PENDAHULUAN
Karsinoma laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas dan
masih merupakan masalah karena penanggulangannya mencakup berbagai segi.
Sebagai gambaran perbandingan, di luar negeri karsinoma laring menempati tempat
pertama dalam urutan keganasan di bidang THT. Tumor Ganas laring lebih sering
mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 11:1. Terbanyak pada
usia 56-69 tahun.1, 2 Tumor ganas laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor
ganas di seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus baru tumor ganas
laring di Amerika Serikat dan diperkirakan 3560 orang meninggal.1,2
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal
yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu rokok, alkohol, sinar
radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis. Meningkatnya insiden karsinoma
laring sangat berkaitan dengan merokok dimana seorang perokok memiliki risiko 6 kali
lipat untuk menderita tumor kepala dan leher dibandingkan dengan bukan perokok dan
lebih banyak terjadi pada laki-laki. Namun, akhir-akhir ini jumlah penderita perempuan
semakin meningkat karena adanya kecenderungan makin banyaknya wanita yang
merokok.3,4
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini
disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan
pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga
hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada
penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.
Secara umum, penatalaksanaan karsinoma laring meliputi pembedahan, radiasi,
sitostatika ataupun terapi kombinasi, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum
penderita. Tujuan utama penatalaksanaan karsinoma laring adalah mengeluarkan
bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta
fungsi sfingter laring.1,2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang
berpasangan ataupun tidak . Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang
berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada dinding faring
lateral. Meluas dari masing masing sisi bagian tengah atau os atau korpus hioideum
adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior dan suatu
prosesus pendek yang mengarah ke superior.tendon dan otot otot lidah, mandibula ,
dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus kedua prosesus. Saat menelan
kontraksi otot otot ini mengangkat laring. Namun bila laring dalam keadaan stabil,
maka otot otot tersebut akan membuka mulut dan akan berperan dalam gerakan lidah.
Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum tirohioideum adalah dua
alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai).Kedua alae menyatu di garis tengah pada
sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk jakun (Adam apple). Pada
tepi masing masing alae, terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu
inferius dan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau pergerakan
antara kartilago tiroidea dan krikodea.5
Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba dibawah kulit, melekat pada kartilago
tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum.Tidak seperti struktur penyokong lainnya
dari jalan pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu
mengembang.Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga
kartilago ini tampak seperti signet ring. Intubasi endotrakea yang lama sering kali
merusak lapisan mukosa cincin dan dapat menyebabkan stenosis subglotis, didapat
disebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat ligamentum
interkartilaginosa.5
Otot otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok.Otot ekstrinsik yang terutama
bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan
antara struktur struktur laring sendiri.Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut
fungsinya. Otot depresor atau otot- otot leher (omohioideus, sternotyroideus,
sternohyoideus) berasal dari bagian inferior. Otot elevator (milohyoideus,
geniohyoideus, genioglosus, hyoglosus, digastrikus dan stilohyoideus ) meluas dari os
hyoideum ke mandibula, lidah dan prosessus stiloideus pada kranium. Otot tirohioideus
walaupun digolongkan sebagai otot otot leher, terutama berfungsi sebagai elevator.
Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea adalah otot
konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring disebelah posterior dan
berfungsi pada saat menelan. Serat serat paling bawah dari otot konstriktor inferior
berasal dari krikoid, membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai
sfingter esophagus superior.5
Tumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Dengan kata
lain, neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan
dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal meskipun rangsangan
yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Tumor ganas (kanker) laring
merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari
epitel struktur laring.8,9
2.3 Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal
yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar
radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko
terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu.
Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian karsinoma laring yaitu HPV (Human
Papilloma Virus) dan Eibstein Barr Virus. HPV dikategorikan menjadi risiko tinggi
(tipe 16,18), medium (tipe 31,33), risiko rendah (tipe 6,11).10
2.4 Klasifikasi
1. Supraglotis
2. Glotis
3. Subglotis
Glotis :
T is : tumor insitu
T0 : tak jelas adanya tumor primer
T1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan
posterior) dengan pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun
subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.
T3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita
suara
T4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
Sub glotis :
T is : tumor insitu
T0 : tak jelas adanya tumor primer
T1 : tumor terbatas pada subglotis
T 1a : tumor terbatas pada satu sisi
T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi
T2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita
Suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu
T3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara
T4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.
1. Serak:
Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan
karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar
celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan
ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadangkadang
menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran
kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar,
mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang kadang bisa afoni
karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara serak
dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor laring tumbuh pada
pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di
daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita
suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat
merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala
pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang
mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak kecuali
tumornya eksentif.16
Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor
laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan
kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan
transglotik terdapat kedua gejala tersebut.Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat
dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang
baik.16
4.Nyeri tenggorok:
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.8
5.Disfagia:
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas
postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan adanya tumor ganas
lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.16
6. Batuk dan hemoptisis:
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan
tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering
terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
7. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi
tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.16
2.6 Patofisiologi
Bila tumor laring mengadakan perluasan kearah faring akan timbul gejala disfagia,
rasa sakit bila menelan dan penjalaran rasa sakit kearah telinga.17
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah
cukup lama, tidak bersifat hilang - timbul meskipun sudah diobati dan bertendens
makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat yang
juga kadang kadang adalah seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan
salah ( vocal abuse ), peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar
sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang
kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar bersamaan dengan adanya TBC paru,
sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial - ekonomi yang lemah.6 Sesuai
pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni supraglotis,
glottis dan subglotis, dan gejala serta tanda tandanya sesuai dengan lokasi tumor
tersebut.
