BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1888 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan
perut gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit ini
disebut megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang tersering dijumpai
sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini pleksus
mienterikus tidak ada, sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak dapat
1
mengembang.
1
2
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi
dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik
2
pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi:
1
pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissners).
2.2 Insidensi:
3
4
2.3 Etiologi
4
5
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi
sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan
bermakna dari antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah
terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus pasien dengan
Hirschsprungs disease, namun tidak ditemukan pada usus dengan ganglionik
normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme autoimun pada
perkembangan penyakit ini.
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan
kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus
aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam usus dapat
mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam
etiologi dari Hirschsprungs disease.
5. Piebaldism
6. Sindrom Goldberg-Shprintzen
7. Neoplasia endokrin multiple tipe II
8. Sindroma hypoventilasi congenital
terpusat
6
7
Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid
bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum,
yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila
diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum
ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum
dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter
ani eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15
cm).
Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian
usus lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khs pada usus
besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul
dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid
distal, dengan demikian rectum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang
lengkap. Panjang tenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus
tertarik dan terkerut membenutuk kantong-kantong kecil yang dinamakan
haustra. Pendises eipploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi
lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih
tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae.
Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai
lebih banyak sel goblet daripada usus halus.
Gambar 3. (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus besar
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan
7
8
8
9
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian
ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal;
dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.
9
10
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis
(N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf
parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis
serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani
dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter
ani eksterna dan m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rectum
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis).
Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N.
splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).
10
11
2.5. Patogenesis
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan
sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik
1
selalu terdapat dibagian distal rectum.
besar.2
2
Hipoganglionosi
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10
kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal.
Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal.
Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula
yang mengenai seluruh colon
11
12
2
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf
lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama
kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang
memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis
adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.
2
Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari
vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis
seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah
yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through
secara Swenson, Duhamel, atau Soave.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum
dan kadang sebagian usus kecil.
12
13
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
13
14
1. Periode Perinatal
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.
Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda
yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru
4,5
lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501
kasus , sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan
72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen
biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.
Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita HD ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling
tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.
Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai
demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan
manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan
kolostomi. (Gambar 8)
14
15
2. Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
usus di dinding abdomen. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala
lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia
dan peritonitis. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya
keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita
biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya
4
sulit untuk defekasi.
2
ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan.
16
17
17
18
syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat
mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada
semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3%
pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon
2
yang aganglion dengan perforasi.
Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang dapat bayangan udara
dalam usus halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto posisi
tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid
dengan tanda-tanda klasik penyakit Hirschsprung.
18
19
Hirscprung disease. Frontal abdominal radiograf ditandai dengan dilatasi usus kecil tanpa
gas di rectum 18
19
20
20
21
21
22
Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen,
sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon
mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin
berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang
tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus
dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus
6
besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.
Segera dilakukan pada neonatus dengan gejala :
a. Keterlambatan pengeluaran mekonium
b. Disertai abdomen distensi
c. Muntah hijau
Tanda-tanda khas pada pemeriksaan barium enema PH, didapatkan
gambaran :
a) Segmen sempit dari sfinkter ani dengan panjang tertentu,
b) Segmen transisional yang spastik (terlihat sebagai saw-toothed outline
yang tidak beraturan)
c) Segmen yang berdilatasi 3
22
23
Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik di bagian atas rektum pada
seorang pria muda berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC = descending colon.
Segmen kolon yang lain dalam batas normal.16
23
24
Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas dari
rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak panah).16
3 . CT Scan
Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang
dilakukan ke atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu
studi, didapatkan pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk
menentukan letak zona transisi dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang
didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi
rektum. 16
24
25
Gambar Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi bagian
proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses. 16
25
26
Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan
penyempitan di bagian distal rektum.16
4 . Manometri Anorektal
26
27
5 . Biopsy rectal
Merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyakit
1,4
hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan
morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy
rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas
linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang
normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus
menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa
1
rectal lebih tebal.
27
28
Meconium ileus
o Simple
Incarcerated hernia
28
29
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Intestinal duplication
Intussusception
NEC
Obstruksi fungsional
Sepsis
Intracranial hemorrhage
Hypothyroidism
Adrenal hemorrhage
Hypermagnesemia
Hypokalemia
2.8 Tatalaksana
2.8.1 Preoperatif7,8
a. Diet
29
30
b. Terapi Farmakologi
30
31
1. Prosedur Swenson
31
32
32
33
3. Prosedur Soave
33
34
4. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level
otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan
1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,
sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.
2.9 Komplikasi
34
35
berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga
1
konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi.
35
36
BAB III
KESIMPULAN
36
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.2000. Jakarta: EGC.
2. Budi Irwan. Pengamatan Fungsi Anorektal Pada Penderita Penyakit
Hirscsprung Pasca Operasi Pull-Through . [cited 2012 3 november];
Available from: http://repository.usu.ac.id/
3. Arun Kumar Gupta and Bhuvnesh Guglani . Imaging of Congenital Anomalies
of the Gastrointestinal Tract . Indian J Pediatr. 2005; 72 (5) : 403-414]
4. Mettler,Essentials of Radiology, 2nd ed.2005 Elsevier.hal 697
5. Pradip R. Patel. Radiologi Edisi Kedua.2005.Jakarta.hal 242-243
6. M. William S. Pedoman Klinis Pediatri.2005. Jakarta
7. R. de Bruyn. Hirschsprung's disease and malrotation of the mid-gut.
An uncommon association. 1982. British Journal of Radiology.
554-557.
8. Ramanath N.Haricharan. Hirschsprung disease. Seminars in Pediatric Surgery
(2008). University of Alabama at Birmingham
9. J._Haller .Paediatric Radiology 3rd Edition .2005.Newyork.hal 144
10. Michelle Badash, MS, Hirschsprung's disease [cited 2012 3 november];Availa
ble from :http://www.empowher.com/media/reference/hirschsprung-s-disease
11. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta:
Hipokrates
12. N.E. Diamant, M.A. Kamm, A. Wald, W.E. Whitehead, AGA technical review
on anorectal testing techniques [cited 2012 3
november]; Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S
0016508599701952
13. Steven L Lee. Hirschsprung Disease. [cited 2012 3 november]; Available from
: http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview
14. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC
2001;688-692.
15. Netter, Frank Henry,MD,2006.Atlas of Human Anatomy. Sauners/Elsevier hal
267, 312 , 371 , 373 ,386.
16. Kim H.J, Kim A.Y, Lee C.W, et al. Hirschprung disease and
hypoaganglionosis in adults: radiological findings and differentiation. [online]
May 2008 [cited 6.november.2012], Available from: www.radiology.rsna.org.
17. Porambo,Albert, Hirschsprung disease. [cited 2012 6 november];
Available from: http://rad.usuhs.edu/medpix/include/medpix_image.php3?
imageid=9036
Skaba R. Historic milestones of Hirschsprung's disease cited 2012 6
november];Available from: http://thehealthscience.com/showthread.php?169365-
Hirschsprung-Disease-Imaging.
37