Kesmas Blok 20
Kesmas Blok 20
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 EpidemiologiAskariasis
Askariasisadalahsalahsatuinfeksiparasityangpalingumumterjadipada
manusia. Di seluruh dunia, infeksi A. lumbricoides menyebabkan sekitar 60.000
kematianpertahun,terutamapadaanakanak.Sebesar10%daripenduduknegara
berkembangterinfeksicacingan,sebagianbesardisebabkanolehinfeksicacingini.
Anakanakterinfeksilebihseringdaripadaorangdewasa,kelompokusiayangpaling
umumadalah38tahun(WHO,2014).Penyebaraninfeksi A.Lumbricoides dapat
terjadidiseluruhdunia(kosmopolit)danlebihbanyakditemukandidaerahtropis
dengansanitasijelekdanpadaanakanak.PrevalensidiIndonesiatinggi,terutamadi
pedesaan(6090%)danangkainfeksitertinggiditemukanpadaanakanak(Muslim,
2009).
Meskipun askariasis jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat
menimbulkan adanya morbiditas yang dapat berhubungan dengan infeksi berat,
mungkin kekurangan zat besi dan protein (Indonesian public health portal, 2013).
1
a. Telur yang dibuahi berukuran sekitar 60 x 45 mikron, berbentuk oval,
berdinding tebal dengan 3 lapisan dan berisi embrio
b. Telur yang tidak dibuahi berukuran 90 x 40 mikron, berbentuk bulat
lonjing atau tidak teratur, dindingnya terdiri atas 2 lapisan, dan
dalamnya bergranula.
c. Telur decorticated, telur yang tanpa lapisan albuminoid yang lepas
karena proses mekanik.
1.5 Transmisi
Infeksi cacing A. Lumbricoides ditularkan melalui tanah (soil transmitted
helminthes), tergantung pada penyebaran telur ke dalam keadaan lingkungan yang
2
cocok untuk pematangannya. Defekasi di tempat sembarangan dan praktik-praktik
yang tidak higienis merupakan faktor penting yang menyebabkan endemisitas
askariasis (Kazura, 2000).
Infeksi ini cenderung lebih serius jika gizi buruk. Mereka sering menjadi
terinfeksi setelah meletakkan tangan untuk mulut mereka setelah bermain di tanah
yang terkontaminasi (fecal oral) (WHO, 2014). Penggunaan pupuk dari feses
manusia merupakan cara penularan yang lain, bahan makanan (terutama segala
sesuatu yang biasa dimakan mentah) menjadi terinfeksi oleh pupuk dari feses
manusia atau melalui lalat (Kazura, 2000).
3
penduduk perkotaan. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya keseimbangan
lingkungan dan penduduk yang berdampak pada sanitasi lingkungan di wilayah
itu yang berhubungan erat dengan askariasis. Semakin parah tingkat kemiskinan
masyarakat maka akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing. Hal
ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga personal higiene dan sanitasi
lingkungan tempat tinggal (Supritiastuti, 2006).
e. Pendidikan
Kejadian infeksi lebih kecil ditemukan pada anak sekolah yang orang
tuanya memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik. Hal ini dikaitkan dengan
tingkat pengetahuan orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik
tentang personal higiene dan sanitasi lingkungan yang baik (Ginting, 2003).
1.8 Diagnosis
Diagnosis askariasis berdasarkan gejala klinis saja sering kali susah untuk
menegakkan diagnosis, karena tidak ada gejala klinis yang spesifik sehingga
diperlukan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis askariasis ditegakkan
berdasarkan menemukan telur cacing dalam tinja (melalui sediaan langsung),
4
larva dalam sputum, cacing dewasa yang keluar dari mulut, anus, atau dari hidung
(Natadisastra & Agoes, 2009).
1.10 Penatalaksanaan
Berdasarkan siklus hidup cacing dan sifat telur ini, maka penatalaksanaan
yang dapat dilakukan adalah:
a. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, hygine keluarga dan
hygine pribadi seperti (Rasmaliah, 2007) :
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
Sebelum melakukan persiapan makan dan hendak makan serta sesudah
buang air besar, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.
Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Sebaiknya makan makanan yang dimasak.
Biasakan menggunakan WC
Mengadakan pengobatan masal setiap 6 bulan sekali di daerah endemik
ataupun didaerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
b. Pengobatan penderita
Semua penderita yang positif menderita askariasis sebaiknya diobati tanpa
melihat beban cacing karena jumlah cacing yang kecil sekalipun dapat
menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat yang akan menambah keluhan
penderita (Syamsu, 2006).
Kemoterapi parasit yang digunakan adalah antihelmintik. Antihelmintik
merupakan obat cacing yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi
cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Kebanyakan obat cacing efektif
5
terhadap satu macam cacing, sehingga diagnosis askariasis harus ditegakkan
dengan pemeriksaan yang benar agar pengobatannya menjadi efektif (Tjay &
Rahardja, 2008).
Beberapa agen kemoterapeutik yang efektif untuk melawan askariasis
adalah (Ganiswara,):
Garam piperazin
Obat ini memberikan efek paralisis pada cacing dan cacing mudah
dikeluarkan oleh peristaltik usus. Dosis dewasa adalah 3,5 g sekali sehari dan
dosis pada anak 75mg/kgBB (maksimum 3,5g) sekali sehari. Diberikan dua hari
berturut-turut.
Mebendazol
Obat ini adalah obat cacing yang berspektrum luas dengan toleransi hospes
yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari tanpa
melihat umur.
Pirantel pamoat
Dosis tunggal 10 mg/kgBB adalah efektif untuk menyembuhkn kasus lebih
dari 90%. Obat spektrum luas ini berguna di daerah endemik dimana infeksi
multiple nematoda merupakan hal yang biasa.
Levamisol hidroklorida
Obat ini adalah obat yang dapat melumpuhkan cacing dengan cepat. Obat
ini diberikan dalam dosis 50-150 mg pada orang dewasa dan 3 mg/kgBB pada
anak.
6
BAB 2
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Berat badan tidak naik.
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Penyakit sekarang : Pasien datang dibawa orangtuanya dengan
keluhan berat badan pasien tidak naik
meskipun banyak makan. Berat badan tidak
naik diperkirakan sejak 1 tahun yang lalu.
Ibu mengakui bahwa pertambahan berat
badan anaknya ini berbeda dengan abangnya
yang memiliki badan lebih besar pada saat
seusia dengan pasien. Pasien makan dengan
teratur dan dalam porsi banyak, yaitu nasi
dengan porsi 2 genggaman tangan ibunya.
Ibu mengakui bahwa pasien mengkonsumsi
ASI hingga usia 4 bulan dan tidak pernah
minum susu sejak usia 2 tahun. Pasien
mengeluhkan demam yang hilang timbul,
7
namun 4 hari yang lalu demamnya tinggi.
Demam turun dengan pemberian obat. Ibu
mengatakan bahwa pasien pernah batuk
kering disertai dengan sesak yang ringan
seminggu yang lalu. Batuk muncul
sepanjang hari. Batuk dan sesak tersebut
hilang dengan sendirinya. Ibu pasien
menyangkal bahwa adanya anggota keluarga
dan tetangga yang batuk, serta minum obat
selama 6 bulan. Pasien terkadang
mengeluhkan sakit perut yang ringan dan
perut terasa kembung. Ibu pasien
menyangkal bahwa anak pernah muntah
cacing, cacing keluar bersamaan dengan
kotoran anak, dan gatal di anus pada malam
hari. Ibu mengakui bahwa anak pernah
mencret pada usia 2 tahun, lalu dibawa
ibunya ke dukun rajah dan anak sembuh.
Anak memiliki kebiasaan suka bermain
tanah, tidak menggunakan alas kaki alas
kaki saat bermain disawah, serta tidak
mencuci tangan setelah bermain dan
sebelum makan. Kuku anak dipotong oleh
ibu kira-kira 1-2 bulan sekali.
Riwayat Penggunaan Obat : Amoxicilin dan Paracetamol
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien menyangkal adanya keluhan yang
sama terhadap anggota keluarga yang
lainnya.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Diare pada saat usia 2 tahun
Lingkungan dan kebiasaan : Pasien memiliki ibu seorang petani sehingga
pasien sering bermain ke sawah tanpa alas
kaki dan tempat bermain pasien adalah
8
gubuk dimana disekitarnya terdapat
genangan air dan lumpur, pasien sering tidak
cuci tangan saat makan setelah bermain,
pasien suka bermain tanah, pasien sering
dititipkan kepada nenek dan tetangga saat
ibu bekerja ke sawah.
Abdomen
Inspeksi : Normal
Palpasi : Tidak ada kelainan pada 9 regio abdomen
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik dalam batas normal, terdengar tiap 30 detik
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan apusan tinja
Usulan pemeriksaan:
Pemeriksaan Foto Thorax.