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar,
terutama pada stadium dini / permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar
limfe leher, terlihat perubahan kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan
tulang rawan laring.7 Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan
dengan cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan laringoskop unutk
menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang terlihat ( field of cancerisation ), dan
kemudian melakukan biopsi.1
a) Radiologi konvensional
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang baik. Udara
digunakan sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumenlaring dan
trakea. Ketebalan jaringan retropharyngeal dapat dinilai. Epiglottis dan lipatan
aryepiglottic dapat divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki peran dalam
manajemen kanker laring saat ini.1
Gambar 8: Lateral radiograph of the neckshowing the different structures of the
larynx: a, vallecula; b, hyoid bone; c, epiglottis; d, preepiglotticspace; e, ventricle
(air-space between false and true cords); f, arytenoid
Axial view on CT scan of an advanced right laryngeal tumor invading through the
thyroid cartilage
An 89-year-old man with supraglottic laryngeal cancer. A and B, The standard neck CT images at the
supraglottic (A) and glottic (B) levels show a large soft-tissue mass involving the pre-epiglottic space
(arrow) and right aryepiglottic fold, extending to the right true vocal cord (arrowhead). C and D,
Coronal (C) and sagittal (D) reformatted images of the standard neck CT scan show transglottic
extension of the tumor without subglottic extension. E and F, Dedicated laryngeal CT images with
straw-blowing (E) and breath-holding (F) at the level of true vocal cord show no change in the location of
vocal cord, indicating the fixed vocal cord. Clinically, vocal cord mobility is impaired but not fixed. This
is staged as T3 for pre-epiglottic extension.
1. Pembedahan
Jenis pembedahan yang dilakukan dapat berupa laringektomi total ataupun parsial,
tergantung lokasi ataupun penjalaran tumor, atau diseksi leher radikal bila terdapat
penjalaran ke kelenjar limfa leher.19,20
a. Laringektomi
Laringektomi parsial Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma
laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor
stadium II.
Laringektomi total Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring
mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin
trakea. Prosedur operasi ini digunakan pada penatalaksanaan tumor
ganas laring lanjut atau prosedur lanjutan ketika operasi laringektomi
parsial dan radioterapi sebelumnya gagal
b. Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor
supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan
metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.
Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
2. Radioterapi
3. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliativ.
Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m2 dan 5 FU 8001000 mg/m2.22
4. Rehabilitasi
Laringektomi menyebabkan cacat pada pasien dengan dilakukannya pengangkatan
laring beserta pita suara yang ada di dalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan
bernapas melalui stoma permanen di leher. Untuk itu rehabilitasi terhadap pasien
diperlukan. Baik yang bersifat umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dan
mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara (voice
rehabilitation), agar pasien dapat berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal.
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni
semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula ataupun dengan suara
yang dihasilkan dari esofagus (esophageal speech) melalui proses belajar.
Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi
dapat di simpulkan menjadi 2 faktor utama ialah faktor fisik dan psiko-sosial. Suatu hal
yang membantu adalah pembentukan penghimpunan pasien-pasien tuna-laring untuk
menyokong aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun
sesudah operasi.19
2.9 Komplikasi
1. Gangguan vokal
Penderita beresiko kehilangan suara dikarenakan dilakukannya pengangkatan
pita suara pada pembedahan laringektomi.
2. Timbulnya fistel
Fistel faringokutan dapat muncul pada daerah insisi operasi, paling sering pada
minggu pertama setelah operasi. Sesuai dengan lokasinya, fistel faringokutan
dan orokutan merupakan fistel tersering pada pasien dengan reseksi yang
ekstensif, faringektomi dan prosedur operasi setelah gagal kemoradiasi
3. infeksi luka
perawatan luka operasi memegang peranan penting dalam proses penyembuhan
luka dan pencegahan terjadinya fistel. Tanda-tanda luka insisi yang terinfeksi
harus diperhatikan seperti kemerahan, udem, dan basah. Oral hygine yang baik
pasca operasi sangat penting untuk mengontrol infeksi dan mencegah bau
mulut.
4. Gangguan menelan
Masalah menelan muncul setelah laringektomi karena adanya aliran balik ke
faring saat proses menelan. Residu yang terlihat didaerah faring saat
pemeriksaan dengan video-fluoroskopi merupakan tanda utama penurunan
tekanan otot faring. Penurunan fungsi faring ini dikarenakan hilangnya
gerakan anterior dan superior faring selama proses elevasi hyolaryngeal dan
retraksi dasar lidah yang diperlukan untuk membantu pembukaan Upper
Esophageal Sphincter (UES). Masalah pada proses menelan ditandai dengan
keluhan mengganjal di tenggorok. Waktu transit faring menjadi dua kali lebih
sehingga memperpanjang waktu makan pasien.
2.10 Prognosis
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium
I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40 50%.
Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate
sebesar 50%.1
Bab 3
Kesimpulan
Gejala dini Karsinoma laring adalah suara parau. Suara parau lebih dari 4 minggu
harus dicari teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor,
rasa nyeri di tenggorok dan batuk/batuk darah.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan klinis,
radiologi dan biopsy.
Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa laringektomi
parsial atau total dg atau tanpa diseksi leher, radioterapi, kemoterapi atau kombinasi.
Dengan prognosis tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor
dan kecakapan tenaga ahli.
Daftar Pustaka