Protein
Protein
PENDAHULUAN
A. Judul
Protein
B. Tujuan
Mengetahui jenis dan sifat protein.
II. TINJUAN PUSTAKA
Protein ditemukan pertama kali oleh pakar kimia Belanda, G. J. Mulder pada
tahun 1939, berasal dari bahasa Yunani proteios. Proteios sendiri mempunyai arti
yang pertama atau yang paling utama. Protein ternyata memegang peranan yang
sangat penting pada organism, yaitu sturktur, fungsi, dan reproduksi (Sumardjo, D.,
2009).
Protein merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptide. Molekul protein mengandung unsur C, H, O, N, dan
kadang kala S dan P (Poedjiadi, 1994).
Protein yang terdapat pada tanaman dikenal sebagai protein nabati, yang
dibentuk dari bahan-bahan yang terdapat di dalam tanah dan air melalui proses
biokimiawi yang rumit. Protein nabati yang baik adalah protein adalah protein yang
terdapat pada jenis kacang-kacangan. Protein yang terdapat pada hewan dikenal
sebagai protein hewani, yang umumnya mengandung asam -amino yang sama
dengan yang digunakan oleh tubuh manusia. Oleh karena itu, protein hewani
dianggap sebagai protein yang sempurna atau protein yang nilainya biologisnya
tinggi (Sumardjo, 2008).
1. Protein murni tidak berwarna dan tidak berbau. Jika protein tersebut
dipanaskan, warnanya berubah menjadi coklat dan baunya seperti bau bulu atau
bau rambut terbakar.
2. Pada umumnya, protein terdapat dalam bentuk amorf dan hanya sedikit sekali
yang terdapat dalam bentuk Kristal. Protein nabati umumnya lebih mudah
membentuk Kristal dibandingkan dengan protein hewani. Protein hewani
seperti hemoglobin mudah membentuk suatu Kristal, sedangkan albumin sukar.
3. Semakin besar molekul protein semakin besar vikositasnya (protein fibrosa >
protein globular)
Sifat lain dari protein adalah bersifat amfoter yang artinya zat dapat bereaksi
sebagai asam atau basa. Perilaku ini dapat terjadi karena memiliki dua gugus asam
dan basa sekaligus atau karena zatnya sendiri mempunyai kemampuan seperti itu
(Linggih dan Wibowo, 1988).
Protein juga dapat terdenaturasi, yang diakibtkan hilangnya sifat-sifat struktur
lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang
memutuskan molekul protein. Akibat dari suatu denaturasi adalah hilangnya banyak
sifat-sifat biologis suatu protein (Fessenden dan Fessenden, 1989).
Koagulasi protein dapat ditimbulkan dengan pemanasan sekitar 55-75 C,
penambahan asam, penambahan alkohol atau aseton dan perlakuan alkali.Proses
pemanasan menyebabkan protein telur terdenaturasi sehingga serabut ovomucin
terurai menjadi struktur yang lebih sederhana Interaksi antara protein dan panas
mengakibatkan terjadinya koagulasi protein. Umumnya protein mengalami denaturasi
dan koagulasi pada rentang suhu sekitar 55-75 oC (De man, 1997)
Asam amino adalah asam karboksilat yang memunyai asam amino. Asam
amino merupakan komponen yang mempunyai gugus NH2 pada atom karbon dari
posisi gugus COOH (Fessenden dan Fessenden, 1989). Menurut campbell dkk.
(2008), asam amino adalah molekul organik yang memiliki gugus karboksil dan
gugus amino sehingga bersifat amfoter. Berdasarkan sifat sifat rantai sampingnya
asam amino dibedakan menjadi asm amino polar (hidrofilik) dan asam amino non
polar (hidrofobik). Menurut Almatsier (1989), asam amino yang terdiri atas unsur-
unsur karbon, hogrogen, oksigen, dan nitrogen, beberapa asam amno mengandung
unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan cobalt.
3. Struktur tersier
Struktur tersier adalahstruktur protein yang digambarkan kembali dalam bentuk
primer dan sekundernya yang telah diketahui bentuk lipatan intra molekulnya.
Struktur tersier protein terbentuk dari lipatan komponen struktur sekunder
rantai polipeptida yang membentuk konfigurasi tiga dimensi.
Gambar 5. Struktur heliks dan struktur lembaran terlipat dalam struktur tersier
protein (Sumardjo, 2008).
4. Struktur kuartener
Struktur kuartener adalah struktur protein yang terdiri atas 2 atau lebih struktur
tersier yang bergabung satu sama lain dengan ikatan kovalen. Struktur
kuartener melibatkan asosiasi dua atu lebih rantai polipeptida yang masing-
masing terlipat menjadi struktur tersier atau protein, multisubunit.