Pemeriksaan laboratorium darah untuk melihat kadar eosinofil dan IgE.
9
Askariasis
3.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
Pirantel Pamoat 150 mg (dosis tunggal)
3.9 Prognosis
Baik
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Faktor Risiko
3.1.1 Faktor risiko lingkungan (fisik)
Kondisi lingkungan pasien adalah sawah. Pasien sering bermain di sawah
tanpa menggunakan alas kaki. Tempat bermain pasien yang merupakan kubangan
penuh lumpur juga mendukung terjadinya askariasis.
3.1.2 Faktor risiko biologis
Faktor risiko biologis adalah infeksi cacing Ascaris Lumbricoides.
3.1.3 Faktor risiko sosial
Pasien memiliki banyak teman seumuran di lingkungan rumahnya. Teman
pasien juga bermain tidak menggunakan alas kaki sehingga meningkatkan risiko
pasien untuk bermain tanpa alas kaki juga.
10
3.1.4 Faktor risiko ekonomi
Ibu pasien mengaku bahwa tidak mampu membeli susu untuk anaknya
sehingga akan meningkatkan risiko gizi kurang pada anaknya yang dapat
memperberat penyakit. Ibu pasien menjelaskan bahwa ia dan anggota keluarganya
sering mengkonsumsi mie instan 1 minggu di akhir bulan
3.1.5 Faktor risiko pekerjaan orang tua
Ibu pasien adalah seorang petani yang bekerja mulai pagi jam 6.30-18.00
WIB sehingga ibu menitipkan anaknya pada nenek dan tetangga, sehingga
meningkatkan risiko pola asuh yang salah, ditambah lagi nenek pasien memiliki
penyakit kronik yaitu, diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi dengan komplikasi
kardiomegali. Diabetes melitus dan hipertensi sudah dialami oleh nenek pasien
sekitar 5 tahun.
Pekerjaan ibu sebagai petani meningkatkan risiko terjadinya askariasis,
sehingga anak sering datang ke sawah tanpa alas kaki.
3.1.6 Faktor risiko pengetahuan orang tua
Ibu memiliki pendidikan terakhir sampai SMP. Pendidikan ibu
berpengaruh terhadap pengetahuan personal higiene pada anaknya yaitu tidak
mengharuskan anak menggunakan alas kaki dan mencuci tangan. Ibu terkesan
menutupi informasi mengenai perilaku personal higiene anak yang kurang baik.
Sebelum ibu membawa anak ke rumah sakit, anak dibawa ke dukun untuk dirajah.
11
3.3 Perencanaan Upaya Preventif
a. Mengenal tanda-tanda infeksi cacing pada anak.
b. Mengkonsumsi obat cacing setiap 6 bulan sekali pada anak.
c. Membiasakan diri berperilaku bersih dan sehat seperti mencuci tangan
sebelum makan dan setelah buang air besar serta langkah mencuci tangan
yang benar, menggunakan alas kaki saat bermain, dan memotong kuku
minimal 40 hari sekali.
d. Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang untuk meningkatkan imunitas
pasien
12
DAFTAR PUSTAKA
13
10. Tjay, TH & Rahardja, K 2008, Obat-obat penting, Alex Media Komputindo,
Jakarta.
11. Ganiswara, SG, Farmakologi dan terapi, FK UI, Jakarta.
12. Rasmaliah 2007, Askariasis sebagai penyakit cacing yang perlu diingat
kembali, Jurnal USU.
13. Syamsu, Y 2006, Askariasis, respon IgE, dan upaya penanggulangannya,
Jurnal Unair.
LAMPIRAN
A. Rumah Pasien
14
15
B. Lingkungan
16
C. Pemeriksaan dengan pasien
17
18
LAPORAN KASUS
ASKARIASIS
Oleh
KELOMPOK II
SHABRINA
NIM: 110610043
YULIA NUR SORAYA
NIM: 110610002
19
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................... i
BAB 3. PEMBAHASAN................................................................................ 12
3.1 Faktor Risiko............................................................................... 12
3.2 Perencanaan Upaya Promotif...................................................... 13
3.3 Perencanaan Upaya Preventif...................................................... 13
3.4 Perencanaan Upaya Kuratif......................................................... 13
3.5 Perencanaan Upaya Rehabilitatif................................................ 13
3.6 Perencanaan Upaya Psikososial.................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 15
LAMPIRAN
20