Anda di halaman 1dari 16

CEDERA SPINA

Cedera spina mengandung dua ancaman,

yaitu perusakan terhadap kolumna vertebra

dan jaringan saraf.

Cedera yang stabil dan tak stabil

Bila diterapkan pada lesi akut, cedera

stabil adalah cedera yang komponen


Gambar 1. Mekanisme Cedera Spina biasanya
vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan cedera lewat salah satu dari dua cara: (a) jatuh pada
kepala atau bagian belakang leher, (b) pukulan pada
normal sehingga sumsum tulang yang tidak dahi, yang memaksa leher hiperekstensi

rusak tidak dalam bahaya, sedangkan cedera yang tak stabil adalah cedera yang dapat

mengalami pergeseran lebih jauh.

Dalam menilai stabilitas spina, unsur yang harus dipertimbangkan adalah:

(a) Kolumna anterior: dua-pertiga bagian anterior corpus vertebraa, bagian anterior

diskus intervertebralis dan ligamen longitudinal anterior

(b)Komponen pertengahan: sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian

posterior dari diskus intervertebralis dan ligamen longitudinal posterior

(c) Kompleks oseoligamentosa posterior: pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus

tulang posterior dan ligamen interspinosa serta supraspinosa

Gambar 2 Unsur struktur pada spina Tiga unsur


itu adalah: (a) Kolumna anterior (b) Komponen
pertengahan (c) Kompleks posterior

1
A. MEKANISME CEDERA

Cedera yang tak langsung biasanya terjadi jika kolumna spinalis mengalami

kolaps pada poros vertikalnya, terutama saat jatuh dari tempat tinggi atau bila seseorang

terjebak di bawah reruntuhan. Tipe pergeseran yang penting:

1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)

Jarang terjadi pada torakolumbal, tapi sering pada leher. Ligamen anterior dan

diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur.

2. Fleksi

Jika ligamen posterior tetap utuh, fleksi paksaan akan meremukkan badan

vertebral menjadi baji; ini adalah cedera stabil dan paling sering ditemukan.

Jika ligamen posterior robek, cedera bersifat tidak stabil dan badan vertebra

bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebra di bawahnya.

3. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang menimpa segmen lurus pada spina servikal atau lumbal

akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan

lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan

kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan

vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture).

4. Fleksi, kompresi dan distraksi posterior

Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat

mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior.

Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis.

Keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi.

2
5. Rotasi-fleksi

Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi, rotasi dan

pemuntiran. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya,

mereka dapat robek permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas

dari satu vertebra dapat terpotong. Akibatnya adalah pergeseran atau dislikasi

ke depan pada vertebra di atas dengan atau tanpa dibarengi kerusakan tulang.

6. Translasi horisontal

Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser

ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tak stabil dan kerusakan saraf

sering terjadi.

B. PENYEMBUHAN

Fraktur-dislokasi sembuh karena pembentukan tulang baru dan fusi vertebra yang

rusak. Cedera fleksi yang diserta kompresi korpus vertebra serta kerusakan ligamen

posterior dapat mengakibatkan deformitas progresif.

C. DIAGNOSIS

Setiap pasien yang pernah menderita cedera berat harus diperiksa sepenuhnya

untuk mencari ada tidaknya cedera spinal. Riwayat kecelakaan dapat memberi petunjuk

yang penting jatuh dari tempat tinggi, cedera akibat terjun, benturan pada kepala,

tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit atau sentakan mendadak pada leher

akibat tubrukan dari belakang (whiplash injury) merupakan penyebab kerusakan spinal

yang sering ditemukan.

Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah dapat

teraba bila ligamen terobek dan hematoma pada spina merupakan tanda bahaya. Tulang

3
dan jaringan lunak diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri

tekan.

Pencitraan

Pemeriksaan sinar-X harus dilakukan dengan

sesedikit mungkin manipulasi pada leher atau

punggung, namun pemeriksaan ini harus cukup lengkap

untuk memberikan informasi yang penting. CT sangat

berharga untuk menunjukkan fraktur pada korpus

vertebra atau arkus saraf atau pelanggaran batas kanalis Gambar 3 Cedera Spina CT scan ini
memperlihatkan satu fragmen besar
yang melewati batas sehingga
spinalis. MRI sangat berguna untuk memperlihatkan membahayakan kanalis spinalis

jaringan jaringan lunak (diskus intervertebralis dan ligamentum flavum) dan lesi korda.

Cedera yang menyertai

Periksa dengan cermat ada tidaknya cedera penyerta pada tengkorak, toraks, perut

atau pelvis.

D. PRINSIP PENANGANAN

1. Pertolongan Pertama

Prioritas pertama ialah memastikan adanya saluran napas dan ventilasi yang

memadai. Pasien yang tak sadar harus diperlakukan seolah-olah mereka

mengalami cedera spinal sebelum diagnosis ini jelas-jelas disingkirkan.

2. Penanganan Awal di Rumah Sakit

Tergantung pada sifat dan beratnya cedera, yang tidak dapat dinilai melalui

penampilan di permukaan. Penilaian umum dilakukan, sering terdapat cedera

berat yang menyertai. Jika pasien perlu resusitasi atau intubasi trakea, hati-hati

akan bahaya fleksi atau ekstensi leher. Ventilasi harus dijamin, syok serta

4
perdarahan harus diterapi. Pasien dinilai dengan cermat untuk mencari ada

tidaknya cedera spinal dan dilakukan pemeriksaan neurologik. Pemeriksaan

dengan sinar X dilakukan.

Leher dan punggung dipertahankan pada posisi anatomis dengan bantal dan

penyangga dan terapi pasti untuk cedera spinal ditunda hingga diagnosis penuh

telah dibuat.

Gambar 4 Pemeriksaan Teknik log-rolling harus dilakukan untuk melakukan pemeriksaan pada punggung

Pemeriksaan klinik diulangi beberapa jam setelah masuk ke bagian rawat,

tanda-tanda mungkin telah berubah. Pasien dengan kerusakan korda

memerlukan perhatian khusus untuk mencegah ulkus dekubitus dan komplikasi

kandung kemih. Suatu kateter uretra dimasukkan dan keluaran urin dikur

(keluaran urin berkurang selama periode syok).

3. Terapi Definitif

Tujuan terapi adalah:

a. Mempertahankan fungsi neruologik

b. Mengurangi kompresi pada saraf atau korda yang dapat dipulihkan

c. Menstabilkan spina

d. Merehabilitasi pasien

5
Pasien yang tanpa kerusakan tulang dan hanya mengalami cedera jaringan

lunak yang ringan dapat ditangani dalam bagian rawat kecelakaan dan

diperbolehkan pulang, dengan pesan agar kembali lagi seminggu kemudian

untuk dinilai.

Pasien tanpa cacat neurologik

Kalau cedera spinal bersifat stabil, ini dapat dibiarkan saja dan pasien diterapi

dengan menopang spina pada posisi yang tidak akan menyebabkan regangan lebih jauh,

ban leher yang kokoh atau penyangga lumbal biasanya mencukupi, tetapi pasien

mungkin perlu istirahat di tempat tidur hingga nyeri dan spasme otot mereda.

Kalau cedera spinal bersifat tak stabil, cedera ini perlu dipertahankan agar aman

hingga jaringan sembuh dan spina menjadi stabil. Dislokasi dan subluksasi harus

direduksi, baik dengan menyesuaikan postur, dengan traksi atau operasi terbuka.

Pasien dengan kehilangan motorik dan sensorik lengkap

Selama 48 jam pertama pasien mengalami syok spinal. Kalau tidak ada

penyembuhan setelah seminggu, lesi mungkin lengkap dan permanen. Kalau cedera

spinal bersifat stabil (jarang terjadi), pasien dapat diterapi secara konservatif dan

direhabilitasi secepat mungkin.

Pada cedera tak stabil biasa ditemui, terapi konservatif dapat digunakan; cara ini

banyak menuntut dan terbaik dilakukan dalam suatu unit khusus yang dilengkapi

dengan perawatan sehari semalam penuh, secara rutin dimiringkan setiap 2 jam,

pembersihan kulit, perawatan kandung kemih dan fisioterapi khusus dan terapi kerja

Pasien dengan kehilangan neurologik yang tidak lengkap

Kalau cedera bersifat stabil, pasien dapat diterapi secara konservatif dengan

berisitirahat di tempat tidur hingga nyeri mereda kemudian dengan beberapa bentuk

6
penopang lokal. Kalau cedera bersifat tak stabil, reduksi atau dekompresi dengan

operasi dini dan stabilisasi dapat diindikasikan

4. Metode terapi

a. Halo-body cast. Dengan pasien pada posisi telentang dan kepalanya

disangga oleh seorang asisten, alat halo dipertahankan pada posisi tepat di

bawah bagian terlebar tengkorak. Di bawah anestesi lokal, empat pen steril

dimasukkan ke lubang halo dan disekrupkan ke bagian luar tengkorak, pen

kemudian dikunci pada posisinya. Jaket gips diterapkan, membentang dari

bahu dan dibentuk di atas krista iliaka. Halo difiksasi pada gips badan.

b. Dekompresi dan stabilisisasi dapat dicapai dari depan melalui pendekatan

transtoraks atau transperitoneal, atau dari belakang melalui pendekatan

translaminar atau transpedikular.

