Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN TEORI
c. OTAK
Otak terletak dalam rongga kranuim, berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan 3 gejala pembesaran otak awal :
a. Otak depan menjadi hemisfer cerebri, korpus triatum, talamus serta
hipotalamus
b. Otak tengah tegmentum, krus serebrum, korpus kuadrigeminus
c. Otak belakang menjadi pons vanoli, medula oblongata, dan serebrum
e. KORTEKS SEREBRI
Secara umum, korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian :
1. Korteks sensorik, pusat sensasi umum, primer suatu hemisfer cerebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat
atau bagian tubuh tergantung pada fungsi alat yang bersangkutan
2. Korteks asosisasi , tiada indera manusia korteks asosiasi sendiri sendiri,
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berfikir,
rangsangan yang diterima olah atau disimpan serta dihubungkan denagn
data yang lain
3. Korteks motoris, menerima impuls dari korteks sensoris , funsi utamanya
kontribusi pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh
kontralateral
4. Koterks prefrontal, terletak pada lobus frontalis bersikap mental dan
berkepribadian
f. BATANG OTAK ( TRAKTUS SEREBRI )
Batang otak terdiri dari :
1. Diensepalon, yang berfungsi :
Vaso konstrktor, mengecilkan pembuluh darah
Respiratori membantu proses persarafan
Mengontrol keadaan refleks
Membantu pekerjaan jantung
2. Mesencepalon, yang berfungsi :
Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata
Memutar mata dan pusat pergerakan mata
3. Pons Varoli, yang berfungsi :
Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata denagn cerebelum
Pusat saraf nervous trigeminus
4. Medula oblongata, fungsinya :
Mengontrol pekerjaan jantung
Megecilkan pembuluh darah ( vasokontriktor )
Pusat pernapasan
Mengontrol kegiatan refleks
plus.google.com
aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa
metabolismenya. Suplai darah arteri keotak merupakan suatu jalinan
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk
sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteria, yaitu arterivertebralis
dan arteri carotis interna yang cabang-cabangnya beranastomosis,
membentuk sirkulus arteriosus serebri willisi. Aliran vena otak tak selau
parallel dengan suplai darah arteria; pembuluh dara vena meninggalkan
otak melalui sinus dura yang besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui
vena jugularis interna. Arteri medulla spinalis dan sistem vena paralel satu
dengan yang lain dan mempunyai hubungan percabangan yang luas untuk
mencukupi suplai darah ke jaringan.
1) Suplai arteri karotis
Arteria karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria
karotis komunis kira-kira setinggi tulang rawan tiroid. Arteria karotis
komunis kiri langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis
komunis kanan berasal dari arteria brakiosefalika (merupakan sisa
arkus aorta kanan yang panjangnya 1 inci). Arteria karotis eksterna
memperdarahi wajah, tiroid. Lidah, dan faring. Cabang dari arteri
karotis eksterna yaitu arteria meningea media, mendarahi struktur-
struktur dalam didaerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang
besar keduramater. Arteria karotis interna sedikit berdilatasi tepat
setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus
karotikus terdapat ujung-ujung saraf khusus yang berespon terhadap
perubahan tekanan darah arteria, yang secara reflex mempertahankan
suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteria karotis interna masuk kedalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteria serebri anterior dan
media. Arteria serebri media adalah lanjutan lansung dari arteria
karotis interna. Segera sesudah masuk kedalam ruang sub arakhnoid
dan sebelum bercabang-cabang, arteria karotis interna
mempercabangkan arteria oftalmika yang masuk kedalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan sinus-
sinus udara . bila cabang arteria karotis interna ini tersumbat (misal,
pada stroke) dapat mengakibatkan kebutaan monocular.
Arteria serebri anterior member suplai darah pada struktur-
struktur seperti nucleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-
bagian dari kapsul interna dan korpus kalosum, dan bagian-bagian
(terutama medial). Lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Bila arteria serebri anterior
mengalami sumbatan pada cabang utamanya, akan terjadi hemiplegia
kontralateral yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian
tangan (ekstremitas bawah lebih terkena daripada ekstremitas atas).
Paralisis bilateral dan gangguan sensorik timbul bila terjadi sumbatan
total pada kedua arteria serebri anterior, tetapi pada keadaan inipun
ekstremitas bawah terkena lebih parah daripada ekstremitas atas.
Arteria serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri dan membentuk
penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteria ini
merupakan sumber utama girus prasentralis dan postsentralis. Korteks
auditorius, somestetik, motorik dan pramotorik disuplai oleh arteria ini
seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi
yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Arteria serebri media
yang tersumbat didekat percabangan kortokal utamanya (pada trunkus
arteria) dapa menimbulkan afasia berat bila yang terkena hemisferium
serebri dominan bahasa. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya
sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua titik kontralateral serta
hemiplegia kontralateral yang berat, terutama ekstremitas atas dan
wajah.
2) Suplai arteria Vertebrobasilaris
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan cabang dari arteria
inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupaka cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri
bersatu membentuk arteria basilaris. Arteri basilaris terus berjalan
sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri arteria serebri posterior. Cabang-cabang
sistem vertebrobasilaris ini mendarahi medulla oblongata , pons,
serebelum, otak tengah, dan sebagian diensenfalon. Arteria serebri
posterior dan cabang-cabangnya mendarahi sebagian diensenfalon,
sebagian lobus oksipital dan temporalis, apparatus koklearis, dan
organ-organ vestibular. Korteks penglihatan primer pada lobus
oksipitalis diperdarahi oleh arteria kalkarina yang merupakan cabang
dari arteri serebri posterior. Arteri kalkarina yang tersumbat akan
menimbulkan hemianopsia homonym kontralateral. Namun demikian
macula dapat tetap utuh karena anastomosis arteria serebri posterior
dan media pada lobus oksipitalis.
3) Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteria karotis interna vertebrobasilaris merupakan dua
sistem arteria terpisah yang mengalirkan darah keotak, tetapi keduanya
disatukan oleh pembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk
sirkulus arteriosus willisi. Arteria serebri posterior dihubungkan dengan
arteria serebri media (dan arteri serebri anterior) lewat arteria
komunikans posterior. Kedua arteria serebri anterior dihubungkan oleh
arteri komunikans anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya, aliran darah dalam arteria komunikans hanya sedikit.
Arteria ini merupakan penyelamat bila terjadi perubahan tekanan darah
arteria yang dramatis. Percabangan sistem karotis interna
verterbrobasilaris juga mempunyai pembuluh darah anastomosis.
FISIOLOGI
Sistem karptis terutama melayani kedua hemisfer otak dan sistem
vertebralis terutama memberikan dasar dari batang otak . Serebelum dan bagian
dari posterior hemisfer . Aliran darah di atas otak dipengaruhi terutama oleh 3
faktor. Dua yang paling penting adalah tekanan untuk memompakan darah dari
sistem arteri kapiler ke sistem vena dan tahanan perifer pembuluh darah otak.
Faktor ketiga adalah darah itu sendiri, yaitu vaskositas darah itu sendiri , yaitu
viskositas darah koagulabilitas( kemampuan untuk membeku )
Dari faktor pertama yang terpenting adalah tekanan darah sistemik ( faktor
jantung ) darah, pembuluh darah, dll. Dan faktor kemampuan khusus pembuluh
darah otak ( ateriol ) untuk mengencup bila tekanan daerah sistemik naik dann
berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem
3. ETIOLOGI
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari 4 kejadian ini :
A. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Trombisis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:
Aterosklerosis
Hiperkoagulasi pada polisitemia
Arteritis (radang pada arteri)
Emboli
B. Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intra serebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat
terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak Akibatnya adalah
penghentian darah ke otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau
pemanen gerakan , berfikir, memori, bicara dan sensasi.
C. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
Hipertensi yang parah
Henti jantung-paru
Curah jantung turun akibat aritmia
D. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
4. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada factor- factor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan local (thrombus, emboli, perdarahan, dan
spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak.
