Anda di halaman 1dari 1

Energi berkelanjutan

Dari definisinya, semua energi terbarukan sudah pasti juga merupakan energi berkelanjutan, karena
senantiasa tersedia di alam dalam waktu yang relatif sangat panjang sehingga tidak perlu khawatir
atau antisipasi akan kehabisan sumbernya. Para pengusung energi non-nuklir tidak
memasukkan tenaga nuklir sebagai bagian energi berkelanjutan karena persediaan uranium-235 di
alam ada batasnya, katakanlah ratusan tahun. Tetapi, para penggiat nuklir berargumentasi bahwa
nuklir termasuk energi berkelanjutan jika digunakan sebagai bahan bakar di reaktor pembiak
cepat (FBR: Fast Breeder Reactor) karena cadangan bahan bakar nuklir bisa "beranak" ratusan
hingga ribuan kali lipat.
Alasannya begini, cadangan nuklir yang dibicarakan para pakar energi dalam ordo puluhan atau
ratusan tahun itu secara implisit dihitung dengan asumsi reaktor yang digunakan adalah reaktor
biasa (umumnya tipe BWR atau PWR), yang notabene hanya bisa membakar U-235. Di satu sisi
kandungan U-235 di alam tak lebih dari 0,72% saja, sisanya kurang lebih 99,28% merupakan U-
238. Uranium jenis U-238 ini dalam kondisi pembakaran "biasa" (digunakan sebagai bahan bakar di
reaktor biasa) tidak dapat menghasilkan energi nuklir, tetapi jika dicampur dengan U-235 dan
dimasukan bersama-sama ke dalam reaktor pembiak, bersamaan dengan konsumsi/pembakaran U-
235, U-238 mengalami reaksi penangkapan 1 neutron dan berubah wujud menjadi U-239. Dalam
hitungan menit U-239 meluruh sambil mengeluarkan partikel beta dan kembali berubah wujud
menjadi Np-239. Np-239 juga kembali meluruh sambil memancarkan partikel beta menjadi Pu-239.
Pu-239 inilah, yang meski tidak tersedia di alam tetapi terbentuk sebagai hasil sampingan
pembakaran U-235, memiliki kemampuan membelah diri dan menghasilkan energi sebagaimana U-
235. Bisa dibayangkan jika semua U-238 yang jumlahnya ribuan kali lebih banyak daripada U-235,
berhasil diubah menjadi Pu-239, berapa peningkatan terjadi jumlah bahan bakar nuklir. Hal yang
serupa juga terjadi untuk atom [thorium-233] yang dengan reaksi penangkapan 1 neutron berubah
wujud menjadi U-233 yang memiliki kemampuan reaksi berantai (reaksi nuklir).
Itulah sebabnya mengapa negara-negara maju tertentu enggan meninggalkan nuklir meski
risiko radioaktif yang diterimanya tidak ringan. Reaktor pembiak cepat seperti yang dimiliki
oleh Korea Utara mendapat pengawasan ketat dari IAEA karena mampu memproduksi bahan bakar
baru Pu-239 yang rentan disalahgunakan untuk senjata pemusnah massal.
Di sisi lain para penentang nuklir cenderung menggunakan istilah "energi berkelanjutan" sebagai
sinonim dari "energi terbarukan" untuk mengeluarkan energi nuklir dari pembahasan kelompok
energi tersebut[butuh rujukan].

Anda mungkin juga menyukai