Anda di halaman 1dari 10

A.

PENGERTIAN PIDATO

Berpidato merupakan salah satu wujud kegiatan berbahasa lisan. Oleh

sebab itu, berpidato memerlukan dan mementingkan ekspresi gagasan dan

penalaran dengan menggunakan bahasa lisan yang didukung oleh aspek

nonbahasa, seperti ekspresi wajah, kontak pandang, dan intonasi suara.

Pidato atau yang di dalam bahasa latin disebut rethorica secara bahasa

sering diartikan sebagai public speaking yaitu menyampaikan ide/pesan secara

lisan kepada orang banyak atau didalam forum. Akan tetapi secara lebih

mendalam pidato atau rethorica sebenarnya bukan hanya sekedar berbicara di

hadapan umum. Menurut para ahli dan seni dalam menyampaikan idea tau pesan

secara lisan di hadapan khalayak ramai (Tasmara, 1987, h.136).

Sebagai suatu bentuk komunikasi lisan para ahli komunikasi bersepakat

bahwa rethorica sudah ada sejak abad pertama manusia hadir dimuka bumi.

Kendati demikian, sebagai sebuah seni dalam menuangkan gagasan serta lisan

rethorica baru berkembang pada abad ke-V sebelum masehi. Yaitu ketika kaum

sofis di Yunani mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain untuk

menyampaikan ajaran mereka tentang politik dan pemerintahan. Menurut kaum

sofis di Yunani tersebut sebuah pemerintahan harus berdasarkan pemilihan suara

terbanyak oleh rakyat (demokrasi). Oleh karena itulah maka diperlukan usaha

untuk membujuk rakyat demi kemenangan dalam pemilihan dengan penekanan

melalui kemampuan dalam berpidato. Sehingga tidak heran bila di Yunani pada

waktu itu bermunculan ahli-ahli pidato. Salah seorang tokoh / ahli pidato tersebut
adalah Plato. Menurut Plato rethorica memiliki peran yang sangat meraih

kedudukan, dan sebagai sarana untuk mempengaruhi rakyat (Effendi, 1984, h.54).

Pada masa kerajaan Romawi yang megembangkan rethorica adalah

Marcus Tulius Cicero. Cicero tersohor karena suaranya dan buku-buku

karangannya yang salah satunya berjudul De Oratore. Sebagai seorang otorator

ulung Cicero memiliki suara yang berat dan mengalun. Satu saat lantang

membahana, dan pada saat yang lain lembut merayu, bahkan kadang-kadang

pidatonya juga disertai cucuran air mata (Effendi, 1984, h.56)

Didalam khazabah seni dan budaya Islam pidato / rethorica disebut

Fannul Khitabah. Rasulullah Muhammad SAW adalah rasul yang paling piawai

dalam menggunakan rethorica, karena hanya dalam jangka waktu 23 tahun beliau

berhasil merubah jazirah Arabia yang sebelumnya berpecah belah oleh

primordialisme kesukuan menjadi suatu negara yang makmur sentosa dan bersatu

di dalam ikatan persaudaraan paling kokoh yang pernah ada di muka bumi, yang

disebut ukhuwah islamiyah. Sepeninggal Rasulullah SAQ khalifah yang empat

menonjol pula Muawiyah Ziyad bin Abihi, Abdul Malik, Al-Hajjaj, Qothri bin

Fajaah, dan Abi Hamzah Asyari. (Tombak Alam, 1990, h.37)

Di kalangan wanita Islam muncul pula para ahli-ahli pidato, yaitu: Aisyah

(Ummul Mukminin), Zaroq binti Adi, Asma binti Yazid Al-Anshori, Lala Khatun

dari negeri Kirman, Fatimah binti Muhammad SAW, Zinab binti Ali bin Abi

Thalib (saudara Hasan dan Husen). (Tombak Alam, 1990, h.39)


B. Fungsi Pidato

Di zaman modern pidato / rethorica sebagai sebuah perpaduan antara ilmu

dan seni dalam mengemukakan gagasan secara lisan tumbuh dan berkembang

kebih pesat lagi bahkan tidak hanya digunakan di bidang politik. Tetapi segenap

lapangan kehidupan baik politik, ekonomi, pendidikan, hokum, agama dan lain

sebagainya, memerlukan tenaga-tenaga professional yang memiliki wawasan dan

kecakapan yang memadai mengenai komunikasi lisan khususnya rethorica /

pidato. Hal ini terjadi karena umat manusia di zaman modern telah lebih

menyadari bahwa komunikasi khususnya rethorica / pidato memiliki beberapa

fungsi yang urgen di seluruh bidang kehidupan. Adapun fungsi-fungsi pidato /

rethorica tersebut adalah (Curtis dkk, 1998, h.7):

1. Menyampaikan (To inform)

Di dalam pidato terjadi proses-proses pengumpulan, pemrosesan dan

penyampaian materi, berita, pendapat dan komentar yang dibutuhkan agar

audiens dapat mengerti terhadap gagasan yang ingin disampaikan oleh sang

pembicara. Oleh karena itulah maka menyampaikan (to inform) dikatakan

sebagai salah satu fungsi pidato.

2. Mempengaruhi (To Influence)

Mempengaruhi adalah fungsi pidato yang kedua sebab di dalam

penyampaian materi pidato sejatinya sang pembicara menyampaikan ilmu

pengetahuan sehingga seseorang dapat sadar akan sesuatu yang seharusnya dia

lakukan atau dia hindari. Penyampaian ilmu pengetahuan itupun dikemas


sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaruh yang kuat di hati

hadirin.

3. Mendidik (To Educate)

Transfer ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh sang pembicara di

atas pada akhirnya akan mendorong terjadinya perkembangan pola pikir yang

pada gilirannya akan mengakubatkan perubahan sikap dan watak seseorang.

Efek perubahan sikap inilah yang merupakan salah satu aspek pendidikan di

dalam pidato.

4. Menghibur (To Entertain)

Bagi pendengar hiburan (baik yang berupa berita gembira, humor,

cerita, dll) adalah hal yang penting agar syarat-syarat tidak terlalu tegang.

Penyampaian materi dengan diselingi humor ataupun cerita yang pas dan baik

bahkan seringkali memberikan sentuhan afektif yang lebih membekas

terhadap audiens.

C. Kriteria Berpidato

Pidato yang baik ditandai oleh beberapa criteria. Kriteria tersebut adalah

sebagai berikut:

o isinya sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung

o isinya menggugah dan bermanfaat bagi pendengar

o isinya tidak menimbulkan sara

o Isinya jelas
o isinya benar dan objektif

o bahasa yang dipakai mudah dipahami, dan

o bahasanya disampaikan secara santun, rendah hati dan bersahabat.

D. Tata Tertib dan Etika Berpidato

Tata cara berpidato merujuk pada langkah-langkah dan urutan untuk

memulai, mengembangkan, dan mengakhiri pidato. Sementara itu, etika berpidato

merujuk kepada nilai-nilai kepatutan yang perlu diperhatikan dan dijunjung ketika

seseorang berpidato. Langkah-langkah dan urutan berpidato secara umum diawali

dari pembukaan, sajian isi dan penutup. Pembukaan biasanya berisi sapaan kepada

pihak-pihak yang diundang atau yang hadir dalam suatu acara.

Selanjutnya,sajian isi merupakan hasil penjabaran gagasan pokok yang

akan disampaikan dalam pidato. Sebagai hasil penjabaran gagasan pokok, sajian

isi perlu diperinci sesuai dengan waktu yang disediakan. Kemudian, penutup

pidato berisi penyegaran kembali gagasan pokok yang telah dipaparkan dalam

sajian isi , harapan, dan terima kasih atas partisipasi semua pihak dalam acara

yang sedang berlangsung.

Etika berpidato akan menjadi pegangan bagi siapa yang berpidato. Ketika

berpidato, kita tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, sebaliknya berupaya

untuk menghargai dan membangun optimisme bagi pendengarnya. Selain itu,

keterbukaan, kejujuran, empati, dan persahabatan perlu diusahakan dalam

berpidato.
1. Penulisan Teks Naskah Pidato

Menulis naskah pidato pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan

ke dalam bentuk bahasa tulis yang siap dilisankan. Pilihan, kosakata, kalimat,

dan paragraf dalam menulis sebuah pidato sesungguhnya tidak jauh berbeda

dengan kegiatan menulis naskah yang lain. Situasi resmi atau kurang resmi

akan menentukan kosakata dalam menulis.

2. Penyuntingan Teks Naskah Pidato

Seperti halnya makalah atau artikel, naskah pidato pun perlu

disunting. Melalui penyuntingan itu, naskah pidato itu diharapkan akan

menjadi lebih sempurna. Apa yang disunting? Yang disunting adalah isi,

bahasa, dan pernalaran dalam naskah pidato itu. Isinya dicermati kembali

apakah sudah sesuai dengan tujuan pidato, sesuai dengan calon pendengar,

dan sesuai dengan kegiatan yang digelar. Selain itu, isinya isinya juga

dipastikan apakah benar, representative, dan mengandung informasi yang

relevan dengan konteks pidato.

Kemudian, penyuntingan terhadap bahasa diarahkan kepada pilihan

kosakata, kalimat, dan paragraph. Ketepatan pilihan kata, kalimat, dan satuan-

satuan gagasan dalam paragraph menjadi perhatian utama. Lalu, pernalaran

dalam naskah pidato juga disunting untuk memastikan apakah isi dalam

naskah pidato telah dikembangkan dengan menggunakan pernalaran yang

tepat, misalnya dengan pola induktif, deduktif, atau campuran.


3. Penyempurnaan Teks Naskah Pidato

Penyempurnaan aspek bahasa dilakukan dengan mengganti kosakata

yang lebih tepat dan menyempurnakan kalimat dengan memperbaiki struktur

dan gagasannya. Sementara itu, penyempurnaan paragraph dengan

memperbaiki koherensi dan kohesi paragraph. Untuk itu, penambahan

kalimat, penyempurnaan kalimat, atau penghilangan kalimat perlu dilakukan.

4. Penyampaian Teks Naskah Pidato

Menyampaikan pidato berarti melisankan pidato yang telah disiapkan.

Akan tetapi, menyampaikan pidato bukan sekadar membacakan naskah pidato

di depan hadirin, tetapi perlu juga menghidupkan, menghangatkan suasana,

dan menciptakan interaksi yang hangat dengan audiensi. Untuk itu, seseorang

yang akan menyampaikan pidato harus mampu menganalisis situasi dan

memanfaatkan hasil analisisnya untuk menghidupkan suasana dalam pidato

yang akan dilakukan.

Apabila pidato yang akan disampaikan bukan atas nama orang lain

(bukan membacakan naskah pidato atasan atau orang lain), kita masih dapat

melakukan penambahan-penambahan sepanjang waktu yang disediakan

memadai. Yang terpenting, penambahan itu memperkaya isi pidato, dapat

menghangatkan suasana dan bermanfaat, serta dapat memperjelas isi dalam

naskah pidato.
E. Unsur Utama Dalam Pidato

Agar ide / pesan yang akan disampaikan di dalam sebuah pidato dapat

diterima secara efektif dan maksimal oleh audiens maka ada empat elemen / factor

yang harus diketahui dan dimiliki oleh pembicara. Salah satunya penguasaan

terhadap materi yang akan disampaikan.

Di kalangan ahli pidato ada pepatah yang sering digubakanL Qui

ascendant sine labore, descendit sine honore, artinya: Siapa yang naik tanpa

bekerja, akan turun tanpa kehormatan. Dalam berpidato pepatah ini diartikan

bahwa siapa yang naik ke mimbar (berpidato) tanpa perisapan, maka niscaya ia

akan mengalami kegagalan (tidak mendapat apresiasi khusus) dari audiens. Oleh

karena itu sebelum naik ke atas mimbar / forum, sebaiknya sang pembicara

mempersiapkan terlebih dahulu pidato semaksimal mungkin, khususnya mengenai

materi dan sistematika dan sistematika pidato tersebut.

Ada banyak teori yang dikemukakan para ahli mengenai sistematika teks

pidato. Namun hingga kini paling banyak digunakan adalah sistematikan yang

dinamakan teori kuda. Kenapa dinamakan teori kuda dan siapa yang

mengemukakan teori ini tidak diketahui secara pasti, tetapi apabila diterapkan

dengan tubuh kuda teori ini memiliki kemiripan secara disik. Menurut teori ini

teks pidato terdiri dari 4 bagian (Effendi, 1985, h,66):

1. Exordium (Kepala)

Di dalam teks pidato exordium ini adalah pendahuluan. Fungsinya

adalah sebagai penghantar maslaah atau penghantar kepada pokok

pembahasan.penghantar kepada pokok pembahasan ini diupayakan dapat


membangkitkan perhatian hadirin. Sebab jika perhatian hadirin sudah terpikat

maka kemungkinan mereka untuk lebih memperhatikan uraian selanjutnya

lebih terbuka. Beberapa cara untuk memikat perhatian hadirin tersebut adalah:

o Mrngemukakan kutipan ayat-ayat sucvi, pendapat tokoh dll

o Mengajukan pertanyaan

o Menyajikan fakta sensasional

o Mengemukakakn hal yang mengandung rasa manusiawi

o Mengemukakan pengalaman ganjil, dll

2. Prothesis (Punggung)

Jika diterapkan pada tubuh kuda prosthesis adalah punggungnya.

Dalam bagian ini pokok permasalahn / pokok pembahasan dikemukakan

dengan cara mengemukakan latar belakang masalah. Pokok pembahasan

tersebut dikemukakan sedemikian rupa sehingga terlihat kaitannya dengan

kepentingan audiens.

3. Argumenta (Perut)

Argument adalah pembahasan terhadap pokok permasalahan yang

dikemukakan pada bagian prosthesis. Berisikan alasan-alasan atau teori-teori

yang menunjang dan menjelaskan hal-hal yang dikemukakan di dalam

prosthesis tersebut. Jika ada pendapat para ahli ataupun orang awam terhadap

prosthesis maka disinilah menetralisirnya.


4. Conclusio (Ekor)

Conclusio adalah bagian akhir atau kesimpulan dari uraian-uraian

sebelumnya. Kesimpulan disini bukan hanya sekedar rangkuman melainkan

juga penegasan yang memiliki nilai kebenaran menurut pembicara terhadap

pokok permasalahan.

Anda mungkin juga menyukai