I. CEDERA VERTEBRA SERVIKAL

Pasien yang pingsan karena cedera kepala, fraktur vertebra servikal harus selalu

dicurigai. Posisi leher yang abnormal dapat menjadi tanda pendukung, tetapi palpasi

jarang bermanfaat. Gerakan harus dilakukan dengan sangat pelan-pelan dan kalau

nyeri, lebih baik ditunda hingga leher telah difoto dengan sinar X. Nyeri atau

paraestesi pada tungkai perlu diperhatikan dan tungkai harus selalu diperiksa untuk

mencari bukti danya kerusakan sumsum atau akar saraf.

Foto sinar X harus bermutu tinggi dan harus diperiksa secara metodik:

1. Pada foto AP, harus lateral harus utuh, dan prosesus spinosus serta bayangan

trakea harus berada pada garis tengah

2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra servikal dan T1 kalau tidak, cedera

yang rendah akan terlewatkan

7
3. Jarak antara odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas harus tak

lebih dari 4,5 mm pada anak atau 3 mm pada orang dewasa dan tidak berubah bila

fleksi

4. Untuk menghindari terlewatnya dislokasi yang tanpa fraktur, kadang-kadang

diperlukan film lateral pada posisi fleksi dan ekstensi

5. Pergeseran korpus vertebra ke depan di atas korpus di bawahnya adalah penting

6. Lesi yang tidak jelas atau menyangsikan membutuhkan CT.

A. Fraktur Avulsi

Fraktur pada prosesus spinosus C7 dapat terjadi oleh kontraksi otot yang hebat

(fraktur clay-shovoller). Fraktur ini nyeri tapi tak bahaya.

B. Strain Servikal (Whiplash)

Cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher tiba-tiba tersentak ke dalam

hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah tertabrak dari belakang; badan

terlempar ke depan dan kepala tersentak ke belakang.

Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang dapat amat refrakter dan

bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan

gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, deperesi,

penglihatan kabur dan rasa baal atau paraesetsia pada lengan. Analgesik akan

meringankan nyeri dan fisioterapi memberi rasa nyaman.

C. Fraktur C1

Beban berat yang mendadak di atas kepala dapat

menyebabkan peremukan yang dapat

menyebabkan fraktur pada cincin atlas di belakang

dan di muka massa lateral (fraktur Jefferson). Gambar 5 Fraktur C1 Fraktur Jefferson

8
Tidak ada pelanggaran batas pada kanalis spinalis dan biasanya tidak ada

kerusakan neurologik.

D. Fraktur pada Pedikulus C2

Fraktur orang digantung ditemukan pada

kehidupan sehari-hari pada kecelakaan mobil di

mana kepala membentuk kaca depan, memaksa

leher hiperekstensi. Kalau kedua pedikulus

mengalami fraktur dan bergeser secara hebat,


Gambar 6 Fraktur C2 Fraktur Hangman
kerusakannya akan menyebabkan kematian.

Fraktur yang tidak bergeser pun tetap berbahaya dan terbaik pasien diterapi

dengan imobilisasi dalam halo-body cast selama seminggu.

E. Fraktur Odontoid

Gambar 7 Fraktur Odontoid (a) Fraktur odontoid yang sangat bergeser (b) Fraktur ini telah direduksi dan
dipertahankan dengan memfiksasi prosesus spinosus C1 pada prosesus C2

Diakibatkan oleh kecelakaan karena mengemudi dalam kecepatan tinggi atau

jatuh dengan keras. Fraktur yang bergeser ini sebenarnya adalah fraktur-

dislokasi pada sendi atlantoaksial di mana atlas bergeser ke depan atau ke

belakang, sekaligus membawa prosesus odontoid bersamanya. Fraktur yang tak

9
bergeser dapat diterapi dengan penyangga servikal yang sesuai, yang dipakai

selama 12 minggu.

F. Cedera Hiperekstensi-C3 ke T1

Tulang tidak rusak tapi ligamen longitudinal anterior dapat robek. Riwayat memar

pada muka atau laserasi sering menunjukkan mekanismenya. Kerusakan

neurologik bervariasi dan mungkin akibat terjadi kompresi antara diskus dan

ligamentum flavum; edema dan hematomielia dapat menyebabkan sindrom

medula spinalis sentral yang akut. Cedera ini stabil pada posisi netral, di mana

cedera ini harus dipertahankan dengan ban leher selama 6 minggu.

G. Cedera Kompresi Baji

Reduksi tidak diperlukan.

Gambar 8 Fraktur kompresi pada vertebra servikal Fraktur kompresi baji yang sebenarnya (a) stabil karena
ligamen posterior tetap utuh. Fraktur kominutif (b) terbaik dianggap sebagai fraktur tak stabil karena bagian
posterior korpus vertebra yang besar dapat bergeser ke belakang

H. Fraktur Remuk

Fragmen tulang dapat mengalami pergeseran, sehingga sebaiknya gerakan

dibatasi. Gunakan ban leher gips selama 6 minggu, kemudian ganti dengan ban

leher polietilen hingga fusi antarbadan terlihat dengan sinar X.

10
I. Fraktur Korpus Kominutif

Diakibatkan oleh tekanan aksial yang hebat diakibatkan oleh kombinasi tekanan

aksial dengan fleksi, biasanya pada lompat indah. Fraktur ini biasanya diterapi

dengan traksi tengkorak selama 8 minggu, kemudian penyangga servikal selama 8

minggu lagi.

J. Subluksasi C3 ke T1

Penggunaan ban leher selama 6 minggu biasanya memadai.

Gambar 9 Subluksasi vertebra servikal (a) Foto yang diambil pada posisi ekstensi tidak mempperlihatkan
pergeseran korpus vertebra, tetapi terdapat celah yang terlalu besar di antara prosesus spinosus C4 dan 5 (b) Bila
leher sedikit berfleksi, subluksasi tampak jelas.

K. Dislokasi dan Fraktur Dislokasi di Antara C3 dan T1

Terapi awal. Pergeseran harus direduksi, dengan traksi tengkorak yang berat (10-

15 kg) selama beberapa jam. Terapi berikutnya, melanjutkan traksi (dikurangi 5

kg) selama 6 minggu kemudian dengan ban leher selama 6 minggu lagi.

L. Dislokasi Permukaaan Unilateral

Reduksi dapat terjadi spontan sementara leher diposisikan untuk traksi.

II. CEDERA VERTEBRA TORAKAL

Paraplegia lengkap yang tidak membaik selama 48 jam, penanganan konservatif

sudah cukup, pasien dapat diuji di tempat tidur selama 5-6 minggu, kemudian

11
dimobilisasi dengan suatu penyangga. Kalau paraplegia bersifat sebagian, diperlukan

kompresi dan stabilisasi.

III. CEDERA TORAKOLUMBAL

Bila pasien ditemukan di tempat kecelakaan, dia harus dipindahkan ke atas usungan

sebagai satu potong, spina harus dipertahankan lurus. Untuk memeriksa punggung,

pasien dengan hati-hati dimiringkan minimal dua orang, sebaiknya tiga orang ke satu

sisi. Kemudian lakukan sinar-X, perhatikan: (1) Penjajaran vertebra (2) Bentuk

masing-masing korpus vertebra.

A. Fraktur Prosesus Transversus

Cedera jaringan lunak. Jika terisolasi tidak perlu terapi.

B. Cedera Ekstensi

Biasanya sembuh secara spontan. Sering ditemukan pada atlet angkat berat,

pesenam atau atlet lain.

C. Fraktur Kompresi-Baji

Gambar 10 Fraktur kompresi baji (a) Fraktur kompresi dengan setengah korpus vertebra masih intak (b) Fraktur baji
anterior dengan kehilangan tinggu 20% (c) Gips jaket (d) Lightweight removable orthosis (e) Fiksasi posterior
berhasil mencegah kolaps lebih jauh

Tersering, yang disebabkan oeh fleksi spinal dan biasanya ligamen posterior utuh.

Terapi yang terbaik adalah aktivitas. Pasien dipertahankan di tempat tidur selama

satu atau dua minggu hingga nyeri mereda kemudian latihan spinal.