Thrombus dapat berasal dari plak ateroskerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
di suplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di
sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang setelah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septic infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intra serebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian dibandingkan ke seluruh penyakit serebro vascular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikelotak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nucleus kuadatus, thalamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkanoleh anoksia serebral reversible untuk waktu 4-6
menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative
banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen- elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
6. PATOFLODIGRAM
(ada di folder sendiri/ terlampir)
7. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan motorik karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh menunjukan kerusakan pada neuron
motor atas berlawanan dari otak.
2. kehilangan komunikasi, disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan hal hal seperti disatria, disfagia, aproxia
3. gangguan persepsi stroke dapat menyebabkan disfungsi persepsi visual
gangguan dalam hubungan visual spasias dan kehilangan sensorik, diantaranya
disfungsi persepsi visual.
4. Gangguan hubungan visual spasial yang sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri.
5. gangguan atau kehilangan sensori dapat berupa kerusakan sentuhan ringan
atau mungkin lebih berat
6. kerusakan funsi kognitif dan efek psikologi
7. disfungsi kandung kemih, ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural
8. KOMPLIKASI
Komplikasi dari stroke meliputi hipoxia serebral, penurunan aliran darah
serebral dan luasnya area cidera :
a. hipoxia cerebral diminimalkan dengan diberi oksigenasi daerah adekuat ke otak
b. aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah , curah jantung dan
integritas pembuluh dar4ah serebral
c. embolisme cerebral dapat terjadi setelah infark miokard, dan fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik
9. TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan diagnosis medis :
a. CT Scan untuk membedakan adanya perdarahan atau infark
b. Angiografi untuk memberiakn gambaran pembuluh darah yang patologis
c. Positian scanning untuk memberkan gambaran metabolisme serebral
d. EEG untuk melihat area yang spesifik dari lesi otak
2. pemeriksaan darah lengkap seperti HB, HE, Leukosit ( diff )
3. lumbal fungsi bila tidak ada kontraindikasi pada stroke hemoragik : SCF
berwarna merah dan tekanan meningkat
10. Penatalaksanaan Medis
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:
A.Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
Keluhan utama
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000),
Riwayat psikososial
Sistem kardiovaskuler
DS :
Adanya penyakit jantung ( AMI, reumatik / penyakit jantung
vaskuler, GJK, endokarditis bakterial ) polisitemia, riwayat hipertensi
postural
DO :
Hipertensi arterial sehhhubungan dengan adanya embolisme /
malformasi vaskuler
Nadi, frekuensi dapat bervariasi
Disritmia, perubahan EKG
Desiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka / aorta yang
abnormal
Sistem pencernaan
DS :
Nafsu makan hilang
Mual muntah selama fase akut
Kehilanagn sensasi ( rasa kecap ) pada lidah, pipi, dan
tenggorokan ,disfagia
Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemk dalam darah
DO :
Kesulitan menelan, obesitas
Sistem Pernafasan
DS : merokok ( faktor resiko )
DO : batuk / tambahan jalan nafas
Neurosensori
DS :
Sinkope / pusing
Sakit kepala
Kelemahan / kesemutan / kebas
Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kolateral pada ekstremitas
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
DO :
Status mental / tingkat kesadaran
Ekstremitas : kelemahan / paralisis, genggaman tidak sama, respo
tendon melemah secara kontralateral
Pada wajah terjadi paralisis
Kekakuan mukal
kejang
Eliminasi
DS :
Perubahan pola berkemih seperti inkotinensia urine, anuria
Distensi abdomen , bising usus negatif
Nyeri / kenyamanan
DS :
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda
Tingkah laku yang stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia
Interaksi sosial
DO :
Masalah bicara, ketidakmampuan berkomunikasi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya peningkatan
volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan
perubahan tingkat kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia,
kelemahan neuromuckular pada ekstremitas.
5. Risiko tinggi terhadap terjadinya cidera yang berhubungan dengan penurunan
luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa ( panas, dingin ).
6. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
7. Defisitperawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control otot/koordinasi
ditandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi, mengatur suhu air,
melipat atau memakaipakaian.
8. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan
area bicara di hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum.
9. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
10. Takut yang berhubungan dengan parahnya kondisi.
11. Gangguan konsep diri citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan
persepsi.
