G. Komplikasi
G. Komplikasi
KOMPLIKASI
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit
berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.1
2. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi
selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang
(kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
3. Penatalaksanaan perkemihan Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang
mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan
medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan
penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air
yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup memberikan
komplemen vitamin yang diperlukan.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan
penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h. Dialisis.
i. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan
cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan
dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan
pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur,
daging sebanyak 0,3 0,5 mg/kg/hari.
Penatalaksanaan
Manajemen edema paru akut harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan, meskipun
pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik masih berlangsung.
Manajemen EPA dilakukan dengan langkah-langkah terapi berikut yang biasanya dapat
dilakukan secara bersamaan :
Pasien diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk. Oksigen (40-50%) segera
diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk mempertahankan PO2, kalau perlu dengan masker.
Jika kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, takipneu, ronki
bertambah, PO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg, atau terjadi kegagalan mengurangi
cairan edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi endotrakeal, dan penggunaan
ventilator.
Efek terapi : Oksigen konsentrasi tinggi akan meningkatkan tekanan intraalveolar sehingga
dapat menurunkan transudasi cairan dari kapiler alveolar dan mengurangi aliran balik vena
(venous return) ke toraks , mengurangi tekanan kapiler paru.
Morfin Sulfat
Morfin diberikan secara intravena dengan dosis 2-5 mg. Dapat diulangi tiap 15 menit. Sampai
total dosis 15 mg biasanya cukup efektif.
Pada pasien dengan hipertensi resisten dan tidak berespon baik dengan pemberian
nitroglycerin, dapat diberikan nitroprusside dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit dan
dititrasi.
Diberikan furosemid 40-80 mg i.v. bolus atau bumetanide 0,5 1 mg iv, dapat diulangi atau
dosis ditingkatkan setelah 4 jam atau dilanjutkan dengan drip kontinu sampai dicapai produksi
urin 1 ml/kgBB/jam. Selama terapi ini elektrolit serum dimonitor terutama kalium.
Inotropic
Pada pasien dengan hipotensi atau pasien yang membutuhkan tambahan obat-obatan
inotropic, dapat dimulai dengan Dopamin dosis 5-10 ug/kg/menit dan dititrasi sampai mencapai
tekanan sistolik 90-100 mmHg. Dopamin dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan
dobutamin yang dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit dan dititrasi sampai terjadi respon
klinis yang diinginkan.
Aminofilin
Obat trombolitik : atau revaskularisasi pada pasien dengan infark miokard akut.
Setelah dilakukan tindakan terapetik darurat dan mengobati faktor pemicu, diagnosis kelainan
jantung yang mendasari yang menyebabkan edema paru harus ditegakkan jika sebelumnya
belum diketahui. Setelah stabilisasi keadaan pasien, harus dibuat strategi jangka panjang untuk
mencegah edema paru di masa mendatang.