12
D. Fraktur Remuk

Kompresi aksial dapat meledakkan korpus vertebra, menyebabkan kegagalan pada

kolumna anterior dan pertengahan. Cedera dapat diterapi dengan imobilisasi

dalam jaket gips yang tidak dipasaang dengan spina pada posisi hiperekstensi tapi

pada posisi netral, kemudian diganti dengan jaket poietilen setelah 6 minggu.

Gambar 11 Fraktur peremukan lumbal Tekanan yang hebat dapa menyebabkan reropulsi korpus vertebra (a)
Tingkat pelanggaran batas pada kanalis psinalis terbaik diperlihatkan dengan CT (b)

E. Cedera Pisau Lipat

Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang lumbal-

perttengahan membentuk pisau lipat dengan poros yang bertempat di bagian

anterior kolumna vertebralis. Terapi dengan jaket gips selama 6-8 minggu.

F. Fraktur-Dislokasi

Terapi bergantung apakah korda atau akar saraf rusak atau tidak.

Fraktur-Dislokasi dengan Paraplegia

Traksi saja dapat mencapai reduksi. Setelah 6-8 minggu pasien dapat dimobilisasi

dari tempat tidur. Jika hanya sebagian, dibutuhkan kompresi dan stabilisasi

13
Fraktur-Dislokasi tanpa Paraplegia

Dapat direduksi dengan traksi dalam posisi ekstensi, spina kemudian

diimobilisasi, sebaiknya ddengan fiksasi internal. Penyangga dipakai minimal 3

bulan.

IV. CEDERA SARAF

A. Gegar Korda (Neurapraksia)

Paralisis motorik (flaksid), kehilangan sensorik dan paralisis viseral di bawah lesi

korda, tapi dapat sembuh dalam beberapa menit atau jam.

B. Transesksi Korda

Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi di bawah lesi

korda, bersifat sementara.

C. Transeksi Akar

Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi pada distribusi

akar yang rusak. Regenerasi secara teoritis dapat terjadi dan paralisis motorik

yang tersisisa tetap flasid secara permanen.

Tingkat Anatomis

Pada cedera vertebra servikal, transeksi korda hampir sesuai dengan tingkat

kerusakan tulang. Transeksi korda servikal yang tinggi bersifat fatal karena semua

otot pernapasan lumpuh. Pada cedera di bawah vertebra C5, tungkai atas sebagian

terhindar dan mengakibatkan deformitas yang khas. Transeksi korda vertebra T10

menyebabkan paralisis tungkai bawah dan visera. Korda membentuk suatu tonjolan

kecil (konus medularis) di antara vertebra T10 dan L1, dan meruncing pada antar

ruang di antara vertebra L1 dan L2.

14
Akar sakral mempersarafi: (1) Sensasi dalam daerah pelana, suatu jalur di

sepanjang bagian belakang paha dn tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar paha

kaki, (2) Tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki,

(3) Refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki, (4)

Pengendalian kencing.

Akar lumbal mempersarafi: (1) Sensasi pada seluruh tungkai bawah selain

bagian yang dipasok oleh segmen sakral, (2) Tenaga motorik pada otot yang

mengendalikan pinggul dan lutut, (3) Refleks kremaster dan refleks lutut.

Prognosis

15
V. CEDERA TORAKS

A. Fraktur Tulang Rusuk

Diakibatkan cedera langsung, atau pada pasien osteoporotik dapat patah dengan

tekanan kecil, misalnya batuk. Terapi dengan injeksi anastetik lokal dan latihan

pernapasan. Komplikasi: cedera paru-paru, yaitu pneumotorak.

B. Fraktur Sternum

Akibat pukulan langsung pada dada, atau tak langsung selama cedera fleksi

spina. Sternum perlu diangkat ke depan dengan anestesi umum dengan pengait

tulang jika bergeser sangat hebat.

C. Dada Remuk ke Dalam

Akibat cedera torak yang hebat. Terapi dengan melakukan anestesi dan

memberikan pernapasan dengan tekanan positif. Saluran napas harus bersih

untuk trakeotomi dan intubasi. Rongga pleura harus didrainase melalui suatu

pipa interkostal.

Gambar 12 Fraktur sangkar toraks (a) Fraktur tulang rusuk biasanya terihat jelas pada sinar-X (b) Fraktur yang
tak bergeser kadang-kadang sulit ditemukan, seminggu kemudian fraktur itu terlihat jelas pada scan
radionuklida

16

Anda mungkin juga menyukai