Anda di halaman 1dari 3

Kontribusiku Bagi Indonesia: kontribusi yang telah, sedang dan yang akan

dilakukan untuk masyarakat

Menulis essay dengan topik Kontribusiku Bagi Indonesia ternyata tak semudah yang
saya bayangkan. Kesulitan yang saya alami karena kebingungan. Belum banyak
kontribusi yang telah saya lakukan untuk bangsa Indonesia, khususnya daerah saya
Nusa Tenggara Barat (NTB).

Saya lahir dan besar di provinsi NTB yang sampai sekarang masih dikategorikan
terbelakang. Mulai dari keterbelakangan pendidikan, keterbelakangan sosial, politik,
keterbelakangan ekonomi serta keterbelakangan kesehatan. Data terbaru yang di rilis
pemerintah menunjukkan NTB menempati urutan kedua dari bawah indeks
pembangunan manusianya. Perkelahian antar kampung terjadi tiap tahun,
pengangguran merajalela sehingga banyak pemuda-pemudi yang bekerja di luar
negeri, dan banyak lagi persoalan lainnya.

Selain lahir, besar dan juga menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di NTB,
tepatnya di Kabupaten Dompu. Saya benar-benar merasakan susahnya bersekolah.
Saya pernah merasakan berjalan kaki hampir setiap hari menuju sekolah yang jaraknya
15 km dari desa tempat saya tinggal. Sering pulang malam karena tak ada kendaraan
ketika jadwal sekolah sore hari.

Ketika berkesempatan kuliah, saya merasa terbelakang karena saya satu-satunya


mahasiswa yang tidak bisa bahasa inggris. Pernah merasakan mahasiswa paling
bodoh diantara mahasiswa lainnya karena tidak lolos mata kuliah yang sama selama
empat kali. Kesimpulannya cerita saya banyak menyangkut persoalan rasa inferioritas.

Saya menyadari kekurangan itu. Kata orang, orang yang yang sukses adalah orang
yang berani melawan dan keluar dari keterpurukan keadaan. Saya berusaha melawan
itu semua. Saya sadar, perlawanan itu harus dimulai dari saya pribadi dengan
meningkatkan skill dan pengetahuan. Tapi saya kemudian berpikir tak mungkin saya
melakukan perubahan sendiri, saya butuh orang, butuh teman. Saya memutuskan
belajar organisasi di kampus. Berkat dua tekat itulah saya akhirnya menyelesaikan
kuliah hampir tujuh tahun. Memang kedengarannya aneh, tapi itulah faktanya.

Saya memahami menghabiskan waktu lama di kampus bukanlah suatu langkah yang
tepat. Malah itu bisa dianggap sebagai upaya membenarkan kesalahan. Atau sebagai
alasan kosong agar di pertimbangkan lolos beasiswa LPDP ini. Tidak!

Saya bergabung beberapa organisasi ketika mahasiswa. Saya pernah aktif sebagai
jurnalis kampus. Banyak hal yang saya pelajari sebagai jurnalis kampus, salah satunya
belajar foto jurnalistik, sedikit menulis, dan yang utama belajar bernegosiasi, bekerja
dalam kelompok dan mengambil keputusan. Saya bergabung organisasi pecinta alam
(Korpala) mengasah jiwa kepemimpinan. Saya pernah bekerja sebagai surveyor lepas
belajar menjadi peneliti. Saya pernah di undang jadi pemateri pada berbagai pelatihan
jurnalistik. Saya pernah menjuarai lomba foto tingkat universitas. Semua yang saya
lakukan dengan satu tujuan, agar kelak saya kembali ke daerah bisa berkontribusi
langsung membangun daerah.

Meski umur telah menginjak 26 tahun usai tamat kuliah. Saya bukan malah kembali ke
kampung halaman untuk berkontribusi tapi menuju ke Pare untuk belajar bahasa
inggris. Berangkat dari pengetahuan bahasa inggris yang tidak ada sama sekali, saya
bertekat untuk bisa menguasainya. Tak ayal, saya menghabiskan waktu dua tahun
sampai saya benar-benar yakin akan pengetahuan saya. Itupun masih dengan
kemampuan yang standar. Setidaknya saya telah membuktikan tekat saya. Sekarang
saya serahkan ke reviewer apakah yang saya tulis diatas layak disebut kontribusi atau
tidak. Saya pasrahkan ke Tuhan!

Peran dan cara saya mewujudkan mimpi untuk Indonesia:

Data terbaru menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pola penyakit di Indonesia.
Penyakit menular mulai berkurang dan penyakit kronis sekarang menunjukkan adanya
peningkatan.

Penyakit kronis pada hakikatnya merupakan dampak persoalan sosial, budaya dan
perilaku yang mulai berubah akibat modernisasi. Solusi persoalan tersebut yaitu
kerjasama lintas disiplin.

Ke depan saya berniat membangun lembaga penelitian yang terdiri dari sarjana-sarjana
lintas disiplin. Saya melihat belum ada semacam community research. Selama ini
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hanya fokus pada program. Saya percaya masa
depan bangsa yang baik harus di awali dengan perencanaan yang baik pula. Salah
satu langkah yang bisa ditempuh melalui research. Untuk mewujudkan rencana
tersebut, terlebih dahulu saya akan melamar sebagai dosen. Saya yakin akses sebagai
dosen akan mempermudah langkah saya membangun lembaga tersebut.

Saya pikir jika itu dilakukan, kita bangsa Indonesia bisa menanggulangi dini bahaya
penyakit baik menular maupun penyakit kronis. Lebih lanjut, semua kalangan bisa ikut
andil merencanakan masa depan dengan terlibat langsung meneliti. Selain itu, saya
yakin ini merupakan langkah konkrit menambah jumlah peneliti muda di Indonesia
sehingga jumlah peneliti di Indonesia tak ketinggalan dari negara tetangga, Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai