Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C.
Suzanne, 2002)
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suply
darah ke bagian otak ( Brunner and Suddarth , 2002, 2131 )
Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah ke otak dan
mengakibatkan defisit neurologik ( Lewis , 2000: 1645 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan
olehtersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di
otak,sehingga supplay darah ke otak berkurang (Smletzer & Bare, 2005).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERSARAFAN


a. SEL SARAF ( NEURON )
Besar sel bermacam macam dilihat dari geriginya satu, dua, dan
banyak. Gerigi yang dapat berlubang menghubungkan sel sesamanya disebut
dendrit, alat penghubung disebut neuron.
Bagian utama serabut saraf disebut sumbu thoraks terhadap di tengah
tengah sekali di sebut juga benag saraf. Sumbu saraf mempunyai benag saraf
yang terdiri dari zat lemak yang dinamakan myelin. Sumbu thoraks yang tidak
mempunyai selaput terlihat keabu abuan atau serabut saraf gaib ( saraf
sulung ). Sekeliling serabut saraf ini ada selaput bening yang disebut selaput
schwan.
b. MENINGEN ( SELAPUT OTAK )
Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang
melindungi sruktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan
sekresi ( cairan cerebrospinal ) memperkecil benturan atau getaran yang terdiri
dari 3 lapisan :
1. Duramater,( lapisan terluar ) : selaput keras pembungkus otak yang berasal
dari jaringan ikat yang tebal dan kuat
2. Arakhnoid, ( lapisan tengah ) : selaput halus yang memisahkan duramater
dengan piamater yang berisi CSS.
3. Piamater ( lapisan dalam ) : selapu tipis, terdapat pada permukaan jaringan
otak.

c. OTAK
Otak terletak dalam rongga kranuim, berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan 3 gejala pembesaran otak awal :
a. Otak depan menjadi hemisfer cerebri, korpus triatum, talamus serta
hipotalamus
b. Otak tengah tegmentum, krus serebrum, korpus kuadrigeminus
c. Otak belakang menjadi pons vanoli, medula oblongata, dan serebrum

d. SEREBRUM ( OTAK BESAR )


Pada otak besar ditmukan beberapa lobus, yakni :
Lobus frontalis, bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis
Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus frontalis dan dibelakangi oleh
karaco oksipitalis
Lobus oksipitalis, mengisi bagian belakang serebrum
Lobus temporalis,

e. KORTEKS SEREBRI
Secara umum, korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian :
1. Korteks sensorik, pusat sensasi umum, primer suatu hemisfer cerebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat
atau bagian tubuh tergantung pada fungsi alat yang bersangkutan
2. Korteks asosisasi , tiada indera manusia korteks asosiasi sendiri sendiri,
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berfikir,
rangsangan yang diterima olah atau disimpan serta dihubungkan denagn
data yang lain
3. Korteks motoris, menerima impuls dari korteks sensoris , funsi utamanya
kontribusi pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh
kontralateral
4. Koterks prefrontal, terletak pada lobus frontalis bersikap mental dan
berkepribadian
f. BATANG OTAK ( TRAKTUS SEREBRI )
Batang otak terdiri dari :
1. Diensepalon, yang berfungsi :
Vaso konstrktor, mengecilkan pembuluh darah
Respiratori membantu proses persarafan
Mengontrol keadaan refleks
Membantu pekerjaan jantung
2. Mesencepalon, yang berfungsi :
Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata
Memutar mata dan pusat pergerakan mata
3. Pons Varoli, yang berfungsi :
Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata denagn cerebelum
Pusat saraf nervous trigeminus
4. Medula oblongata, fungsinya :
Mengontrol pekerjaan jantung
Megecilkan pembuluh darah ( vasokontriktor )
Pusat pernapasan
Mengontrol kegiatan refleks

g. SEREBELUM (OTAK KECIL )


Fungsi serebelum :
Arkhiosrerebelum ( vestibula serebelum ) serabut aferent berasal dari telinga
dalam diteruskan oleh nervous VII ( auditorius ) untuk keseimbangan dan
rangsangan pendengaran ke otak
Paleoserebelum ( spinoserebelum )sebagai pusat penerima impuls dari reseptor
sensori umum medula spinalis dan N. Vagus ( N Trigeminus ) kelopak mata ,
rahang atas dan bawah dan serta otak penguyah
Neosebelum ( Panto serebelum ) korteks serebelum menerima informasi
tentang gerakan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan
h. MEDULA SPINALIS
Medula spinalis merupakan jaringan saraf pusat berbentuk kolom
vertikal yang terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui
foramen occipital magnum, masuk kekanalis vertebralis sampai setinggi
segmen lumbalis 2. Medula spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinal (kiri dan
kanan)
Fungsi medula spinalis :
Sebagai pusat gerakan otot tubuh terbesar dikornu motorik atau kornu
sentralis
Sebagai pusat refleks spinalis
Menghantarkan rangsangan koordinasi dari otot atau sendi menuju
cerebelum
Sebagai penghubung antar segmen medula spinalis
Sebagai perantara komunikasi otak dengan semua bagian tubuh

i. SARAF KEPALA ( SARAF OTAK )


Urutan Saraf Nama Saraf Sifat Saraf Fungsi Saraf
I N. Olfaktorius Sensorik Hidung sebagai
alat penciuman
II N. Optikus Sensorik Bola mata untuk
penglihatan
III N. Okulomotorius Motorik Penggerak bola
mata dan
mengangkat
kelopak mata.
IV N. Troklearis Motorik Mata , memutar
mata dan
penggerak bola
V N Trigeminus Motorik dan mata
N. Optalmikus Sensorik
N. Maksilaris Motorik dan Kulit kepala dan
N. Mandibularis Sensorik kelopak mata atas
Sensorik , rahang atas ,
Motorik dan palatum dan
Sensorik hidung , rahang
VI N. Abdusen bawah dan lidah
Mata menyokong
VII N. Fasialis sisi mata
Motorik Otot lidah
menggerakan
Motoirk dan lidah dan selaput
VIII N. Auditorius Sensorik lendir rongga
mulut
IX N. Glosopharingeus Telinga,
rangsangan
Sensorik pendengaran
X N. Vagus Faring, tonsil dan
Sensorik dan lidah, rangsangan
XI N. Assesorius Motorik cita rasa
XII N. Hipiglosus Faring, laring,
paru paru dan
Sensorik dan esofagus
Motorik Leher dan otot
leher
Motorik Lidah, cita rasa
Motorik dan otot lidah

Suplai daerah otak dan medulla spinalis


SSP (seperti juga jaringan tubuh lainnya) sangat bergantung pada

plus.google.com
aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa
metabolismenya. Suplai darah arteri keotak merupakan suatu jalinan
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk
sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteria, yaitu arterivertebralis
dan arteri carotis interna yang cabang-cabangnya beranastomosis,
membentuk sirkulus arteriosus serebri willisi. Aliran vena otak tak selau
parallel dengan suplai darah arteria; pembuluh dara vena meninggalkan
otak melalui sinus dura yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui
vena jugularis interna. Arteri medulla spinalis dan sistem vena paralel satu
dengan yang lain dan mempunyai hubungan percabangan yang luas untuk
mencukupi suplai darah ke jaringan.
1) Suplai arteri karotis
Arteria karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria
karotis komunis kira-kira setinggi tulang rawan tiroid. Arteria karotis
komunis kiri langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis
komunis kanan berasal dari arteria brakiosefalika (merupakan sisa
arkus aorta kanan yang panjangnya 1 inci). Arteria karotis eksterna
memperdarahi wajah, tiroid. Lidah, dan faring. Cabang dari arteri
karotis eksterna yaitu arteria meningea media, mendarahi struktur-
struktur dalam didaerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang
besar keduramater. Arteria karotis interna sedikit berdilatasi tepat
setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus
karotikus terdapat ujung-ujung saraf khusus yang berespon terhadap
perubahan tekanan darah arteria, yang secara reflex mempertahankan
suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteria karotis interna masuk kedalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteria serebri anterior dan
media. Arteria serebri media adalah lanjutan lansung dari arteria
karotis interna. Segera sesudah masuk kedalam ruang sub arakhnoid
dan sebelum bercabang-cabang, arteria karotis interna
mempercabangkan arteria oftalmika yang masuk kedalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-
sinus udara . bila cabang arteria karotis interna ini tersumbat (misal,
pada stroke) dapat mengakibatkan kebutaan monocular.
Arteria serebri anterior member suplai darah pada struktur-
struktur seperti nucleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-
bagian dari kapsul interna dan korpus kalosum, dan bagian-bagian
(terutama medial). Lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Bila arteria serebri anterior
mengalami sumbatan pada cabang utamanya, akan terjadi hemiplegia
kontralateral yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian
tangan (ekstremitas bawah lebih terkena daripada ekstremitas atas).
Paralisis bilateral dan gangguan sensorik timbul bila terjadi sumbatan
total pada kedua arteria serebri anterior, tetapi pada keadaan inipun
ekstremitas bawah terkena lebih parah daripada ekstremitas atas.
Arteria serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri dan membentuk
penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteria ini
merupakan sumber utama girus prasentralis dan postsentralis. Korteks
auditorius, somestetik, motorik dan pramotorik disuplai oleh arteria ini
seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi
yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Arteria serebri media
yang tersumbat didekat percabangan kortokal utamanya (pada trunkus
arteria) dapa menimbulkan afasia berat bila yang terkena hemisferium
serebri dominan bahasa. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya
sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua titik kontralateral serta
hemiplegia kontralateral yang berat, terutama ekstremitas atas dan
wajah.
2) Suplai arteria Vertebrobasilaris
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupaka cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri
bersatu membentuk arteria basilaris. Arteri basilaris terus berjalan
sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri arteria serebri posterior. Cabang-cabang
sistem vertebrobasilaris ini mendarahi medulla oblongata , pons,
serebelum, otak tengah, dan sebagian diensenfalon. Arteria serebri
posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian diensenfalon,
sebagian lobus oksipital dan temporalis, apparatus koklearis, dan
organ-organ vestibular. Korteks penglihatan primer pada lobus
oksipitalis diperdarahi oleh arteria kalkarina yang merupakan cabang
dari arteri serebri posterior. Arteri kalkarina yang tersumbat akan
menimbulkan hemianopsia homonym kontralateral. Namun demikian
macula dapat tetap utuh karena anastomosis arteria serebri posterior
dan media pada lobus oksipitalis.
3) Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteria karotis interna vertebrobasilaris merupakan dua
sistem arteria terpisah yang mengalirkan darah keotak, tetapi keduanya
disatukan oleh pembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk
sirkulus arteriosus willisi. Arteria serebri posterior dihubungkan dengan
arteria serebri media (dan arteri serebri anterior) lewat arteria
komunikans posterior. Kedua arteria serebri anterior dihubungkan oleh
arteri komunikans anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya, aliran darah dalam arteria komunikans hanya sedikit.
Arteria ini merupakan penyelamat bila terjadi perubahan tekanan darah
arteria yang dramatis. Percabangan sistem karotis interna
verterbrobasilaris juga mempunyai pembuluh darah anastomosis.

4) Arteria-arteria konduksi dan penembus


Pada umumnya arteria serebri mampunyai fungsi konduksi atau
pemenbus. Arteria konduksi (arteria karotis interna, serebri anterior,
media dan posterior, arteria vertebrobasilarisdan cabang utamanya
arteria-arteria ini) membentuk suatu jalinan pembuluh yang luas
meliputi permukaan otak. Arteria penembus merupakan pembuluh
nutrisi yang berasal dari cabang-cabang arteria konduksi. Masuk
kedalam otak secara tegak lurus dan mengalirkan darah ke struktur-
struktur serebral bagian dalam seperti diensenfalon, ganglia basalis,
kapsula interna dan bagian-bagian otak tengah. Misalnya
arterialentikulostriata merupakan cabang penembus dari arteria serebri
media dan mengalirkan darah kekapsula interna dan bagian-bagian
ganglia basalis. Arteria-arteria kecil ini seringkali terlibat dalam
sindrom stroke. Penyumbatan atau rupture arteria lentikulostriata dapat
menganggu jaras motorik kapsula interna dan menyebabkan paralisis.
5) Pembuluh darah medulla spinalis
Medulla spinalis menerima darah melalui cabang-cabang
arteria vertebralis (arteria spinalis anterior dan posterior dan cabang-
cabangnya) dan dari pembuluh-pembuluh segmental regional yang
berasal dari arteri torakalis dan abdominalis (arteria radikularis dan
cabang-cabangnya). Dari tempat percabangannya pada arteri
vertebralis disepanjang medulla, arteria spinalis anterior, dan posterior
akan berjalan turun ke medulla spinalis. Arteria segmental masuk
kebagian spinal SSP melalui foramina intravertebralis dan bercabang
menjadi pembuluh anterior dan posterior. Arteria-arteria ini melingkari
medulla spinalis dan membentuk fleksus vascular yang
beranastomosis luas pada permukaan medulla spinalis, serta
berhubungan dengan pembuluh-pembuluh sister vertebral. Cabang-
cabang dari pleksus vaskuler superficial ini kemudian menembus
medulla spinali dan mendarahi jaringan-jaringan yang letaknya dalam.

Aliran vena umumnya mengikuti pola distribusi arteria.


Beberapa vena medulla spinalis mempunyai katup, berbeda dengan
vena-vena otak dan sinus vena yang tidak mempunyai katup. Sistem
vascular medulla spinalis lansung berhubungan dengan sistem vena
otak.

FISIOLOGI
Sistem karptis terutama melayani kedua hemisfer otak dan sistem
vertebralis terutama memberikan dasar dari batang otak . Serebelum dan bagian
dari posterior hemisfer . Aliran darah di atas otak dipengaruhi terutama oleh 3
faktor. Dua yang paling penting adalah tekanan untuk memompakan darah dari
sistem arteri kapiler ke sistem vena dan tahanan perifer pembuluh darah otak.
Faktor ketiga adalah darah itu sendiri, yaitu vaskositas darah itu sendiri , yaitu
viskositas darah koagulabilitas( kemampuan untuk membeku )
Dari faktor pertama yang terpenting adalah tekanan darah sistemik ( faktor
jantung ) darah, pembuluh darah, dll. Dan faktor kemampuan khusus pembuluh
darah otak ( ateriol ) untuk mengencup bila tekanan daerah sistemik naik dann
berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem

3. ETIOLOGI
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari 4 kejadian ini :
A. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Trombisis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:
Aterosklerosis
Hiperkoagulasi pada polisitemia
Arteritis (radang pada arteri)
Emboli
B. Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intra serebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat
terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak Akibatnya adalah
penghentian darah ke otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau
pemanen gerakan , berfikir, memori, bicara dan sensasi.
C. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
Hipertensi yang parah
Henti jantung-paru
Curah jantung turun akibat aritmia
D. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

Faktor resiko terjadinya stroke adalah :


1. Hipertensi, merupakan factor risiko utama
2. penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung
3. Kolestrol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
6. Diabetes, terkait dengan aterogenesis terakselerasi
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10. Konsumsi alkohol

4. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada factor- factor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan local (thrombus, emboli, perdarahan, dan
spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak.
Thrombus dapat berasal dari plak ateroskerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
di suplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di
sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang setelah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septic infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intra serebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian dibandingkan ke seluruh penyakit serebro vascular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikelotak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nucleus kuadatus, thalamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkanoleh anoksia serebral reversible untuk waktu 4-6
menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative
banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen- elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

