Anda di halaman 1dari 54

REFERAT

ILMU KESEHATAN JIWA

Oleh:
Bagus Satrio Pambudi NIM 1220111020
Della Rahmaniar Amelinda NIM 1220111075
Chandra Puspita K. S. P. NIM 1220111093

Dokter Pembimbing:
dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ
dr. Alif Mardijana, Sp. KJ

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Psikiatri di RSD dr.Soebandi Jember

LAB/SMF PSIKIATRI RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
REFERAT

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF/Lab. Psikiatri RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Bagus Satrio Pambudi NIM 1220111020
Della Rahmaniar Amelinda NIM 1220111075
Chandra Puspita K. S. P. NIM 1220111093

Dokter Pembimbing:
dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ
dr. Alif Mardijana, Sp. KJ

SMF/LAB. PSIKIATRI RSD dr. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ......................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii

ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................. v
PENDAHULUAN.................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
A. Definisi ...................................................................................... 3
B. Epidemiologi ............................................................................. 3
C. Etiopatofisiologi ........................................................................ 4
1. Faktor Genetik ................................................................... 4
2. Faktor Biomikia ................................................................. 5
3. Faktor Neuropsikologi ....................................................... 7
4. Faktor Neurodinamik ......................................................... 8
5. Faktor Lingkungan ............................................................ 8
6. Faktor Farmakologikal ...................................................... 9
D. Kriteria Diagnosis ................................................................... 9
1. Manik ................................................................................ 9
2. Manik Sekunder................................................................ 10
3. Hipomanik ........................................................................ 10
4. Mania Kronis..................................................................... 11
5. Depresi Mayor................................................................... 13
6. Episode Campuran............................................................ 14
7. Manik Disforik dan Hipomanik Disforik ......................... 17
8. Stadium Klinik Berat dan Psikotik ................................... 17
E.. Jenis Jenis Gangguan Bipolar ............................................. 20
1. Gangguan Bipolar I .......................................................... 20
2. Gangguan Bipolar II ........................................................ 26
3. Siklotimia ......................................................................... 28

F.. Terapi ..................................................................................... . 34


1. Farmakoterapi ................................................................... 34
2. Psikoterapi ......................................................................... 40
G. Contoh Kaus Gangguan Afektif................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 49

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Kriteria Episode Manik menurut DSM-IV-TR.................................. 10
2. Kriteria Diagnostik Episode Hipomania............................................ 12
3. Kriteria Diagnostik dari Episode Depresi.......................................... 13
4. Kriteria Diagnostik Episode Campuran............................................. 16
5. Mania Disforik atau Hipomania Disforik (non-DSM-IV-TR)........... 17
6. Status Klinis Episode Mood Saat ini (atau terkini) Menurut DSM
IV-TR (berat/psikotik/remisi)............................................................ 19
7. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik DSM-IV
TR....................................................................................................... 31
8. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik ICD-10. 33
9. Rekomendasi obat injeksi untuk agitasi akut pada GB...................... 35
10. Rekomendasi terapi pada mania akut GB.......................................... 36
11. Rekomendasi terapibiologik pada episode depresi akut, GB I.......... 37
12. Rekomendasi terapi depresi akut, GB II............................................ 38
13. Rekomendasi terapi rumatan pada GB............................................... 39
14. Rekomendasi terapi rumatan pada GB II........................................... 39

iv
PENDAHULAN

Gangguan afektif bipolar adalah gangguan yang cukup berat dan menjadi
kecacatan mental yang persisten. Kondisi ini memerlukan perjuangan panjang
bahkan seumur hidup dalam menghadapinya. Selain itu sering pula ditemui
gangguan mental dan gangguan kesehatan fisik lain seperti penyakit
cardiovaskuler, sindroma metabolic, obesitas yang sering menyertai pasien dengan
gangguan bipolar.1
Menurut data yang dihimpun National Institute for Mental Health di
Amerika 2,6% atau 5,7 juta penduduk Amerika usia diatas 18 tahun pernah
menderita gangguan bipolar. Gangguan afektif bipolar menempati posisi kedua
terbanyak sebagai penyebab ketidak mampuan/disabilitas. Gangguan bipolar sama
pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang.
Gangguan bipolar rata-rata mengurangi 9,2 tahun harapan hidup penderitanya.
Kasus bunuh diri pada penderita bipolar di Amerika juga tergolong besar. Satu
dari lima penderita bipolar di Amerika melakukan bunuh diri. Bunuh diri pertama-
tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional dalam
keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat.2
Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif bipolar secara potensial dengan
terapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan pengobatan yang
kurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh
diri lagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal. Studi
longitudinal bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri pada kasus dengan
afektif bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi maintenance/pemeliharaan dan
terapi depresi yang tepat.
Gangguan afektif bipolar ditandai dengan adanya periode depresi yang
dalam dan lama kemudian terdapat periode peningkatan mood berlebihan yang
disebut mania, dengan adanya periode normal diantara kedua perubahan tersebut.
Terdapat 2 pola gangguan bipolar. Gangguan bipolar 1 dicirikan episode manik
dan depresi mayor (gejala depresi dominan dan lebih banyak) sedangkan
gangguan bipolar 2 dicirikan dengan keadaan hipomanik dan depresi mayor.

1
Gejala mania yang muncul adalah berkurangnya waktu tidur disertai penurunan
kebutuhan untuk tidur, bicara cepat dan penuh penekanan, peningkatan libido,
ceroboh tanpa memperhatikan konsekuensinya, perasaan merasa hebat dan bias
melakukan banyak hal, gangguan pemikiran yang dapat disertai psikosis. Episode
depresi dicirikan dengan gejala menurunnya minat untuk melakukan aktivitas,
menurunnya tenaga untuk beraktifitas, menarik diri dari lingkungan, terganggunya
pola pemikiran yang dapat disertai psikosis.3
Pengobatan bipolar juga memerlukan biaya yang cukup mahal dan
berlangsung lama. Namun kerugian utama dari gangguan bipolar ini adalah
seringnya individu menjadi tidak mampu bekerja, menurunkan produktivitas, dan
kematian. Gangguan bipolar mengimplikasi secara berat pada berbagai aspek
hidup penderitanya. 3

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan
suasana perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek 3 pasien dan tingkat aktivitas jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan
energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi satu tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode tersebut sering terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk
penegakan diagnosis)4.

B. Epidemiologi
Gangguan afektif bipolar menjadi penyebab ke-enam terbanyak di dunia
yang mngakibatkan adanya pembatasan fungsi pada usia 15-44 tahun.
Berdasarkan US National Comorbidity Survey, prevalensi seumur hidup gangguan
afektif bipolar di Amerika adalah 1% bipolar tipe 1 dan 1,1 % bipolar tipe 2.5
Di dunia, prevalensi gangguan afektif bipolar adalah 0,3-1,5 %.
Berdasarkan World Mental Health, yang dibentuk WHO, menyatakan bahwa
prevalensi seumur hidup gangguan afektif bipolar penduduk dunia adalah 0,6%
bipolar tipe 1, 0,4% bipolar tipe 2, dan 1,4% untuk ambang bipolar. Prevalensi
bipolar tipe 1 dan tipe 2 terus meningkat. Di akhir tahun 2000 diperkirakan
prevalensi meningkat hingga 5-7%.6
Onset bipolar terjadi pada usia yang bervariasi. Baik bipolar tipe 1 ataupun
tipe 2 usia berkisar dari masa kanak-kanak hingga 50 tahun, dengan rata-rata usia

3
21 tahun. Sebagian besar kasus bipolar terjadi pada usia 15-19 tahun. Frekuensi
terbesar kedua terjadi pada usia 20-24 tahun. Beberapa pasien didiagnosis dengan
ada nya episode depresi yang berulang mempunyai kemungkinan berkembang
menjadi gangguan bipolar dan akan muncul fase maniknya saat usia diatas 50
tahun. Individu tersebut kemungkinan besar mempunyai sejarah gangguan bipolar
pada keluarganya. Meski begitu, munculnya episode manik pada pasien dengan
usia lebih dari 50 tahun perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi
gangguan neurologis seperti penyakit cerebrovaskuler.7
Bipolar tipe 1 terjadi hampir sama pada jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan. Namun, gangguan bipolar dengan siklus yang cepat lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria. Insidensi bipolar tipe 2 lebih tinggi
pada wanita dibandingkn pria. Sebagian besar penelitian melaporkan ratio
prevalensi bipolar antara laki-laki dan perempuan hampir sama dengan wanta
sedikit lebih tinggi. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
prevalensi gangguan afektif bipolar pada laki-laki dan perempuan.8

C. Etiopatofisiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan aektif bipolar adalah
genetic, biokimia, psikodinamik, farmakologi, dan faktor lingkungan.

