Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap hari kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi (karbohidrat
dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang rusak
(protein). Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai sumber zat
penunjang dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air.
Sehat tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna,
kelezatan, aroma, atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang
diperlukan oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu
macam atau lebih zat yang diperlukan oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu
mengonsumsi makanan yang beragam agar semua jenis zat yang diperlukan oleh
tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu satu jenis makanan
mengandung semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap hari.
Salah satu upaya untuk menarik konsumen, seringkali kita perlu
menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang kita olah. Bisa
kita perkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan
sayur sop yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula.
Dalam hal ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk
jenis zat aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula saja, tetapi masih
banyak bahan-bahan kimia lain.
Zat aditif makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan
makanan untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa,
memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain.
Penggunaan zat aditif sendiri sudah berlangsung sejak lama di masyarakat,
baik yang sintetis maupun alami. Dan saat ini hampir semua orang sangat
bergantung pada penggunaan zat aditif ini dalam kehidupannya. Dalam industri
makanan dan minuman, zat aditif ini merupakan faktor kunci untuk menghasilkan
produk yang baik dan disenangi konsumen. Sedangkan penggunaannya untuk
keperluan rumah tangga bertujuan untuk meningkatkan citarasa dari suatu
makanan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip kerja dan prinsip analisis menggunakan HPLC?
2. Bagaimana menentukan komponen zat aditif pada bahan makanan dengan
HPLC?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui prinsip kerja dan prinsip analisis menggnakan HPLC.
2. Dapat menentukan komponen zat aditif pada bahan makanan.

2
BAB II
DASAR TEORI

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang memiliki fungsi


penting bagi kehidupan manusia. Perkembangan industri makanan dan minuman
sekarang ini semakin pesat. Produk makanan saat ini tidak hanya memperhatikan
gizi makanan, melainkan juga mensiasati bagaimana jenis makanan yang
dikemas, mudah disajikan, praktis, dan tahan lama. Akibatnya, industri makanan
dan minuman menambahkan zat tertentu selama proses produksi, pengolahan,
pengemasan, dan penyimpanan untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa
pada produk tersebut. Bahan tambahan pangan atau biasa disebut zat aditif
merupakan suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu produk makanan yang
mana bukan bagian dari gizi utama (Wiyantoko dan Purbaningtias, 2017).
Berdasarkan fungsinya bahan tambahan makanan dapat digolongkan menjadi
antioksidan, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang,
pengawet, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, pewarna dan lain-lain
(Winarno, 1984).
Zat pengawet merupakan salah satu dari golongan zat aditif yang paling
banyak digunakan. Zat perngawet berfungsi untuk membantu, mempertahankan
bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk, baik bakteri, ragi maupun
jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan proses pembusukan,
fermentasi, pengasaman atau kerusakan komponen lain dari bahan makanan.
Aktifitas-aktifitas zat pengawet tidak sama, misalnya ada yang efektif terhadap
bakteri, ragi atau kapang. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan senyawa
anorganik (Winarno, 1983). Syarat-syarat bahan pengawet diantaranya adalah
harus bekerja menghambat dan mematikan mikroorganisme, tidak boleh
merangsang rasa dan bau, stabil secara fisika dan kimia, dapat bekerja lama, tidak
boleh mengurangi khasiat makanan, mudah didapat, bersifat efektif dalam jumlah
kecil dan tidak boleh terurai dalam tubuh menjadi zat-zat yang lebih toksis
daripada bahan pengawet murni (Husni, dkk, 2007). Di sisi lain, bahan pengawet
adalah senyawa kimia yag jenis maupun dosisnya harus diatur dan diawasi agar
tidak menimbulkan keracunan yang bersifat karsinogenik. Salah satu zat pengawet

3
yang sering digunakan adalah natrium benzoat. Menurut SNI 01-0222-1995, batas
maksimum pemakaian natrium benzoat adalah 1 g/kg.
Identifikasi zat pengawet dapat dilakukan menggunakan kromatografi
lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis, High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Analisis menggunakan metode HPLC memiliki
keunggulan antara lain cepat, kemampuan pemisahan dan resolusi yang baik,
preparasi sampel mudah, serta dapat menggunakan detector yang sesuai dengan
analit. Zat aditid umumnya bersifat polar dan larut dalam air sehingga cocok jika
dipisahlan menggunakan HPLC fase terbalik.
HPLC merupakan salah satu teknik pemisahan campuran berdasarkan
pada perbedaan keseimbangan distribusi komponen sampel antara dua fasa: diam
(kolom) dan gerak (sistem pelarut yang mengalir). Menurut Sumar Hendayana
(2006), prinsip kerja dari HPLC adalah pemisahan absoprsi dan desorpsi yang
berulang kali dari komponen yang dipisahkan. Pada saat komponen tersebut
dibawa oleh fase gerak mengalir sepanjang kolom. Pemisahan ini terjadi karena
adanya perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen yang
didasarkan oleh adanya perbedaan koofisien distribusi dari komponen tersebut
antara kedua fasa.
Analisis dengan menggunakan HPLC dapat dilakukan dengan analisis
kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif HPLC didasarkan pada waktu
retensi untuk identifikasi. Identifikasi dapat diandalkan apabila waktu retensi
sampel dibandingkan dengan larutan standar. Adapun analisis kuantitatif pada
HPLC didasarkan pada perbandingan waktu retensi sampel dan standar yang
sama, penentuan kadar dilakukan berdasarkan hubungan (korelasi) dengan
menggunakan larutan standar seri pada waktu retensi tertentu, berdasarkan area
kromatogram, ataupun berdasarkan tinggi puncak kromatogram.

4
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat
1. Kaca a rloji
2. Labu ukur 1000 mL
3. Labu ukur 100 mL
4. Labu ukur 50 mL
5. Pipet ukur 1 & 5 mL
6. Kertas saring
7. HPLC
3.2 Bahan
1. Sampel sirup (Mogu-mogu)
2. Metanol
3. Natrium benzoat
4. Akuades
5. K2HPO4
6. KH2PO4
3.3 Prosedur Kerja
1. Preparasi sampel
Sampel ditimbang sebanyak 5 g sampel dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan metanol 60% sampai
tanda batas dan didiamkan selama semalam sampai larutan mengendap.
Disaring larutan yang didapat kemudian didiamkan.
2. Persiapan larutan baku standar natrium benzoat
Ditimbang natrium benzoat sebanyak 50,2 mg dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 mL. Larutkan natrium benzoat dengan metanol 0%
kemudian diencerkan dengan akuabies sampai tanda batas. Pipet
sebanyak 0,5; 1; 2; 3; dan 4 mL larutan tersebut kemudian dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL. Encerkan dengan metanol 60% hingga tanda
batas. Saring larutan dan tampung filtrat sebagai larutan baku standar
natrium benzoat.

5
3. Persiapan fase gerak buffer fosfat 6,8
Sebanyak 0,8709 g K2HPO4 dan 0,68 KH2PO4 ditimbang. Larutkan
dengan akuabides dan masukkan dalam labuukur 1000 mL. Encerkan
dengan akuabides sampai tanda batas.
4. Persiapan larutan metanol 60%
Sebanyak 600 mL metanol pekat diencerkan dengan 400 mL
akuabides dalam labu takar 1000 mL.
5. Optimasi alat HPLC
Alat HPLC dioptimasi sebagai berikut:
1) Kolom oktadesisilan
2) Fase gerak buffer fosfat : metanol (92 : 8)
3) Laju alir 1 mL/menit
4) Detektor UV pada = 225 nm
5) Volume injeksi 10 20

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Konsentrasi Natrium Benzoat (ppm) Luas area

10 759112

20 1282050

40 2533110

60 3847199

80 5028188

Sampel 510931

Penentuan kurva kalibrasi

Luas area
6000000 y = 64212x + 24201
5000000 R = 0.9992
4000000
Luas Area

3000000
2000000
1000000
0
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi Natrium Benzoat (ppm)

Penentuan konsentrasi Natrium Benzoat


Y = bx+a
510931 = 64212x + 24201
51093124201
X =
64212
X = 7,58 ppm

7
Penentuan kadar Natrium Benzoat dalam %b/b

mg Na benzoat = 7,58 x 0,05 L

mg Na benzoat = 0,379 mg

% (b/b) =

0,379
% (b/b) = x 100%
50,2
% (b/b) = 0,754%
Jadi, kadar natrium benzoat pada sampel sebesar 0,754%

4.2 Pembahasan

HPLC atau High Performance Liquid Chromatography merupakan


teknik pemisahan yang secara luas digunakan dalam oemisahan dan
pemurnian sampel diberbagai bidang. Pada dasarnya fungsi uatam dari
HPLC adalah kemampuan pemisahan berbagai komponen penyusun dalam
suatu sampel. Instrumen pada HPLC terdiri dari wadah fase gerak,
fasenstrumen pada HPLC terdiri dari wadah fase gerak, fase gerak, pompa,
injektor, kolom, fasa diam, detektor dan lain-lain. Pada HPLC fasa gerak
yang digunakan harus berupa buffer, pelarut maupun reagen dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Adanya pengotor dalam fasa gerak akan
menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Berdasarkan kepolaran
fasa gerak dibandingkan dengan fasa diamnya, fasa gerak dibagi menjadi
dua macam yaitu fasa gerak normal dan fasa gerak terbalik. Pada percobaan
kali jenis fasa gerak yang kami gunakan yaitu fasa gerak jenis terbalik
dimana sifat dari fasa diamnya kura ng polar dibanding fasa geraknya.
Kemampuan elusi akan menurun seiring dengan peningkatan sifat kepolaran
suatu fasa gerak. Dalam HPLC fasa terbalik, fasa gerak yang sering
digunakan adalah campuran larutan buffer dengan metanol.

Zat aditif pada makanan dan minuman adalah zat-zat yang ditambahkan
selama proses produksi agar mutu dan kestabilan dari suatu produk tetap
terjaga. Terdapat berbagai jenis zat aditif yang digunakan oleh para

8
produsen seperti natrium benzoat, vitamin C dan kafein. Ketiga zat aditif
tersebut mempunyai sifat kepolaran dan gugus kromofor yang berbeda yang
menyebabkan senyawa tersebut dapat menyerap sinar UV. Pada HPLC,
detektor yang spesifik hanya akan mendeteksi sampel secara spesifik dan
selektif. Dan pada percobaan kali ini detektor yang digunakan yait sinar UV
dengan panjang gelombang 225 nm. Zat aditif atau bahan pengawet yang
sering digunakan adalah natrium benzoat yang berdasarkan SNI 01-0222-
1995 batas maksimum pemakaian natrium benzoat pada makanan atau
minuman adalah 200 mg 1 g per kg. Dalam sistem fasa terbalik, campuran
pelarut buffer fosfat dan metanol (92:8) akan menghasilkan pemisahan yang
optimum pada natrium benzoat, semakin banyak buffer fosfat maka waktu
elusi sampel akan semakin cepat, ini dikarenakan adanya pengaruh pH dari
larutan buffer fosfat yang rendah dan banyaknya komposisi buffer pada
campuran.

Larutan sampel dan larutan standar dimasukan ke dalam vial, lalu


dimasukan kedalam alat HPLC yang telah dioptimasi. Pengoptimasian alat
HPLC ini ditunjukkan agar kolom dari fasa geraknya sesuai dengan yang
seharusnya, dengan laju alir 1 mL/menit, volume injeksi 10-20 L dan
memisahkan sampai baseline dengan waktu yang singkat. Setela larutan
sampel dan standar diinjeksikan, sampel dan standar tersebut menghasilkan
persamaan regresi linear yaitu y = 64212x + 24201 dengan nilai R = 0.9992
dan didapatkan konsentrasi sampel sebesar 7,58 ppm atau 0,0758 g/kg atau
setara dengan 0,754 %b/b. Kadar ini masih dalam batas aman, mengingat
batas maksimum kadar benzoat dalam makanan atau minuman dalam SNI
sebesar 1g/kg.

9
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Natrium benzoat merupakan salah satu zat aditif pada makanan yang
dosisnya diatur dan diawasi karena dapat menimbulkan keracunan yang
bersifat karsinogenik. Identifikasi natrium benzoat dapat dilakukan
menggunakan HPLC dengan prinsip pemisahan analit berdasarkan
kepolarannya. Adapun analisis dari HPLC yaitu sampel yang diinjeksikan
akan terurai dan terpisah berdasarkan perbedaan afinitasnya. Kadar natrium
benzoat pada sampel yang kami gunakan sebesar 7,58 ppm atau 0,0758 g/kg
atau setara dengan 0,754 %b/b. Kadar ini masih dalam batas aman,
mengingat batas maksimum kadar benzoat dalam makanan atau minuman
dalam SNI sebesar 1g/kg.
5.2 Saran
Sebaiknya sehari sebelum praktikum dilakukan, praktikan sudah
melakukan preparasi sampel, sehingga hasil yang didapat lebih akurat.

10
DAFTAR PUSTAKA
Hendayana, Sumar., 2006, Kimia Pemisahan : Metode Kromatografi dan Elektroforesis
Modern. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Husni, E., Samah, A., dan Ariati, R., 2008, Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam
Makanan Siap Saji Sosis, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 13, 1-6.
Winarno, F.G. dan B.S.L. Jenni., 1983., Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Bogor : Galia Indonesia.
Winarno, F.G., 1984., Kimia Pangan dan Gizi., Jakarta : Gramedia
Wiyantoko, Bayu dan Purbaningtias, T.E., 2017, Panduan Praktikum Kromatografi.
Yogyakarta : UII

11
Lampiran
Lampiran 1. Skema Kerja
1. Preparasi sampel

2. Persiapan larutan baku standar natrium benzoat

12

Anda mungkin juga menyukai