6. PATOFLODIGRAM
(ada di folder sendiri/ terlampir)

7. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan motorik karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh menunjukan kerusakan pada neuron
motor atas berlawanan dari otak.
2. kehilangan komunikasi, disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan hal hal seperti disatria, disfagia, aproxia
3. gangguan persepsi stroke dapat menyebabkan disfungsi persepsi visual
gangguan dalam hubungan visual spasias dan kehilangan sensorik, diantaranya
disfungsi persepsi visual.
4. Gangguan hubungan visual spasial yang sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri.
5. gangguan atau kehilangan sensori dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat
6. kerusakan funsi kognitif dan efek psikologi
7. disfungsi kandung kemih, ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural

8. KOMPLIKASI
Komplikasi dari stroke meliputi hipoxia serebral, penurunan aliran darah
serebral dan luasnya area cidera :
a. hipoxia cerebral diminimalkan dengan diberi oksigenasi daerah adekuat ke otak
b. aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah , curah jantung dan
integritas pembuluh dar4ah serebral
c. embolisme cerebral dapat terjadi setelah infark miokard, dan fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik

9. TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan diagnosis medis :
a. CT Scan untuk membedakan adanya perdarahan atau infark
b. Angiografi untuk memberiakn gambaran pembuluh darah yang patologis
c. Positian scanning untuk memberkan gambaran metabolisme serebral
d. EEG untuk melihat area yang spesifik dari lesi otak
2. pemeriksaan darah lengkap seperti HB, HE, Leukosit ( diff )
3. lumbal fungsi bila tidak ada kontraindikasi pada stroke hemoragik : SCF
berwarna merah dan tekanan meningkat
10. Penatalaksanaan Medis

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan,


obat hemoragik

Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan


pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

A.Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.

Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,


dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999).
Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000),

Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,


riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995).

Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes


militus. (Hendro Susilo, 2000).

Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk


pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996).

Sistem kardiovaskuler
DS :
Adanya penyakit jantung ( AMI, reumatik / penyakit jantung
vaskuler, GJK, endokarditis bakterial ) polisitemia, riwayat hipertensi
postural
DO :
Hipertensi arterial sehhhubungan dengan adanya embolisme /
malformasi vaskuler
Nadi, frekuensi dapat bervariasi
Disritmia, perubahan EKG
Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka / aorta yang
abnormal
Sistem pencernaan
DS :
Nafsu makan hilang
Mual muntah selama fase akut
Kehilanagn sensasi ( rasa kecap ) pada lidah, pipi, dan
tenggorokan ,disfagia
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemk dalam darah
DO :
Kesulitan menelan, obesitas
Sistem Pernafasan
DS : merokok ( faktor resiko )
DO : batuk / tambahan jalan nafas

Neurosensori
DS :
Sinkope / pusing
Sakit kepala
Kelemahan / kesemutan / kebas
Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kolateral pada ekstremitas
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
DO :
Status mental / tingkat kesadaran
Ekstremitas : kelemahan / paralisis, genggaman tidak sama, respo
tendon melemah secara kontralateral
Pada wajah terjadi paralisis
Kekakuan mukal
kejang
Eliminasi
DS :
Perubahan pola berkemih seperti inkotinensia urine, anuria
Distensi abdomen , bising usus negatif
Nyeri / kenyamanan
DS :
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda
Tingkah laku yang stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia

Interaksi sosial
DO :
Masalah bicara, ketidakmampuan berkomunikasi

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya peningkatan
volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan
perubahan tingkat kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia,
kelemahan neuromuckular pada ekstremitas.
5. Risiko tinggi terhadap terjadinya cidera yang berhubungan dengan penurunan
luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa ( panas, dingin ).
6. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
7. Defisitperawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control otot/koordinasi
ditandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi, mengatur suhu air,
melipat atau memakaipakaian.
8. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan
area bicara di hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum.
9. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
10. Takut yang berhubungan dengan parahnya kondisi.
11. Gangguan konsep diri citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan
persepsi.
12. Ketidak patuhan terhadap regimen terapeutikyang berhubungan dengan
kurangnya informasi, perubahan status kognitif.
13. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penurunan sensori,
penurunan penglihatan.
14. Gangguan eliminasi alvi ( konstipasi ) yang berhubungan dengan imobilisasi,
asupan cairan yang tidak adekuat.
15. Gangguan eliminasi urine ( inkontinensia urine ) yang berhubungan dengan
lesi pada UMN.

16. Risiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual yang berhubungan dengan


kelemahan neuromuscular pada ekstremitas.
17. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan perubahan status social,
ekonomi, dan harapan hidup.
18. Kecemasan klien dan keluarga yang berhubungan dengan pognosis penyakit
yang tidak menentu.

3. INTERVENSI
1. DK: Risiko peningkatan TIK b.d peningkatan volume intracranial,
penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual mual
dan muntah, GCS: 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal
Intervensi:
1. Kaji factor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R: Deteksi dini untukmemprioritaskan intevensi, mengkaji status
neurology/tanda tanda kegagalan untuk melakukan perawatan kegawatan
atau pembedahan.
2. Monitor tanda tanda vital tiap 4 jam.
R: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanandarah sistemik, penurunan dari outoregulator
kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi serebral.
Dengan peningkatan darah ( diatolik ) maka dibarengi dengan peningkatan
tekanan darah intracranial. Adanya peningkatan tensi, bradikardi, disritmia,
dyspnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
3. Evaluasi pupil
R: Reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Kkeseimbangan antara saraf
simpatis dan parasimpatis merupakan respon reflek nervus cranial.
4. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan
R: Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK.
5. Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
R: Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
TIK.
6. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R: Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsang
kumulatif.
7. Kkurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana yang
tidak gaduh.
R: Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respon psikologis dam
membrikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.
8. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.
R: Mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
9. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R: Aktivitas ini dapat meningkatkan intratorakdan tekanan dalam anbdomen
dimana aktivitas ini dapat meningkatkan TIK
10. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pad pagi hari.
R: Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK
11. Palpasi pada pembesaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika
digunakan dan juga monitor terhadap adanya konstipasi.
R: Dpat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan TIK
12. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang sebab akibat peningkatan
TIK
R: Meningkatkan kerjasama dalam perawatan klien dan mengurangi
kecemasan.
13. Observasi kesadaran dengan GCS
R: Perubahan kesadaran menunjukan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
14. Kolaborasi:
Pemberian O2
R: Mengurangi hipoksemia dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral
dan volume darah serta dapat meningkatkan TIK

Berikan cairn intra vena sesuai yang diindikasikan


R: Untuk mengurangi edema serebral, peningkatan minimum pada
pembuluh darah, tekanan darah dan TIK
Berikan obat diuretic osmotic, contohnya manitol, furosid
R: Untuk mengalirkan air dari brain cells, mengurangi edema cerebral dan
TIK
Berikan steroid seperti deksamethason, metal prednisolone
R: Untuk menurunkan inflamasi danmengurangi edema jaringan.
Berikan analgesic narkotik, contohnya kodein
R: Untuk mengurangi nyeri dan berefek negative terhadap TIK
Berikan sedative, seperti diazepam, benadril
R: Mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi
Berikan antipiretik seperti aseptaminophen
R: Mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan
Antihipertensi
R: Digunakan pada hipertensi kronis, karena manajemen secara berlebihan
akanmeningkatkan perluasan kerusakan jeringan
Peripheral vasodilator seperti cyclandilate, pepverin, isoxsuprine
R: Untuk meningkatkan sirkulasi kolateral atau menurunkan vasospasme
Berikan antibiotika seperti aminocaproic acid
R: Digunakan padsa kasus hemoragi, untuk mencegah lisis bekuan darah dan
perdarahan kembali.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti protrombin, LED
R: Membantu memberikan informasi tentang efektifitas pemberian pbat

