Anda di halaman 1dari 4

AKIBAT GLOBAL WARMING: GREENLAND YANG TIDAK HIJAU LAGI

Image courtesy of http://www.blewbury.co.uk/energy/warming.htm

Berdasarkan informasi yang dilansir oleh Tempo, kondisi Greenland, pulau


milik Negara Denmark yang sebagian tertutup oleh es kini makin mengkhawatirkan.
Lapisan es di pulau itu mencair lebih cepat akibat kenaikan suhu laut dan udara.
Salah satu tumpukan es di bagian timur laut yang diketahui mulai mencair sejak
tahun 2003 baru-baru ini dikabarkan runtuh.

Ini sangat mengejutkan karena kita tidak pernah menyangka akan kehilangan
sedemikian banyak es di sisi timur laut Greenland, kata Shfaqat Abbas Khan,
peneliti iklim National Space Institute di Universitas teknik Denmarkyang juga
menyebutkan bahwa kondisi tersebut adalah rekor terbaru di Greenland. Laporan
yang dimuat dalam jurnal Nature Climate Change edisi 16 Maret 2014 memaparkan
hampir 10 miliar ton es hilang di bagian timur laut Greenland tiap tahunnya sejak
tahun 2003. Padahal sisi itu dianggap paling stabil dan diprediksi tidak akan
terpengaruh efek pemanasan global.

Akibat pencairan es skala besar ini, diperkirakan Greenland menyumbang


sekitar 16 persen kenaikan permukaan air laut secara global. Ini semakin
mengkhawatirkan karena bila seluruh volume es di Greenland meleleh total,
permukaan laut global bisa naik hingga setinggi tujuh meter. Bisa dibayangkan,
berapa pulau kecil yang akan hilang tersapu gelombang pasang ini.
Image courtesy of http://www.theatlantic.com/infocus/2013/07/greenland-a-global-
warming-laboratory/100563/

Greenland merupakan daratan tertutup es kedua terbesar setelah Antartika.


Lapisan es tebalnya menutup sekitar 2,1 juta kilometer persegi daratan atau 80
persen luas Greenland. Saat ini di dunia lebih banyak es yang pergi ketimbang
yang datang ujar Michael Bevis, yang merupakan rekan Khan sekaligus professor di
Ohio State University. Mereka berdua menemukan garis gletser Zacharie di bagian
timur laut pulau itu mundur sejauh 20 kilometer dalam rentang waktu 10 tahun
terakhir. Untuk bahan komparasi saja, garis gletser Jakobshavn yang berada di sisi
barat daya pulau mundur sejauh 35 kilometer dalam 150 tahun terakhir. Padahal
gletser Jakobshavn dikenal sebagai gletser dengan pergerakan tercepat di dunia.
Dalam waktu singkat, kita punya area yang ternyata bergerak lebih cepat daripada
gletser ini di masa depan, kata Khan.

Keadaan ini berpotensi membawa efek buruk untuk seluruh daratan


Greenland. Lapisan es di sisi timur laut membentang hampir sejauh 600 kilometer
hingga ke pusat pulau. Lapisan es itu juga yang terhubung ke inti cadangan es
Greenland. Hasil ini sangat mengejutkan lantaran perkiraan hilangnya es di bagian
timur laut jauh lebih tinggi daripada di sisi lain pulau itu. Hal inilah yang juga
memantik argumentasi di antara para ilmuwan peneliti Greenland. Ian Joughin,
pakar gletser dari Polar Science Centre, Washinton University, mengatakan Tidak
ada yang pernah melihat tanda-tanda hilangnya es dalam jumlah sebesar ini. Dari
178 gletser di Greenland yang mengalami pencairan, gletser Zacharie hanya
kehilangan sekitar 20 miliar ton es pada rentang tahun 2000 hingga tahun 2012.
Berdasarkan studi yang dimuat oleh Geophysical research Letters pada bulan
Februari lalu, terhitung hanya empat gletser yang dianggap memiliki kontribusi
separuh dari total es Greenland yang mencair sejak tahun 2000. Tak ada satu pun
diantaranya yang terletak di wilayah barat laut.

Temuan ini memiliki dampak langsung ke wajah planet bumi di masa depan,
meliputi perubahan iklim dan alasan di balik pencairan es di wilayah tersebut.
Seperti yang kita ketahui, lapisan es Greenland yang sangat banyak itu akan
berbahaya apabila mengalami pencairan dalam skala besar dan disebut-sebut
memiliki potensi sebagai salah satu sumber bencana bumi di masa yang akan
datang, lebih tepatnya beberapa abad dari sekarang. Bagi beberapa orang, es di
Greenland saja memiliki cukup banyak es untuk menenggelamkan bumi.

Image courtesy http://www.theguardian.com/environment/2009/mar/10/greenland-


ice-sheet-climate-change

Seorang penulis utama Qinghua Ding yang juga ilmuwan penelitian ilmu
atmosfer mengatakan bahwa Greenland dan bagian tetangganya Kanada telah
mengalami beberapa pemanasan yang paling ekstrim sejak 1979 dengan kelajuan
kira-kira 1 derajat celcius per decade atau dua kali rata-rata global. Kita harus
mengerti kenapa dalam 30 tahun terakhir ini pemanasan global tidak terjadi di
seluruh daerah secara merata, katanya.
Sementara itu, sebuah penelitian internasional IceGeoHeat yang diketuai oleh
GFZ German Research Centre for Geosciences menilai pengaruh mantel dan kerak
bumi akan perubahan iklim saat ini terlalu sederhana. Mereka membuat semacam
model mantel bumi dan efeknya terhadap lapisan lalu menemukan pencairan hanya
terjadi di daerah tertentu saja karena komposisi mantel di bawahnya relatif lebih
tipis. Penelitian ini menggunakan observasi serta komputer model canggih untuk
menampilkan suhu yang lebih hangat di bagian barat Samudera Pasifik telah
menyebabkan perubahan atmosfer di atas Atlantik Utara. Permukaan daerah itu
sebelumnya telah mengalami penghangatan sekitar setengah derajat tiap
dekadenya sejak tahun 1979.

Dalam sebuah studi baru, variasi alami penghangatan paling luar biasa di
bagian barat Pasifik adalah dekat kepulauan Papua Nugini. Semenjak pertengahan
tahun 1990, permukaan air mengalami peningkatan suhu sehingga menghangat
kira-kira 0,3 derajat dari biasanya. Fenomena ini, sebagaimana ditunjukan oleh
model computer, mempengaruhi tekanan udara regional. Awalnya berasal dari
gelombang stasioner di atmosfer yang bergerak bagai lingkaran busur besar dari
kawasan tropis di Pasifik menuju Greenland, sebelum akhirnya berbalik kembali di
atas Atlantik.

Sebuah film berjudul Chasing Ice memiliki pesan dramatis yang


berhubungan dengan kejadian ini. Es sepertinya sangat sensitif terhadap
penumpukan gas rumah kaca, lebih dari yang kita pernah sangka, kata Mike
Wallace, seorang professor ilmu atmosfer di Washington University. Variasi alam
juga mampu mempercepat atau memperlambat laju pencairan gletser Greenland
dalam beberapa dekade mendatang. Namun dalam jangka panjang, kitalah manusia
yang menjadi komponen penentu kecepatan itu.

Sumber : http://9wiki.net/contoh-artikel-lingkungan-hidup/

Anda mungkin juga menyukai