12. Ketidak patuhan terhadap regimen terapeutikyang berhubungan dengan
kurangnya informasi, perubahan status kognitif.
13. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penurunan sensori,
penurunan penglihatan.
14. Gangguan eliminasi alvi ( konstipasi ) yang berhubungan dengan imobilisasi,
asupan cairan yang tidak adekuat.
15. Gangguan eliminasi urine ( inkontinensia urine ) yang berhubungan dengan
lesi pada UMN.
3. INTERVENSI
1. DK: Risiko peningkatan TIK b.d peningkatan volume intracranial,
penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual mual
dan muntah, GCS: 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal
Intervensi:
1. Kaji factor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R: Deteksi dini untukmemprioritaskan intevensi, mengkaji status
neurology/tanda tanda kegagalan untuk melakukan perawatan kegawatan
atau pembedahan.
2. Monitor tanda tanda vital tiap 4 jam.
R: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanandarah sistemik, penurunan dari outoregulator
kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi serebral.
Dengan peningkatan darah ( diatolik ) maka dibarengi dengan peningkatan
tekanan darah intracranial. Adanya peningkatan tensi, bradikardi, disritmia,
dyspnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
3. Evaluasi pupil
R: Reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Kkeseimbangan antara saraf
simpatis dan parasimpatis merupakan respon reflek nervus cranial.
4. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan
R: Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK.
5. Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
R: Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
TIK.
6. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R: Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsang
kumulatif.
7. Kkurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana yang
tidak gaduh.
R: Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respon psikologis dam
membrikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.
8. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.
R: Mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
9. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R: Aktivitas ini dapat meningkatkan intratorakdan tekanan dalam anbdomen
dimana aktivitas ini dapat meningkatkan TIK
10. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pad pagi hari.
R: Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK
11. Palpasi pada pembesaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika
digunakan dan juga monitor terhadap adanya konstipasi.
R: Dpat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan TIK
12. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang sebab akibat peningkatan
TIK
R: Meningkatkan kerjasama dalam perawatan klien dan mengurangi
kecemasan.
13. Observasi kesadaran dengan GCS
R: Perubahan kesadaran menunjukan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
14. Kolaborasi:
Pemberian O2
R: Mengurangi hipoksemia dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral
dan volume darah serta dapat meningkatkan TIK
3. DK: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d jalan napas buatan pada
trakea, peningkatan sekresi secret, dan ketidakmampuan batuk/batuk
efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam klie mampu meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah
aspirasi.
Kriteria: Bunyi napas terdengar bersih. Ronchi tidak terdengar. Trackel tube
bebas sumbatan. Menunjukan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan
secret di saluran pernapasan. Frekuensi napas 16-20 kali/menit.
Intervensi:
1. Kaji keadaan jalan napas
R: Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi secret, sisa cairan
mucus, perdarahan, bronkospasme, dan atau posisi dari trakeostomi/selang
endo trakeal yang berubah.
2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas kedua paru
R: Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu.
3. Lakukan pengisapan lender jika diperlukan, batasi durasi pengisapa dengan
15detik atau lebih. Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan
dengan menggunakan ambubag
R: Pengisapan lendir tidak dilakukan terus-menerus, dan durasinya dapat
dikurangi untuk mencegah hipoksia. Dengan membuat hiperventilasi melalui
pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan
mengurangi terjadinya hipoksia
4. Anjurkan klien mengenai teknik batuk selama pengisapan, seperti waktu
bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi
R: Batuk yang efektif dapat mengeluarkan secret dari saluran napas.
5. Atur atau ubah posisi secara teratur ( tiap 2 jam )
R: Mengatur pengeluaran secret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi
risiko atelektasis.
6. Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan
R: Membantu pengenceran secret, mempermudah pengeluaran secret.
7. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran pernapasan.
R: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.
8. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk
R: Batukyang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
9. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
R: Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
10. Lakukan pernapasan diafragma
R: Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar
11. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut
R: Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi secret.
12. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
R: Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mucus, yang mengarah pada atelektasis
13. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
R: Higiene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah
bau mulut
14. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi, seperti postural drainase,
perkusi/penepukan
R: Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/
intervensi yang telah ditetapkan/ dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan
mengacu pada criteria evaluasi.