2. DK: Perubahan perfusi jaringan otak b.d perdarahan intraserebral,


oklusi otak, vasospasme, dan edema otak
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai secara
optimal
Kriteria: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejang.
GCS 4, 5, 6, pupil isokor, reflek cahaya ( + ), tanda-tanda vital normal.
Intervensi:
1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK
R: Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2. Baringkan klien ( bedrest ) total dengan posisi tidurterlentang tanpa bantal.
R: Perubahan pada tekanan intracranial akan dapat menyebabkan risiko untuk
terjadinya herniasi otak.
3. Monitor tanda-tanda status neurologist dengan GCS
R: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
4. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada
hipertensi sistolik.
R: Pada kedaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi.
5. Monitor input dan output
R: Hipertermi dapat meningkatkan IWL dan meningkatkan risiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea yang menurunkan intake per
oral.
6. Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
R: Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intra abdominal.
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat
mengurangi dari efek valsava.
7. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
R: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan potensial terjadi
perdarahan ulang
8. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
R: Istirahat total dan ketenangan diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan pada kasus stroke hemoragik/perdarahan lainya.

9. Kolaborasi: Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat


R: Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan TIK, retriksi cairan dan
cairan dapat menurunkan edema sel.
10. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
R: Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada
tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemik serebral.
11. Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti steroid, aminofel, antibiotika.
R: Untuk menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan edema, dan
menurunkan metabolic sel/konsumsi dan kejang.

3. DK: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d jalan napas buatan pada
trakea, peningkatan sekresi secret, dan ketidakmampuan batuk/batuk
efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam klie mampu meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah
aspirasi.
Kriteria: Bunyi napas terdengar bersih. Ronchi tidak terdengar. Trackel tube
bebas sumbatan. Menunjukan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan
secret di saluran pernapasan. Frekuensi napas 16-20 kali/menit.
Intervensi:
1. Kaji keadaan jalan napas
R: Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi secret, sisa cairan
mucus, perdarahan, bronkospasme, dan atau posisi dari trakeostomi/selang
endo trakeal yang berubah.
2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas kedua paru
R: Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu.
3. Lakukan pengisapan lender jika diperlukan, batasi durasi pengisapa dengan
15detik atau lebih. Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan
dengan menggunakan ambubag
R: Pengisapan lendir tidak dilakukan terus-menerus, dan durasinya dapat
dikurangi untuk mencegah hipoksia. Dengan membuat hiperventilasi melalui
pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan
mengurangi terjadinya hipoksia
4. Anjurkan klien mengenai teknik batuk selama pengisapan, seperti waktu
bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi
R: Batuk yang efektif dapat mengeluarkan secret dari saluran napas.
5. Atur atau ubah posisi secara teratur ( tiap 2 jam )
R: Mengatur pengeluaran secret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi
risiko atelektasis.
6. Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan
R: Membantu pengenceran secret, mempermudah pengeluaran secret.
7. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran pernapasan.
R: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.
8. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk
R: Batukyang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
9. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
R: Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
10. Lakukan pernapasan diafragma
R: Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar
11. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut
R: Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi secret.
12. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
R: Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mucus, yang mengarah pada atelektasis
13. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
R: Higiene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah
bau mulut
14. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi, seperti postural drainase,
perkusi/penepukan
R: Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.

15. Kolaborasi pemberian obat-obat bronkodilator sesuai indikasi.


R: Mengatur ventilasi dan melepaskan secret karena relaksasi
otot/bronchispasme.