3. Faktor genetik
Faktor genetic sangat berpengaruh pada gangguan afektif bipolar.
Sabagian besar penderita bipolar mempunyai riwayat gangguan psikiatri pada
silsilah keluarganya. Gangguan bipolar terutama bipolar tipe 1 mempunyai
komponen genetic major dengan ANK3, CACNA1c, CLOCK gen. 9
Orang yang mempunyai hubungan kekerabatan derajat 1 (orang tua,
saudara kandung) yang terdapat gangguan afektif bipolar tipe 1, mempunyai
kemungkinan 7 kali lebih besar untuk mendapatkan gangguan afektif bipolar tipe
1. Anak dengan orang tua bipolar berpeluang 50% memiliki gangguan psikiatri
yang lain selain bipolar seperti anxietas, ADHD, depresi. 10
Penelitian bipolar pada anak kembar juga mendapatkan hasil korelasi yang
signifikan. Beberapa penelitian pada kembar identik menunjukkan bahwa terjadi
keselarasan antara 33-90% gangguan bipolar pada kembar identic yang memiliki

4
DNA hamper 100% sama. Hal ini menunjukkan bahwa factor lingkungan juga
sangat berpengaruh. Tidak ada jaminan bahwa seseorang akan mengalami
gangguan afektif bipolar meski memiliki gen yang dicurigai berpengaruh besar
terhadap fakor bipolar.
Meski begitu, sebuah peneltian membuktikan bahwa fakto genetic
memiliki peranan yang besar dalam gangguan afektid bipolar. Anak yang
memiliki orang ua biologis mengidap gangguan afektif bipolar tipe 1 atau
gangguan afek depresi mempunyai resiko yang tetap lebih tinggi meskipun diasuh
di rumah lain oleh orang tua lain yang tidak memiliki gangguan psikiatri.11
4. Faktor Biokimia
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa
pesan untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa
neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua
fungsi otak. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke
tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron)
berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan pesan dengan
mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah
sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.
Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar
adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain
itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter
lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida,
termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa
neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang
(unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.
Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada
pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan
serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik,
menimbulkan hiperaktivitas dan agresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.
Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa
merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin

5
yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada
skizofrenia.
1) Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang
menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan
depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya
ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat
menyebabkan depresi.
2) Serotonin
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido.
Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi
mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis
HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi
gerak motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif
pada mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan
alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-
HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat
menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Dari penelitian lain
dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan
temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar
serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG
tidur dan HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan
metabolisme glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita
depresi mayor didapatkan penumpulan respon serotonin prefrontal dan
temporoparietal. Ini menunjukkan bahwa adanya gangguan serotonin pada
depresi.
3) Noradrenergik
Noradrenergik (epinefrin dan norepinefrin) berperan untuk memulai
dan mempertahankan keterjagaan, meningkatkan denyut jantung, dan
memberikan semangat. Jika terjadi defisiensi epinefrin dan norepinefrin maka

6
tubuh akan kesulitan untuk memulai terjaga penuh, peningkatan dengyut
jantung dan semangat yang sulit timbul sehingga sering muncul afek depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol
(MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan
penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG
mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin
meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
Perubahan jumlah neurotransmitter ini dihubungkan dengan adanya
gangguan bipolar. Perubahan jumlah katekolamin dalam darah akan berakibat
deplesi katekolamin dalam ujung sel saraf yang akan menyebabkan depresi
incidental. Hal ini mengarahkan pada hipotesis katekolamin yang menyatakan
bahwa kenaikan katekolamin (dopamine, serotonin, epinefrin dan norepinefrin)
dapat menyebabkan mania dan penurunan katekolamin akan menyebabkan
depresi. Jalur biokimia yang multiple memiliki peran terhadap gangguan afektif
bipolar, namun sulit untuk mengidentifikasi mana salah satu diantara biokimia
tersebut.12

5. Faktor Neuropsikologi
Sejauh ini telah dilakukan penelitian neuroimaging untuk melihat
perubahan volume pada bagian untuk berdasarkan aktivitas otak. Penelitian
neuroimaging bertujuan untuk mengetahui performa bagian tertentu dari otak
apakah hipoaktif atau hiperaktif pada beberapa derajat gangguan. Houneou et al.,
menemukan bahwa terjadi penurunan aktivitas pada korteks substansia grisea
yang dihubungkan pada perubahan emosi yang ireguler pada gangguan bipolar.
Ditemukan pula adanya peningkatan aktivasi system limbic regio ventral yang
berhubungan dengan perubahan emosi yang berubah-ubah pada gangguan bipolar.
Temuan ini membuktikan bahwa fungsi dan anatomi otak berhubungan dengan
perubahan emosi yang didapatkan pada gangguan afektif bipolar.13
Selain itu, dalam penelitian lain ditemukan terdapat perbedaan gambaran
otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic
resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan
jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal

7
subgenual. Ditemukan pula volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus.
Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang
terlibat dalam respon emosi (mood dan afek ekspresi oligodendrosit-myelin juga
berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit
menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu
mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit
berkurang, maka komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.14

6. Faktor Psikodinamik
Banyak praktisioner berpendapat bahwa perubahan psikologi yang
berisifat dinamis merupakan penyebab gangguan afektif bipolar itu sendiri.
Depresi diartikan sebagai manifestasi dari perasaan merasa gagal, tidak berguna,
dan kurang menghargai diri sendiri sedangkan mania adalah sebagai bentuk
pertahanan dan penolakan terhadap perasaan itu.Barnett menemukan bahwa
kepribadian yang sering berganti versi, mutisme, dan kepribadian tertutup sering
dijumpai pada gangguan afektif bipolar.14
7. Faktor Lingkungan
Pada beberapa kondisi, gangguan bipolar dihubungkan oleh stress
eksternal yang mencetuskan adanya predisposisi genetic dan biokimia yang
dipunyai. Sebagai contoh, kehamilan dapat menimbulkan stress pada wanita
dengan riwayat mania/depresi sebelumnya atau dari keluarganya dapat memicu
adanya gangguan bipolar atau psikosis yang terjadi setelah selesai masa
kehamilan. Selain itu pekerja yang terbiasa aktif di suatu waktu kemudian tidak
aktif di waktu yang lain dapat memicu gangguan bipolar dimana dia bersifat
mania pada saat dia bekerja da depresi saat tidak bekerja.15
8. Faktor Farmakologikal
Terdapat resiko pemberian antidepresan jangka panjang yang dapat
menyebabkan tibulnya episode mania. National Health Service meneliti pada
21.012 orang dewasa di London Selatan yang mengalami episode depresi unipolar
dan mendapatkan terapi antidepresan antara April 2006 sampai Maret 2013,
terdapat insidensi 10,9 per 1000 orang pertahun yang mengalami episode mania
/bipolar. Tertinggi terjadi pada usia 26-35 tahun. Temuan ini menunjukkan adanya

8
resiko kemunculan episode mania atau bipolar pada pemberian terapi
antidepresan.16

D. Kriteria Diagnosis17
1. Episode Manik
Episode manik ditandai dengan adanya eforia yang signifikan, ekspansif,
atau iritabilitas, yang disertai dengan paling sedikit tiga gejala tambahan (empat,
bila mood hanya iritabel) berlangsung paling sedikit satu minggu. Gejala
tambahan yaitu peningkatan kepercayaan diri, berkurangnya kebutuhan tidur,
banyak bicara, loncat gagasan, distraktibilitas, meningkatnya aktivitas bertujuan
atau agitasi psikomotor, dan impulsivitas. Episode manik, bila gejalanya berat
dapat disertai psikotik, hendaya berat pada fungsi sosial dan pekerjaan,
memerlukan hospitalisasi.
Mood iritabel dalam mania dapat muncul dalam bentuk perilaku yang suka
membantah terutama bila pasien tersebut diperlakukan kasar. Grandisionitas
dengan gambaran paranoid sering terlihat jelas pada mania. Keadaan ini
berkonstribusi pada terjadinya agresi.
Waham dan halusinasi sering ditemukan pada keadaan mania. Gangguan
ini ditemukan pada gangguan bipolar dengan ciri psikotik. Kebingungan atau
gejala pseudodemensia dapat pula terjadi. Begitu pula dengan negativisme, sering
terlihat pada mania.

2. Manik sekunder
Mania pasca persalinan tanpa riwayat depresi berbeda dengan gangguan
bipolar. ia tidak dapat dimasukkan sebagai gangguan mood tersendiri. Ia hanya
dispesifikasi pada GB. Mania tanpa ada riwayat bipolaritas sebelumnya dapat
terjadi pada keadaan sakit fisik seperti tirotoksikosis, systemic lupus erytematosis
(SLE), atau pada pengobatan SLE dengan steroid. Predisposisi genetik jarang
pada kasus-kasus ini dan resiko terjadinya kekambuhannya sangat rendah.
bentuk yang jarang ditemui yaitu mania reaktif. Mania reaktif dicetuskan
oleh adanya kehilangan (loss). Secara psikodinamik, mania terjadi karena adanya
usaha penyangkalan kehilangan tersebut. Mania juga dapat diinduksi oleh obata-

9
obatan simulansia, terapi antidepresan, atau deprivasi tidur. Episode mania
pertama dapat juga ditemui pada pengguna alkohol kronik yang secara tiba-tiba
menghentikannya.

3. Hipomanik
Epsiode hipomanik hampir sama dengan episode manik dengan perbedaan
penting yaitu derajat gejalanya tidak berat, tidak ada gejala psikotik, tidak
memerlukan perawatan, dan hendaya tidak berat. Fungsinya mungkin saja
meningkat. Durasi episodenya lebih pendek yakni paling sedikit selama empat
hari. Gejalanaya primer diakibatkan oleh gangguan mood, bukan bersifat
sekunder18.
Hipomania ditandai dengan peningkatan mood yang ringan, pikiran
menajdi lebih tajam, disertai peningkatan energi dan aktivitas, berlangsung
beberapa hari pada periode tertentu, tanpa danya hendaya. Ia jarang berlanjut
menjadi mania. Tilikan pada hipomania relatif baik. Hipomania biasanya berulan
dan dapat dibedakan dengan gembira normal dan kadang kadang dapat diinduksi
oleh anti depresan. Pada tempramen hipotimik, hipotimia merupakan sifat dasar
seseorang.

10
Tabel 1. Kriteria Diagnostik Episode Hipomania
18
1. Periode berbeda dari normal dan terus-menerus meningkat, expansive atau
mudah tersinggung, berlangsung setidaknya 4 hari.
2. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah ada dan
telah hadir ke tingkat yang signifikan:
a. Meningkat diri atau kebesarannya
b. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup beristirahat
hanya dengan tidur 3 jam)
c. Lebih banyak bicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus
berbicara
d. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling bersliweran.
e. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah tertarik penting atau tidak
relevan rangsangan eksternal)
f. Peningkatan dari berbagai macam kegiatan (baik sosial, di tempat kerja,
sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotorik
g. Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan yang
memiliki potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi yang
menyakitkan (misalnya berfoya-foya, ketidakbijaksanaan dalam seksual,
atau tidak bisa menjalankan investasi bisnis dengan benar).
3. Episode dikaitkan dengan tegas perubahan dalam fungsi yang seperti
biasanya orang ketika tidak gejala.
4. Gangguan dalam suasana hati dan perubahan dalam fungsi yang diamati oleh
orang lain.
5. Episode yang penyebabnya tidak cukup parah ditandai penurunan dalam
hubungan sosial atau fungsi pekerjaani, tidak memerlukan rawat inap, dan
tidak memiliki gejala psikotik.
6. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis
umum (misalnya, Hipertiroidisme).

4. Mania Kronis
Sekitar lima persen pasien dengan GB I mengalami mania kronis. Pasien
dengan mania kronis sering mengalami episode manik berulang dengan mood
hipereutimia diantara episode. Penyebabnya biasanya adalah biasanya adalah
ketidakpatuhan terhadap terapi. Kegembiraan (excitement) yang berulang dapat
menjadi penguat (reinforcement), mengurangi penderitaan subjektif tetapi dapat
menyebabkan gangguan tilikan yang serius sehingga pasin merasa tidak
memerlukan obat. Penyalahgunaan alkohol, baik episodik maupun kronik, turut
berkontribusi dalam terjadinya kronisitas. Bila berkomorbiditas dengan patologi
di otak, mania sering tidak mengalami kesembuhan dan bahkan dapat

11
meningkatkan mortalitas, terutama pada usia lanjut. Waham kebesaran sering
terjadi pada mania kronis sehingga sering disalahtafsirkan sebagai skizofrenia
paranoid. Karena adanya deteriosasi sosial, Kraepelin menyebutnya sebagai
demensia mania. Faktor organik seperti trauma kepala, penyalahgunaan alkohol
dapat berperan dalam terjadinya deteriorasi.
Tabel 4. Kriteria Episode Manik menurut DSM-IV-TR18

A. Mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap secara abnormal, selama
periode tertentu, berlangsung paling sedikit satu minggu (atau waktunya
bisa kurang dari satu minggu bila dirawat inap)
B. Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih) gejala di bawah
ini menetap dengan derajat berat yang signifikan:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur tiga
jam)
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap
berbicara
4. Lonjatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran yang
berlomba
5. Distrakbilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal yang
tidak relevan atau tidak pentig)
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ketujuan (sosial, pekerjaan,
sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan yang
berpotensi merugikan (misalnya, investasi bisnis yang kurang
perhitungan, hubungan seksual yang tidak aman, sembrono di jalan raya,
atau terlalu boros)
C. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran
D. Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya yang
jelas dalam fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa dilakukan,
hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk
menghindari melukai diri sendiri atau orang lain, atau dengan
gambaran psikotik
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung penggunaan zat
(misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medik
umum (misalnya hipertiroid)
Catatan:
Episode mirip-manik yang jelas disebabkan oleh terapi somatik untuk
depresi (misalnya obat antidepresan, terapi elektrokonvulsif, terapi cahaya)
tidak dimasukkan ke dalam diagnosis gangguan bipolar I.
Kalimat yang dicetak miring dan tebal menunjukkan perbedaan dengan
kriteria episode hipomanik.

5. Depresi Mayor

12
Episode Depresi Mayor ditandai dengan adanya perasaan sedih atau
anhedonia (tidak ada emosi positif) disertai paling sedikit empat gejala tambahan
yang bersifat pervasif (sepanjang hari, hampir setiap hari) yang berlangsung
paling sedikit dua minggu. Pada anak-anak atau remaja, mood yang terjadi bisa
berbentuk iritabel. Gejala tambahan lainnya yaitu buruknya konsentrasi
(ketidakmampuan memfokuskan perhatian), kurangnya tenaga, rendahnya harga
diri, rasa bersalah, ide-ide bunuh diri, gangguan tidur, perubahan berat badan, dan
gangguan psikomotor. Ketiga gejala terakhir bersifat heterogen, misalnya, dapat
terjadi berlebihan atau berkurangnya tidur, peningkatan atau penurunan berat
badan, agitasi atau retardasi psikomotor.
Retardasi psikomotor dengan atau tanpa hipersomnia menandai GB I,
episode depresi. Awitan dan hilangnya sering terjadi tiba-tiba meskipun dapat pula
terjadi secara berangsur-angsur dalam beberapa minggu. Pergantian dengan
episode manik dapat terjadi terutama akibat penggunaan antidepresan. Walaupun
demikian, tidak semua pasien depresi bipolar berkembang menjadi mania setelah
penggunaan antidepresan. Adakalanya ia berkembang menjadi depresi agitasi.
Selain itu, ada pula pasien yang tetap dalam keadaan depresi berat beberapa bulan
yang bercampur dengan manik seperti pikiran yang cepat (runnning thought) dan
peningkatan seksual.
Keadaan campuran perlu diketahui supaya pasien tidak diberikan
antidepresan yang berkelanjutan. Pasien-pasien yang dalamkeadaan depresi tetapi
ditemui pula beberapa gejala manik sebaiknya tidak diberikan antidepresan tetapi
lebih baik stabilisator mood atau terapi anti kejang listrik. Bila dibandingkan
dengan dalam keadaan depresi, waham dan halusinasi lebih sering pada episode
manik atau manik campuran. Stupr merupakan manifestasi psikotik yang lebih
sering ditemui pada episode depresi terutama remaja dan dewasa muda.
Gejala-gejala depresi bipolar tidak sama dengan depresi mayor unipolar.
Gejala depresi bipolar cenderung berbentuk atipik yaitu hipersomnia. Keletihn
yang menonjol, dan mood diurnal yang terbalik. Pada depresi mayor unipolar
lebih sering terlihat insomnia. Episode depresi mayor dapat disertai gejala
psikotik, memerlukan hospitalisasi, dan hendaya yang jelas.17

13
Tabel 2. Kriteria Diagnostik dari Episode Depresi18

1. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ada hampir setiap hari selama periode
2-minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya;
setidaknya salah satu gejala adalah perasaan depresi atau kehilangan minat
atau kesenangan:
a. Perasaan tertekan atau sedih hampir sepanjang hari
b. Kurang bersemangat atau kesenangan dalam kegiatan semua, atau hampir
semua, sepanjang hari.
c. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, peningkatan
berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam
sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan.
d. Insomnia atau hypersomnia
e. Agitasi psikomotorik atau keterbelakangan mental (diamati oleh orang
lain, tidak hanya subjektif perasaan kegelisahan atau sedang melambat)
f. Kelelahan atau kehilangan energi
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak
pantas selayaknya (yang mungkin delusi)
h. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi (baik subjektif
atau diamati oleh orang lain)
i. Terus berpikiran tentang kematian (tidak hanya rasa takut mati), berulang
keinginan bunuh diri tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri
sebelumnya atau rencana tertentu untuk melakukan bunuh diri
2. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
3. Gejala menyebabkan tekanan klinis secara signifikan atau dalam sosial,
pekerjaan, atau fungsi dari bidang-bidang penting lainnya.
4. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum
(misalnya, hipotiroidisme).
5. Gejala yang tidak bisa diperhitungkan dalam keadaan berkabung (yaitu,
setelah kehilangan orang yang dicintai) dan tetap bertahan selama lebih dari 2
bulan atau ditandai dengan gangguan fungsional, berkeinginan bunuh diri,
gejala psikotik, atau psikomotorik keterbelakangan.

6. Episode Campuran
Episode campuran ditandai dengan terpenuhinya kriteria untuk kedua
episode yaitu episode manik dan episode depresi mayor, paling sedikit satu
minggu. Episode campuran derajatnya berat (bisa disertai dengan gejala psikotik,
memerlukan hospitalisasi, hendaya fungsi psikososial dan pekerjaan yang
derajatnya berat) dan terjadi pada GB-I dan bukan pada GB-II. Episode campura
sebagaimana untuk mania dan hipomanik), gejala bersifat primer (akibat
gangguan mood) bukan bersifat sekunder (akibat kondisi medik urnum atau akibat

14
zat). Episode mirip-campuran yang disebabkan oleh terapi somatik tidak dapat
dimasukkan ke dalam diagnosis GB-I.
Episode campuran menunjukkan suatu sindrorn yang unik. Ada empat
konsep lainnya pada episode campuran, misalnya:
1. Suatu sindrom yang tcrcampur (kombinasi)
2. Siklus ultra cepat
3. Suatu keadaan transtsi
4. Mania berat tertentu
Konsep 1:
Pada beberapa pasien, episode campuran ditandai dengan terjadinya secara
simultan gejala manik dan depresi (tumpang tindih)
Konsep 2:
Episode campuran ditandai dengan siklus ultradian (dalam satu hari),
dengan gejala depresi pada sebagian besar waktu (sering pada pagi hari) tetapi
juga dengan gejala manik dengan derajat yang signifikan setiap hari (biasanya
sore hari). Pasien dapat mengalami gejala berbeda pada waktu berbeda dalam
sehari.
Konsep 3:
Episode manik dapat muncul secara predominan selama transisi episode
mood (sering selama perpindahan dari episode manik ke episode depresi mayor).
Konsep 4:
Pada beberapa pasien, beratnya episode manik dapat mengalamieskalasi
menjadi episode campuran.
Mood depresi atau menangis (sejenak) sering ditemui pada keadaan mania
atau ketika transisi dari mania ke episode depresi. Periode labil sejenak (transient)
yang senng ditemui pada GB l, tidak dapat dikategorikan ke dalam episode
campuran. Episode campuran, kadang-kadang disebut iuga mania disforik atau
mania campuran, ditandai dengan mood terksitasi secara disforik, iritabel, marah,
serangan panik, pembicaraan cepat (pressured speech), agitasi, ide bunuh diri,
insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-
kadang bingung. Bila campuran psikotiknya sangat berat, disebut skizoafektif.
Diagnosis yang tepat untuk episode carnpuran harus ditegakkan secara tepat untuk

15
rnenghindari penggunaan antipsikotika konvensional yang dapat mengeksaserbasi
gejala depresi. Sebaiknya digunakan stabilisator mood untuk menghindari
kegagalan terapi.
Mania disforik, mania dan depresi terjadi bersamaan, sangat jarang. Paling
sedikit dua gejala depresi yang ada dalam daftar mood depresi seperti tidak
berdaya, tidak ada harapan, lelah, anhedonia, rasa bersalah, ide bunuh diri,
impulsif, terdapat bersamaan dengan sindrom mania, dinyatakan cukup unutk
mendiagnosis keadaan manik campuran. Keadaan ini kadang dapat terjadi pada
50% kehidupan pasien GB.
Episode campuran sering terjadi pada perempuan yaitu mania bertumpang
tindih dengan temperamen depresi atau distimia. Campuran pada waktu yang
bersamaan, antara mania dengan depresi, merupakan suatu penyederhanaan.
Konseptualisasi manik campuran lain adalah keadaan manik yang tercampur ke
dalam ciri-ciri depresi jangka panjang. Keadaan manik campuran lain, terutama
pada laki-laki, dapat terjadi akibat interaksi dengan zat atau penggunaan alkohol,
pada GB I.
Tabel 3. Kriteria Diagnostik Episode Campuran18

1. Kriteria terpenuhi dari episode mania maupun untuk episode depresi berat
hampir setiap hari selama setidaknya 1 minggu periode.
2. Gangguan mood yang cukup parah ditandai dengan adanya gangguan dalam
fungsi pekerjaan, biasa kegiatan sosial, atau hubungan dengan orang lain;
memerlukan rawat inap untuk mencegah kerugian untuk diri sendiri atau
orang lain; atau memiliki fitur psikotik.
3. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis
umum (misalnya, hipertiroidisme).

7. Episode Manik disforik dan Hipomanik Disforik (Non-DSM-IV-TR)


Klinikus sering menemukan pasien dengan episode manik atau hipomanik
yang mengalami konkruen dengan gejala depresi tetapi yang tidak memenuhi
kriteria episode depresi mayor. Tidak ada terminologi untuk keadaan ini dalam
DSM-IV-TR. Istilah yang digunakan untuk kedaan ini yaitu mania disforik dan

16
hipomania disforik. Mania disforik atau hipomania disforik memenuhi episode
lengkap mania atau hipomania yang disertai oleh gejala depresi yang tidak
bertumpang tindih.

Tabel 5. Mania Disforik atau Hipomania Disforik (non-DSM-IV-TR)


Gejala Depresi (Tidak Bertumpang Gejala Depresi (Tidak Bertumpang
Tindih) Tindih)
(termasuk mania disforik atau (tidak termasuk mania disforik
hipomania disforik) atau hipomania disforik)
- Peningkatan nafsu makan dan berat - Berkurangnya nafsu makan dan
badan turunnya berat badan
- Hipersomnia - Insomniia
- Retardasi psikomotor - Agitasi psikomotor
- Ketidakberdayaan dan tidak ada - Buruknya konsentrasi
harapan
- Mood depresi
- Anhedonia
- Keletihan
- Rasa tidak berharga atau bersalah
- Ide bunuh diri

8. Stadium Klinik Berat dan Psikotik


Untuk pasien dengan GB-I dan GB-II, atau episode depresif mayor, DSM-
TR memberikan spesifikasi status klinik mengenai berat dan adanya gejala
psikotik untuk status saat ini (atau terkini), baik untuk episode manik, campuran,
dan depresi mayor (tetapi bukan hipomanik). Untuk GB-I dan gangguan depresi
mayor, spesifikasi ini dicatat dalam kode diagnostik jilid ke-5.
Kode digit ke-5 yaitu:
a. Angka nol menunjukkan tidak spesifik.
b. Angka satu (episode derajat ringan), untuk episode depresi mayor derajat
ringan, diperlukan beberapa atau sedikit gejala dan derajat hendaya
psikososial dan pekerjaan yang terjadi juga ringan.
c. Angka dua (episode derajat sedang), beratnya gejala atau derajat hendaya
fungsi adalah pertengahan antara yang terjadi pada episode derajat berat.
d. Angka tiga (episode derajat berat), tidaka da halusinasi atau waham
dimasukkan ke dalam subklasifikasi berat tanpa gambaran psikotik.
e. Angka empat (episode derajat berat) dengan halusinasi atau waham
dimasukkan ke dalam subklasifikasi berat dengan gambaran psikotik.

17
Episode derajat berat dengan gambaran psikotik diklasifikasikan sesuai isi
(tetapi semua memiliki kode diagnostik ke-5, dijit 4). Gambaran psikotik
sesuai mood yaitu waham yang isinya sesuai dengan tema manik
(mempunyai kekayaan, kekuasaan, pengetahuan, identitas, hubungan
khusus dengan orang terkenal) atau tema depresi (diri tidak berharga, rasa
bersalah, penyakit, kematian, nihilistik, atau hukuman). Gambaran
psikotik tidak sesuai mood yairu tema-tema wahamnya tidak seperti di atas
tetapi dapat berupa waham kejar (tidak terkait langsung dengan tema
depreis atau manik), sisipanpikiran, penyiaran pikiran, atau waham
dikontrol. Untuk episode manik atau episode campuran derajat berat,
supervisi terus-mnerus untuk mencegah keruskan fisik terhadap diri
sendiri atau orang lain hampir selalu diperlukan.
f. Angka lima (menunjukkan derajat remisi gejala yang saat ini dalam
keadaan remisi parsial).
g. Angka enam (tidak sedang mengalami sindrom episode mood atau saat ini
dalam remisi sempurna).

18
Tabel 6. Status Klinis Episode Mood Saat ini (atau terkini) Menurut DSM-IV-TR
(berat/psikotik/remisi)
x1 Ringan
x2 Sedang
x3 Berat tanpa gambaran psikotik
x4 Berat dengan gambaran psikotik (gambaran psikotik sesuai mood,
gambaran psikotik tidak sesuai mood)
x5 dalam remisi parsial
x6 dalam remisi sempurna
x0 tidak dapat dispesifikasi

Status Klinis Remisi Untuk Saat ini (episode paling akhir) Menurut DSM.IV-
TR
Remisi parsial pada GB yaitu bila masih terdapat gejala episode mood terapi
tidak lagi memenuhi kriteria sindrom episode mood atau seseorang mengalami
periode yang tidak lagi memiliki gejala episode mood yang bermakna yang
berlangsung kurang dari dua bulan setelah erakhirnya remisi parsial dikode pada
dijit ke-5.
Remisi sempurna pada GB-I yaitu bila selama dua bulan terakhir tidak ada
lagi tanda-tanda atau geiala gangguan mood yang bermakna. Remisi sempurna
dikode pada dijit ke-6. Pada Pasien dengan GB-II, dengan episode depresi mayor,
saat ini (terapi bukan episode hipomanik, saar ini), spesifikasi remisi parsial atau
remisi sempurna dapat digunakan, terapi tidak ada ketentuan kode karena kode
dijit ke-5 tidak ada.

Spesifikasi Gambaran Episode Saat Ini Menurut DSM-IV-TR.


Ada beberapa gambaran episode saat ini atau paling akhir yaitu:
1. Gambaran katatonik yang dapat dijumpai pada episode depresi mayor,
episode manik, atau episode campuran. Paling sedikit ada dua gejala berikut
yang menandai gambaran katatonik:
a. Imobilitas motorik
b. Aktivitas motorik sangat berlebihan
c. Mutisme atau negativisme yang berlebihan
d. Posisi aneh, stereotipi, manerisme, menyeringai
e. Ekolalia atau ekopraksia

19
2. Gambaran melankolik yang dapat terjadi pada episode depresi mayor dengan
gejala yang menonjol yaitu anhedonia yang disertai oleh paling sedikit tiga
gejala berikut:
a. Mood depresi yang kualitasnya nvata
b. Gejala depresi terasa lebih buruk di pagi hari
c. Terbangun dini hari
d. Anoreksia arau berkurangnya berat badan secara bermakna
e. Rasa bersalah berlebihan
3. Gambaran atipik dapat diterapkan pada episode depresi mayor dengan gejala
yang dominan yaitu reaktivitas mood. Geiala ini disertai oleh paling sedikit
oleh dua gejala berikut yaitu:
a. Peningkatan nafsu makan atau berat badan yang bermakna
b. Hipersomnia
c. Tungkai atau lengan terasa lemah atau berat
d. Sensitif atau merasa adanya penolakan interpersonal
Untuk episode depresi mayor dengan gambaran atipik, tidak boleh
memenuhi kriteria gambaran melankolik atau gambaran katatonik selama
episode yang sama karena gambaran ini dapat mendahului gambaran atipik.
4. Spesifikasi kronik dapat diaplikasikan untuk episode depresi mayor yang telah
berlangsung paling sedikit dua tahun.

E. Jenis Jenis Gangguan Bipolar17


1. Gangguan Mood Bipolar I (GB I)
Awitan GB I baisanya muncul pada masa remaja atau dewasa muda.
Episode pertamanya dapat berupa manik, depresi, atau campuran. Adakalanya
awitan pertama berbentuk depresi dengan retardasi ringan atau hipersomnia yang
berlangsung selama beberapa minggu atau bulan dan kemudian berpindah ke
episode manik. Episode manik dengan ciri psikotik dapat pula ditemukan sebagai
episode pertama. Gambarannya sangat mirip dengan skizofrenia. Gambaran GB
lebih jelas terlihat bila yang muncul adalah episode manik yang klasik. Beberapa
episode depresi dapat terjadi sebelum episode manik pertama muncul. Riwayat
hipertimik atau siklotimia sebaiknya ditanyakan pula kepada keluarga karena
gangguan ini sering pula mendahului episode manik.
Dibawah ini adalah kriteria diagnostik GB I, sesuai dengan DSM-IV TR:

20
Gangguan Mood Bipolar I, Episode Manik Tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manik dan tidak ada riwayat
episode mayor sebelumnya
Berulang; bila ada perubahan dalam polaritas dari depresi atau paling
sedikit dua bulan tanpa gejala manik.
B. Episode manik yang terjadi bukanlah skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
Spesifikasi:
Campuran; bila gejala memenuhi kriteria untuk episode campuran.
Bila kriteria lengkap saat ini memenuhi kriteria untuk episode manik,
campuran, atau episode depresi mayor, spesifikasi status klinis saat ini
atau gambaran klinis atau gabungnnya:
- Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik atau berat
dengan gambaran psikotik
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan awitan pasca persalinan
Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode manik,
campuran, atau depresi berat, spesifikasi status klinik gangguan
bipolar saat ini atau gambaran episode terkini.
- Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan awitan pasca persalinan

21
Gangguan Mood Bipolar I, Episode Manik Saat Ini
A. Saat ini dalam episode manik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gagguan
waham atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
Bila kriteria lengkap saat ini memenuhi episode manik, spesifikasi status
klinis atau gambaran klinik atau keduanya:
- Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik atau berat dengan
gambaran psikotik
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan awitan pasca persalinan
Bila kriteria lengkap saat ini tidak memnuhi episode manik, spesifikasi
status klinik GB I saat ini atau gambaran episode manik saat ini atau
keduanya:
- Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Campuran Saat Ini


A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik,
depresi, atau campuran

22
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gagguan
waham atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
Bila kriteria lengkap saat ini memenuhi untuk episode campuran
spesifikasi status klinik atau gambaran klinik atau keduanya:
- Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik atau berat dengan
gambaran psikotik
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan awitan pasca persalinan
Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode campuran,
spesifikasi status klinik GB I saat ini atau gambaran episode manik saat ini
atau gambaran episode manik saat ini atau keduanya:
- Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
- Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
- Dengan pola musim
- Dengan siklus cepat

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Hipomanik Saat Ini


A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya

23
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, gagguan waham atau dengan gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
Spesifikasi bila:
- Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
- Dengan pola musim
- Dengan siklus cepat

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini


A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, gagguan waham atau dengan gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
Bila kriteria lengkap saat ini memenuhi kriteria untuk episode depresi,
spesifikasi status klinis atau gambaran klinik atau keduanya:
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik atau berat dengan
gambaran psikotik
Kronik:
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan gambaran melankolik
- Dengan gambaran atipikal
- Dengan awitan pasca persalinan
Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode depresi berat,
spesifikasi status klinik GB I saat ini atau gambaran episode manik saat ini
atau keduanya:

24
- Dalam remisi parsial atau remisi penuh
Kronik:
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan gambaran melankolik
- Dengan gambaran atipikal
- Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
- Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
- Dengan pola musim
- Dengan siklus cepat

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini


A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini memenuhi kriterua untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, gagguan waham atau dengan gangguan psikotik yang
tidak dapat diklasifikasikan.
Bila kriteria lengkap saat ini memenuhi kriteria untuk episode depresi,
spesifikasi status klinis atau gambaran klinik atau keduanya:
- Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik atau berat dengan
gambaran psikotik
Kronik:
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan gambaran melankolik

25
- Dengan gambaran atipikal
- Dengan awitan pasca persalinan
Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode depresi berat,
spesifikasi status klinik GB I saat ini atau gambaran episode manik saat ini
atau keduanya:
- Dalam remisi parsial atau remisi penuh
Kronik:
- Dengan gambaran katatonik
- Dengan gambaran melankolik
- Dengan gambaran atipikal
- Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
- Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
- Dengan pola musim
- Dengan siklus cepat

Sebaiknya klinikus menggunakan grafik yang berwarna untuk


menggambarkan perjalanan penyakit pasien misalnya warna merah untuk mania,
biru untuk depresi dan ungu untuk campuran. Untuk hipomanik, distimik, dan
siklotimik dapat pula digunakan warna yang sesuai tetapi dengan skala yang lebih
kecil di antara episode. Peristiwa-peristiwa kehidupan, stresor biologik, dan
pengobatan dapat ditunjukkan dengan panah yang diletakkan di aksis. Episode
manik terutama ditemukan pada usia muda sedangkan episode depresi lebih sering
terjadi pada usia lebih lanjut. Laki-laki lebih sering mengalami episode manik
sedangkan perempuan lebih sering episode depresi.

2. Gangguan Mood Bipolar II (GB II)


Gangguan mood atau bipolar II sebenarnya cukup sering ditemukan. Ia
ditandai dengan episode berulang sindrom depresi mayor dan episode hipomanik.
Hipomania yaitu keadaan mania dengan intensitas lebih rendah dibandingkan

26
dengan mania (tidak memenuhi kriteria mania). Ia disebut juga dengan bipolaritas
ringan (soft bipolarity).
Prevalensi GB II sepanjang kehidupan adalah 0,5%. Gabungan angka
prevalensi GB I dan GB II adalah 2%. Angka ini lebih berat dibandingkan dengan
skizofrenia. Satu per tiga GB memiliki episode pertama pada masa remaja dan
50% memperlihatkan komorbiditas penyalahgunaan zat.
Sekitar 50% pasien dengan gangguan depresi mayor sebenarnya adalah
GB II. Meskipun kadang-kadang hipomania dapat berlangsung beberapa minggu,
hipomania pada akhir episode depresi, pada sebagian besar bipolar II, berlangsung
tidak lama, tetapi beberapa hari saja. Hipomania dengan durasi pendek yaitu
kurang dari empat hari sama dengan hipomania durasi panjang (lebih dari empat
hari). Oleh karena itu, ada yang menganjurkan supaya ambang durasi diturunkan
menjadi dua hari.
Bentuk lain GB II adalah gangguan depresi mayor yang bertumpangtindih
dengan siklotimia. Hipomania dapat mendahului atau setelah episode depresi
mayor. Periode interepisodik dapat ditandai dengan gangguan siklotimia. Pasien
cenderung mempunyai perjalanan yang tidak stabil, hubungan interpersonal yang
tidak baik, episode hipomanik yang lebih iritabel dan hostilitas sehingga bisa
membingungkan dengan gangguan kepribadian ambang.
Individu dengan perjalanan yang tidak stabil tersebut mempunyai risiko
bunuh diri lebih tinggi. Beban yang tinggi untuk bunuh diri lebih sering pada GB
II. Hipomania pada GB II dapat dikatakan sebagai episode manik ringan (mini)
yang terjadi secara spontan. Gangguan mood bipolar II, terutama ketika depresi
mayor, dapat bertumpangtindih dengan siklotimia dan disebut dengan siklotimia
depresi.
Episode depresi pada pasien-pasien dengan GB sering mengalami
campuran (misalnya, loncatan ide, peningkatan dorongan dan impulsif dalam
seksual). Keadaan ini lebih baik disebut keadaan campuran depresi. Keadaan
campuran depresi tidak seberat keadaan campuran disforik tetapi lebih refrakter
terhadap antidepresan. Keadaan campuran depresi ini terjadi pada 60% kasus
dengan bipolar II dan 30% kasus gangguan depresi mayor unipolar.

27
Gangguan mood Bipolar II (terutama ditandi oleh serangan depresi) lebih
sering muncul pada individu dengan dasar temperamen hipertimik atau siklotimik
sedangkan GB I (didefiniskan oleh serangan manik), sering berkembang dari
temperamen depresi. Pasien dengan gangguan depresi mayor yang berpindah
menjadi bipolar II memperlihatkan mood yang labil (siklotimia) atau aktif
energik (ciri temperamen hipertimik). Ciri-ciri temperamen ini merupakan
prediktor yang spesifik (86%) dan sensitif untuk menentukan perpindahan
menjadi bipolar II.
Karakteristik dasar bipolaritas adalah pembalikan temperamen ke bentuk
episode berlawanan (opposite). Misalnya pada GB II, dari siklotimia atau
hipertimia ke depresi mayor. Pencampuran ciri siklotimia dan hipertimia ke
episode depresi dapat mendasari ketidakstabilan GB II dan dapat menjelaskan
seringnya depresi bipolar II memperihatkan gambaran campuran.
Anak-anak atau saudara kandung penderita bipolar yang memperlihatkan
depresi sebagai awitan pertamanya (sering diobati dengan antidepresan)
mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi secara signifikan bila
dibandingkan dengan mania atau campuran sebagai awitan pertamanya (yang
diobati dengan lithium). Ketidakstabilan temperamen pada kelompok depresi
mempredisposisi mereka ke efek siklik antidepresan.

3. Siklotimia
Siklotimia adalah GB ringan (attenuated) yang awitannya berangsur-
angsur, biasanya sebelum usia 21 tahun. Gangguan siklotimia ditandai dengan
depresi subsindrom dan hipomania yang siklusnya pendek. Selain itu, terdapat
pula pergantian mood, kognisi, dan aktivitas. Perjalanan siklotimia biasanya
berkelanjutan atau intermiten. Jarang ekali ditemukan periode eutimik di antara
episode. Perpindahan mood dapat terjadi akibat faktor presipitasi yang tidak
begitu bermakna (tiba-tiba sedih dan menarik diri, setelah beberapa hari kemudian
mood berubah jadi gembira).
Siklotimia, pada beberapa pasien, diduga disebabkan oleh faktor sirkadian.
Misalnya, pasien sangat bersemangat ketika masuk tidur, tetapi ketika bangun

28
tidur di pagi hari, muncul keinginan untuk bunuh diri. Perubahan mood pada
siklotimia dapat dikatakan sebagai endoreaktif dalam perasaan yaitu terjadinya
hiperaktivitas endogen yang menyebabkan munculnya perubahan perilaku dan
mood secara tiba-tiba. Perubahan mood tersebut dapat menyebabkan kekacuan
dalam kehidupan pribadi orang tersebut. Perceraian sering terjadi karena adanya
perilaku perubahan di luar batas yang bersifat episodik. Performa akademik dan
pekerjaannya sering sekali terganggu. Hidupnya dipenuhi oleh rangkaian aktivitas
yang tidak bermanfaat. Emosi mereka sangat tidak stabil. Perhantiaany mudah
berpindah ke suatu hal yang baru, baik pekerjaan atau pasangan. Penyalahgunaan
zat dapat terjadi pada sekitar 50% penderita. Zat yang digunakan sebagai usaha
mengobati diri sendiri.
Kriteria diagnostik Gangguan Siklotimia adalah sebagai berikut/
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala
gejala hipomania dan beberapa episode periode dengan gejala gejala depresi
yang tidak memenuhi untuk gangguan depresi mayor. Untuk anak anak dan
remaja durasinya paling sedikit satu tahun
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas daro gejala
gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama
dua tahun gangguan tersebut. Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia
dapat bertumpangtindih dengan manik atau episode campuran (diagnosis GB
I dan gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor
(diagnosis GB II dan gangguan siklotimia dapat ditegakkan)
D. Gejala gejala pada kriteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpang
tindih
E. Bukan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan
F. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum

29
G. Gejala gejala di atas menyebabkan penderitaan yang seara klonik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya

Gangguan Mood Bipolar, Siklus Cepat


Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode depresi dan
hipomania atau mania dalam satu tahun.Seseorang dengan siklus cepat jarang
mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat hendaya berat dalam hubungan
interpesonal atau pekerjaan. Litium dan obat-obat antipsikotika golongan pertama
tidak bermanfaat untuk siklus cepat ini. Begitu pula dengan antidepresan, ia dapat
menginduksi siklus cepat atau mencetuskan mania. Bila mania diikuti oleh
depresi, depresi yang terjadi biasanya berlangsung lebih lama.
Kebanyakan pasien memerlukan perawata rumah sakit akrena bisa terjadi
eksitasi yang eksplosif yang kemudian dapat mempresipitasi inhibisi psikomotor
yang berat, Lamotrigin, merupakan stabilisator mood yang dilaporkan efektif
untuk siklus cepat.

Gangguan Mood Bipolar, Siklus Ultracepat


Hipomania, mania dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat
dalam beberapa hari. Pasien mengalami gejala yang lebih berat bila dibandingkan
dengan siklotimia dan hendaya yang terjadi juga cukup berat. Siklus ultracepat
merupakan intermediet antara sikotimia dan siklus cepat yang sedang akut. Ia
sangat sulit diatasi.

Hipomania Singkat Berulang


Hipomania sigkat berulang merupakan bentuk lain bipolaritas ringan. Ia
cenderung serupa dengan depresi siklotimia yang hipomanianya pendek (kurang
dari empat hari)

30
Tabel 7. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik DSM-IV TR18

1. Gangguan Mood Bipolar I

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Tunggal


a. Hanya mengalami satu kali episode mania dan tidak ada riwayat episode depresi
mayor sebelumnya.
b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham, atau
dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
d. Gejala mood menyebabkan penderitanya yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan kendala dalam sosial pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Saat Ini


a. Saat ini dalam episode mania.
b. Sebelumnya paling sedikit pernah mengalami satu kali episode mania, depresi,
atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b bukan skizofenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Campuran Saat Ini


a. Saat ini dalam episode campuran
b. Sebelumnya, paling sedikit pernah mengalami episode mania, depresi, atau
campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan
tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham,
atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Hipomania Saat ini


a. Saat ini dalam episode hipomania
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran
c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
kendala dalam sosial, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.
d. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan
tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham,
atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini


a. Saat ini dalam episode depresi mayor
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau
campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan

31
tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham,
atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Yang Tidak Dapat Diklasifikasikan Saat ini
a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi criteria untuk mania, hipomania,
campuran, atau episode depresi.
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau
campuran.
c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan
tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham,
atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya

2. Gangguan Mood Bipolar II


Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu
episode hipomania.

3. Gangguan Siklotimia
a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala
hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak
memenuhi criteria untuk gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja
durasinya paling sedikit satu tahun.
b. Selama periode dua tahun diatas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala
pada kriteria a lebih dari dua bulan pada satu waktu.
c. Tidak ada episode depresi mayor, episode mania, episode campuran, selam dua
tahun gangguan tersebut.
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan
mania atau episode campuran (diagnosis GB I dan gangguan siklotimia dapat
dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dan gangguan siklotimia
dapat ditegakkan)
d. Gejala-gejala pada kriteria a bukan skozoafektif dan tidak berutmpang tindih
dengan skizofrenia, skizofrenoform, gangguan waham, atau dengan gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
f. Gejala-gejala diatas menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.

32
Tabel 8. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik ICD-1019

F 31 Gangguan Afektif Bipolar


Sebuah gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih di mana suasana hati
pasien dan tingkat aktivitas secara signifikan terganggu, gangguan ini terdiri
dalam beberapa kejadian dari elevasi mood dan meningkatkan energi dan
aktivitas (hypomania dan mania) dan pada orang lain dari penurunan mood
dan penurunan energi dan aktivitas (depresi).

F 31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Hypomania


Pasien saat ini pada episode hypomania, dan telah memiliki
setidaknya satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau
campuran) di masa lalu.

F 31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Mania tanpa Ciri
Psikotik
Pasien saat ini episode mania, tanpa gejala psikotik (seperti dalam F
30.1), dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode
hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Mania dengan Ciri
Psikotik
Pasien saat ini mania, denga gejala psikotik (seperti dalam F30.2), dan
telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (hypomania, mania,
depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi ringan atau
sedang
Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi dari baik
keparahan ringan atau sedang (F 32.0 atau F 32.1), dan telah memiliki
setidaknya satu episode hypomania, mania, atau episode afektif campuran di
masa lalu.

F 31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi tanpa Ciri
Psikotik
Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi berat tanpa
gejala psikotik (F 32.2), dan telah memiliki setidaknya satu episode
hypomania, maik, atau episode afektif campuran di masa lalu.

F 31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi dengan Ciri
Psikotik
Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi berat dengan ciri
psikotik (F32.2), dan telah memiliki setidaknya satu episode hypomania,
mania, atau episode afektif campuran di masa lalu.

F 31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Campuran

33
Pasien telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, mania,
depresi, atau episode afektif campuran di masa lalu, dan saat ini menunjukkan
baik campuran arau perubahan yang cepat dari gejala mania dan depresi.

F 31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini dalam Remisi


Pasien telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, mania, atau
episode afektif campuran di masa lalu, dan setidaknya satu episode afektif
lain (hypomania, mania, depresi, atau campuran) di samping itu, tetapi saat
ini tidak menderita dari setiap gangguan mood yang signifikan, dan belum
melakukannya selama beberapa bulan.

F 31.8 Gangguan Afektif Bipolar lainnya


F 31.9 Gangguan Afektif Bipolar tidak terindentifikasi

F. Terapi17
1. Farmakoterapi
Gangguan bipolar (GB) sering tidak atau salah diagnosis. Karena salah
atau tidak terdiagnosis, pengobaran GB sering tidak efektif sehingga menjadi
beban keluarga, disabilitas psikososial dan jangka panjang, dan tingginya risiko
bunuh diri. Sekitar 20-50% pasien yang mulanya didiagnosis sebagai episode
depresi mayor unipolar ternyata adalah GB. Bila manifestasi yang muncul adalah
mania akut, penegakan diagnosisnya lebih mudah. Meskipun demikian, maia akut
sulit dibedakan dengan skizofrenia.
Terapi psikofarmakologi memberikan manfaat yang hampir sama di semua
kultur. Namun demikian, tuntunan strategi terapi tetap saja berbeda di berbagai
tempat di dunia. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan dalam tradisi
pengobatan, sikap terhadap obat tertentu, dan terbatasnya obat yang tersedia.
Berikut adalah tuntunan tatalaksana GB berdasarkan Canadian Network for Mood
and Anxiety Treatments (CANMAT).

a. Terapi Fase Akut


Pasien dnegan mania akut dapat mengalami agitasi, agresif dan melakukan
tindakan kekerasan. Hospitalisasi sering diperlukan untuk mengurangi resiko
pasien melukai diri sendiri atau orang lain. Selain itu, pasien sering tidak patuh

34
terhadap pengobatan karena tilikannya buruk terhadap penyakit. Oleh karena itu,
pasien sebaiknya dirawat supaya mendapat pengobatan yang efektif dan respin
yang adekuat terhadap pengobatan dapat dicapai dengan cepat.
Sebagian besar pasien menolah penggunaan preparat oral oleh karena
mereka merasa dirinya tidak sakit. Untuk pasien yang tidak bersedia minum obat,
preparat injeksi harus diberikan meskipun pasien menolak. Di bawah ini adalah
obat injeksi yang direkomendasikan untuk agitas akut pada bipolar mania.

Tabel 9. Rekomendasi obat injeksi untuk agitasi akut pada GB 17


Lini I Injeksi IM aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien
dengan episode mania atau campuran akut. Dosis 9,75 mg/injeksi.
Dosis maksimun 30 mg/hari (3x injeksi/hari dengan interval 2 jam).
Berespons dalam 45-90 menit.
Injeksi IM olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan
episode mania atau campuran akut. Dosis 10 mg/injeksi. Dosis
maksimun adalah 30 mg/hari Berespons dalam 15-30 menit.
Interval pengulanagn injeksi adalah 2 jam. Sebanyak 90% pasien
menerima hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama.
Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum 4 mg/hari. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi IM aripiprazol atau olanzapin.
Janagn dicampur dalam satu jarum suntik karena dapat menganggu
stabilitas antipsikotika
Lini II Injeksi IM haloperidol yaitu 5 mg/injeksi. Dapat diulang setelah 30
menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/ijeksi. Dapat diberikan
bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur dalam
1 jarum suntik.

Episode manik ditandai oleh mood iritabel, elasi dan ekspansif. Pasien
sering tidak bisa tidur, hiperaktif motorik, agitasi dan sering melakukan perbuatan
yang merugikan dirinya. Pada keadaan mania derajat berat, pasien sering

35
berhalusinasi dan berwaham. Biasanya pasien yang mengalami mania akut, selalu
membutuhkan perawatan. Di bawah ini adalah terapi yang direkomendasikan
untuk mania akut.

Tabel 10. Rekomendasi terapi pada mania akut GB17


Lini I Lithium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin,
quetiapin XR, aripiprazol, litium atau divalproat +
resperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol
Lini II Karbamazepin, Terapi Kejang Listrik (TKL), litium +
divalproat, paliperidon
Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat +
haloperidol, litium karbamazepin, klozapin
Tidak Gabapentin, topiramat, lamotrigin, resperidon +
Direkomendasikan karbamazepin, olanzapin + karbamazepin,

Antidepresan, baik monoterapi mapun dalam bentuk kombinasi dengan


litium dapat menginduksi mania atau sikluas cepat. Selain itu, antidpresan juga
memperburuk perjalanan penyakit. Beberapa tuntunan tatalaksana depresi bipolar
merekomendasikan untuk tidak menggunakan antidepresan monoterapi. Meskipun
demikian, penggunaannya sebagai monoterapi cukup sering. Hal ini menunjukkan
tidak adanya hubungan antara tuntunan dengan praktik klinik. Klinikus sering
lebih nyaman menggunakan antidepresan karena obat tersebut sudah lama dikenal
dan tersedia di pasaran. Selain itu, pasien mempunyai alasan tersendiri mengenai
kenyamanan menggunakan antidepresan. Hal ini disebabkan pengalaman
sebelumnya yaitu pasien mendapat antidepresan monoterapi karena salah atau
tidak terdiagnosis sebagai depresi bipolar, mengalami perpindahan mood menjadi
mania dan hipomania. Perpindahan mood ini sangat menyenangkan bagi pasien
sehingga pasien merasa nyaman dengan antidepresan. Di bawah ini adalah
rekomendasi untuk depresi akut, GB I.

36
Tabel 11. Rekomendasi terapibiologik pada episode depresi akut, GB I 17
Lini I Lithium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau
divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI, litium + divalproat
Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat +
lamotrigin
Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium
atau divalproat + venlafaksin, litium + MAOI, TKL, litium
atau divalproat atau AA + TCA, litium atau divalproat atau
karbamazepin + SSRI + lamotrigin, penambahan topiramat
Tidak Gabapentin monoterapu, aripiprazol monoterapi
Direkomendasikan

Terapi jangka panjang dibutuhkan hampir semua pasien GB. Meskipun


pengobatan selama fase akut dapat menghilangkan semua gejala, pada beberapa
pasien, hendaya fungsi dapat menetap. Oleh karena itu, pengobatan jangka
panjang adalah untuk mempertahankan keberhasilan terapi yang sudah dicapai
pada fase akut, mencegah kekambuhan, mengurangi gejala ambang, resiko bunuh
diri, kekerapan terjadinya episode, dan ketidakstabilan mood. Selain itu, terapi
jangka panjang dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas hidup.
Obat yang digunakan untuk terapi jangka panjang hendaklah obat yang
tolerabilitasnya baik dan efek samping minimal. Obat tersebut hendaknya efektif
untuk pasien yang sulit diterapi misalnya pasien dengan siklus cepat. Riwayat
adanya siklus cepat dikaitkan dengan tingginya resiko kekambuhan. Selain itu,
menjadikan gejala residual sebagai target terapi rumatan dapat pula mengurangi
resiko kekambuhan. Residu depresi atau manik yang disertai adanya ansietas pada
tahun sebelumnya dapat memprediksi terjadinya kekambuhan dalam bentuk
depresi sedangkan residu manik atau adanya peningkatan mood pada beberapa
hari selama fase rumatan dapat memprediksi akan terjadinya kekambuhan dalam
bentuk manik, hipomanik, atau campuran.
Resiko kekambuhan tiga kalo lebih besar pada pasien dengan mood
residul bila dibandingkan dengan pasien yag mencapai gejala. Riwayat adanay
tiga atau lebih episode mood sebelum pengobatan juga menjadi prediktor kuat

37
dalam memperkirakan akan terjadinya kekambuhan. Oleh karena itu, episode
akut memerlukan pengobatan yang agresif supaya remisi segera tercapai dan
kekambuhan selama terapi rumatan dalam dikurangi.
Gangguan bipolar II ditandai dengan paling sedikit episode depresi dengan
salah satu atau dua lebih episode hipomanik tanpa adanya riwayat episode manik
atau campuran. Selain itu, GB II, lebih sering pada perempuan bila dibandingkan
dengan laki-laki. Risiko komorbiditasnya lebih tinggi dibandingkan sedangkan
resiko bunuh dirinya sebanding bila dibandingkan dengan GB I. Waktu berada
dalam keadaan depresi lebih lama bila dibandingkan dnegan keadaan eutimik atau
hipomanik.
Quetiapin disetujui oleh FDA untuk pengobatan depresi baik pada GB I
maupun GB II. DI bawah ini adalah rekomendasi untuk penatalaksanaan depresi
akut, GB II.

Tabel 12. Rekomendasi terapi depresi akut, GB II 17


Lini I Quetiapin
Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat +
antidepresan, litium + divalproat, antipsikotika atipik +
antidepresan
Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang
mengalami hipomania)

b. Terapi Rumatan
Obat obat yang efektif pada fase akut hendaklah dilanjutkan
penggunaannya sampai fase rumatan. Di bawah ini adalah obat obat yang
direkomendasikan untuk terapi rumatan pada GB.

38
Tabel 13. Rekomendasi terapi rumatan pada GB 17
Lini I Lithium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin,
quetiapin, litium atau divalproat + quetiapin, resperidon
injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan RIJP, aripiprazol
Lini II Karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin,
litium atau divalproat + olanzapin, litium + risperidon, litium
+ lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
Lini III Penambahan fenitoin, penambahan olanzapine, penambahan
ECT, penambahan topiramat, penambahan asam lemak
omega-3, penambahan okskarbazepin
Tidak Gabapentin, topiramat, atau antidepresan monoterapi
Direkomendasikan

Gangguan bipolar II sering pula tidak terdiagnosis atau salah diagnosis.


Sebaliknya, mania lebih mudah dikenal. Prevalensi GB I dan GB II adalah 3,8%
bila digabungkan. Sedangkan pada GB II saja 2,5%. Apabila digunakan kriteria
waktu untuk hipomania, cukup hanya dua hari, prevalensi GB II menjadi lebih
tinggi.
Fokus terapi jangka panjang pada pasien GB II adalah mencegah
terjadinya episode depresi. Di bawah ini adalah rekomendasi rumatan pada GB II.

Tabel 14. Rekomendasi terapi rumatan pada GB II17

Lini I Litium, lamotrigin


Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik +
antidepresan, kombinasi dua dari: litium, lamotrigin,
divalproat atau antipsikotika atipik
Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Tidak Gabapentin
Direkomendasikan

2. Psikoterapi
Interaksi psikososial sangat penting pada GB. Beberapa pendekatan yang
sering dilakukan antara lain:

39
- Cognitive behavioural therapy
- Terapi keluarga
- Terapi interpersonal,
- psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologik lainnya.
Intervensi psikososial bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan.

G. Contoh Kasus Gangguan Efektif

I. Identitas Pasien

40
Nama : Ny. SH
Umur : 21 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Belum bekerja
Agama : Islam
Perkawinan : Belum menikah
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Purwoharjo Banyuwangi
No. Rekam Medis : 146267
Status Pelayanan : Umum
Tanggal Pemeriksaan : - 5 November 2016
- 12 November 2016
- 22 Mei 2017

II. Anamnesis (5 November 2016)


Poli Psikiatri RSD dr. Soebandi Jember (5 November 2016)

Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama:
Pasien seing marah-marah

b. Riwayat Penyakit Sekarang:


Autoanamnesis :
Pasien mengaku sering marah-marah tanpa sebab yang jelas terhadap anggota
keluarganya sejak 6 bulan yang lalu setelah pasien didiagnosis menderita
penyakit sindrom nefrotik. Pasien mengatakan bahwa dia sedikit kecewa
terhadap keluarganya karena pasien menganggap bahwa keluarganya tidak
mengerti perasaannya saat ini. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada
punggungnya yang berpindah-pindah, terkadang nyeri tersebut dirasakan
hingga ke perut hinggga pasien pucat dan berkeringat. Pasien sudah
memeriksakan keluhan tersebut pada dokter di Banyuwangi, namun tidak ada
masalah fisik menurut dokter tersebut. Pasien juga mengalami gangguan tidur
sejak mengalami keluhan tersebut. Pasien juga mengaku bahwa dirinya
kehilangan minat pada kegiatan yang dulu disukainya, pasien lebih sering
terdiam dan menangis sendirian.

Heteroanamnesis :

41
Menurut ibu pasien, pasien sering marah-marah tidak jelas kepadanya dan
anggota keluarga yang lain sejak terdiagnosis menderita penyakit sindrom
nefrotik. Pasien sering mengatakan bahwa tidak ada yang memahami
keadaannya saaat ini. Menurut ibu pasien, sebelum sakit pasien memiliki
kepribadian tertutup, tetapi sering bercerita apabila ada masalah dan
tergolong perhatian terhadap anggota keluarga yang lain.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:


Disangkal
d. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga:
Disangkal
f. Riwayat Sosial
Status : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Premorbid : Kepribadian tertutup
Faktor Organik :-
Faktor Keturunan :-
Faktor Pencetus : Merasa takut akan kekambuhan penyakitnya
Faktor Psikososial : Pasien belum kuliah dan tidak bekerja

III. Pemeriksaan

Status Psikiatri
Kesan Umum : Pasien berpakain rapi sesuai gender dan usia.
Kontak : Mata (+) verbal (+) relevan, lancar
Kesadaran : Kualitatif, komposmentis, tidak berubah
Kuantitatif, GCS 4-5-6
Afek/emosi : Depresif
Proses berpikir : Bentuk : Realistik
Arus : Koheren

42
Isi : Preokupasi penyakit
Persepsi : Halusinasi (-)
Intelegensi : Dalam batas normal
Kemauan : Menurun
Psikomotor : Stereotipi
Tilikan : Derajat 2 (Pasien mengakui bahwa dirinya sakit
namun disaat yang bersamaan muncul penolakan terhadap
penyakitnya)

IV. Diagnosis
Axis I : Gangguan campuran axietas dan depresi
Axis II : Tidak ada
Axis III : Sindroma nefrotik
Axis IV : Masalah dengan keluarga, merasa tidak produktif karena penyakit
yang dideritanya saat ini
Axis V : GAF SCALE 60-51 (Gejala sedang, gangguan sedang)

V. Terapi
- Imipramin 20 mg 0-0-1
- Alprazolam 0,26 mg 1-0-1

VI. Anamnesis (12 November 2016)


Poli Psikiatri RSD dr. Soebandi Jember (12 November 2016)

Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan semakin sering tertidur

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis:
Pasien mengatakan bahwa pasien menjadi sering mengantuk dan gampang
tertidur setelah mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dr. Sp, KJ pada
minggu lalu. Sebelum mengkonsumsi obat, pasien mengaku bahwa dirinya

43
memang terbiasa tidur dari pagi hingga sore, namun setelah mengkonsumsi
obat tersebut, pasien tidur dari pagi hingga malam. Pasien hanya bangun
untuk makan kemudian tidur lagi. Pasien mengeluhkan tidak bisa beraktivitas
seperti biasa. pasien juga mengaku mengalami gangguan makan setelah
mengkonsumsi obat. Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan
karena merasa tidak lapar dan tidak bisa kenyang ketika makan. Pasien masih
mengeluhkan nyeri pada punggungnya.

VII. Pemeriksaan (12 November 2017)


Status Psikiatri
Kesan Umum : Pasien berpakain rapi sesuai gender dan usia.
Kontak : Mata (+) verbal (+) relevan, lancar
Kesadaran : Kualitatif, komposmentis, tidak berubah
Kuantitatif, GCS 4-5-6
Afek/emosi : Anhedonia
Proses berpikir : Bentuk : Realistik
Arus : Koheren
Isi : Preokupasi penyakit
Persepsi : Halusinasi (-)
Intelegensi : Dalam batas normal
Kemauan : Dalam batas normal
Psikomotor : Menurun
Tilikan : Derajat 4 (Pasien menyadari bahwa dirinya sakit
dan butuh bantuan tetapi tidak memahami
penyebab sakitnya)

VIII. Diagnosis
Axis I : Episode Depresif Sedang dengan Gejala Somatik
Axis II : Tidak ada
Axis III : Sindroma nefrotik
Axis IV : Masalah dengan keluarga, merasa tidak produktif karena penyakit
yang dideritanya saat ini
Axis V : GAF SCALE 60-51 (Gejala sedang, gangguan sedang)

44
IX. Terapi
- Mirtazapine 0-0-1
- Tramadol 1-0-1

VI. Anamnesis (22 Mei 2017)


Poli Psikiatri RSD dr. Soebandi Jember (22 Mei 2017)

Riwayat Penyakit
c. Keluhan Utama:
Sulit tidur di malam hari

d. Riwayat Penyakit Sekarang:


Autoanamnesis :
Pasien datang ke poli psikiatri, mengeluhkan emosi yang tidak menentu sejak
2 minggu terakhir, terkadang emosi pasien biasa saja, terkadang menjadi
pemarah, terkadang menjadi pemurung hingga sering menangis sendirian
ketika tidak tidur di malam hari. Pasien juga mengatakan keluhan nyeri
punggungnya kambuh kembali sejak 2 bulan yang lalu, namun karena
dirasakan tidak terlalu berat, pasien yakin keluhan tersebut akan hilang
kembali dengan sendirinya. Ketika ditanya mengapa pasien sering menangis
dimalam hari, pasien mengaku pesimis dengan hidupnya, pasien menganggap
dirinya sudah dewasa namun tidak bisa melakukan apa apa, pasien saat ini
belum melanjutkan pendidikan ke universitas karena takut penyakit sindrom
nefrotik yang pernah dideritanya akan kambuh kembali. Pasien juga mengaku
kehilangan minat pada kegiatan yang biasanya dilakukan. Pasien merasa
jenuh dengan keadaannya saat ini, pasien juga sempat memiliki pikiran untuk
bunuh diri, namun tidak dilakukan karena pasien masih percaya bahwa hal
tersebut dilarang dalam agamanya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:


Disangkal

45
d. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga:
Disangkal
f. Riwayat Sosial
Status : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Premorbid : Kepribadian tertutup
Faktor Organik :-
Faktor Keturunan :-
Faktor Pencetus : Merasa tidak berguna
Faktor Psikososial : Pasien belum kuliah dan tidak bekerja

VII. Pemeriksaan

Status Psikiatri
Kesan Umum : Pasien berpakain rapi sesuai gender dan usia.
Kontak : Mata (+) verbal (+) relevan, lancar
Kesadaran : Kualitatif, komposmentis, tidak berubah
Kuantitatif, GCS 4-5-6
Afek/emosi : cemas
Proses berpikir : Bentuk : Realistik
Arus : Koheren
Isi : Preokupasi penyakit
Persepsi : Halusinasi (-)
Intelegensi : Dalam batas normal
Kemauan : Menurun
Psikomotor : Stereotipi
Tilikan : Derajat 4 (Pasien menyadari bahwa dirinya sakit
dan butuh bantuan tetapi tidak memahami
penyebab sakitnya)

46
VI. Diagnosis
Axis I : Episode depresi berat dengan gejala somatis
Axis II : Tidak ada
Axis III : Sindroma nefrotik
Axis IV : Masalah dengan keluarga, merasa tidak produktif karena penyakit
yang dideritanya saat ini
Axis V : GAF SCALE 60-51 (Gejala sedang, gangguan sedang)

VII.Terapi
- Imipramin 20 mg 0-0-1
- Alprazolam 0,26 mg 1-0-1

VIII. Prognosis
Dubia ad Bonam
Dubia ad bonam karena:
a. Premorbid (kepribadian tertutup) : Buruk

b. Perjalanan penyakit (kronis) : Buruk

c. Umur permulaan (usia dewasa) : Baik

d. Riwayat Pengobatan (ada) : Baik

e. Faktor keturunan (tisak ada) : Baik

f. Faktor pencetus (diketahui) : Baik

g. Perhatian keluarga (baik) : Baik

h. Ekonomi (Baik) : Baik

i. Kepatuhan dlm pengobatan : Buruk

47
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Price AL, Marzani_Nissen GR. 2012. Bipolar Disorder: A Review. Am Fam
Physician. 85(5): 483-493.

2. Goldberg J. 2014. Bipolar Disorder and Suicide. Article. Web MD Medical


Reference.

3. Ketter TA. 2010. Diagnostic Feature, Prevalence, Impact of Bipolar Disorder.


J Clin Psychiatry. 71(6):14

4. Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III.Jakarta: PT Nuh jaya

5. Jaya, Y., Kumar, S., et al. 2013. Bipolar Disorder in Adults. International
Research Journal of Pharmacy. 4 (6). Ghaziabad: Sunder Deep Pharmacy
College.

6. Merikangas KR, Akiskal HS, Angst J, et al. Lifetime and 12-month


prevalence of bipolar spectrum disorder in the National Comorbidity Survey
replication. Arch Gen Psychiatry 2007; 64; 543-552.

7. Yutzy SH, Woofter CR, Abbott CC, Melhem IM, Parish BS. 2012. The
Increasing Frequency of Mania and Bipolar Dissorder Causes and Potential
Negative Impacts. J Nerv Ment Dis. 200(5):380-387.

8. Diflorio A dan Jones I. 2010. Is Sex Important? Gender Diference in Bipolar


Dissorder. Int Rev Psychiatry. 22(5):437452.

9. Axelson D, Goldstein B, Goldstein T. 2015. Diagnostcs Precursor to Bipolar


Disorder in Offspring of Parent with Bipolar Disorder: A Longitudinal Study.
Am J Psychiatri. 2014(14)10-35.

10. Berretini WH. 2000. Are Schixophrenic and Bipolar Disorder Related? A
Review of Family and Molecular Studies. Biol Psychiatry. 48(6):531-538.

11. Post RM, Speer AM, Hogh CJ. Neurobiology of Bipolar Illness:Implication
for Future Study and Theraapeutics. Ann Clin Psychiatry. 15(2):85-94.

12. Houneu J, Formberger J, Carde S. 2011. Neuroimaging based markers of


bipolar disorder: evidence from two metaanalysis. J aAffect Disorder.
132(3):344-355.

13. Sadock, B., Sadock, V. 2010. Kaplan & Sadocks Pocket Handbook of
Clinical Psychiatry. Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer Business.

14. Barnett JH, Huang J, Perlis RH, Young MM. 2011. Personality and Bipolar
Disorder. Psycholmed. 48(11)1693-1604.

49
15. Chaudron LH, Pies RW. 2003. The Ralationship between postpartum
psychosis and bipolar disorder: a review. J Clin Psychiatry. 64(11)

16. Patel R, Reiss P, Shetty H, Broadbent M. 2015. Do antidepressants increase


the risk of mania and bipolar disorder in people with depression? A
retrospective electronic case register cohort study. British Medical Journal.
5(12):e0084341

17. Amir, Nurmiati. 2014. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2 (204-227). Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.

18. Kaplan dan Sadock. 2012. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR. Terjemahan


Bebas. Editor: Fredy Senduk.

19. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT Nuh
Jaya

50

Anda mungkin juga menyukai