B. Cara Kerja
1. Uji Biuret
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi yang berbeda. Setiap tabung reaksi
ditambahkan reagen biuret sebanyak 2 ml. Kedua tabung reksi ditambahkan
reagen biuret sebanyak 2 ml. Kedua tabung reaksi lalu divortex, diamati, dan
dicatat perubahan yang terjadi reaksi positif dari uji biuret akan dihasilkan
warna biru ungu atau merah ungu.
2. Uji Xantoprotein
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi yang berbeda. Setiap tabung reaksi
ditambahkan larutan HNO3 pekat sebanyak 2 ml. Kedua tabung reaksi lalu
dipanaskan dan diamati perubahan yang terjadi.reaksi positif dari uji
xantoprotein ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning.
3. Uji Belerang
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung berbeda. Setiap tabung reaksi
ditambahakan larutan NaOH 10% sebanyak 2 ml. Kedua tabung reaksi
kemudian dipanaskan, lalu ditetesi larutan Pb-asetat 1% sebanyak 3 tetes.
Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat. Reaksi positif dari uji belerang
ditunjukkkan dengan terbentuknya warna kuning tanpa endapan.
4. Uji Pengendapan dengan Asam
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung berbeda. Setiap tabung reaksi ditambahkan
dengan larutan HNO3 5% sebanyak 2 ml. Perubahan yang terjadi diamati dan
dicatat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan atau
gumpalan.
5. Uji Adam Kiewic
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung berbeda. Setiap tabung reaksi ditambahkan
larutan CH3COOH pekat sebanyak 2 ml. Setiap tabung reaksi kemudian
ditambahkan larutan H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi dengan
pipet tetes secara perlahan. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.
Reaksi positif dari uji ini ditunjukkan dengan terbentuknya cincin ungu.
6. Uji Molisch
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung berbeda. Setiap tabung reaksi ditambahkan
reagen molisch sebanyak 2 ml juga ditambahkan regen 2 ml. Larutan H2SO4
pekat sebanyak 2 ml juga ditambahkan pada setiap tabung reaksi secara
perlahan melalui dinding tabung. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.
Reksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin violet.
7. Uji Ninhidrin
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung berbeda. Setiap tabung reaksi ditambahkan
reagen ninhidrin sebanyak 2 ml. Kedua tabung reaksi lalu dipanaskan dan
diamati perubahan yang terjadi. Reaksi positif dari uji ninhidrin ditunjukkan
dengan terbentuknya larutan berwarna biru.
8. Uji Pengendapan dengan garam logam.
Larutan albumin dan tryptophan masing-masing sebanyak 10 ml
dimasukkan ke dalam dua tabung berbeda. Setiap tabung reaksi ditambahkan
larutan CH3COOH 5% sebanyak 2 ml kemudian di vortex. Larutan
campuran pada setiap tabung reaksi kedian dibagi ke dalam 3 tabung reaksi,
masing-masing sebanyak 4 ml. Terdapat 6 tabung reksi, di mana 3 tabung
reaksi (tabung reaksi albumin 1, 2, dan 3) merupakan larutn campuran
albumin dan CH3COOH 5%, dan 3 tabung reaksi lainnya (tabung reaksi
tryptophan 1, 2, dan 3) merupakan larutn campuran tryptophan dan
CH3COOH 5%.
Tabung reaksi abumin 1 dan tryptophan 1 ditambahkan larutan ZnSO4
1% sebanyak 2 ml. Tabung reaksi albumin 2 dan tryptophan 2 ditambahkan
larutan Pb asetat 1% sebanyak 2 ml. Tabung reaksi albumin 3 dan
tryptophan 3 ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak 2 ml. Keenam tabung
reksi tersebut dipanaskan dan diamati perubahan yang terjadi. Reaksi positif
ditunjukkan dengan adanya endapan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengujian Tryptophan
Warna Gumpalan / Ket.
No Uji
Awal Akhir Endapan (+/-)
1 Buret Bening Biru Tidak ada +
2 Xantoprotein Bening Bening Tidak ada -
3 Belerang Bening Putih bening Tidak ada -
Pengendapan
4 Bening Bening Tidak ada -
Asam
Adam Atas bening; Ada warna
5 Bening -
Kiewic bawah kuning kuning
Atas kuning
6 Molisch Bening Bawah kuning Tidak ada -
kecoklatan
7 Ninhidrin Bening Ungu Tidak ada +
Kuning keruh
3 + FeCl3 1 % Bening Tidak ada -
pekat
Tabel 3. Hasil Pengujian Albumin
Warna Gumpalan / Ket.
No Uji
Awal Akhir Endapan (+/-)
1 Buret Bening Ungu Tidak ada +
2 Xantoprotein Putih Keruh Kuning ada +
Kuning
3 Belerang kuning Tidak ada +
bening
Pengendapan
4 Bening Putih keruh ada +
Asam
Cincin
3 lapisan
Adam kuning dan
5 Putih keruh Buih, cincin, +
Kiewic gumpalan
bening
buih
3 lapisan Cincin
6 Molisch Putih keruh Buih, cincin, kuning +
bening keunguan
7 Ninhidrin Bening Biru Tidak ada +
Gambar 11. Reaksi pada uji pengendapan dengan asam (Poedjiadi, 1994)
Mula-mula, larutan albumin dan tryptophan masing-masing siambil
sebanyak 2 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan HNO3 5%
ditambahkan pada setiap tabung reaksi.Penambahan larutan HNO3 5% untuk
merusak struktur molekul protein yang terdapat di dalam kedua larutan
tersebut.Selain itu larutan HNO3 5% berperan juga untuk larutan asam yang
digunakan untuk mengendapkan protein.
Berdasarkan hasil percobaan, larutan tryptophan di akhir reaksi berwarna
bening dan tidak ada endapan yang terbentuk. Hal ini menunjukkan tryptophan
bereaksi negatif dalam pengujian ini. Tryptophan bukan merupakan protein
melainkan asam amino, sehingga tidak terendapkan oleh asam.
Pada albumin di akhir reaksi warna larutan yang awalnya bening berubah
menjadi putih keruh dan terbentuk endapan. Hal ini menunjukkan albumin
bereaksi positif dalam pengujian ini. Larutan HNO3 5% merupakan larutan
asam kuat yang mampu mengubah struktur molekul protein dengan
menambahkan ion H+ pada gugus NH2 sehingga protein terdenaturasi.
Uji Adam Klewic dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
keberadaan senyawa asam glioksilat di dalam suatu larutan. Reaksi positif
dalam pengujian ini akan membentuk suatu cincin violet di dalam larutan
tersebut. Reaksi yang terjadi dalam uji Adam Kiewic adalah
Gambar 12. Reaksi Uji Adam Kiewic (Hadi dan Purba, 1991).
Mula-mula, larutan albumin dan tryptophan diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan CH3COOH pekat atau asam asetat
glacial ditambahkan sebanyak 2 ml. setelah itu larutan H2SO4 pekat
ditambahkan secara perlahan melalui dinding tabung reaksi.
Penambahan larutan CH3COOH pekat atau asam asetat glacial dilakukan
dengan tujuan untuk menguji keberadaan senyawa glioksilat di dalam larutan.
Penambahan larutan H2SO4 pekat adalah untuk mempercepat reaksi kondensasi
dan reaksi penguraian molekul protein di dalam larutan. Selain itu penambahan
H2SO4 pekat dilakukan secara perlahan-lahan melalui dinding tabung reaksi
dengan tujuan agar senyawa tidak rusak sehingga terbentuk cincin.
Berdasarkan hasil percobaan, larutan albumin dan tryptophan bereaksi
negatif dalam pengujian ini. Hal ini dapat dilihat dari tidak terbentunya cincin
violet di dalam kedua larutan tersebut. Larutan albumin menghasilkan cincin
kuning sedangkan larutan tryptophan terbentuk cincin kuning dan ada emulsi
di permukaan larutan. Sesuai dengan teori Riawan (1990), reaksi pada uji ini
akan menunjukkan hasil positif bila terbentuk cincin violet yang memisahkan
kedua lapisan dalam larutan. Artinya, larutan albumin dan tryptophan tidak
mengandung asam glikosilat di dalam susunan molekul asam aminonya.
Uji Molisch dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya
keberadaan senyawa karbohidrat dalam suatu senyawa atau larutan. Reagen
yang digunakan dalam uji ini adalah pereaksi Molisch. Pereaksi Molisch terdiri
dari larutan -naftol dalam alkohol 95% akan bereaksi dengan furfural
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Reaksi yang terjadi dalam uji
molisch adalah sebagai berikut.
Gambar 13. Reaksi positif uji molisch pada pentose (Katili, 2009).
Mula-mula, larutan albumin dan tryptophan diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukan ke dalam dua tabung reaksi yang berbeda. Reagen Molisch
sebanyak 2 ml ditambahkan pada setiap tabung reaksi. Larutan H2SO4 pekat
ditambahkan secara perlahan-lahan melalui dinding tabung.
Penambahan reagen molisch untuk mempentuk kompleks berfarna dan
akan mengadakan kondensasi menghasilkan cincin ungu di antara dua lapisan.
Fungsi penambahan H2SO4 pekat untuk menghidrolisis ikatan pada sakarida
untuk menghasilkan cincin furfural. Furfural ini yang akan bereaksi dengan -
naftoldi dalam reagen Molisch untuk membentuk cincin furfural ungu.
Berdasarkan hasil percobaan, albumin bereaksi positif dalam pengujian
ini dengan terbentuknya cincin violet. Larutan tryptophan bereaksi negatif
dalam pengujian ini yang ditunjukkan dari warna kuning larutan di akhir reaksi.
Seharusnya larutan albumin dan tryptophan bereaksi negatif terhadap uji ini
karena albumin dan tryptophan tidak mengandung senyawa sakarida dan
glikosida dalam susunan molekul asam aminonya. Hal ini terjadi karena
kesalahan praktikkan dalam mengamati hasil reaksi, karena di hasil
dokumentasi pada larutan albumin tidak ada cincin violet yang terbentuk.
Uji ninhidrin dilakukann untuk mengidentifikasi keberadaan asam amino
bebas dalam suatu senyawa. Reagen yang digunakan adalah reagen ninhidrin,
yang merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila bereaksi dengan asam
amino menghasilkan zat warna ungu atu biru. Reaksi yang terjadi di dalam uji
nin hidrin adalah
Gambar 15. (1,2, dan 3) Uji Pengendapan garam logam (Riawan, 1990).
Mula-mula, larutan albumin dan tryptophan, masing-masing diambil
sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda.
Penambahan larutan CH3COOH 5% dengan tujuan member suasana asam pada
senyawa protein yang akan diendapkan. Setelah penambahan larutan
CH3COOH 5%, kedua tabung reaksi di vortex agar larutan albumin dan
tryptophan dapat tercampur secara merata dengan larutan CH3COOH 5%.
Penambahan larutan ZnSO4 1%, Pb asetat 1 %, dan FeCl3 1% adalah untuk
mengendapkan protein di dalam larutan albumin dan tryptophan. Proses
pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi pengendapan senyawa protein
di dalam kedua larutan tersebut.
Berdasarkan hasil percobaan, albumin yang ditambahkan larutan ZnSO4
1% berwarna putih keruh dan membentuk endapan. Larutan albumin yang
ditambahkan larutan Pb asetat 1 % berwarna putih keruh dan terdapat endapan,
begitu juga yang ditambahkan larutan FeCl3 1% berwarna putih keruh dan
terbentuk endapan.
Hasil percobaan pengendapan albumin gengan logam sesuai dengan teori
yang ada, ketiga larutan albumin tersebut terendapkan oleh garam. Karena
ZnSO4, Pb asetat, dan FeCl3 merupakan logam berat yang mampu merusak
ikatan disulfida karena afinitasnya yang tinggi ataupun elektronegatifnya dan
dapat menyebabkan denaturasi protein.
Pada larutan tryptophan yang ditambahkan larutan ZnSO4 1% dan larutan
Pb asetat di akhir reaksi berwarna bening dan tidak terbentuk endapan. Larutan
tryptophan yang ditambahkan larutan FeCl 1 % di akhir reaksi berwarna bening
dan tidak terdapat endapan. Ketiga jenis perlakuan pada tryptophan
menunjukkan reaksi negatif terhadap uji pengendapan garam logam, hal ini
disebabkan karena tryptophan merupakan asam amino bukan protein, sehingga
karena tryptophan merupakan asam amino bukan protein, sehingga tidak
terendapkan. Berbeda dengan albumin yang merupakan protein yang
terendapkan.
V. KESIMPULAN
Almatsier, S. 1989. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Boyle, M. A. dan Long, S. 2010. Personal Nutrition. Cengage Lerning, Amerika
Serikat.
Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry, L.A, Cain, M.L., Wasserman, S. A., Minorsky,
P. V. , dan Jackson, R. B. 2008. Biologi Edisi ke-8. Erlangga, Jakarta.
De man. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB, Bandung.
Fessenden, R.J and Fessenden, J.S. 1989. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Hadi, S. dan Purpa, M. 1991. Ilmu Kimia Karbon. Erlangga, Jakarta.
Katili, A. S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein. Jurnal Pelangi Ilmu2 (1) :15-17.
Lehninger, A. L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Linggih, S. R dan Wibowo, P. 1988. Belajar Kimia Secara Menarik. Grasindo,
Bandung.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar- Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik 1. Binarupa Aksara, Jakarta.
Salirawati, D., Kartikasari, F. M., dan Suprihatiningrum, J. 2007. Belajar Kimia
Secara Menarik. Grasindo, Jakarta.
Sudarmadji, S., Suhardi, dan Haryono, B. 1989. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Suhardjo dan Kusharto, C. M. 1996. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius, Yogyakarta.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Winarno, W. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yazid, E. dan Nursanti, L. 2006. Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Andi, Gresik.
Lampiran