4. DK: Defisit perawatan diri b.d kelemahan neuromuscular, menurunnya


kekuatan dan kesadaran, kehilangan control otot/koordinasi.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tejadi peningkatan perilaku dalam perawatan
diri.
Kriteria: Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk perawatan diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan sesuai dengan tingkat
kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi:
1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
ADL
R: Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
2. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dn Bantu jika perlu
R: Klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk
mencegah frustasi dan harga diri klien
3. Menyadrkan ingkahlaku/sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan.
R: Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang
konsisten dalam menangani klien.
4. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan.
R: Menjaga keamanan klien bergerak disekitar tempat tidur dan mengurangi
risiko tertimpa perabotan.
5. Beri kesempatan klien untuk menolong diri sendiri seperti menggunakan
kombinasi sendok dan garpu, ekstensi untuk berpijak pada lantai, ketoilet,
kursi untuk mandi.
R: Mengurangi ketergantungan.
6. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan
pispot/urinal. Antar ke kamar mandi bila memungkinkan.
R: Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan
masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurologik.
7. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
R: Meningkatkan latihan dan mencegah konstipasi.
8. Kolaborasi pemberian supositoria dan pelunak feses/pencahar.
R: Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi.

9. Konsulke dokter terapi okupasi.


R: Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus

5. DK: Gangguan komunikasi verbal atau tulis b.d gangguan sirkulasi


serebral, gangguan neuromuscular, kehilangan control tonus otot fasial
atau oral dan kelemahan secara umum.
Tujuan: Dalam waktu 2 x24 jam klien dapat menunjukan pengertian terhadap
masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaanya, mampu
menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria: terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi,
klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi:
1. Kaji tipe disfungsi, misalnya klien tidak dapat mengerti tentang kata-kata atau
masalah bicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.
R: Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan menentukan
kesulitan klien dengan sebagia atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin
memiliki masalh dalam mengartikan kata-kata ( afasia, wernicke, area dan
kerusakan pada area broca )
2. Bedakan afasia dengan disartria
R: Dapat menentukan pilihanintervensi sesuai dengan tipe gangguan.
3. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, berikesempatanklien
untuk mengklarifikasi.
R: Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memonitor ucapanya,
komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan
pengertian klien dan dpat mengklarifikasi percakapan.
4. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan
lihat ke pintu.
R: Untuk menguji afasia reseptif.
5. Perintahkanklien untuk menyebutkan nama benda yang diperlihatkan
R: Menguji afasia ekspresif, misalnya klien dapat mengenal benda tersebut
tapi tidak mampu menyebutkan namanya.
6. Suruhklien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak mampu untuk
menulis suruh klien untuk membaca kalimat pendek.
R: Menguji ketidakmampuan menulis ( agrafia ) dan deficit membaca
( alexia ) yang juga merupakan bagian dari afasia reseptif dan ekspresif.
7. Beri peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan bicara,
sediakan bel khusus bila perlu.
R: Untuk kenyamanan berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi.
8. Antisipasi dan Bantu kebutuhan klien.
R: Membantu menurunkan frustasi karena ketergantungan
atauketidakmampuan berkomunikasi.
9. Anjurkan pengunjung untuk berkomunikasi dengan klien misalnya membaca
surat, membicarakan keluarga.
R: Menurunkan isolasi social, dan mengefektifkan komunikasi.
10. Perhatikan percakapan klien dan hindari berbicara secara sepihak.
R: Memungkinkan klien dihargai karena kemampuan intelektualnya masih
baik.
11. Kolaborasi: konsul ke ahli terapi wicara
R: Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensori motorik dan fungsi
kognitif untuk mengidentifikasi deficit dan kebutuhan terapi.

6. DK: Risiko gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.


Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu mempertahankan keutuhan
kulit
Kriteria: Klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui
penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau
luka.
Intervensi:
1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika memungkinkan.
R: Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.

2. Ubah posisi tiap 2 jam


R: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak dibawah daerah-daerah yang
menonjol
R: Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi.
R: Menghindari kerusakan kapiler
5. Observasi terhadap erithema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi
R: Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6. Jaga kebersihan kilit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit.
R: Mempertahankan keutuhan kulit.

4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/
intervensi yang telah ditetapkan/ dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan
mengacu pada criteria evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai