi NA
Kamis, 29 Maret 2012 14.00 15.40 Pemeriksaan Mata DK KM MS
Jumat, 13.00 14.40 Pemeriksaan Mata DK MA SW
30 Maret 2012 15.00 16.40 Pemeriksaan Mata DW KM MS
Selasa, 3 April 2012 15.00 16.40 Pemeriksaan Mata DW MA SW
Rabu,4 April 2012 11.00 - 12.40 Pemeriksaan Mata MA SW
Selasa, 10 April 2012 10.00 - 11.40 Pemeriksaan Telinga EP MF NA AN
Kamis, 13.00 - 14.40 Pemeriksaan Telinga MF EP TL
12 April2012 15.00 - 16.40 Pemeriksaan Telinga ES MF NA AN
Jumat, 13 April 2012 13.00 - 14.40 Pemeriksaan Telinga ES MF TL
46
JADWAL SKILLS LAB BLOK NSS 2011/2012
47
11 Dr.Alfi Muntafiah Rabu, 7 Maret 2012 13.00-14.40 2
Px. Meningeal Sign
Jumat, 9 Maret 2012 13.00-14.40 14
Kamis, 15 Maret 2012 13.00-14.40 9
Px.Refleks Fisiologis&patologis
Senin, 19 Maret 2012 10.00-11.40 1
Rabu, 28 Maret 2012 15.00-16.40 Px. Meningeal Sign 4
Kamis, 29 Maret 2012 11.00-12.40 Px.Refleks Fisiologis&patologis 13
12 Dr.Arini Nur Famila Kamis, 15 Maret 2012 13.00-14.40 12
Senin, 19 Maret 2012 10.00-11.40 5
Px. Meningeal Sign
Kamis, 22 Maret 2012 13.00-14.40 10
Kamis, 29 Maret 2012 11.00-12.40 8
Selasa, 10 April 2012 10.00-11.40 4
Pemerik saan Telinga
Kamis, 12 April 2012 15.00-16.40 11
13 Dr.Dwi Adi Nugroho Rabu, 7 Maret 2012 13.00-14.40 4
Rabu, 14 Maret 2012 10.00-11.40 1
Px. Saraf Kranialis
Kamis, 15 Maret 2012 13.00-14.40 14
Rabu, 28 Maret 2012 15.00-16.40 6
Jumat, 30 Maret 2012 15.00-16.40 7
Pemeriksaan Mata
Selasa, 3 April 2012 15.00-16.40 10
14 Dr.Tri Lestari Kamis, 15 Maret 2012 13.00-14.40 13
Senin, 19 Maret 2012 10.00-11.40 6
Px. Meningeal Sign
Kamis, 22 Maret 2012 13.00-14.40 11
Kamis, 29 Maret 2012 11.00-12.40 9
Selasa, 10 April 2012 10.00-11.40 7
Pemerik saan Telinga
Jumat, 13 April 2012 13.00-14.40 14
48
DAFTAR KELOMPOK PBL, SKILL LAB & OPE LAPANGAN
(DAFTAR NAMA TUTOR DIBAWAH INI MERUPAKAN TUTOR
PBL & OPE LAPANGAN U/ TRAINER SKILL LAB LIHAT DI
JADWAL SKILL LAB)
KELOMPOK 1 KELOMPOK 2
TUTOR: dr. Agung Saprasetya D.L, MSc.PH TUTOR: dr. Evy Sulistyoningrum, MSc
NO NIM NAMA NO NIM NAMA
1 G1A009016 BUNGA 1 G1A009051 SUDJATI ADHINUGROHO
2 G1A009020 DERA FAKHRUNNISA 2 G1A009061 TRI SEJATI RAHMAWATI
3 G1A009033 BAGUS SANJAYA H. 3 G1A009065 SISKA LIA KISDIYANTI
4 G1A009037 AYU ASTRINI N PS 4 G1A009066 SYLVIANA KUSWANDI
5 G1A009059 KARINA ADZANI HERMA 5 G1A009075 AISYAH NUR AINI
6 G1A009073 RAHMI LAKSITARUKMI 6 G1A009090 SAIDATUN NISA
7 G1A009078 AMRINA A F 7 G1A009101 FAIDH HUSNAN
8 G1A009084 TITIYAN HERBIYANTO NUGROHO 8 G1A009123 RENDHA FATIMA RYSTA
9 G1A009094 SURYO ADI KUSUMO B. 9 G1A009134 FIRMAN PRANOTO
10 K1A006112 WIDHITYA S. P 10 G1A007064 AJAR P
11 G1A008115 ANDHITA CHAIRUNNISA
KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
TUTOR: dr. Diah Krisnansari, MSi TUTOR: dr. Joko Mulyanto, MSc
NO NIM NAMA NO NIM NAMA
1 G1A009015 SARAH MAULINA OKTAVIA 1 G1A009009 GOHLENA RAJA NC
2 G1A009019 DIKODEMUS GINTING 2 G1A009018 ISTIANI DANU PURWANTI
3 G1A009034 DIAS ISNANTI 3 G1A009023 PRASASTIE GITA W.
4 G1A009048 PRABAWA YOGASWARA 4 G1A009031 DAVID SANTOSO
5 G1A009052 FEMY INDRIANI 5 G1A009044 FAMILA
6 G1A009103 RADITA IKAPRATIWI 6 G1A009064 ALFIAN TAGAR A.D
7 G1A009106 ESTI SETYANINGSIH 7 G1A009080 HERLINDA YUDI SAPUTRI
8 G1A009119 BENZA ASA DICARAKA 8 G1A009088 DHYAKSA CAHYA P
9 G1A009128 WINDA TRYANI 9 G1A009081 RAHMA DEWI A.
10 G1A008018 ELIS MA'RIFAH 10 G1A009085 SEMBA ANGGEN RACHMANI
11 G1A009137 M. KALIOBAS
49
KELOMPOK 5 KELOMPOK 6
TUTOR: dr. Mustofa, MSc TUTOR: dr. Nasid Abdullah
NO NIM NAMA NO NIM NAMA
1 G1A009002 AULIA DYAH FEBRIANTI 1 G1A008058 ANGGIA PUSPITASARI
2 G1A009011 MINA RAHMANDA PUTRI 2 G1A009008 FICKRY ARDIANSYAH N
3 G1A009026 OCTI GUCHIANI 3 G1A009027 DANNIA RISKI ARIANI
4 G1A009067 SUCI NURYANTI 4 G1A009032 YULITA SWANDANI AZIZ
5 G1A009072 RAHMAT HUSEIN 5 G1A009035 WINDY NOFIATRI R.
6 G1A009089 MAULANA RIZQI YUNIAR 6 G1A009058 WILY GUSTAFIANTO
7 G1A009097 YUNI HANIFAH 7 G1A009074 ANDROMEDA
8 G1A009108 ARIS WIBOWO 8 G1A009087 FARIZA ZUMALA LAILI
9 G1A009117 ARFIN HERI INDARTO 9 G1A009105 NURTIKA
10 G1A009126 SABHRINA RESI PUTRI 10 G1A009122 EGI DWI SATRIA
11 G1A008029 ERLI NUR R 11 G1A008054 SITI MASLIKHA
12 12
KELOMPOK 7 KELOMPOK 8
TUTOR: dr. Dwi Arini Ernawati TUTOR: dr. Setiawati
NO NIM NAMA NO NIM NAMA
1 G1A009004 INDAH ANNISA D 1 G1A009046 AFIF IMAN HIDAYAT
2 G1A009014 DIAH RIZKY FARADILA 2 G1A009083 NOVIANA
3 G1A009038 TESSA SEPTIAN A. 3 G1A009104 SELLY MARCHELLA P.
4 G1A009041 ARGARINI DIAN P 4 G1A009107 ARAS NURBARICH A
5 G1A009045 ASTRID MEILINDA 5 G1A009109 FELLICIA WIDYA W.
6 G1A009047 ASEP CEVY SAPUTRA 6 G1A009116 DEVY DESTRIANA M. A.
7 G1A009057 ANDINA FRASTININGSIH 7 G1A009127 HAFIDH RIZA PERDANA
8 G1A009070 SADDAM HUSEIN S 8 G1A009130 YOHAN PARULIAN
9 G1A009091 KUNANGKUNANG P BULAN 9 G1A009136 KHAFIZATI AMALINA FR
10 G1A009111 ARGO MULYO 10 G1A008063 BANGKIT PANK B
11 G1A008088 NONI FRISTA 11 G1A007052 MEGA PUTRI KD
12 12
50
KELOMPOK 9 KELOMPOK 10
TUTOR: dr. Miko Ferine TUTOR: dr. Alfi Muntafiah
NO NIM NAMA NO NIM NAMA
1 G1A009006 MEGA 1 G1A009001 TIARA MELODI M
2 G1A009029 ANDIKA KHALIFAH ARDI 2 G1A009003 KHOIRUL ANAM
3 G1A009049 SRI WAHYUDI 3 G1A009025 RYAN APRILIAN PUTRI
4 G1A009077 GINA RAHAYU I 4 G1A009036 MASRUROTUT DAROEN
5 G1A009082 ZAHRA IBADINA SILMI 5 G1A009050 PURINDRI MAHARANI S
6 G1A009095 ANGGITA DYAH INTAN S 6 G1A009053 VEMY MELINDA
7 G1A009098 FAWZIA MERDHIANA 7 G1A009054 KUSNENDAR IRMANDONO
8 G1A009113 ARYA YUNAN PERMAIDI 8 G1A009093 FITRI YULIANTI
9 G1A009131 HERIYANTO EDY I. 9 G1A009129 AUZIA TANIA UTAMI
10 G1A008073 NUNUNG HASANAH 10 G1A009135 BELLINDRA PUTRA H.
11 G1A008124 REDHO A 11 G1A008102 TRIBUANA Y
12 12
KELOMPOK 11 KELOMPOK 12
TUTOR : dr. Khusnul Muflikhah TUTOR: dr. Madya Ardi W, Msi
NO NIM NAMA NO NIM NAMA
1 G1A009010 KARINA ADISTIARINI 1 G1A009013 MUARIF
2 G1A009068 MIFTAHUL FALAH YUNI A. 2 G1A009022 ROSTIKAWATY AZIZAH
3 G1A009069 AKHMAD IKHSAN P. P. 3 G1A009042 KINANTHI CAHYANING U.
4 G1A009086 RIZKA OKTAVIANA P 4 G1A009079 YANUAR FIRDAUS
5 G1A009096 NITA IRMAWATI 5 G1A009092 INDAH PERMATA SARI
6 G1A009100 HANDIANA SAMANTA 6 G1A009043 RAHAJENG PUSPITANINGRUM
7 G1A009114 NUGROHO RIZKI P 7 G1A009120 NURUL ARSY M
8 G1A009115 IRMA WIDYANINGTYAS 8 G1A009121 UNGGUL ANUGRAH PEKERTI
9 G1A009118 ANNISAA AULIYAA 9 G1A009132 FAUZIAH RIZKI I.
10 G1A008027 TINI ROCHMANTINI 10 G1A007111 SYAZILIASNUR Q
11 G1A008067 IRHAM TAHKIK 11 G1A008008 WHIDY SURYA P
KELOMPOK 13 KELOMPOK 14
47
TUTOR: dr. Arini Nur Famila TUTOR: dr. Tri Lestari
NO NIM NAMA NO NIM NAMA
1 G1A009005 LUCKY MARIAM 1 G1A009007 APSOPELA SANDIVERA
2 G1A009030 GITA IKA IRSATIKA 2 G1A009012 NOVIA MANTARI
3 G1A009040 SUKMA SETYA NURJATI 3 G1A009017 CHYNTIA PUTRIASNI K
4 G1A009056 FIKRI FAJRUL FALAH 4 G1A009024 GIZZA DANDY PRADANA
5 G1A009063 DYAH HANDAYANI N 5 G1A009028 NONI MINTY BELANTRIC
6 G1A009071 ZULDI ERDIANSYAH 6 G1A009039 NOERAY PRATIWI M.
7 G1A009099 ALIFAH NURMALA SARI 7 G1A009060 BUNGA WIHARNING S. P.
8 G1A009102 PRAMASANTI HERA K. 8 G1A009062 YANUARY TEJO BUNTOLO
9 G1A009124 GESA GESTANA A 9 G1A009133 PANDU NUGROHO KANTA
10 G1A008003 ARY SUHENDRA 10 G1A008006 HANIFAN HERU
11 G1A008028 NIKITA R. A 11 G1A008107 MIRLANDA H
48